NPM : 0906510836
Tanda Tangan
Tanggal
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Segala puji hanya milik Allah SWT, puji syukur saya panjatkan kepada Allah
SWT, karena atas berkat rahmat-Nya, bimbingan-Nya, dan petunjuk-Nya, saya
dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners
Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya juga
menyadari, selama proses penyusunan karya ilmiah akhir ini, saya mendapatkan
banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih pada pihak terkait, diantaranya:
a. Ibu Siti Chodidjah, S.Kp., M.N., selaku dosen pembimbing saya yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan karya tulis akhir;
b. Ibu Elfi Syahreni, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep. An., selaku dosen penguji dan
pembimbing akademik saya yang telah banyak memberikan masukan;
c. Ibu Fajar Tri Waluyanti S.Kp., M.Kep, selaku ketua program studi profesi
ners yang telah memberikan pengarahan;
d. Sivitas Akademika FIK UI yang telah memberikan dorongan secara moril
kepada saya dalam menjalankan perkuliahan;
e. Ayah dan Mama saya, selaku orang tua yang begitu luar biasa telah
memberikan dukungan, do’a, materil, dan semangat kepada saya sehingga
saya bisa bertahan menyelesaikan kuliah profesi ini dengan baik;
f. Teh Yulan, A Dani, A Erik, A Dede, Ka Fitri, Ka Aprie, Dyega, Qilla,
Izar, Callysta, dan Fatih yang selalu mendukung saya dan menghibur saya
selama proses perjalanan profesi ini;
g. Sahabat terbaik saya yaitu Namira Sangadji yang selalu ada ketika saya
membutuhkan bantuan selama proses perjalanan kuliah profesi di FIK UI.
You always teach me what best friend means to be, Ra! Terima kasih Ira;
h. Teman-teman terbaik di FIK yaitu Rona, Minati, Dana, Ucha, Fani, Isti,
Dindin, Raniw, Zaki, Fadly, Mustaf, Aan, Rio, Kartika, Nahla, Kiki,
Fandiar, Rara, Juju, dan Vera yang telah membersamai saya selama
perkuliahan di FIK UI ini;
iv
Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan kebaikan pula
dari berbagai pihak yang telah membantu saya. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan di Indonesia.
Penyusun
(Fina Devy Aryanti)
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah
ini:
beserta perangkat yang ada Uika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedialformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : t Juli 2014
Yang menyatakan
Cedera kepala pada anak akibat dari kecelakaan merupakan salah satu masalah pada masyarakat
perkotaan. Salah satu penanganan pada cedera kepala yaitu dengan pembedahan yang dapat
mengakibatkan gangguan rasa nyaman berupa nyeri. Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk
memberikan gambaran asuhan keperawatan cedera kepala pada anak dengan menerapkan terapi
musik audio visual untuk mengatasi nyeri paska pembedahan. Penerapan terapi musik audio visual
ini diterapkan selama lima hari diperoleh hasil penurunan skala nyeri dari 6 menjadi 1. Selain itu,
terapi musik audio visual juga efektif menurunkan nyeri pada prosedur lainnya seperti perawatan
luka, pelesasan drainase dan jahitan operasi. Terapi musik audio visual ini sangat
direkomendasikan untuk mengurangi nyeri pada anak paska pembedahan. Oleh karena itu,
diharapkan ruang rawat dapat menerapkan terapi musik audio visual dengan menyediakan DVD
musik anak-anak.
Kata kunci : anak; cedera kepala; nyeri; dan terapi musik audio visual.
ABSTRACT
Head injury among children caused by accident is one of the urban problems. One of the
treatments for this injury is by performing surgery which can cause discomfort, specifically pain.
This paper aims to show how to care children experiencing head injury by playing audio visual
music therapy to reduce the pain after the surgery. After giving this audio visual music therapy for
5 days, the scale of the pain decreases from 6 to 1. Moreover, the children do not feel pain or
worry when the surgical dressing is changed or when the drainage and suture are taken off if the
music is played.
Keyword : audio visual music therapy; children; pain; and traumatic head injury.
vii
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah.............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 6
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 6
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 6
1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakat ........................................................... 6
1.4.2 MAnfaat Bagi Perawat ................................................................ 6
1.4.3 Manfaat Bagi Pendidikan ............................................................ 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8
2.1 Cedera Kepala ...................................................................................... 8
2.1.1 Definisi ........................................................................................ 8
2.1.2 Etiologi ........................................................................................ 8
2.1.3 Patofisiologi ................................................................................ 8
2.1.4 Komplikasi .................................................................................. 14
2.1.5 Pemeriksaan ................................................................................ 16
2.1.6 Penatalaksanaan .......................................................................... 18
2.2 Nyeri ..................................................................................................... 20
2.2.1 Definisi ........................................................................................ 20
2.2.2 Fisiologi Nyeri ............................................................................ 20
2.2.3 Klasifikasi Nyeri ......................................................................... 22
2.2.4 Respon Nyeri ............................................................................... 23
2.2.5 Penilaian Skala Nyeri .................................................................. 24
2.2.6 Penatalaksanaa Nyeri .................................................................. 27
2.3 Terapi Musik Audio Visual.................................................................. 28
2.3.1 Definisi ........................................................................................ 28
2.3.2 Manfaat Terapi Musik ................................................................. 29
2.3.3 Mekanisme Dasar Terapi Musik ................................................. 30
2.3.4 Panduan Pelaksanaan Terapi Musik Audio Visual ..................... 31
3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA .......................................... 33
3.1 Pengkajian ............................................................................................ 33
3.2 Analisis Data ........................................................................................ 36
3.3 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ............................................ 37
4. ANALISIS SITUASI ................................................................................ 40
viii
ix
xi
Anak yang mengalami kecelakaan lalu lintas, sering kali mengalami trauma
atau cedera yang menjadikan alasan anak dibawa ke rumah sakit, terutama
cedera kepala (Dewi, Mangunatmadja, & Ramli, 2012). Meurut data statistik
nasional dan safe kids campaign di Amerika Serikat, cedera merupakan resiko
kesehatan nomor satu bagi anak-anak yang berusia lebih dari 1 tahun. Setiap
tahun di Amerika Serikat, satu dari 4 anak mengalami cedera yang serius
sehingga memerlukan perhatian medis, dan 8000 anak meninggal setiap
tahunnya akibat cedera. Menurut Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein,
dan Scwartz (2009) diperkirakan 300 per 100.000 anak setiap tahunnya
mengalami cedera traumatik otak, dan 10 per 100.000 anak meninggal per tahun
akibat cedera kepala. Sejumlah penilitian menunjukkan bahwa sebanyak 3 per 4
1 Universitas Indonesia
Cedera kepala merupakan proses patologi yang menyerang kulit kepala, tulang
tengkorak, meningen, atau otak akibat gaya mekanis. Pada anak-anak yang
usianya kurang 2 tahun hampir selalu diakibatkan karena kecelakaan sebagai
penumpang, sedangkan pada anak-anak yang usianya lebih besar dapat
mengalami cedera sebagai pejalan kaki atau pengendara sepeda (Wong,
Hokenberry, Wilson, Winkelstein, & schwarts, 2009). Cedera kepala pada anak
memiliki dampak keparahan yang lebih parah dibandingkan pada orang dewasa.
Misalnya, kerusakan kognitif pada anak mungkin tidak muncul secara langsung
ketika cedera terjadi, tetapi dapat muncul pada saat anak berusia lebih besar.
Kerusakan kognitif ini akan berpengaruh pada kemampuan berpikir, belajar,
perkembangan sosial, dan tingkah laku. Beberapa kesulitan yang sering dalami
setelah cedera kepala diantaranya kesulitan memproses informasi, kesulitan
Universitas Indonesia
Perkembangan otak anak khususnya pada bayi dan toddler belum terbentuk
sempurna. Oleh karena itu, cedera kepala pada anak akan beresiko mengalami
gangguan neurologi dan tingkah laku yang persisten. Pada bayi dan toddler
keterlambatan perkembangan dapat sangat terlihat jelas dibandingkan anak
seusianya. Anak toddler yang mengalami cedera kepala sedang atau berat,
biasanya memiliki masalah dalam perkembangan motorik kasar, koordinasi, dan
keseimbangan. Selanjutnya, pada anak usia pra sekolah yang mengalami cedera
kepala beresiko mengalami keterlambatan perkembangan bahasa dan motorik.
Sedangkan pada anak usia sekolah kerusakan yang sering terjadi pada fungsi
non verbal, pemusatan perhatian, memori, dan pembelajaran hal yang baru.
Pada anak usia remaja muda pemulihan pada fungsi pergerakan dan tugas
visual-spasial dapat lebih lama dibandingkan dengan remaja yang usianya lebih
tua. Hal ini disebabkan karena, perkembangan neurologi berlanjut hingga usia
minimal 12 tahun, misalnya lobus frontal matur pada usia 12 sampai 14 tahun.
Cedera kepala pada anak yang perkembangan otak dan fungsi kognitifnya sudah
matur, akan memiliki masalah dalam hal membuat suatu perencanaan dan
pengorganisiran, menginisiasi tugas, membentuk suatu konsep, fleksibilitas
kognitif, dan pemecahan masalah (Mayfield, 2008).
Cedera kepala merupakan suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang
kranium, atau struktur di bawah tulang yang disebabkan karena suatu benturan
atau penetrasi (Ball & Bindler, 2003). Komplikasi dari cedera kepala
diantaranya adalah epidural hematoma, subdural hematoma, edema serebral,
komosio serebral, kontusio dan laserasi, serta fraktur (Wong, Hockenberry,
Wilson, Winkelstein, & Scwartz, 2009). Cedera kepala dapat mengakibatkan
Universitas Indonesia
Nyeri merupakan sumber stress yang utama bagi anak-anak yang dirawat di
rumah sakit. Selain berdampak pada anak, juga berdampak pada orang tua yang
mengalami kecemasan (Ricci & Kyle, 2009). Oleh karena itu, perawat perlu
memberikan suatu intervensi untuk memberikan kenyamanan pada anak.
Perawat dapat menerapkan konsep terapi non farmakologi untuk mengurangi
nyeri dan meningkatkan efek dari pemberian analgesik dengan cara teknik
distraksi dengan pemberian terapi musik audio visual. Dalam hal ini, penulis
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.1.2 Etiologi
Tiga penyebab utama kerusakan otak pada masa kanak-kanak secara
berurutan dari yang terbanyak adalah cedera terjatuh, cedera kendaraan
bermotor, dan cedera sepeda. Cedera neurologik memiliki angka mortalitas
tertinggi, dan anak laki-laki terkena dua kali lipat daripada anak perempuan.
Pada kecelakaan kendaraan bermotor, anak-anak yang berusia kurang dari 2
tahun hampir selalu mengalami cedera sebagai penumpang kendaraan,
sementara anak-anak yang lebih besar dapat mengalami cedera sebagai
pejalan kaki atau pengendara sepeda. Mayoritas kematian akibat trauma otak
yang disebabkan cedera sepeda terjadi pada usia 5 sampai 15 tahun (Wong,
Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwarts, 2009).
2.1.3 Patofisiologi
Patologi cedera otak berkaitan langsung dengan gaya benturan. Isi intrakranial
(otak, darah, CSS) akan mengalami kerusakan karena gaya yang terlalu besar
untuk diredam oleh tulang tengkorak dan muskuloligamentum penunjang
8 Universitas Indonesia
kepala. Tengkorak bayi dan anak kecil yang elastis serta mudah berubah
bentuk akan menyerap sebagian besar energi langsung dari benturan fisik
pada kepala, serta memberi perlindungan pada struktur intrakranial. Meskipun
jaringan saraf sangat halus, umumnya untuk menimbulkan kerusakan yang
signifikan memerlukan pukulan atau benturan yang hebat (Wong,
Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwarts, 2009).
Cedera kepala dikategorikan menjadi dua yaitu cedera primer dan cedera
sekunder. Cedera primer terjadi pada saat terjadinya injuri dan yang
menginisiasi terjadinya kerusakan seluler. Cedera kepala primer adalah cedera
yang terjadi pada saat trauma, dan meliputi fraktur tengkorak, kontusio,
hematoma intrakranial, dan cedera difus (Wong, Hockenberry, Wilson,
Winkelstein, & Schwarts, 2009). Cedera ini disebabkan karena benturan
kepala langsung (coup injury) dan perpindahan akselerasi-deselerasi otak di
dalam tengkorak (countercoup injury). Pada saat itu dapat terjadi peningkatan
tekanan arteri dan intrakranial, apnea, dan penurunan kesadaran (Ball &
Bindler, 2003).
Gaya fisik bekerja pada kepala melalui akselerasi, deselerasi, atau deformasi.
Akselerasi (peningkatan kecepatan) atau deselesari (pengurangan kecepatan)
lebih menggambarkan keadaan yang menyebabkan sebagian besar cedera
kepala. Jika kepala yang diam menerima benturan maka akselerasi mendadak
menyebabkan deformasi tengkorak dan pergerakan massa otak. Gerakan isi
intrakranial yang terus-menerus menyebabkan otak menghantam bagian-
bagian tengkorak (misalnya tepi tajam sfenoid atau permukaan fosa anterior
yang tidak beraturan) atau bagian tepi tentorium (Wong, Hockenberry,
Wilson, Winkelstein, & Schwarts, 2009).
Volume otak tidak akanberubah pada saat terjadi cedera kepala, akan tetapi
distorsi yang signifikan akan terjadi pada saat otak berubah bentuk sebagai
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
10
Akibat lain yang ditimbulkan oleh gerakan otak adalah regangan yang
merobek (shearing stresses), yang dapat menyebabkan ruptur pembuluh arteri
kecil dan menyebabkan hematoma subdural. Sumber kerusakan lainnya
terjadi jika kompresi berat pada tengkorak memaksa otak melewati hiatus
tentorium.Keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan batang otak yang tidak
dapat diperbaiki (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwarts,
2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
11
Hiperemia serebral terjadi lebih sering pada anak-anak dan ekspansi volume
darah membuat anak cenderung mengalami hipertensi kranial. Meski
demikian, karena kranium anak-anak yang masih sangat kecil memiliki
kemampuan mengembang dan tulang tengkorak yang tipis bersifat lentur,
kepala anak lebih mampu menoleransi peningkatan TIK dibandingkan dengan
anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa. Anak memiliki prognosis yang
secara signifikan lebih baik dan angka motalitasnya lebih rendah akibat
trauma kepala berat, selain itu pasien anak juga menunjukkan insidensi massa
lesi bedah yang lebih rendah setelah trauma kepala berat (Wong,
Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwarts, 2009).
Patogenesis komosio masih belum jelas, tetapi keadaan ini dapat terjadi
karena adanya shearing forces yang menyebabkan tarikan atau regangan,
kompresi, dan robekan serabut saraf, terutama di area batang otak yang
merupakan lokasi sistem aktivasi retikular (RAS). Perubahan anatomis pada
serabut-serabut saraf juga menyebabkan pelepasan sejumlah asetilkolin ke
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
13
keadaan tidak sadar yang lebih berat dan beberapa derajat kecacatan yang
permanen (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwarts, 2009).
2.1.3.3 Fraktur
Tulang tengkorak imatur bayi bersifat fleksibel, sehingga mampu menahan
beberapa derajat deformasi yang lebih besar dibandingkan tengkorak orang
dewasa sebelum mengalami fraktur. Kekuatan yang sangat besar diperlukan
untuk menimbulkan fraktur pada tulang tengkorak bayi. Akan tetapi pada
permukaan di bawah tulang tengkorak terdapat alur-alur yang berisi pembuluh
arteri meningeal. Fraktur yang melintasi salah satu alur ini dapat merobek
aliran tersebut, dan dapat menimbulkan perdarahan yang hebat serta merusak.
Jenis-jenis fraktur yang dapat terjadi adalah sebagai berikut (Wong,
Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwarts, 2009):
a. Fraktur linier
Fraktur linier adalah fraktur dengan garis fraktur yang ditentukan oleh
lokasi serta percepatan benturan selain oleh kekuatan tulang itu sendiri.
Fraktur ini jarang dijumpai pada bayi dibawah usia 2-3 tahun, tetapi
merupakan mayoritas fraktur tulang tengkorak pada masa kanak-kanak.
b. Fraktur impresi
Fraktur impresi adalah fraktur tulang yang bersifat lokal, biasanya tulang
patah menjadi beberapa fragmen yang terdorong ke dalam sehingga
menekan otak. Fragmen tulang bagian dalam mengalami fraktur yang
lebih luas daripada bagian luar, dan hampir selalu menimbulkan robekan
pada durameter. Fraktur impresi jarang ditemukan pada anak-anak yang
berusia di bawah 2-3 tahun.
c. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka terdiri atas laserasi kulit yang meluas sampai mencapai
tempat fraktur tulang yang bisa berupa fraktur linier, impresi, kominutif
(fraktur lebih dari 2 fragmen).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
14
d. Fraktur basilar
Fraktur basilar mengenai bagian os frontalis, etmoidalis, sfenoidalis,
temporalis atau oksipitalis. Karena dekatnya garis fraktur dengan struktur
yang mengelilingi batang otak, keadaan ini merupakan cedera kepala yang
serius.
e. Fraktur diastatik
Fraktur diastatik adalah keadaan traumatik yang menyebabkan terpisahnya
sutura kranial. Fraktur ini paling sering mengenai sutura lambdoidea dan
jarang terlihat setelah 4 tahun pertama.Fraktur diastatik tidak memerlukan
penanganan spesifik, tetapi harus diamati untuk mendeteksi „perluasan
fraktur‟ dan pembentukan kista yang berisi cairan.
2.1.4 Komplikasi
Komplikasi utama cedera kepala adalah perdarahan, infeksi, edema, dan
herniasi yang melalui tentorium. Infeksi hampir selalu menjadi ancaman yang
berbahaya untuk cedera terbuka, dan edema dihubungkan dengan trauma
jaringan. Ruptur vaskular dapat terjadi sekalipun pada cedera kepala ringan,
keadaan ini menyebabkan perdarahan di antara tulang tengkorak dan
permukaan serebral. Kompresi otak dibawahnya yang akan menghasilkan
efek dapat menimbulkan kematian dengan cepat atau keadaan yang semakin
memburuk (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwarts, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
15
Hematoma epidural yang signifikan secara klinis jarang ditemukan pada anak-
anak yang berusia kurang dari 4 tahun.Perbedaan ini mungkin disebabkan
oleh berkurangnya kelenturan tulang tengkorak terhadap fraktur, perdarahan
dari pembuluh darah kecil menyebabkan perdarahan yang lebih perlahan dan
tidak massif, dan kemungkinan penurunan kerentanan otak anak terhadap
perubahan tekanan (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwarts,
2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
16
yang terjadi ke arah dalam dengan mendesak jaringan otak yang kurang
resisten, perdarahan subdural cenderung berkembang lebih lambat dan
menyebar secara tipis serta luas sampai perdarahan ini dibatasi sekat
durameter yaitu falks serebral dan tentorium. Ruang subdural yang sempit dan
durameter yang melekat erat pada tulang tengkorak di daerah ini sangat rentan
terhadap peningkatan TIK (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, &
Schwarts, 2009).
2.1.5 Pemeriksaan
2.1.5.1 Pengkajian Awal
Prioritas dalam tahap perawatan anak yang mengalami cedera kepala meliputi
pengkajian ABC (airway, breathing, circulation); evaluasi kemungkinan
syok; pemeriksaan neurologi, khususnya tingkat kesadaran; kesimetrisan pupil
dan respon terhadap cahaya; dan serangan kejang. Pengkajian tanda-tanda
vital anak dilakukan dengan cepat.Anak yang tegang dan gelisah dapat
memperlihatkan denyut nadi yang cepat, hiperventilasi, tampak pucat, dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
17
Tanda-tanda okular seperti fiksasi dan dilatasi pupil, fiksasi dan konstriksi
pupil, dan pupil yang kurang atau tidak reaktif terhadap cahaya dan
akomodasi menunjukan peningkatan TIK atau terkenanya batang otak.
Pembuluh darah yang berdilatasi tanpa pulsasi menunjukkan peningkatan TIK
sebelum gambaran papil edema tampak jelas. Perdarahan retina terlihat pada
cedera kepala akut.Pemeriksaan kulit kepala untuk menemukan laserasi dan
palpasi untuk mendeteksi abnormalitas lainnya. Perubahan status mental
dibuktikan dengan anak semakin sulit dibangunkan, agitasi memuncak, timbul
tanda-tanda neurologik lateral fokal, atau perubahan tanda-tanda vital yang
tampak nyata, biasanya menunjukkan perluasan atau progresivitas proses
patologi dasar (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwarts, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
18
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada cedera kepala pada anak ditujukan untuk mengenali dan
menangani kondisi yang mengancam jiwa, serta mencegah terjadinya cedera
kepala sekunder.
2.1.6.1 Penatalaksanaan untuk Kondisi yang Mengancam Nyawa
Penatalaksanaan cedera kepala pada anak diantaranya (Vervie, 2014):
a. Airway
Kestabilan jalan napas sangat diperlukan pada pasien cedera kepala untuk
memberikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat. Stabilisasi tulang
servikal diperlukan pada pasien cedera kepala berat. Sedangkan
Pemasangan NGT dikontraindikasikan, khususnya pada pasien yang
dicurigai raktur basal kranal. Gagal napas dapat terjadi pada kasus
neurologis maupun trauma dada. Pasien dengan cedera kepala yang
mengalami perubahan status mental perlu mendapatkan oksigen 100% dan
dibantu dengan positive pressure ventilation(Vervive, 2014).
b. Status kardiovaskuler dan sirkulasi
Pemberian tekanan darah dalam batas normal merupakan tujuan dari
pengelolaan kardiovaskuler dengan tidak membuat peningkatan TIK yaitu
dengan memberikan tekanan darah suprafisiologis untuk memberikan
tekanan perfusi serebral (CPP) yang adekuat. Tekanan perfusi serebral
diartikan dengan tekanan darah arteri rata-rata (MAP) dikurangi tekanan
intrakranial (ICP), yaitu CPP = MAP-ICP. Selain itu, tekanan perfusi
serebral dikaitkan dengan kemampuan pengiriman darah ke otak dan
metabolisme yang akhirnya berkaitan erat dengan iskemia. Pemberian
resusitasi cairan yang cukup dengan cairan isotonik ditujukan untuk
menjaga pengisian tekanan yang cukup, cardiac output yang normal, dan
tekanan darah yang normal (Vervie, 2014).
c. Tekanan intrakarial dan perfusi serebral
Peningkatan tekanan intrakranial di atas 20 mmHg menunjukkan kondisi
yang lebih buruk pada anak-anak. Terapi diuresis osmotik dugunakan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
20
2.1.6.2 Pembedahan
Intervensi pembedahan pada pasien anak dengan cedera kepala diantaranya
untuk pembedahan dekompresi, kraniotomi dan drainase, pembedahan
debridemen dan evakuasi, pembedahan elevasi, kraniotomi dengan duraplasti
(Vervie, 2014).
2.2 Nyeri
2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau potensial
dapat disebabkan karena suatu proses penyakit, protokol pengobatan,
intervensi pembedahan, atau cedera (International Association for Study of
Pain, 2007 dalam Ricci & Kyle, 2009). Menurut Black dan Hawks (2009)
nyeri adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan dan disebabkan oleh
stimulus spesifik mekanis, kimia, elektrik pada ujung-ujung saraf dan tidak
dapat dipindahkan kepada orang lain.
2.2.2.1 Transduksi
Serabut saraf perifer yang merupakan perpanjangan dari medulla spinalis
menuju lokasi tempat stimulus melalui jaringan tubuh seperti kulit, sendi,
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
21
tulang, dan membran yang melapisi organ. Akhir dari serabut ini sebagai
reseptor yang disebut dengan nosiseptor yang diaktivasi ketika terdapat
stimulus bahaya seperti mekanik, kimiawi, dan suhu yang ekstrim. Stimulus
mekanik seperti tekanan, kontraksi otot yang berlebihan. Stimulasi kimiawi
dapan mengeluarkan mediator histamin, prostaglandin, leukotrienes,
bradikinin sebagai respon trauma jaringan, iskemia, atau inflamasi. Proses
pengaktifan nosiseptor disebut dengan transduksi (Ricci & Kyle, 2009).
2.2.2.2 Transmisi
Ketika nosiseptor diaktivasi, stimulus tersebut dikonversi menjadi impuls
listrik yang menjalar dari saraf perifer yaitu saraf aferen menuju medulla
spinalis dan otak.Ada dua tipe serabut saraf yang terlibat dalam transmisi
nyeri. Serabut delta A yang besar dan bermielin mengkonduksikan impuls
yang sangat cepat biasanya berkaitan dengan stimulus mekanik atau suhu.
Selain itu, serabut delta C yang kecil dan tidak bermielin mentransmisikan
impuls secara lambat dan biasanya diaktivasi oleh stimulus kiwiawi, stimulus
mekanik lanjutan, atau suhu. Serabut ini menjalarkan impuls ke medulla
spinalis melalui dorsal horn. Neurotransmitter dibutuhkan untuk proses
transmisi ke otak (Porth, 2004 dalam Ricci & Kyle, 2009).
2.2.2.3 Persepsi
Impuls nyeri yang ditransmisikan melalui medulla spinalis diteruskan ke area
pusat otak dasar nyeri yaitu di thalamus. Thalamus merespon cepat dengan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
22
2.2.2.4 Modulasi
Substansi yang berperan adalah neuromodulator yang muncul untuk
memodifikasi sensasi nyeri. Substansi ini terdiri dari serotonin, endorphin,
encephalin, dan dinorphin yang merubah persepsi seseorang terhadap nyeri.
Persepsi nyeri dapat dimodifikasi secara perifer atau sentral. Pada serabut
saraf perifer, substansi kimia yang dikeluarkan dapat menstimulasi impuls
nyeri, sehingga seseorang dapat merasakan semakin nyeri. Sedangkan
modifikasi untuk persepsi nyeri dapat juga terjadi dengan melalui saraf pusat
di medulla spinalis khususnya dorsal horn. Substansi yang dikeluarkan dengan
interneuron dapat menimbulkan sensasi nyeri, namun terdapat agen
neurokimiawi reseptor spesifik yang dapat menghambat persepsi nyeri
seseorang (Ricci & Kyle, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
24
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
25
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
27
daerah tersebut dengan empat buah krayon yang telah dipilih untuk
menunjukkan nyeri paling sakit, nyeri yang lebih sedikit dibandingkan
sebelumnya, sedikit nyeri, dan tidak ada nyeri. Selanjutnya, penilaian terakhir
dengan menggunakan daftar kata-kata yang dapat digunakan untuk
menggambarkan rasa nyeri seperti berdenyut, berdebar-debar, menusuk, atau
tajam (Ricci & Kyle, 2009; Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, &
Schwarts, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
28
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
29
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
30
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
31
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1 Pengkajian
Tanggal 23 Mei 2014 pukul 07.00 WIB anak M (perempuan) berusia 12
tahun mengalami kecelakaan lalu lintas yaitu saat akan menyebrang ditabrak
oleh motor dari belakang, anak M mengatakan sebelumnya kondisi jalan sepi,
tidak ada kendaraan, namun tiba-tiba ada motor dengan kecepatan tinggi
menabraknya, lalu anak M tidak ingat apa-apa lagi (pingsan). Menurut
keluarganya, anak M mengalami pingsan (sekitar 20 menit) kemudian
sadarkan diri, anak M mengalami benturan kepala, muntah, gigi seri atas
kanan terlepas, anak mengalami benjolan di kepala dan mengeluarkan darah.
Saat kejadian, tidak keluar darah melalui telinga (othorea) maupun hidung
(rinorhea). Anak M dibawa ke rumah sakit swasta di dekat rumahnya, namun
dirujuk ke RSUP Fatmawati. Anak M dirawat di RSUP Fatmawati melalui
IGD pada tanggal 23 Mei 2014 pukul 17.00 WIB. Setelah dilakukan
pemerisaan diagnostik CT Scan kepala didapatkan hasil perdarahan epidural
regio parietal kanan dengan estimasi volume +/- 30 cc, edema serebri, fraktur
linier Os temporo parietal kanan dan oksipital kanan, subgaleal hematoma,
perselubungan sinus frontalis, ethmodialis kiri, DD/ hematosinus, sinusitis.
Pada tanggal 24 sampai dengan 25 Mei 2014 pukul 21.00-00.15 WIB anak M
dilakukan tindakan operasi kraniotomi untuk evakuasi perdarahan. Anak M
dipindahkan ke ruangan High Care Unit pada pukul 02.00 WIB. Pada tanggal
26 Mei 2014 pukul 17.50 WIB anak M dipindahkan ke ruang perawatan
bedah anak. Anak M mengeluh nyeri skala 6 dari 10 (Visual Analog Scale) di
bagian kepala dan menyebar ke area leher terasa nyut-nyutan. Nyeri
bertambah ketika dipindahposisikan, dan nyeri berkurang saat anak M tidur.
Anak M tampak meringis menahan sakit dan tidak berani menggerakan
lehernya. Anak M juga mengeluh pusing, tidak ada muntah. Terdapat luka
post operasi kraniotomi berbentuk huruf S, tidak ada pus, tidak ada bau, tidak
ada kemerahan, tidak ada bengkak, tidak ada panas, tidak ada penurunan
33 Universitas Indonesia
fungsi, jahitan menyatu dengan baik, balutan paten, dan masih terpasang
drainase.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tanggal 26 Mei 2014 pukul 19.30 WIB
didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, GCS 15
(E4M6V5). TB 146 cm, BB 42 kg. Di bagian kepala terdapat luka post
operasi kraniotomi berbentuk huruf S dan terpasang drain, terdapat nyeri di
bagian luka post operasi, tidak ada bengkak, dan tidak ada rambut. Mata
tampak terdapat edema di bagian mata kiri, isokor, refleks cahaya baik
3mm/3mm, posisi mata simetris, tidak ada penglihatan kabur atau ganda.
Tidak ada sumbatan pada hidung anak M. Mukosa bibir lembab, tidak ada
lesi, dan terdapat gigi yang patah yaitu gisi seri sebelah kanan. Leher tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening, tiroid, tidak ada nyeri saat menelan,
tidak ada kaku kuduk. Bentuk dada simetris, tidak ada luka, irama pernapasan
teratur, suara napas vesikuler, tidak ada wheezing dan ronchi, terdapat suara
BJ I dan BJ II, tidak ada murmur dan gallop. Bising usus normal, abdomen
datar, supel, simetris, tidak ada luka. Pada ekstremitas tidak ada edema, akral
hangat, CRT < 3 detik, kekuatan otot normal. Kulit teraba lembab, tidak
kering, turgor elastis. Terpasang kateter urin dan drain. Tanda-tanda vital: TD
110/70 mmHg, denyut nadi 116 x/menit, frekuensi pernapasan 31 x/menit,
suhu 36,3oC.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
35
ureum darah 17 mg/dl (N: 48 mg/dl), kreatinin darah 0,4 mg/dl (N: 0,0-0,9
mg/dl). Elektrolit darah: natrium 137 mmol/L (N: 135-147 mmol/L), kalium
3,93 mmol/L (N: 3,10-5,10 mmol/L), klorida 111 mmol/L (95-108 mmol/L).
Hasil pemeriksaan radiologi berupa foto toraks dihasilkan cor dan pulmo
dalam batas normal (mediastinum superior tak melebar, ukuran dan bentuk
jantung normal, CTR <50%, aorta baik, pulmo kedua hilus tak menebal,
kedua sinus dan diafragma baik, tulang-tulang costae dan soft tissue baik).
Pada tanggal 1 Juni 2014 didapatkan pengkajian terkait citra tubuh, anak M
dengan diagnosa medis cedera kepala sedang dan post operasi kraniotomi
yang berusia 12 tahun yang akan memasuki masa remaja. Saat ini, anak M
tidak memiliki rambut, karena dicukur sebelum dilakukan tindakan operasi.
Selain itu gigi seri kanan atas anak M patah. Anak M pernah menutupi
kepalanya dengan menggunakan kain, dengan alasan karena takut perbannya
copot. Saat dilakukan pengkajian, anak M mengaku malu karena tidak ada
rambutnya, anak M mengatakan malu nantinya ketika berangkat sekolah
diejek oleh teman laki-lakinya karena tidak memiliki rambut. Anak M
mengatakan kepada ibunya kalau nanti sekolah, ia ingin memakai wig
berambut panjang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
36
Masalah kedua adalah nyeri akut yang didapatkan dari anak M yang
mengatakan nyeri berskala 6 di bagian bagian kepala dan leher, terasa nyut-
nyutan dan menjalar ke leher, sehingga klien tidak berani menengokkan leher
ke kanan maupun ke kiri, nyeri terasa terus menerus dan bertambah ketika
klien dipindahposisikan, dan nyeri berkurang saat klien tidur. Wajah anak M
tampak meringis menahan sakit, teriak dan merintih kesakitan saat
dipindahposisikan, dan tidak berani menggerakkan leher dan kepalanya.
TTV: TD : 110/70 mmHg, N : 116 x/menit, rr : 27 x/menit , S : 36,3oC.
Masalah ketiga yaitu resiko infeksi yang diperoleh dari anak M yang
mengatakan setiap hari luka dibersihkan, nyeri di bagian luka post operasi,
luka operasi tidak ada pus, tidak ada bau, tidak ada kemerahan, tidak ada
bengkak, tidak ada panas, tidak ada penurunan fungsi, jahitan menyatu dengan
baik, balutan paten, dan masih terpasang drainase. TTV : TD : 110/70 mmHg,
N : 116 x/menit, rr : 27 x/menit , S : 36,3oC. Hasil pemeriksaan laboraturium
26 Mei 2014 : hemoglobin : 11,3 g/dL (N: 10,8-15,0 g/dL), hematokrit : 31%
(N : 33-45%), leukosit : 7,7 ribu/uL (N : 4,5-13,5 ribu/uL), trombosit : 272
ribu/uL (N: 184-488 ribu/uL), eritrosit : 4,05 juta/uL (N : 3,80-5,20 juta/uL).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
38
dalam setiap tindakan yang dilakukan untuk memantau masalah nyeri. Hasil
yang didapatkan selama memberikan intervensi selama lima hari didapatkan
antara lain anak M mengatakan nyeri berkurang dari skala 6 menjadi 1
(Visual Analog Scale), anak M tampak meringis ketika dilakukan perawatan
luka pertama kali dan ketika berpindah posisi, namun semakin berkurang
setiap harinya dan masalah teratasi pada hari rawat ke lima. Anak M
dilakukan terapi musik audio visual untuk mengurangi nyeri dan kecemasan
selama dua hari pertama perawatan dan pada saat pelepasan jahitan. Hasilnya
didapatkan terdapat penurunan tingkat nyeri dan kecemasan, serta tanda-tanda
vital sebelum dan setelah intervensi terapi musik audio visual. TTV pada
tanggal 27 Mei 2014 sebelum intervensi (TD:100/60 mmHg N: 95 x/menit;
RR: 22 x/menit, S : 36,3oC, skala nyeri 4, skala kecemasan 1), setelah
intervensi (TD:100/60 mmHg; N: 78 x/menit, RR : 14 x/menit; S: 36,3oC,
skala nyeri 2, skala kecemasan 1). Pada saat perawat melepas jahitan dengan
memberikan intervensi terapi musik audio visual, anak M mengatakan tidak
merasa nyeri.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
BAB IV
ANALISIS SITUASI
Teratai lantai III utara merupakan salah satu ruang perawatan anak umum dan
bedah yang ada di RSUP Fatmawati. Ruang bedah anak IRNA A Lantai III
Utara terdiri dari 12 kamar dengan kapasits tempat tidur sebanyak 45 tempat
tidur. Ke 12 kamar tersebut terbagi atas: 3 kamar kelas I, 3 kamar kelas II, 1
kamar khusus isolasi infeksi, 1 kamar khusus luka bakar, dan 4 kamar kelas
III.
Kasus bedah yang ada di ruangan teratai lantai III Utara bervariasi, selama
tiga bulan terakhir kasus terbanyak adalah apendisitis. Kasus cedera kepala
merupakan kasus terbanyak kedua. Kasus bedah lainnya diantaranya hernia,
hipospadia, atresia ani, hidrosefalus, fraktur, spina bifida, palatoskizis, tumor
abdomen, kista, luka bakar, dan lain sebagainya.
40 Universitas Indonesia
Angka kejadian kecelakaan meningkat setiap tahunnya, hal ini terjadi karena
jumlah kendaraan bermotor yang meningkat juga setiap tahunnya.
Peningkatan jumlah tersebut khususnya di kota besar, akan berdampak pada
kemacetan sehingga pengendara kendaraan bermotor cenderung mengendarai
dengan kecepatan yang cukup tinggi agar cepat sampai pada tempat tujuan.
Selain itu, masyarakat perkotaan yang identik dengan kepadatan
penduduknya mengakibatkan tingginya mobilisasi masyarakat yang dapat
beresiko peningkatan angka kejadian kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu
lintas merupakan salah satu penyebab kecelakaan yang terjadi pada anak
ketika sedang berjalan kaki. Anak M yang mengalami cedera kepala sedang
disebabkan karena menjadi korban kecelakaan yaitu tertabrak motor saat akan
menyebrang jalan. Anak M tinggal bersama keluarga di daerah Cipayung
dengan lokasi rumah di pinggir jalan raya. Hal ini mengakibatkan anak M
beresiko mengalami korban kecelakaan terutama jika pengawasan kurang dari
orang tua.
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Tindakan operasi kraniotomi pada anak M menimbulkan masalah utama yaitu
nyeri akut. Nyeri yang dirasakan oleh anak M merupakan nyeri akut yang
berlangsung dalam waktu beberapa hari yang disebabkan karena kerusakan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
42
jaringan akibat benturan dan luka post operasi dan akan sembuh dengan
proses penyembuhan luka secara normal. Luka post operasi kraniotomi
merupakan suatu nyeri nosisepsif yang merupakan respon nyeri yang berasal
dari aktivasi serabut delta A yang distimulus oleh kerusakan jaringan.
Selanjutnya, nyeri yang dirasakan oleh anak M berdasarkan sumber atau
lokasi nyeri merupakan nyeri somatik yaitu nyeri yang berasal dari kerusakan
jaringan yang bersifat superfisial dan dalam. Misalnya nyeri superfisial
superfisial yang berasal dari kulit dan nyeri somatik dalam yang berasal dari
fraktur impresi.
Respon fisiologis yang terjadi pada anak M saat pertama kali dilakukan
pengkajian adalah peningkatan denyut nadi (takikardi) yaitu 116x/menit,
frekuensi pernapasan (takipnea) yaitu 31 x/menit. Sedangkan respon perilaku
yang ditujukan anak M adalam mengerutkan dahi, tampak meringis menahan
sakit, sesekali berteriak dan menangis saat dipindahposisikan, dan
imobilisasi. Anak M juga mengeluh nyeri skala 6 dari 10 (Visual Analog
Scale) di bagian kepala dan menyebar ke area leher terasa nyut-nyutan.
Pelaksanaan terapi musik audio visual ini pertama dengan memastikan anak
M mempunyai pendengaran dan penglihatan yang baik, memastikan pilihan
musik yang disukai kesukaan anak dan bantu dalam pemilihan VCD atau
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
43
DVD musik yang diperlukan, melakukan kontrak dan menjelaskan tujuan dari
terapi musik kepada anak M dan keluarga, mengkondisikan lingkungan yang
nyaman yaitu di ruang tindakan agar tersedia waktu minimal 20 menit untuk
anak dapat mendengarkan dan melihat VCD musik tanpa gangguan,
mempersiapkan peralatan terapi musik yang diperlukan (VCD/DVD musik)
dan meyakinkan semua dalam kondisi baik dan siap pakai, membantu anak
mendapatkan posisi yang nyaman, mengukur tanda-tanda vital (frekuensi
nadi dan frekuensi pernapasan) dan skala nyeri dan kecemasan, memberi
kesempatan anak memilih jenis musik yang diinginkannya untuk diputar
(anak M memilih musik kicir-kicir, cublang-cublak suweng, pepaya mangga
pisang, surilang, dan neng-neng), memutar lagu yang diinginkan,
menciptakan lingkungan yang tenang, memberikan kesempatan anak
menikmati musik dan berekspresi, setelah musik selesai anak M dipersilakan
untuk mengungkapkan perasaannya, dan yang terakhir yaitu mengevaluasi
tanda-tanda vital (frekuensi nadi dan frekuensi pernapasan) dan skala nyeri
dan kecemasan.
Terapi musik audio visual merupakan salah satu intervensi non farmakologi
behavior cognitive dengan cara teknik distraksi. Behavior-cognitive staregy
merupakan manajemen nyeri yang meliputi pemokusan pada area spesifik
dari pada area yang nyeri. Strategi ini membantu merubah interpretasi
stimulus nyeri sehingga dapat mengurangi persepsi nyeri dan nyeri dapat
ditoleransi. Teknik distraksi merupakan suatu intervensi dengan cara
membuat anak untuk berfokus pada stimulus lain selain nyeri (Ricci & Kyle,
2009). Sedangkan terapi musik audio visual merupakan suatu terapi musik
yang dikombinasikan dengan audio visual yaitu berupa menonton video
dengan gambar-gambar yang menarik dan berwarna. Menurut Macralen dan
Cohen (2007), pada anak semakin menarik objek distraksi akan semakin
besar pengurangan rasa nyeri yang dirasa, misalnya dengan terapi musik
audio visual, dibandingkan dengan terapi musik saja. Hal ini terjadi karena
keefektifan teknik distraksi berkaitan dengan meningkatnya kemampuan
mengalihkan perhatian dari stimulus yang menyakitkan. Penelitian Prabhakar
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
44
dan Marwah (2007) menyatakan bahwa terapi musik audio visual lebih
efektik mengurangi nyeri dan kecemasan dibandingkan dengan terapi musik
saja pada paisen anak.
Teknik distraksi dengan terapi musik audio visual ini dapat mengurangi nyeri
dengan berperan dalam salah satu mekanisme nyeri modulasi dengan
merangsang pengeluaran neuromodulator untuk memodifikasi sensasi nyeri
(Ricci & Kyle, 2009). Terapi musik audio visual ini menginduksi modulasi
afektif (persepsi) nyeri dan sensori secara kompleks (Hauck, Metzner,
Rohiffs, Lorenz, & Engel, 2012). Efek musik terhadap sistem neuroendokrin
yaitu memelihara keseimbangan tubuh melalui sekresi hormon-hormon oleh
zat kimia ke dalam darah, misalnya pengeluaran endorphine merupakan
opiate tubuh secara alami dihasilkan dari kelenjar pituitari yang berguna
dalam mengurangi nyeri, mempengaruhi mood (Tuner, 2001 dalam Apriyani,
2010). Hal ini terbukti pada anak M yang mengatakan nyeri berkurang setelah
dilakukan terapi musik audio visual dari skala nyeri 4 menjadi 2 (Visual
Analog Scale) pada hari ke dua perawatan, sedangkan pada hari ketiga
perawatan anak M mengatakan nyeri berkurang dari skala nyeri 3 menjadi 1,
selanjutnya keesokan harinya anak M tidak merasakan nyeri dibagian luka
post operasi. Selanjutnya, musik dapat mengurangi kadar kortikosteroid
adrenal yang dihasilkan selama stress (Tuner, 2001 dalam Apriyani, 2010).
Hal ini terbukti pada saat melakukan perawatan luka post operasi, pelepasn
drain dan jahitan. Anak M mengatakan tidak merasakan nyeri saat dilakukan
penggantian balutan, pelepasan drain, dan pelepasan jahitan. Selama
dilakukan terapi musik audio visual anak M mengatakan merasa senang dan
menjadi lebih rileks dan tidak cemas.
Musik dihasilkan dari stimulus yang dikirim dari akson-akson serabut sensori
asenden ke neuron-neuron Reticular Activating System (RAS). Stimulus ini
kemudian akan ditransmisikan oleh nuclei spesifik dari thalamus melewati
area-area korteks serebri, sistem limbik dan korpus kollosum serta melewati
area-area sistem saraf otonom dan sistem neuroendokrin. Sistem saraf otonom
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
45
Terapi musik audio visual ini diterapkan juga pada pada pasien lain yaitu
anak S (laki-laki) usia 10 tahun dengan diagnosa medis snake bite post
operasi fasciotomi di area lengan kiri. Klien mengeluh nyeri di bagian luka
operasi dengan skala nyeri 4, setelah dilakukan terapi skala nyeri berkurang
menjadi 2. Selain itu, saat klien dilakukan perawatan luka dengan terapi
musik audio visual, klien mengatakan tidak merasakan nyeri dan tidak cemas.
Berbeda halnya ketika perawatan luka dengan hanya dilakukan terapi musik
saja, klien terlihat cemas dan tampak menangis karena merasa nyeri. Terapi
musik audio visual ini, juga dilakukan pada anak H (perempuan) usia 6 tahun
dengan diagnosa medis kista submandibular post operasi eksterpasi. Anak H
mengatakan nyeri berkurang setelah dilakukan terapi musik audio visual dari
skala 5 menjadi 2.
Pada kasus lainnya yaitu anak MU (laki-laki) usia 9 tahun dengan cedera
kepala ringan tidak dilakukan terapi musik audio visual, hanya dilakukan
latihan relaksasi napas dalam saja dan mendapatkan terapi farmakologi
analgesik yaitu ketorolak 3x15 mg. Anak MU mengatakan nyeri di bagian
kepala dengan skala 4-5 dan nyeri berkurang menjadi skala 3 ketika
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
46
melakukan latihan tarik napas dalam dan setelah diberi obat anti nyerinya,
namun nyeri di bagian kepala meningkat kembali setelah itu.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
5.1.1 Anak M dengan cedera kepala sedang post operasi kraniotomi mengalami
masalah keperawatan diantaranya gangguan perfusi jaringan serebral,
nyeri akut, resiko infeksi, dan gangguan citra tubuh.
5.1.2 Anak M mengalami masalah gangguan rasa nyaman berupa nyeri akut
yang merupakan nyeri nosiseptif yaitu respon nyeri yang berasal dari
aktivasi serabut delta A yang distimulus oleh kerusakan jaringan (nyeri
somatik)
5.1.3 Terjadi penurunan skala nyeri dari skala 6 menjadi skala 1 (Visual Analog
Scale) pada anak paska operasi kraniotomi setelah dlakukan terapi musik
audio visual selama 4 hari yang dilakukan selama 20 menit setiap
intervensi.
5.1.4 Penurunan nyeri pada pasien post operasi yang dilakukan terapi musik
audio visual lebih efektif dibandingkan yang tidak dilakukan terapi musik
audio visual.
5.2 Saran
Berdasarkan manfaat yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti
mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
5.2.1 Pelayanan
Karya ilmiah ini dapat menjadi masukan bagi rumah sakit dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak paska pembedahan
dalam mengatasi nyeri secara non farmakologi menggunakan terapi musik
audio visual. Ruang rawat dapat menyediakan VCD/DVD musik anak-
anak untuk menerapkan terapi musik audio visual.
47 Universitas Indonesia
5.2.2 Pendidikan
Karya ilmiah ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk institusi
pendidikan dalam memberikan informasi lebih selama proses perkuliahan
terkait penerapan terapi musik audio visual dalam asuhan keperawatan
pada pasien anak paska pembedahan.
5.2.3 Penelitian
Karya ilmiah ini dapat menjadi tambahan informasi untuk penelitian
selanjutnya, terkait degan kasus cedera kepala maupun terapi musik audio
visual pada pasien anak. Peneliti juga menyarankan untuk penelitian
selanjutnya terapi musik audio visual diterapkan pada anak selain kasus
pembedahan dan rentang usia anak yang berbeda. Sehingga dapat lebih
menyakinkan bahwa terapi musik audio visual ini benar-benar dapat
mengurangi nyeri pada anak.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fina Devy Aryanti, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2014). Jumlah kecelakaan, korban mati, luka berat, luka
ringan, dan kerugian materi yang diderita tahun 1992-2012. Juni 01, 2014.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17¬ab=14
Bagnasco, A., Pezzi, E., Rossa,F., Fornoni, L., & Sasso, L. (2012). Distraction
techniques in children during venipuncture: an Italian experience. Journal of
Medication, 2012 (53): 44-48.
Ball, J. W., & Bindler, R. C. (2003). Pediatric nursing: Caring for children. USA:
Prentice Hall.
Black, M. J., & Hawks, H.J. (2009). Medical surgical nursing clinical
management for positive outcomes. 8 th Edition. St Louis Missouri: Elsevier
Saunders.
Brain Injury Association of America. (2014). Brain injury in children. Juni 01,
2014. http://www.biausa.org/brain-injury-children.htm
Burns, C. E., Dunn, A. M., Brady, M. A., Starr, N. B., Blosser, C. G. (2013).
Pediatric primary care. Philadelphia: Elsevier Saunders.
49 Universitas Indonesia
Hauck, M., Metzner, S., Rohiffs, F., Lorenz, J., & Engel, A. (2012). The influence
of music and music therapy on pain-induced neuronal oscillations measured
by magnetecephalography. Journal of Pain, 154 (20) 539-547.
Helms, J.E., & Barone, C.P. (2008). Physiology and treatment of pain. Journal of
Critical Care Nurse, 28 (6), 38-48.
Kustiningsih. (2013). Pengaruh Terapi Musik Audio Visual terhadap Nyeri dan
Kecemasan Anak Usia Sekolah Pasca Bedah di RSUP DR Sardjito
Yogyakarta. (Tesis, Universitas Indonesia, 2013)
Pilliteri, A. (2004). Child health nursing : Care of the child and family.
Philadelphia : Lippincott.
Universitas Indonesia
Ricci, S. S., & Kyle, T. (2009). Maternity and pediatric nursing. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Universitas Indonesia
Sumber: (Ball & Bondler, 2003; Burns, Dunn, Brady, Starr, & Blosser; 2013; Glasper & Richardson, 2006; Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, &
Schwarts, 2009).
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Tempat/tanggal lahir: Jakarta, 1 Mei 2002
Usia : 12 tahun
Nama ayah/ ibu : Tn. J/ Ny. M
Pekerjaan ayah : wiraswasta
Pekerjaan ibu : ibu rumah tangga
Alamat :Jalan Malaka, 03/06, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa : Batak
Pendidikan ayah : STM
Pendidikan ibu : SMA
Saat ini, klien post operasi craniotomy dan terpasang drain. Klien mengeluh nyeri skala 6 di
bagian kepala dan menyebar ke area leher. Nyeri bertambah ketika dipindahposisikan, dan nyeri
berkurang saat klien tidur. Klien tampak meringis dan tidak berani menggerakan lehernya. Klien
juga mengeluh pusing, tidak ada muntah.
Keterangan:
: klien
: sumber informasi
: tinggal serumah
V. Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh : Sehari-harinya di rumah, An. M diasuh oleh ibunya yang sebagai ibu
rumah tangga
2. Hubungan dengan anggota keluarga : Ibu mengatakan An. M paling dekat dengan ibunya,
dimana An. M senang bercerita kepada ibu tentang kegiatan sehari-hari di sekolahnya. An.
M juga senang bermain dengan ke dua adiknya dan kakaknya.
3. Hubungan dengan teman sebaya : Ibu mengatakan An. M di rumah tidak memiliki teman
dekat, karena tidak ada teman yang seumurannya. Di sekolah An. M memiliki teman dekat
yaitu teman sebangkunya, An. M kadang sering memiliki masalah dengan temannya dimana
An. M memukul temannya saat ia kesal karena diledek.
4. Pembawaan secara umum : ibu mengatakan An. M merupakan anak yang tidak pemalu
dan mudah berinteraksi dengan orang lain. An. M juga terlihat berani kepada orang yang
usianya diatas dia. Selama di rumah sakit An. M terlihat senang berinteraksi dengan pasien
anak lainnya.
5. Ligkungan rumah : keluarga tinggal di daerah Cipayung, dengan lokasi rumah berada di
pinggir jalan, jarak dari halaman rumah ke jalan raya sekitar 20 m, keluarga tinggal di
kawasan yang tidak padat, rumah yang didiami merupakan rumah kontrakan yang berukuran
6x18 meter persegi.
orang lain. Ketika di sekolah, ibunya mengatakan kalau An. M anak yang cukup
tempramen, ia akan memukul temannya jika ia merasa kesan dengan temannya karena
diledek. Selama di rumah sakit klien terlihat sering menyapa pasien anak lainnya dan sering
bercanda dengan orang lain.
5. Eliminasi
BAK : klien BAK 6 x/hari, ketika selesai operasi klien BAK menggunakan kateter urin dan
pada hari ke lima di ruang rawat anak klien BAK di toilet.
BAB : pola BAB klien setiap hari, tidak diare dan konstipasi.
6. Aktivitas
Aktivitas klien saat pertama kali dirawat di ruang rawat bedah anak, hanya di tempat tidur
saja, belum mampu berubah posisi menjadi duduk maupun berdiri, An. M tampak senang
mendengarkan musik dan menonton TV. Hari berikutnya, klien sudah mulai dapat miring
kanan, miring kiri, kemudian perlahan-lahan dapat berdiri dan jalan kaki.
7. Hasil Laboraturium
Tanggal Pemeriksaan 23 Mei 2014 (Pre Operasi)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,2 g/dL 10,8-15
Hematokrit 38 % 33-45
Leukosit 12,1 ribu/ul 4,5-13,5
Trombosit 382 ribu/ul 184-488
Eritrosit 4,84 juta/uL 3,80-5,80
VER/HER/KHER/RDW
VER 78,0 fl 80,0-100,0
HER 27,3 pg 26,0-34,0
KHER 35,0 g/dl 32,0-36,0
RDW 13,3 % 11,5-14,5
HEMOSTASIS
APTT 29,2 Detik 33,9-46,1
Kontrol APTT 31,5 Detik -
PT 14,9 Detik 12,7-16,1
Kontrol PT 13,5 Detik -
INR 1,12 detik -
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 79 U/I 0-34
SGPT 19 U/I 0-40
FUNGSI GINJAL
Ureum darah 17 mg/dl 0-48
Kreatinin darah 0,4 mg/dl 0,0-0,9
ELEKTROLIT DARAH
Natrium (darah) 137 mmol/L 135-147
Kalium (darah) 3,93 mmol/L 3,10-5,10
Klorida (darah) 111 mmol/L 95-108
VER/HER/KHER/RDW
VER 75,8 fl 80,0-100,0
VER/HER/KHER/RDW
VER 77,2 fl 80,0-100,0
HER 27,9 pg 26,0-34,0
KHER 36,0 g/dl 32,0-36,0
RDW 14,6 % 11,5-14,5
8. Hasil Rontgen
23 Mei 2014. Pemeriksaan Foto Thoraks
Hasil :
Trakea di tengah
Mediastinum superior tidak melebar
Jantung kanan tidak membesar
Aorta baik
Paru : hilus kedua paru baik, corakan
bronkovaskular paru baik, tidak tampak
infiltrate di kedua lapangan paru
Diafragma dan sinus kostofrenikus
kanan-kiri normal
Tulang-tulang dan jaringan lunak baik
Kesan : jantung dan paru dalam batas
normal
Hasil pemeriksaan CT Scan kepala potongan aksial non kontras tebal irisan 3-10 mm:
Tampak lesi hiperdens boikonkaf berdensitas perdarahan regio parietal kanan berukuran
6x16 cm x 3,09x3 cm, estimasi voume +/- 30 cc
Sulsi menyempit dan gyry mendatar
Sistem ventrikel dan cystema baik
Tak tampak deviasi struktur midline
Pons dan cerebellum baik
Tampak fraktur Os tempoparietal kanan dan occipital kanan
Tampak subgaleal hematoma parietal kanan
Tampak perselubungan sinus frontalus kiri, ethmodialis kiri
Kesan :
- Perdarahan epidural regio parietal kanan, edema serebri
- Fraktur linier Os temporo parietal kanan dan occipital kanan
- Subgaleal hematoma
- Perselubungan sinus frontalis, ethmodialis kiri
DD/ hematosinus, sinusitis
Palpasi
Nyeri tekan/tidak : tidak ada
7. Mata
Inspeksi
a. Pelpebra : terdapat edema di bagian mata kiri
b. Sklera : tidak ikterik
c. Konjungtiva : tidak anemis
d. Pupil : isokor, refleks pupil terhadap cahaya baik 3 mm/3 mm
e. Posisi mata simetris/ tidak : simetris
f. Gerakan bola mata: normal
g. Penglihatan : tidak ada penglihatan kabur maupun ganda (diplodia)
b. Gusi : berwarna merah kehitaman, tidak ada radah, tidak ada sariawan
c. Lidah : bersih
d. Bibir
- Sianosis/ pucat/ tidak : tidak
- Mukosa bibir : lembab
- Mulut berbau/ tidak : tidak
- Kemampuan bicara : normal
11. Tenggorokan
a. Warna mukosa : pink
b. Nyeri tekan : tidak ada
c. Nyeri menelan : tidak ada
12. Leher
Inspeksi
Kelenjar tiroid : tidak terjadi pembesaran
Palpasi
a. Kelenjar tiroid : tidak teraba
b. Kelenjarlimfe : tidak terjadi pembengkakan
c. Kaku kuduk : tidak terdapat kaku kuduk
13. Thoraks dan pernafasan
Inspeksi
a. Bentuk dada : simetris
b. Irama pernafasan : teratur
c. Pengembangan di waktu bernapas : normal
d. tipe pernapasan : spontan
Palpasi
a. vokal fremitus : normal
b. masa/ nyeri : tidak ada
Perkusi
Resup/pekak/hipersonor/timpani : hiperresonan
Auskultasi : vesikuler, tidak ada wheezing, tidak ada ronchi
14. Jantung
Palpasi
Pembesaran jantung : tidak ada
Auskultasi
a. BJ I : normal
b. BJ II : normal
c. BJ III : tidak terdengar
d. Bunyi jantung tambahan : tidak ada murmur, tidak ada gallops
15. Abdomen
Inspeksi : supel, datar, tidak ada luka, simetris
Auskultasi : bising usus 7 x/menit terdengar di seluruh kuadran
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, teraba lunak
Perkusi : timpani
16. Genitalia dan anus : normal
17. Ekstremitas
Kekuatan otot
5555 5555
5555 5555
Ekstremitas atas
a. Motorik
- Pergerakan kanan/ kiri : aktif
- Pergerakan abnormal : tidak ada
- Kekuatan otot kanan/ kiri : baik
- Tonus otot kanan/ kiri : baik
- Koordinasi gerak : baik
b. Refkels
- Biceps kanan/ kiri : refleks baik
- Tricep kanan/ kiri : normal
c. Sensori
- Nyeri : tidak ada
Ekstremitas bawah
a. Motorik
- Gaya berjalan : normal
- Kekuatan kanan/ kiri : normal
- Tonus otot kanan/ kiri : baik
b. Refleks
- KPR kanan/kiri : normal
- APR kanan/ kiri : normal
- Babinski kanan/ kiri : tidak ada
c. Sensori
- Nyeri : tidak ada
- Rangsang suhu : baik
18. Status Neurologis
Saraf-saraf Cranial
a. Nervus I (olfaktorius) : penghindu : normal
b. Nervus II (optikus) : penghindu : normal
c. Nervus III, IV, VI (okulomotor, troklear, abducens)
- Konstriksi pupil : normal
- Pergerakan bola mata : normal
- Gerakan kelopak mata : normal
d. Nervus V (trigeminus)
- Sensibilitas/ sensori : normal
- Refleks dagu : ormal
- Refleks kornea : normal
e. Nervus VII (fasialis)
- Gerakan mimik : normal
- Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : normal
f. Nervus VIII (akustikus)
Fungsi pendengaran : normal
X. Data Tambahan
Pengkajian Citra Tubuh
An. M yang berusia 12 tahun yang akan memasuki masa remaja, saat ini di rawat karena
cedera kepala sedang dan post operasi kraniotomi. Saat ini, An. M tidak memiliki rambut,
karena dicukur sebelum dilakukan tindakan operasi. Selain itu gigi seri kanan atas An. M
patah. An. M pernah menutupi kepalanya dengan menggunakan kain, dengan alasan karena
takut verbannya copot. Saat dilakukan pengkajian, An. M mengaku malu karena tidak ada
rambutnya, An. M mengatakan malu nantinya ketika berangkat sekolah diejek oleh teman
laki-lakinya karena tidak memiliki rambut. An. M mengatakan kepada ibunya kalau nanti
sekolah, ia ingin memakai wig berambut panjang.
Reaksi hospitalisasi
An. M sebelumnya belum pernah di rawat di rumah sakit. An. M mengatakan ingin cepat
bisa pulang ke rumah, karena merasa bosan di rumah sakit. An. M mengatalan sempat
merasa cemas takut meninggak karena dilakukan tindakan operasi, karena sebelumnya ada
teman gerejanya yang meninggal dunia setelah dilakukan operasi.
ANALISA DATA
DATA MASALAH KEPERAWATAN
DO : Gangguan perfusi jaringan
- Klien post operasi craniotomi serebral
- Terdapat luka post operasi di bagian kepala kanan dan
masih terpasang drain
- Kesadaran klien compos mentis, GCS 15, E4M6V5
- Tidak ada muntah
- TTV : TD : 110/70 mmHg, N : 116 x/menit, rr : 31
x/menit , S : 36,3oC.
- Hasil CT Scan : Perdarahan epidural regio parietal
kanan dengan estimasi perdarahan +/- 30 cc, edema
serebri, fraktur linier Os temporo parietal kanan dan
occipital kanan, subgaleal hematoma, perselubungan
sinus frontalis, ethmodialis kiri
DD/ hematosinus, sinusitis
DS :
Klien mengeluh nyeri di bagian kanan kepala menjalar
kepala, penurunan - Hindari pengukuran suhu oral - Sering terjadi kejang dan muntah
kesadaran) - Berikan lingkungan yang tenang - Mengurangi gelisah dan peka
- TTV dalam batas rangsang yang dapat mengakibatkan
normal : cedera lebih lanjut
TD : 97-118/60- - Selidiki adanya keluhan nyeri yang - Dapat menandakan terjadinya
76 mmHg hebat peningkatan TIK
N : 70-110 KOLABORASI
x/menit - Pemberian terapi:
RR : 20-30 Obat diuresis osmotik : manitol - Untuk mengatasi edema serebral.
x/menit 4x75 cc, IV
Ka En 1B 500 cc/12 jam
Asam traneksamat 3x250 mg, IV - Hidrasi cairan
- Untuk mencegah perdarahan pasca
post operasi craniotomi
Nyeri akut Tujuan : selama MANDIRI
dilakukan intervensi - Monitoring tanda-tanda vital - Respon fisiologis terhadap nyeri
keperawatan 3x24 - Pertahankan imobilisasi bagian yang - Menghilangkan nyeri dan mencegah
jam, pasien tidak sakit kesalahan posisi tulang yang cedera
mengalami nyeri - Evaluasi keluhan - Mempengaruhi pilihan keefektifan
Kriteria Evaluasi: nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan intervensi. Tingkat intensitas dapat
- anak tampak karakteristik, lokasi, termasuk mempengaruhi persepsi reaksi
rileks dan santai intensitasnya (skala 0-10). terhadap nyeri
jam, resiko infeksi - Gunakan tehnik septik dan - Dapat mencegah terjadinya
tidak terjadi antiseptik. kontaminasi dengan kuman
Kriteria Hasil: penyebab infeksi.
- Tidak ada tanda- - Lakukan perawatan luka post - Mempercepat penyembuhan luka,
tanda infeksi operasi setiap hari mencegah infeksi
(rubor, dolor, - Berikan penyuluhan tentang cara - Memberikan pengertian kepada
kalor, tumor, pencegahan infeksi. klien agar dapat mengetahui tentang
fungsio laise) perawatan luka.
- Luka sembuh KOLABORASI:
dengan baik - Penatalaksanaan pemberian obat - Obat antibiotik dapat membunuh
antibiotic : ceftriaxone 2x500 mg, kuman penyebab infeksi.
IV
Gangguan citra tubuh Tujuan : selama MANDIRI
dilakukan intervensi - Diskusikan persepsi pasien tentang - Eksplorasi tentang gambaran citra
2x24 jam, gambaran citra tubuhnya dulu dan saat ini, tubuh pasien sebelum memberikan
citra tubuh pasien perasaan dan harapan terhadap citra intervensi keperawatan
positif tubuhnya saat ini.
Kriteria hasil: - Memotivasi pasien untuk melihat - Membantu pasien untuk dapat
- Pasien dapat bagian yang hilang secara bertahap, menerima bagian tubuhnya
mengidentifikasi bantu pasien menyentuh bagian
citra tubuhnya tersebut.
- Pasien dapat - Diskusikan aspek positif diri - Meningkatkan harga diri pasien
CATATAN PERKEMBANGAN
Asam traneksamat 3x250 mg, IV - Terdapat luka post operasi craniotomi dan
terpasang drain
- Kejang (-), muntah (-)
- Lingkungan klien tenang
- Klien mendapatkan terapi manitol 4x75 ml, asam
traneksamat 3x250 mg
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi keperawatan
- Melakukan pengkajian dengan sering, khususnya
TTV, tanda neurologis (peningkatan TIK), tingkat
kesadaran
- Memberikan anak pada posisi tirah baring elevasi
kepala 30o dan penghalang tempat tidur terpasang
- Melanjutkan terapi kolaborasi sesuai dengan
indikasi
27 Mei Nyeri akut MANDIRI: S:
2014 - Mengkaji tanda-tanda vital - Klien mengatakan nyeri di bagian luka operasi
(Selasa) - Membatasi pergerakan bagian tubuh yaitu di bagian kepala, nyeri terasa nyut-nyutan,
yang sakit/nyeri nyeri datang dan bertambah ketika klien
- Mengevaluasi keluhan dipindahposisikan, nyeri hilang saat klien tidur.
nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan - Klien mengatakan nyeri berkurang setelah
karakteristik, lokasi, termasuk dilakukan latihan tarik nafas dan terapi musik
intensitasnya (skala 0-10). Dan audio visual, klien mengatakan merasa senang
mengobservasi respon non verbal setelah melakukan latihan nafas dalam
- Mengajak teknik manajemen O:
relaksasi dengan cara tarik nafas - Klien mampu melakukan latihan relaksasi nafas
dalam dan terapi musik audio visual, dalam sebanyak 3 siklus (1 siklus 5 kali)
5 jam setelah pemberian terapi - Wajah klien tampak lebih ceria setelah dilakukan
analgesik terapi music audio visual
KOLABORASI - Klien tampak berhati-hati menggerakkan area
- Memberikan terapi : yang sakit
Ketorolak, 3x15 mg, IV - TTV
Ranitidine, 2x25 mg, IV Sebelum intervensi
TD:100/60 mmHg N: 95 x/menit; RR: 22 x/menit,
S : 36,3oC, skala nyeri 4, skala kecemasan 1
Setelah intervensi
TD:100/60 mmHg; N: 78 x/menit, RR : 14
o
x/menit; S : 36,3 C, skala nyeri 2, skala
kecemasan 1
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi keperawatan
- anjurkan klien untuk melakukan latihan nafas
dalam secara mandiri, dan mendengarkan musik
untuk mengurangi nyeri
terpasang O:
- Memberikan posisi kepala elevasi 30o - Anak terpasang infus di bagian vena median cubiti
- Memberikan lingkungan yang tenang dextra
KOLABORASI: - TTV: TD : 110/60 mmHg N: 84 x/menit; RR : 20
- Memberikan terapi: x/menit, S : 36,3oC. Kesadaran composs mentiss
Manitol 4x25 cc, IV GCS 15 E4M6V5
Ka En 1B 500 cc/12 jam - Klien terpasang IVFD Ka En 1B 500 cc/12 jam
Asam traneksamat 3x250 mg, IV - Terdapat luka post operasi craniotomi dan
terpasang drain
- Kejang (-), muntah (-)
- Lingkungan klien tenang
- Klien mendapatkan terapi manitol 4x72 ml, asam
traneksamat 3x250 mg
A: masalah teratasi
P: lanjutkan intervensi keperawatan
- Melanjutkan terapi kolaborasi sesuai dengan
indikasi
Pemberian Ka En 1B 500 cc/12 jam
Asam traneksamat 3x250 mg (karena masih
terpasang drain)
BIODATA PENELITI
Alamat : Jln. Raya Dewi Sartika No. 219 RT.04/RW. 07 Waled Desa
Kec. Waled Kab. Cirebon Jawa Barat
No. HP : 085695633263
Email : d_fina@ymail.com
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia