Anda di halaman 1dari 111

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH KUALITAS AKRUAL TERHADAP


BIAYA UTANG DAN BIAYA EKUITAS:
STUDI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2005-2011

SKRIPSI

IRINE AYU TRININGTYAS


1006696213

FAKULTAS EKONOMI
AKUNTANSI
DEPOK
JANUARI 2014
UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH KUALITAS AKRUAL TERHADAP


BIAYA UTANG DAN BIAYA EKUITAS: STUDI PADA
PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA TAHUN 2005-2011

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Ekonomi

IRINE AYU TRININGTYAS


1006696213

FAKULTAS EKONOMI
AKUNTANSI
DEPOK
JANUARI 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Irine Ayu Triningtyas


NPM : 1006696213
Tanda Tangan :

Tanggal : 21 Januari 2014

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Irine Ayu Triningtyas
NPM : 1006696213
Program Studi : S1 Reguler-Akuntansi
Judul Skripsi : Pengaruh Kualitas Akrual terhadap Biaya Utang dan Biaya
Ekuitas: Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2005-2011

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Sylvia Veronica NPS., S.E.,Ak

Ketua Penguji : Aria Farahmita, S.E.,M.S.M

Anggota Penguji : Yan Rahadian, S.E.,M.S.Ak

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 21 Januari 2014

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur kepada Allah Swt. karena berkat rahmat dan karunia-
Nya skripsi yang berjudul " Pengaruh Kualitas Akrual Terhadap Biaya Utang dan
Biaya Ekuitas: Studi Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2005-2011" dapat selesai dengan baik. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan bimbingan, bantuan, dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Sylvia Veronica selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bantuan, kritik, dan saran dalam membimbing saya selama
proses penyusunan skripsi.
2. Ibu Aria Farahmita dan Bapak Yan Rahadian selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
3. Papa dan mama tercinta, Hari Mukti Poernomo dan Ratri Adhiati yang
senantiasa menemani untuk segala urusan selama skripsi ini dan selalu
memberikan semangat dan doa yang tiada henti agar anak bungsunya segera
memperoleh gelar sarjana. Ratih Nadia Irawati dan Andri Dwianto Irawan
sebagai kakak yang selalu ada untuk tempat berkeluh kesah dan tentunya
memberikan semangat untuk adik tersayangnya ini. Yustisiani Indraningrum
dan baby Saffanah Rucita Salsabilla sebagai anggota keluarga yang baru yang
turut menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. The Barelinas: Natasya Ratu Morika dan Agnes Astrin. Entah mau terima
kasih apa lagi buat kalian. Sahabat sekosan selama tiga tahun yang selalu
berbagi suka duka.
5. Partner in fun: Eka Aulia Labibah dan Eka Pujiastuti. Huge thanks to both of
you! Partner kerja, belajar, teman bergosip, curhat, belanja, dan bertukar
pikiran. Terima kasih atas pengertiannya dan perhatiannya sebagai partner
sekaligus sahabat selama ini. Semangat tiga kepala proyek!
6. Keluarga Divisi Proyek B.O. Economica 2013/2014: Ita Alvionita, Dea
Amalina, Dinar Ratih Tanjungsari, Genio Bian, Aisyah Suci Kirana, Surya

iv
Aditama Mahardhika, Samuel Anugerah, Anna Christmast Irianto, Citra
Rufina Praditha, Dedi Fachreza, Fahrana Amelia, dan Ninda Martha untuk
semangat, canda tawa, suka duka, dan kerja samanya selama ini.
7. Steering committe B.O. Economica 2013/2014: Fajar Sulistyaningsih,
Muhammad Helmi, Gallant Pratama Stephan, Pandu Wicaksono, Marizza
Ovani Malau, dan Ester Meliani Griffne. Terima kasih atas kesediannya
berbagi suka duka selama mengurus proker divisi proyek.
8. Keluarga BOE 2010 tersayang: Sabrina Nurul Afiyani, Addina Mahardhika,
Melia Retno, Nadya Priscilya Hutajulu, Baskoro Pinandito, Bayu Tegar,
Himmawati Zahara, Rifa Rachmania, Nadya Restu, Mona Vindytia, Mutia
Prawitasari, Pungky Agusta, Ryan Hidayat Ali, Selda Sabrina, Bayu Wirawan,
Kanita Wirda, Yosua Nadapdap, Farisha, Muhammad Fahrinaldi Fajar, Rina,
dan seluruh keluarga besar Economican untuk segala pengalaman dan
kenangan manis selama di rumah Economica.
9. Ibu proyek: Theresa Adelina, Dian Oriana, Bunga Aulia Juhedi, dan Chrystine
Tampubolon atas segala bantuan, dukungan dan sarannya.
10. Marizza Ovani Malau yang telah berbaik hati mengenalkan penulis kepada
sang ahli stata, Kak Elsa Ryan Ramdhani. Terima kasih banyak Ovani dan
Kak Elsa atas segala bantuannya selama ini.
11. Muhamad Faizal Rahman Hakim. Thanks for everything.
12. Teman terbaik: Ery Irawan, Fajar Sulistyaningsih, Heru Prasetyo, dan Mutia
Prawitasari atas segala waktunya sebagai tempat berkeluh kesah dan bertukar
pikiran. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya selama ini.
13. Teman sebimbingan berbagi kepenatan tugas akhir: Made Nadya, Lady
Laurencia, Dewa Agung, dan Aulia Rahmawati Zahara untuk segala bantuan
dan kerja samanya selama beberapa bulan ini
14. Sahabat sedari dulu: Yori Rachmia, Irene Novita, dan Nurul Chusna untuk
segala dukungan moril dan doa yang diberikan kepada penulis.
15. Segenap karyawan FEUI, baik di Departemen Akuntansi, Research and
Learning Center, maupun Biro Pendidikan, yang telah memberikan
kemudahan dan kelancaran dalam hal administrasi selama masa perkuliahan
di FEUI.

v
16. Serta seluruh dosen, asisten dosen, dan asisten laboratorium FEUI yang telah
bersedia untuk membagi ilmu pengetahuan, pengalaman, dan banyak inspirasi
berharga bagi kehidupan penulis.

Semoga Allah Swt. membalas segala kebaikan yang para pihak di atas berikan
kepada penulis. Jika terdapat pertanyaan dan hal-hal yang ingin didiskusikan
dengan penulis, dapat menghubungi penulis melalui email: irineayu@gmail.com.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.

Depok, 21 Januari 2014

Irine Ayu Triningtyas

vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Irine Ayu Triningtyas
NPM : 1006696213
Program Studi : Akuntansi
Departemen : Akuntansi
Fakultas : Ekonomi
Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pengaruh Kualitas Akrual terhadap Biaya Utang dan Biaya Ekuitas: Studi pada
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 21 Januari 2014
Yang menyatakan

(Irine Ayu Triningtyas)

vii
ABSTRAK

Nama : Irine Ayu Triningtyas


Program Studi : Akuntansi
Judul : Pengaruh Kualitas Akrual terhadap Biaya Utang dan Biaya Ekuitas: Studi
pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-
2011

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis mengenai pengaruh kualitas
akrual terhadap biaya utang dan biaya ekuitas. Pada penelitian ini juga dianalisis
perbedaan pengaruh antara kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner
terhadap biaya utang dan biaya ekuitas. Total observasi penelitian ini adalah 1.110
firm-years pada tahun 2005-2011. Kualitas akrual dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan model Francis et al. (2005). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kualitas akrual, baik kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner
hanya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya ekuitas. Hasil penelitian
lainnya yaitu kualitas akrual innate berpengaruh lebih besar dibandingkan kualitas
akrual diskresioner hanya terhadap biaya ekuitas. Hal ini mungkin dikarenakan
sebagian besar sumber modal berupa utang pada perusahaan berasal dari private
debt dibandingkan public debt.

Kata kunci :
Kualitas akrual, biaya utang, biaya ekuitas.

ABSTRACT

Name : Irine Ayu Triningtyas


Study Program : Accounting
Title : The Effect of Accruals Quality on Cost of Debt and Cost of Equity:
Empirical Study of Firms Listed in Indonesia Stock Exchange Year
2005-2011

The purpose of this research is to analyze the effect of accruals quality on cost of
debt and cost of equity. Accruals quality is divided into two component which are
innate accruals quality and discretionary accruals quality. This research also
distinguish the effect of both of accruals quality components on cost of debt and
cost of equity. Total observations in this research are 1.110 firm-years from 2005-
2011. Accruals quality is measured using accruals quality model from Francis et
al. (2005). The result show that the accruals quality which is not only innate
accruals quality, but also discretionary accruals quality, only impact to cost of
equity. The other result is the effect of innate accruals quality is higher than
discretionary accruals quality only on cost of equity. This finding maybe due to
firms have higher proportion of private debt than public debt.

Keyword;
Accruals quality, cost of debt, cost of equity

viii Universitas Indonesia


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS......................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...................................vii
ABSTRAK............................................................................................................viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
DAFTARTABEL....................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................6
1.5 Sistematika Penelitian................................................................................7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................9
2.1 Teori Keagenan..........................................................................................9
2.2 Teori Penetapan Harga dari Risiko Informasi..........................................12
2.3 Kualitas Laba...........................................................................................13
2.4 Kualitas Akrual........................................................................................14
2.4.1 Kualitas Akrual Innate...................................................................17
2.4.2 Kualitas Akrual Diskresioner.........................................................18
2.5 Biaya Modal.............................................................................................20
2.5.1 Biaya Ekuitas.................................................................................21
2.5.2 Biaya Utang....................................................................................23
2.6 Penelitian Sebelumnya.............................................................................23
2.6.1 Risiko Informasi dan Biaya Modal................................................23
2.6.2 Kualitas Akrual dan Biaya Modal..................................................25
2.7 Pengembangan Hipotesis.........................................................................30
BAB 3 METODE PENELITIAN......................................................................34
3.1 Kerangka Pemikiran.................................................................................34
3.2 Model Penelitian......................................................................................37
3.2.1 Model 1A: Pengaruh Kualitas Akrual terhadap Biaya Utang........37
3.2.2 Model 1B: Pengaruh Kualitas Akrual terhadap Biaya Ekuitas......38
3.2.3 Model 2A: Pengaruh Kualitas Akrual Innate dan Kualitas
Akrual Diskresioner terhadap Biaya Utang....................................38
3.2.4 Model 2B : Pengaruh Kualitas Akrual Innate dan Kualitas
Akrual Diskresioner pada Biaya Ekuitas........................................39
3.3 Operasionalisasi Variabel.........................................................................40
3.3.1 Variabel Dependen.........................................................................40
3.3.2 Variabel Independen Model 1A dan IB: Pengaruh Kualitas
Akrual terhadap Biaya Utang dan Biaya Ekuitas...........................41
3.3.3 Variabel Independen Model 2A dan 2B: Pengaruh Kualitas

ix Universitas Indonesia
Akrual Innate dan Kualitas Akrual Diskresioner terhadap
Biaya Utang dan Biaya Ekuitas......................................................42
3.3.4 Variabel Kontrol.............................................................................43
3.3.4.1 Variabel Kontrol Model 1A dan 2A: Pengaruh Kualitas
Akrual, Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual
Diskresioner terhadap Biaya Utang..................................43
3.3.4.2 Variabel Kontrol Model 1B dan 2B: Pengaruh Kualitas
Akrual, Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual
Diskresioner terhadap Biaya Ekuitas...............................45
3.4 Data dan Sampel.....................................................................................47
3.5 Metode Analisis........................................................................................48
3.5.1 Pemilihan Model Regresi...............................................................48
3.5.2 Uji Outlier......................................................................................49
3.5.3 Uji Analisis Deskriptif...................................................................49
3.5.4 Uji Asumsi Klasik..........................................................................50
3.5.5 Analisis Hasil Regresi....................................................................51
BAB 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN..............................................53
4.1 Pemilihan Sampel....................................................................................53
4.2 Model Regresi..........................................................................................53
4.2.1 Model 1A: Pengaruh kualitas akrual pada Biaya Utang................54
4.2.2 Model 1B: Pengaruh Kualitas Akrual terhadap Biaya Ekuitas......54
4.2.3 Model 2A: Pengaruh Kualitas Akrual Innate dan Kualitas
Akrual Diskresioner terhadap Biaya Utang....................................55
4.2.4 Model 2B: Pengaruh Kualitas Akrual Innate dan Kualitas
Akrual Diskresioner pada Biaya Ekuitas........................................55
4.3 Statistik Deskriptif..................................................................................56
4.3.1 Statistik Deskriptif Model 1A dan 2A: Pengaruh Kualitas
Akrual, Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual
Diskresioner terhadap Biaya Utang................................................56
4.3.2 Statistik Deskriptif Model 1B dan 2B: Pengaruh Kualitas
Akrual, Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual
Diskresioner terhadap Biaya Ekuitas..............................................59
4.4 Uji Asumsi Klasik....................................................................................61
4.4.1 Uji Multikolinearitas pada model 1A dan 2A: Pengaruh
Kualitas Akrual, Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual
Diskresioner Terhadap Biaya Utang...............................................61
4.4.2 Uji Multikolinearitas pada model IB dan 2B: Pengaruh
Kualitas Akrual, Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual
Diskresioner Terhadap Biaya Ekuitas.............................................62
4.4.3 Uji Heterokedastisitas....................................................................62
4.4.4 Uji Otokorelasi...............................................................................63
4.5 Analisis Hasil Regresi Model 1A dan 2A: Pengaruh Kualitas Akrual,
Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner pada Biaya
Utang........................................................................................................64
4.5.1 Uji Signifikansi Global..................................................................64
4.5.2 Uji R2..............................................................................................64
4.5.3 Uji Hipotesis..................................................................................65
4.5.4 Uji Variabel Kontrol.......................................................................67

x Universitas Indonesia
4.6 Analisis Hasil Regresi Model 1B dan 2B: Pengaruh Kualitas Akrual,
Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner terhadap
Biaya Ekuitas...........................................................................................68
4.6.1 Uji Signifikansi Global..................................................................68
4.6.2 Uji R2..............................................................................................69
4.6.3 Uji Hipotesis..................................................................................69
4.6.4 Uji Variabel Kontrol.......................................................................71
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................74
5.1 Kesimpulan..............................................................................................74
5.2 Keterbatasan Penelitian............................................................................75
5.3 Implikasi Penelitian..................................................................................76
DAFTAR REFERENSI..........................................................................................78
LAMPIRAN...........................................................................................................81

xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Model Kualitas Akrual..................................................16


Tabel 4.1 Pemilihan Sampel.................................................................................53
Tabel 4.2 Pengujian Model Regresi Panel pada Model 1A .................................54
Tabel 4.3 Pengujian Model Regresi Panel pada Model 1B..................................54
Tabel 4.4 Pengujian Model Regresi Panel pada Model 2A..................................55
Tabel 4.5 Pengujian Model Regresi Panel pada Model 2B..................................55
Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Model 1A dan 2A (Sebelum Winsorization).........56
Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Model 1A dan 2A (Setelah Winsorization)...........57
Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Model 1B dan 2B (Sebelum Winsorization).........60
Tabel 4.9` Statistik Deskriptif Model 1B dan 2B (Setelah Winsorization)...........60
Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolinearitas Model 1A dan 2A.....................................62
Tabel 4.11 Nilai Uji Multikolinearitas Model 1B dan 2B......................................62
Tabel 4.12 Hasil Uji Heterokedastisitas.................................................................63
Tabel 4.13 Hasil Uji Otokorelasi............................................................................63
Tabel 4.14 Hasil Regresi Model 1A.......................................................................66
Tabel 4.15 Hasil Regresi Model 1B.......................................................................67
Tabel 4.16 Hasil Regresi Model 2A.......................................................................70
Tabel 4.17 Hasil Regresi Model 2B.......................................................................72

xii Universitas Indonesia


DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Model 1A..........................................................33


Gambar 3.2 Kerangka Pemikiran Model 1B..........................................................34
Gambar 3.3 Kerangka Pemikiran Model 2A..........................................................35
Gambar 3.4 Kerangka Pemikiran Model 2B..........................................................36

xiii Universitas Indonesia


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Perusahaan.............................................................................81


Lampiran 2 Pengujian Data Panel Model 1A: Chow Test....................................88
Lampiran 3 Pengujian Data Panel Model 1A: Lagrange Multiplier Test............89
Lampiran 4 Pengujian Data Panel Model 1A: Hausman Test..............................89
Lampiran 5 Pengujian Data Panel Model 1B: Chow Test....................................89
Lampiran 6 Pengujian Data Panel Model 1B: Lagrange Multiplier Test.............90
Lampiran 7 Pengujian Data Panel Model 1B: Hausman Test..............................90
Lampiran 8 Pengujian Data Panel Model 2A: Chow Test....................................90
Lampiran 9 Pengujian Data Panel Model 2A : Lagrange Multiplier Test............91
Lampiran 10 Pengujian Data Panel Model 2A : Hausman Test............................91
Lampiran 11 Pengujian Data Panel Model 2B : Chow Test..................................91
Lampiran 12 Pengujian Data Panel Model 2B : Lagrange Multiplier Test...........92
Lampiran 13 Pengujian Data Panel Model 2B : Hausman Test............................92
Lampiran 14 Hasil Regresi Generalized Least Square (GLS) Model 1A.............92
Lampiran 15 Hasil Regresi Generalized Least Square (GLS) Model 1B.............93
Lampiran 16 Hasil Regresi Generalized Least Square (GLS) Model 2A.............93
Lampiran 17 Hasil Regresi Generalized Least Square (GLS) Model 2B.............94
Lampiran 18 Hasil Uji Beda Koefisien Model 2A................................................94
Lampiran 19 Hasil Uji Beda Rata-Rata Model 2A...............................................94
Lampiran 20 Hasil Uji Beda Koefisien Model 2B................................................95
Lampiran 21 Hasil Uji Beda Rata-Rata Model 2B...............................................95
Lampiran 22 Debt Market di Indonesia................................................................95

xiv Universitas Indonesia


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Laporan keuangan merupakan laporan yang berisi informasi keuangan
suatu perusahaan. Lebih jelasnya, dalam PSAK No. 1 (Revisi 2009), laporan
keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja
keuangan entitas. Laporan keuangan menunjukkan hasil pertanggungjawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada manajemen.
Laporan keuangan dibuat oleh perusahaan bertujuan untuk menyediakan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan
keputusan ekonomi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan yang dibuat haruslah
relevan agar tidak menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam membuat
suatu keputusan, salah satunya yaitu keputusan investasi. Keputusan investor
mengenai investasi ke suatu perusahaan berdasarkan berbagai pertimbangan.
Salah satu hal yang dijadikan pertimbangannya yaitu laba. Investor cenderung
lebih memilih untuk berinvestasi ke perusahaan yang memperoleh laba positif.
Sedangkan pada perusahaan yang labanya negatif akan memberikan sinyal negatif
pula kepada investor sehingga investor kurang berminat untuk berinvestasi di
perusahaan tersebut.
Namun belum tentu laba yang terdapat di laporan keuangan sepenuhnya
mencerminkan keadaan yang sebenarnya, misalnya karena ada insentif
manajemen untuk memanipulasi laba agar kinerja dan nilai perusahaan tetap baik.
Berdasarkan hal itulah, diperlukan hal lain yang dapat digunakan untuk melihat
dan menilai kinerja perusahaan, salah satunya yaitu kualitas laba.
Dechow dan Schrand (2004) mendefinisikan kualitas laba sebagai suatu
ukuran untuk melihat apakah laba yang dilaporkan di laporan keuangan dapat
merefleksikan kinerja perusahaan yang sebenarnya. Kualitas laba perusahaan yang
lebih baik, dapat menyediakan informasi yang lebih baik pula mengenai kinerja

1 Universitas Indonesia
2

keuangan perusahaan yang akan relevan untuk digunakan dalam membuat


keputusan terkait perusahaan.
Hal tersebut sesuai dengan tujuan investor ketika melihat aspek kualitas
laba dalam membuat suatu keputusan ekonomi, yaitu untuk melihat kinerja aktual
serta memprediksi laba dan arus kas perusahaan di masa depan. Namun tujuan
tersebut bisa saja tidak tercapai karena adanya risiko informasi. Salah satu
penyebab risiko informasi yaitu masalah keagenan. Berdasarkan teori keagenan
Jensen dan Meckling (1976), ketika pemilik (prinsipal) mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan kepada manajemen (agen) maka manajemen
memiliki akses informasi yang lebih luas terhadap perusahaan. Terjadi asimetri
informasi karena manajemen memiliki private information yang akan
menimbulkan perbedaan kepentingan di antara prinsipal dan agen dalam
pelaporan laporan keuangan. Manajemen menjadi memiliki insentif untuk
memanipulasi laba agar kinerja perusahaan terlihat baik di mata prinsipal, yang
biasa disebut sebagai manajemen laba.
Leuz and Verrecchia (2004) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh
laba terhadap investasi modal perusahaan. Berdasarkan penelitian tersebut,
pelaporan yang berkualitas buruk akan mengakibatkan kepercayaan investor
berkurang karena risiko informasi meningkat. Hal ini mempengaruhi investor
dalam mengambil keputusan investasi sehingga akan menyebabkan penurunan
investasi modal di perusahaan. Jadi dapat dikatakan bahwa informasi yang ada
akan berkaitan dengan investor pricing decision.
Selanjutnya Francis et al. (2005) menggunakan kualitas akrual sebagai
ukuran dari risiko informasi yang berkaitan dengan laba. Alasannya yaitu dengan
menggunakan kualitas akrual dapat dilihat seberapa besar ketepatan working
capital accruals menjadi realisasi arus kas operasi sehingga dapat dilihat kualitas
laba yang dilaporkan perusahaan. Hal tersebut tercermin dari model kualitas
akrual yang digunakan oleh Francis et al. (2005) yaitu dengan melakukan regresi
working capital accruals dalam arus kas operasi periode t, periode t-1, dan periode
t+1. Kualitas akrual dihitung dengan pendekatan dari standar deviasi nilai residual
pada model regresi tersebut.

Universitas Indonesia
3

Penggunaan model kualitas akrual tersebut berdasarkan dari prinsip


akuntansi yaitu basis akrual. Berdasarkan PSAK No. 1 tentang penyajian laporan
keuangan dinyatakan bahwa "Entitas menyusun laporan keuangan atas dasar
akrual, kecuali laporan arus kas. Ketika akuntansi berbasis akrual digunakan,
entitas mengakui pos-pos sebagai aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban
(unsur-unsur laporan keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan
kriteria pengakuan untuk unsur-unsur tersebut dalam Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan". Salah satu kriteria pengakuan pendapatan
yaitu pendapatan diakui bila kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan
akan mengalir ke entitas dan manfaat ini dapat diukur dengan andal (PSAK No.
23). Pengakuan pendapatan dan beban tersebut melibatkan estimasi, pilihan
kebijakan akuntansi, dan justifikasi manajemen. Berkaitan dengan estimasi
tersebut, kualitas akrual dipengaruhi oleh perhitungan kesalahan (error) dalam
nilai estimasi akrual, terlepas dari faktor intensi manajemen. Francis et al. (2005)
memberikan bukti empiris bahwa kualitas akrual yang buruk akan meningkatkan
risiko informasi dan akan meningkatkan biaya modal.
Hasil penelitian lainnya dari Francis et al. (2005) yaitu mengenai
komponen kualitas akrual yang terdiri dari dua yaitu faktor diskresioner dan
faktor innate. Faktor diskresioner merupakan komponen kualitas akrual yang
merefleksikan pilihan kebijakan manajemen, misalnya berupa praktik manajemen
laba untuk memanipulasi laba perusahaan dalam pelaporan laporan keuangan.
Sedangkan faktor innate merupakan komponen kualitas akrual yang
merefleksikan faktor lingkungan, fundamental ekonomi, atau model bisnis
perusahaan. Salah satu contoh faktor innate yaitu ketika ada peningkatan
pendapatan perusahaan debitur, maka perusahaan bisa saja mengubah dan
melakukan penyesuaian estimasi pengakuan piutang tak tertagih terhadap piutang
debitur tersebut. Hasil penelitian Francis et al. (2005) mengenai perbedaan kedua
komponen kualitas akrual tersebut terhadap biaya modal yaitu kualitas akrual
innate lebih besar pengaruhnya dibandingkan kualitas akrual diskresioner
terhadap biaya modal, baik biaya utang maupun biaya ekuitas.
Selanjutnya, Gray, Koh, dan Tong (2009) mereplikasi penelitian yang telah
dilakukan oleh Francis et al. (2005) dengan data yang berbeda yaitu menggunakan

Universitas Indonesia
4

perusahaan di Australia, sedangkan Francis et al. (2005) menggunakan perusahaan


di Amerika Serikat. Kedua penelitian tersebut secara umum menghasilkan hasil
yang sama yaitu baik di Amerika Serikat maupun Australia, kualitas akrual
memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya modal. Namun ada satu hal yang
berbeda di antara kedua penelitian tersebut. Berdasarkan penelitian Gray, Koh,
dan Tong (2009) biaya utang hanya dipengaruhi oleh kualitas akrual innate.
Perbedaan tersebut diduga dikarenakan sebagian besar sumber modal perusahaan-
perusahaan di Australia berasal dari private debt dibandingkan public debt.
Private lenders lebih memiliki keistimewaan dalam akses terhadap informasi
bisnis dan finansial perusahaan dibandingkan public lenders, sehingga tingkat
asimetri informasi di Australia lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat.
Selain itu private lenders juga cenderung memiliki hak lebih untuk melakukan
pengawasan kepada borrowing firm sehingga mengurangi kemungkinan adanya
oportunisme manajemen dalam pelaporan laporan keuangan. Hal-hal tersebut
menyebabkan risiko informasi yang terkait dengan kebijakan pelaporan
manajerial berkurang sehingga mengurangi efek kualitas akrual diskresioner pada
biaya utang.
Selain itu, masih berkaitan dengan risiko informasi dan manajemen laba,
Leuz et al. (2003) melakukan studi komparatif internasional tentang manajemen
laba dan proteksi investor dengan sampel 31 negara, termasuk Indonesia. Tujuan
penelitiannya adalah memberikan bukti empiris adanya perbedaan tingkat praktik
manajemen laba di berbagai negara dikarenakan adanya perbedaan proteksi
terhadap investor. Berdasarkan nilai rata-rata skor manajemen laba, Indonesia
berada pada urutan 15 dari 31 negara. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN
yang juga menjadi sampel penelitian ini yaitu Malaysia, Filipina, dan Thailand,
maka Indonesia adalah negara yang paling besar tingkat manajemen labanya.
Untuk skor legal enforcement Indonesia mendapat skor 2,9 yang merupakan skor
terendah dan dapat diartikan bahwa perlindungan hukum di Indonesia paling
lemah dalam tingkat proteksinya terhadap investor diantara 31 negara tersebut.
Utami (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh manajemen laba
terhadap biaya modal pada perusahaan manufaktur Indonesia. Jika investor
menyadari bahwa praktik manajemen laba dilakukan oleh perusahaan, akan ada

Universitas Indonesia
5

kecenderungan investor untuk melakukan antisipasi risiko dengan cara menaikkan


required rate of return yang menjadi biaya modal bagi perusahaan. Hasil
penelitiannya yaitu manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap
biaya modal.
Berdasarkan penelitian tersebut, maka menarik untuk dilakukan penelitian
lebih lanjut. Utami (2005) meneliti mengenai hubungan manajemen laba dengan
biaya modal, sedangkan penelitian ini meneliti hubungan kualitas akrual dengan
biaya modal. Perilaku oportunis dan insentif manajemen untuk membuat laporan
keuangan, terutama laba, yang tidak sesuai dengan kinerja aktual perusahaan,
akan meningkatkan risiko informasi dan akan menurunkan kualitas akrual. Jadi
manajemen laba merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
akrual, khususnya kualitas akrual diskresioner.
Pada penelitian ini digunakan model yang mereplikasi penelitian Francis
et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009). Hal yang membedakannya yaitu
pada penelitian ini digunakan perusahaan publik di Indonesia yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia sebagai sampel penelitian, kecuali perusahaan dari industri
jasa keuangan dan investasi. Alasannya yaitu industri jasa keuangan dan investasi
merupakan perusahaan yang memiliki regulasi yang cukup ketat. Perusahaan yang
memiliki regulasi yang cukup ketat tidak dijadikan sebagai sampel dalam
penelitian ini karena perusahaan tersebut memiliki karakteristik yang khas
sehingga tidak dapat dibandingkan dengan jenis perusahaan lainnya. Perbedaan
lainnya yaitu data yang digunakan pada beberapa variabel dalam model penelitian
Francis et al (2005) menggunakan data t-10, sedangkan pada penelitian ini
menggunakan data t-5 sesuai penelitian Gray, Koh, dan Tong (2009).
Fokus pada penelitian ini yaitu melihat pengaruh kualitas akrual terhadap
biaya utang dan biaya ekuitas. Selain itu akan dilihat pula perbedaan pengaruh
kualitas akrual innate dengan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang
dan biaya ekuitas.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Universitas Indonesia
6

1. Apakah kualitas akrual memiliki pengaruh terhadap biaya utang dan biaya
ekuitas perusahaan?
2. Apakah ada perbedaan pengaruh antara kualitas akrual innate dengan
kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang dan biaya ekuitas
perusahaan?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini memiliki tujuan yang berhubungan dengan permasalahan
yang terjadi yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah kualitas akrual memiliki pengaruh terhadap
biaya utang dan biaya ekuitas perusahaan.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh antara kualitas akrual
innate dengan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang dan biaya
ekuitas perusahaan.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak yaitu:
1. Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk
perusahaan agar dapat meningkatkan kualitas laba dengan tujuan untuk
memperoleh modal dengan biaya yang lebih rendah.
2. Bagi investor
Dengan menggunakan hasil penelitian diharapkan dapat membantu
meminimalisasi kesalahan prediksi laba sehingga pengambilan keputusan
terkait penempatan dana bisa dilakukan dengan lebih akurat.
3. Bagi akademisi
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi tentang penelitian-
penelitian di bidang akuntansi, khususnya mengenai hubungan antara
kualitas akrual dengan biaya modal perusahaan, untuk digunakan sebagai
pengembangan di berbagai penelitian selanjutnya.
4. Bagi regulator

Universitas Indonesia
7

Penelitian ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh regulator akan


pentingnya standar terkait pengukuran komponen akrual, yaitu pendapatan
dan beban, pada laporan keuangan, misalnya mengenai kriteria pengakuan
pendapatan pada PSAK No. 23, sehingga risiko adanya fleksibilitas
manajemen untuk melakukan manipulasi komponen akrual pada laporan
keuangan dapat berkurang dan pelaporan laba di laporan keuangan dapat
mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Dengan demikian
kualitas akrual pada perusahaan di Indonesia akan meningkat.

1.5. Sistematika Penelitian


Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab 1: Pendahuluan
Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan penelitian ini. Bab ini
bertujuan untuk memberikan deskripsi umum mengenai isi dari penelitian ini.

Bab 2: Tinjauan Pustaka


Bab ini akan menguraikan penjelasan mengenai teori keagenan, teori
penetapan harga dari risiko informasi, kualitas laba, kualitas akrual yang terdiri
dari kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner, biaya modal yang
terdiri dari biaya utang dan biaya ekuitas serta penelitian sebelumnya. Berbagai
teori tersebut selanjutnya akan digunakan dalam pengembangan hipotesis
penelitian.

Bab 3: Metode Penelitian


Pada bab ini akan dijelaskan tahap-tahap dalam penelitian ini yaitu
pengumpulan data, pemilihan data yang digunakan, penjelasan dan penghitungan
variabel, serta estimasi model yang digunakan. Selanjutnya dalam bab ini juga
akan dijelaskan mengenai metode yang akan digunakan dalam pengolahan dan
analisis data.

Universitas Indonesia
8

Bab 4: Pembahasan
Dalam bab ini akan dilakukan analisis terhadap pengolahan data yang
dilakukan seperti dalam model penelitian pada bab sebelumnya. Pembahasan
analisis data yang pertama kali dilakukan yaitu analisis pemilihan model regresi
data panel. Selanjutnya akan dibahas mengenai analisis pengujian deskriptif,
analisis pengujian asumsi klasik serta analisis regresi dari model yang digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian. Interpretasi hasil penelitian ini akan
memberikan jawaban atas rumusan masalah dari penelitian ini.

Bab 5: Kesimpulan dan Saran


Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah
dilakukan. Sebagai penutup dari penelitian ini, seluruh hasil perhitungan dan
analisis data pada bab-bab sebelumnya akan dirangkum dalam bab ini. Pada bab
ini juga akan diberikan saran yang dapat digunakan untuk pengembangan
penelitian selanjutnya.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)


Ketika membicarakan mengenai manajerial perusahaan, seringkali salah
satu topik yang dibicarakan adalah masalah keagenan. Jensen dan Meckling
(1976) mendefinisikan teori keagenan sebagai suatu hubungan antara satu pihak
yang berperan sebagai pemilik atau prinsipal dengan pihak lain sebagai agen
untuk melakukan sejumlah jasa sesuai keinginan mereka, termasuk pendelegasian
kekuasaan untuk mengambil keputusan kepada agen. Apabila kedua pihak dalam
hubungan ini bertindak untuk memaksimalkan kepentingannya masing-masing,
ada alasan yang kuat untuk mempercayai bahwa agen tidak akan selalu bertindak
untuk kepentingan yang terbaik bagi pemilik. Permasalahan umum dari teori ini
adalah bagaimana agar agen dapat bertindak untuk memaksimalkan kesejahteraan
pemilik.
Hubungan antara pemegang saham dan manajer dalam suatu perusahaan
merupakan hubungan agensi yang pasti terjadi, sehingga untuk mengatasinya
dibuatlah pemisahan antara kepemilikan dan kontrol manajemen. Pemisahan
tersebut berarti fungsi pengelolaan dan kepemilikan dipegang oleh dua pihak yang
berbeda. Pengelolaan yang dilakukan oleh manajer ini kemudian membutuhkan
kontrol dan pengawasan dari pemegang saham sebagai pemilik kekayaan.
Pemisahan inilah yang menyebabkan terjadinya asimetri informasi yaitu keadaan
ketika salah satu pihak memiliki keuntungan atas informasi yang lebih banyak
daripada pihak yang lain. Agen sebagai pengelola sumber daya dan akses informasi
yang luas mengenai perusahaan memiliki insentif untuk mengutamakan
kepentingannya sendiri sehingga memiliki kesempatan untuk melakukan
manajemen laba.
Menurut Beaver (2002) motivasi untuk melakukan praktik manajemen laba
secara umum terbagi menjadi dua yaitu perilaku oportunis dan signaling. Perilaku
oportunis terjadi ketika adanya insentif manajer untuk melakukan praktik manajemen
laba agar kinerja manajer dan nilai perusahaan tetap terlihat baik, sehingga akan
meningkatkan value manajer tersebut. Jika value meningkat, kompensasi dari
perusahaan untuk manajer juga akan meningkat, misalnya saja dalam bentuk promosi

9 Universitas Indonesia
10

jabatan atau pun kenaikan gaji dan bonus. Berkaitan dengan perilaku oportunis, Scott
(2012) menyatakan bahwa salah satu faktor penting dalam menjelaskan laba yaitu
fleksibiltas manajer untuk memilih kebijakan akuntansi yang diterapkan perusahaan.
Ketika adanya fleksibilitas tersebut, kemungkinan terjadi perilaku oportunis
meningkat. Manajer akan memilih kebijakan akuntansi yang akan memaksimalkan
utilitas mereka. Motivasi signalling terjadi saat manajer melakukan manajemen laba
sebagai sinyal untuk stakeholder, terutama investor, agar keadaan perusahaan tetap
terlihat sedang dalam kondisi baik, value perusahaan meningkat, dan pada akhirnya
sinyal ini akan berdampak baik pada harga saham. Selain kedua motivasi tersebut,
Beaver (2002) menyatakan bahwa ada motivasi lainnya dalam praktik manajemen
laba yaitu compensation contract, capital market pricing, penghindaran pajak, dan
perilaku regulator atau pembuat kebijakan. Sedangkan menurut Scott (2012) motivasi
manajer dalam praktik manajemen laba yaitu:
 Bonus hypothesis
Dalam bonus hypothesis ini, manajer mengatur sedemikian rupa untuk
memaksimalkan laba yang dilaporkan karena kompensasi manajer bergantung
pada besarnya laba perusahaan. Healy (1985) dan Guidry et al. (1999)
menambahkan bahwa untuk memaksimalkan kompensasinya, manajer akan
melakukan discretionary accruals decision, misalnya dalam bentuk
manipulasi peningkatan laba dalam laporan keuangan. Selanjutnya manajer
akan melakukan penurunan laba (income-decreasing discretionary accruals)
ketika manajer telah mencapai tingkat maksimal kompensasi yang
diharapkannya.
 Debt covenant hypothesis
Manajer akan berusaha untuk mengatur laba yang dilaporkan agar tidak
melanggar perjanjian kredit (debt covenant violation). Hal ini sama dengan
fakta yang ditemukan oleh Dichev dan Skinner (2002) bahwa manajer akan
melakukan tindakan akrual diskresioner, misalnya melakukan manajemen
laba, untuk mengelola covenant ratio yang ditetapkan dalam perjanjian.
Alasannya yaitu jika melakukan debt covenant violation, perusahaan akan
mengeluarkan biaya pelanggaran kontrak yang besar dan efek jangka
panjangnya yaitu pencemaran nama baik perusahaan.
 Ekspektasi investor dan analis

Universitas Indonesia
11

Manajer melakukan praktik manajemen laba salah satunya agar memperoleh


dampak atas harga saham yang meningkat karena memberikan ekspektasi dan
keyakinan bagi investor dan analis mengenai kinerja perusahaan yang baik di
masa depan.
 Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public biasanya belum memiliki nilai pasar yang
baik, sehingga untuk mencapainya manajer akan melakukan manajemen laba
dengan harapan agar dapat menaikkan harga saham perusahaannya yang akan
go public.
Terlepas dari apapun motivasinya, prinsipal dapat melakukan beberapa hal
untuk mengatasi masalah keagenan. Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
mengatasi masalah keagenan ini disebut juga sebagai agency cost. Besarnya
agency cost yang dikeluarkan, tergantung kepada prinsipal, seberapa besar
prinsipal melihat kepentingan masalah keagenan di dalam perusahaannya. Jensen
dan Meckling (1976) menyatakan ada tiga jenis biaya dalam agency cost, yaitu:
 Bonding cost
Bonding cost merupakan biaya yang ditanggung oleh agen untuk meyakinkan
prinsipal bahwa agen akan bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal atau
sesuai kontrak antara prinsipal dan agen. Contoh biaya ini yaitu biaya yang
dikeluarkan ketika manajer atau agen membuat laporan keuangan reguler
kepada prinsipal.
 Monitoring cost
Monitoring cost merupakan biaya yang ditanggung prinsipal dalam
mengawasi tindakan agen agar prinsipal tetap dapat membatasi perilaku
oportunis agen. Contoh dari biaya ini adalah pemberian insentif kepada
manajer atas kinerjanya dan pembayaran kepada pihak lain untuk melakukan
pengawasan secara independen kepada manajer, misalnya berupa gaji auditor
internal dan auditor eksternal.
 Residual loss
Residual loss yaitu kerugian yang ditanggung prinsipal atas tindakan yang
telah dilakukan prinsipal untuk mengatasi masalah keagenan. Misalnya
prinsipal sudah mengeluarkan monitoring cost berupa pembayaran gaji

Universitas Indonesia
12

auditor internal, namun ternyata masih saja perusahaan mengalami kerugian


karena masalah keagenan yang belum teratasi secara maksimal melalui
monitoring cost tersebut.

2.2. Teori Penetapan Harga dari Risiko Informasi


Masalah dalam teori keagenan akan berdampak pada timbulnya risiko
informasi. Prinsipal menyerahkan tanggung jawab pengelolaan perusahaan kepada
agen karena agen memiliki kompetensi untuk mengerjakan tugas yang tidak
mampu dilakukan oleh prinsipal, atau baik prinsipal maupun agen memiliki
kompetensi namun agen dapat mengerjakan tugas tersebut dengan biaya lebih
rendah (Pratt dan Zeckhause, 1985). Saam (2007) menyatakan bahwa ada
perbedaan asimetris dalam hubungan antara prinsipal dengan agen yaitu asimetri
informasi yang terjadi karena prinsipal tidak mampu memperoleh dan memonitor
kompetensi, intensi, pengetahuan, dan tindakan keseluruhan dari agen. Oleh
karena itu landasan teori penelitian ini juga berasal dari teori beberapa penelitian
sebelumnya yang meneliti tentang efek dari informasi terhadap biaya modal
perusahaan.
Easley dan O'Hara (2004) membuat suatu model untuk menguji pengaruh
private information dan public information terhadap required return dan biaya
modal. Semakin tinggi private information akan meningkatkan risiko informasi
sehingga semakin tinggi pula return yang didapatkan investor. Return yang
diberikan oleh perusahaan kepada investor merupakan biaya modal perusahan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi private information yang ada, akan
meningkatkan risiko informasi, lalu selanjutnya akan meningkatkan biaya modal.
Selanjutnya Francis et al. (2005) memberikan analisis empris yang
membuktikan bahwa risiko informasi merupakan priced risk factor yang
ditunjukkan dengan biaya modal. Pada penelitian tersebut digunakan kualitas
akrual sebagai ukuran dari risiko informasi yang berkaitan dengan laba dan
menghubungkannya dengan biaya modal. Hasil penelitiannya yaitu kualitas akrual
memiliki hubungan negatif dengan biaya modal.
Penelitian lainnya terkait dengan informasi dan biaya modal, yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Lambert, Leuz, dan Verrecchia (2007) yang

Universitas Indonesia
13

menyatakan bahwa penentu dari risiko informasi yang akan mempengaruhi biaya
modal adalah presisi informasi. Dalam penelitian tersebut, presisi informasi
diasumsikan sebagai rata-rata kualitas informasi yang didapatkan dari ekspektasi
investor terhadap arus kas perusahaan. Asimetri informasi merupakan perbedaan
presisi informasi diantara seluruh investor. Berbeda dengan Easley dan O'Hara
(2004), kesimpulan yang diberikan oleh Lambert, Leuz, dan Verrecchia (2007)
yaitu penentu dari hubungan antara informasi dan biaya modal bukan pada
distribusi informasi antara informed investors dan uninformed investors,
melainkan pada tingkat ketepatan atau presisi dari informasi. Namun ada
persamaan di antara kedua penelitian tersebut yaitu risiko informasi adalah non-
diversifiable risk dan perusahaan dengan risiko informasi yang semakin tinggi,
biaya modal pun akan meningkat.

2.3. Kualitas Laba


Laporan keuangan merupakan media untuk perusahaan dalam
menyampaikan kinerja dan pencapaiannya selama satu periode kepada para
stakeholder, termasuk salah satunya yaitu pelaporan laba. Namun sayangnya
belum tentu laba yang terdapat di laporan keuangan sepenuhnya mencerminkan
keadaan yang sebenarnya karena adanya distorted profit. Mukti dan Wardhani
(2012) mendefinisikan distorted profit adalah keadaan ketika laba yang
dipublikasikan perusahaan merupakan laba yang mencerminkan kualitas laba
yang buruk. Manajer sebagai pengelola sumber daya perusahaan memiliki
fleksibilitas untuk memilih metode dan estimasi akuntansi untuk meningkatkan
laba karena adanya faktor oportunitas. Perbedaan kebijakan dan keputusan
diskresioner untuk memilih metode dan estimasi akuntansi dapat menurunkan
kualitas laba.
Karena adanya kemungkinan terjadi distorted profit itulah, diperlukan hal
lain yang dapat digunakan untuk melihat dan menilai kinerja perusahaan selain
hanya melihat dari laba yang dilaporkan di laporan keuangan, salah satunya yaitu
kualitas laba. Dechow dan Schrand (2004) menyatakan bahwa kualitas laba dapat
digunakan sebagai suatu ukuran untuk melihat apakah laba yang dilaporkan di
laporan keuangan dapat merefleksikan kinerja perusahaan yang sebenarnya.

Universitas Indonesia
14

Kualitas laba dapat dikatakan baik jika laba yang dilaporkan di laporan keuangan
memang mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan dapat digunakan oleh
pengguna laporan keuangan untuk membuat suatu keputusan yang terbaik.
Dechow and Schrand (2010) pada penelitian lainnya, menyatakan bahwa tingkat
kualitas laba tidak dapat diukur secara langsung, namun bisa dengan beberapa
pendekatan yang terbagi menjadi tiga kategori yaitu:
 Properties of earnings yang terdiri dari persistensi laba, kualitas akrual,
earnings smoothness, asymmetric timeliness and loss recognition, dan target
beating.
 Investor responsiveness to earnings yang diukur dengan earnings response
coefficient
 External indicators of earnings misstatements yang terdiri dari accounting
and auditing enforcement releases, restatements, dan internal control
weaknesses
Keseluruhan pendekatan tersebut menghasilkan hal yang sama dalam
penelitian Dechow dan Schrand (2010) yaitu kualitas laba perusahaan yang lebih
baik, dapat menyediakan informasi yang lebih baik pula mengenai kinerja
keuangan perusahaan yang akan relevan untuk digunakan dalam membuat
keputusan terkait perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan investor ketika
melihat aspek kualitas laba dalam membuat suatu keputusan ekonomi yaitu untuk
melihat kinerja aktual, memprediksi laba dan arus kas perusahaan di masa depan.

2.4. Kualitas Akrual


Suatu konsep yang tidak dapat dipisahkan ketika membicarakan kualitas
akrual adalah pemahaman konsep laba. Dalam proses dan aktivitas perusahaan
untuk memperoleh laba, terdapat fleksibiltas manajer untuk memilih metode dan
estimasi akuntansi karena adanya prinsip akuntansi berupa basis akrual. Basis
akrual adalah prinsip pengakuan pendapatan dan beban yang tidak didasarkan arus
kas, melainkan ketika transaksi diakui kejadiannya. Pengakuan pendapatan dan
beban tersebut dapat berdasarkan oportunitas manajer untuk memilih metode dan
estimasi akuntansi terbaik yang dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi.

Universitas Indonesia
15

Berdasarkan penelitian Dechow dan Schrand (2010), untuk menghitung


kualitas laba dapat digunakan berbagai pendekatan, salah satunya yaitu kualitas
akrual. Berbagai model yang digunakan untuk menghitung kualitas akrual sudah
banyak dilakukan, yaitu model Jones (1991), model modifikasi Jones oleh
Dechow et al. (1995), model Dechow dan Dichev (2002), model Kothari et al.
(2005), dan model Francis et al. (2005).
Dalam model Jones (1991) didefinisikan proses akrual sebagai fungsi dari
pertumbuhan pendapatan dan aset tetap. Menurut Jones, pertumbuhan penjualan
dan nilai aset tetap merupakan variabel yang dapat digunakan untuk melihat nilai
perusahaan, sehingga selanjutnya dapat digunakan untuk pendekatan dari kualitas
akrual. Namun hasil penelitiannya menunjukkan hasil yang berbeda dengan
hipotesisnya. Pertumbuhan pendapatan dan aset tetap hanya dapat menjelaskan
sebesar 12% dari variasi nilai akrual dan masih terdapat Type 1 errors.
Selanjutnya Dechow et al. (1995) memodifikasi penelitian Jones (1991).
Dalam model ini, variabel pertumbuhan pendapatan diubah dengan pertumbuhan
penjualan kredit. Alasannya yaitu penjualan kredit merupakan hal yang banyak
dimanipulasi oleh manajer yang berkaitan dengan pelaporan laba. Hasil
penelitiannya mendapatkan hasil yang lebih bagus dari model Jones karena dapat
meningkatkan explanatory power dari model Jones. Namun tetap saja dalam
model ini masih ada Type 1 errors, sama seperti model Jones.
Model selanjutnya yaitu Dechow dan Dichev (2002). Dalam model ini
kualitas akrual dilihat dari sejauh mana ketepatan working capital accruals
menjadi realisasi arus kas. Dechow dan Dichev (2002) menyatakan bahwa
kualitas akrual yang buruk dapat meningkatkan faktor ketidakpastian internal dan
eksternal perusahaan sehingga menyebabkan perusahaan merasa penting untuk
memiiki kas lebih tinggi dari biasanya. Laporan keuangan perusahaan
memberikan informasi penting untuk menghitung arus kas perusahaan saat ini dan
masa depan. Nilai akrual yang dilaporkan di neraca merupakan komponen penting
dalam perhitungan arus kas. Ketika kualitas akrual yang dilaporkan buruk, dapat
dikatakan arus kas berfluktuasi karena berbagai alasan yang tidak terkait dengan
risiko bisnis perusahaan.

Universitas Indonesia
16

Model Dechow dan Dichev (2002) ini dibuat berdasarkan teori bahwa
terlepas dari campur tangan manajemen, kualitas akrual dipengaruhi oleh berbagai
error dalam pengukuran akrual, baik berupa intentional error ataupun
unintentional error. Intentional error muncul misalnya karena ada insentif
manajer untuk melakukan praktik manajemen laba, sedangkan unintentional error
muncul misalnya karena ada kesalahan manajer yang tidak disengaja dan faktor
ketidakpastian lingkungan. Pada model Dechow dan Dichev (2002) dilakukan
regresi antara working capital accruals dengan arus kas operasi dari periode tahun
berjalan, periode sebelum, dan periode setelah tahun berjalan. Kualitas akrual
menurut model Dechow dan Dichev (2002) yaitu nilai residual dari hasil regresi
working capital tersebut. Pada penelitian model Dechow dan Dichev (2002) dapat
menjelaskan lebih baik tentang variasi akrual, yaitu R2 jauh meningkat menjadi
47% untuk tingkat perusahaan dan 34% untuk tingkat industri.
Model kualitas akrual selanjutnya yaitu model Francis et al. (2005). Dalam
membuat model untuk menghitung kualitas akrual, Francis et al. (2005)
mengembangkannya dari model Dechow dan Dichev (2002) dengan
menambahkan variabel dalam model regresi, yaitu perubahan pendapatan
(revenue) dan PPE (Plant, Property, and Equipment). Jadi pada model ini terdapat
dua komponen yaitu komponen working capital accruals yang merefleksikan
estimasi manajerial dalam arus kas dan komponen working capital accruals yang
tidak mempengaruhi arus kas (pendapatan dan aset tetap). Kualitas akrual pada
model ini dihitung dari standar deviasi nilai residual periode t hingga t-4. Dengan
menggunakan model tersebut, hasilnya ternyata dapat meningkatkan explanatory
power secara signifikan yaitu menjadi 50%, sehingga dapat mengurangi error
dalam regresi pada model penelitian sebelumnya. Selain itu, Francis et al. (2005)
membedakan kualitas akrual diskresioner dan kualitas akrual innate pada model
penelitiannya. Kualitas akrual innate dihitung dari predicted value sedangkan
kualitas akrual diskresioner dihitung dengan nilai error atau residual dalam
modelnya. Dechow dan Schrand (2010) merangkum perbandingan model kualitas
akrual Jones (1991), model modifikasi Jones oleh Dechow et al. (1995), model
Dechow dan Dichev (2002), model Kothari et al. (2005), dan model Francis et al.
(2005). Pada tabel 2.1 disajikan ringkasan perbandingannya.

Universitas Indonesia
17

Tabel 2.1 Perbandingan Model Kualitas Akrual


Model Kualitas Akrual Teori dalam Model Keberhasilan dan
Keterbatasan Penelitian
Model Jones (1991) Nilai akrual merupakan Nilai R2 hanya sekitar 12%
Acc = α0 + α1 Revt + α2 fungsi pertumbuhan dan terdapat Type 1 errors.
PPEt + μ pendapatan dan PPE
(Property, Plant, and
Equipment).
Model Modifikasi Jones Memodifikasi model Nilai explanatory power
oleh Dechow et al. (1995) Jones dengan mengubah yang tercermin dalam R2
Acc = α0 + α1 (Revt-Rect) variabel pertumbuhan meningkat namun masih
+ α2 PPEt + μ pendapatan dengan terdapat Type 1 errors.
pertumbuhan dari
penjualan kredit.
Model Dechow and Nilai akrual merupakan Fokus untuk short-term
Dichev (2002) fungsi dari past, working capital accruals,
∆WC = α0 + α1 CFOt-1 + present, dan future arus bukan untuk long-term.
α2 CFOt + α3 CFOt+1 + μ kas operasi.
R2 jauh meningkat menjadi
47% untuk tingkat
perusahaan dan 34% untuk
tingkat industri.
Model Francis (2005) Menambahkan variabel Dapat menjelaskan error dari
TCA = α0 + α1 CFOt-1 + α2 lainnya dari model beberapa model penelitian
CFOt + α3 CFOt+1 + α4 Dechow and Dichev sebelumnya dengan
Revt + α5 PPEt + μ yaitu revenue dan PPE membedakan kualitas akrual
(Property, Plant, and diskresioner dan innate.
Equipment).
Kualitas akrual innate
Membedakan kualitas dihitung dari predicted value
akrual menjadi dua sedangkan kualitas akrual
yaitu kualitas akrual diskresioner dihitung dengan
diskresioner dan nilai residual dalam model.
kualitas akrual innate.
Explanatory power
meningkat signifikan
menjadi 50%
Sumber: Dechow dan Schrand (2010)

2.4.1 Kualitas Akrual Innate


Francis et al. (2005) mendefinisikan kualitas akrual innate sebagai
komponen kualitas akrual yang disebabkan karena kondisi perusahaan yang
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan model bisnis perusahaan. Salah satu
contohnya yaitu ketika ada peningkatan pendapatan perusahaan debitur, maka

Universitas Indonesia
18

perusahaan bisa saja merubah dan melakukan penyesuaian estimasi pengakuan


piutang tak tertagih terhadap piutang debitur tersebut. Francis et al. (2005)
menggunakan variabel berikut ini dalam menilai kualitas akrual innate, yaitu
ukuran perusahaan (yang diukur dari log total aset), standar deviasi dari arus kas
operasi, standar deviasi dari pendapatan, jangka waktu dari siklus operasi, dan
negative earnings realization.
Doyle, Ge, dan McVay (2007) meneliti tentang hubungan kualitas akrual
diskresioner dan kualitas akrual innate dengan kontrol internal perusahaan. Doyle,
Ge, dan McVay (2007) menggunakan innate firm characteristics berupa ukuran
perusahaan (yang diukur dari total aset), umur perusahaan, profitabilitas,
complexity of the firm’s operations, pertumbuhan penjualan ekstrem, dan
restructuring charge.
Kent, Routledge, dan Stewart (2010) melakukan penelitian tentang
hubungan kualitas akrual diskresioner dan kualitas akrual innate dengan
karakteristik corporate governance. Kent, Routledge, dan Stewart (2010)
mendefinisikan komponen akrual diskresioner sebagai komponen yang
mencerminkan intensi dan manipulasi manajemen, sedangkan komponen akrual
innate sebagai unintentional estimation errors dari lingkungan operasi perusahaan
dan ketidakpastian lingkungan (environmental uncertainty). Innate firm
characteristics yang digunakan oleh Kent, Routledge, dan Stewart (2010) sama
dengan komponen akrual innate Francis et al. (2005).
Pada penelitian ini, akan digunakan faktor-faktor yang sama dengan model
Francis et al. (2005) dalam menilai kualitas akrual innate, yaitu ukuran
perusahaan (yang diukur dari log total aset), standar deviasi dari arus kas operasi,
standar deviasi dari pendapatan, jangka waktu dari siklus operasi, dan negative
earnings realization.

2.4.2 Kualitas Akrual Diskresioner


Menurut Francis et al. (2005) kualitas akrual diskresioner merupakan
komponen kualitas akrual yang merefleksikan pilihan kebijakan manajemen.
Manajemen laba merupakan diskresi yang dilakukan manajer untuk mencapai
tingkat laba yang diinginkannya, misalnya dengan melakukan pemilihan metode

Universitas Indonesia
19

dan estimasi tertentu yang lebih menguntungkan dan dapat meningkatkan laba.
Guay et al. (1996) menyatakan bahwa kualitas akrual diskresioner dapat
digunakan sebagai ukuran dari tingkat manajemen laba. Menurut Guay et al.
(1996) terdapat tiga komponen dalam kualitas akrual diskresioner yaitu:
 Performance component
Performance component merupakan komponen yang merefleksikan
kemampuan manajer untuk melaporkan laba sesuai dengan kinerja aktual
perusahaan. Komponen ini akan mengurangi risiko informasi.
 Opportunism
Komponen ini merupakan komponen yang merefleksikan adanya perilaku
oportunis dan insentif dari berbagai pihak untuk membuat laporan keuangan tidak
sesuai dengan kinerja perusahaan. Komponen ini akan meningkatkan risiko
informasi.
 Pure noise
Pure noise adalah komponen error yang tidak dapat dijelaskan dalam menilai
kualitas akrual diskresioner. Komponen ini akan meningkatkan risiko informasi.
Beberapa penelitian yang menggunakan kualitas akrual diskresioner dalam
model penelitiannya yaitu Healy (1985), De Angelo (1986), Jones (1991), Kothari
(2005) dan Francis et al. (2005). Model penelitian Healy (1985) merupakan model
yang pertama dan paling sederhana dalam menghitung kualitas akrual diskresioner
yaitu dengan cara kualitas akrual dibagi dengan total aset. Selanjutnya De Angelo
(1986) mengembangkan model dari Healy (1985) dengan menggunakan kualitas
akrual periode t dan periode t-1 dibagi dengan total aset dalam menghitung
kualitas akrual diskresionernya.
Jones (1991) menggunakan nilai residual model regresi kualitas akrual
sebagai proksi kualitas akrual diskresioner. Selanjutnya, Kothari et al. (2005)
mengembangkan model penelitian Jones (1991). Model akrual diskresioner
Kothari (2005) dikenal dengan model performance matched. Kothari et al. (2005)
menyatakan bahwa model Jones (1991) kurang bisa diterapkan untuk sampel yang
bersifat non-random. Oleh karena itu untuk mengukur akrual diskresioner
perusahaan sebaiknya disesuaikan juga dengan kinerja akrual perusahaan lainnya
yang masih dalam satu industri. Kothari et al. (2005) dalam penelitiannya untuk

Universitas Indonesia
20

menghitung kualitas akrual diskresioner suatu perusahaan, mencocokkan


perusahaan yang diobservasi dengan perusahaan dalam industri yang sama yang
memiliki ROA yang hampir sama.
Pada penelitian ini digunakan model Francis et al. (2005) dalam
menghitung nilai kualitas akrual diskresioner. Francis et al. (2005) menggunakan
nilai residual dalam model kualitas akrual sebagai pendekatan nilai kualitas akrual
diskresioner. Berbeda dengan komponen innate, kualitas akrual diskresioner tidak
terefleksikan langsung di laporan keuangan. Oleh karena itu, Francis et al. (2005)
menggunakan nilai residual dalam model kualitas akrual untuk menghitung nilai
kualitas akrual diskresioner. Model penelitiannnya yaitu :
AQ j,t = β0 + β1 Size j,t + β2 σCFO j,t + β3 σSales j,t + β4 OpCycle j,t + β5 NegEarn
j,t + μ j,t (2.1)
AQ : Kualitas akrual innate.
μ :Nilai residual yang digunakan sebagai proksi kualitas akrual
diskresioner.
Size : Ukuran perusahaan yang dihitung dari natural log total aset.
σ CFO : Standar deviasi dari arus kas operasi yang dihitung dari data lima
tahun terakhir.
σ Sales : Standar deviasi dari penjualan yang dihitung dari data lima tahun
terakhir.
OpCycle : Siklus operasi yang dihitung dari log penjumlahan days of account
receivables dan days of inventory.
NegEarn : Jumlah tahun dengan pendapatan yang negatif (NIBE < 0) pada data
lima tahun terakhir.

2.5. Biaya Modal


Sumber permodalan perusahaan yang digunakan untuk membiayai
kegiatan operasinya sehari-hari, terdiri dari dua yaitu utang dan ekuitas. Penyedia
modal dalam bentuk pinjaman, yaitu debitur, mendapatkan pengembalian berupa
bunga. Sedangkan penyedia modal dalam bentuk saham yaitu investor,
mendapatkan pengembalian berupa dividen dan/atau capital gain. Dari pihak

Universitas Indonesia
21

perusahaan, jumlah total yang harus mereka bayar untuk seluruh modal yang
mereka dapatkan disebut biaya modal.
Biaya modal terbagi menjadi dua, yaitu biaya utang dan biaya ekuitas.
Biaya utang adalah tingkat pengembalian yang perusahaan bayarkan kepada
kreditur atas utang yang dipinjamnya, sedangkan biaya ekuitas adalah tingkat
pengembalian yang perusahaan bayarkan kepada pemegang saham.

2.5.1 Biaya Ekuitas


Menurut Ross et al. (2009), biaya ekuitas mengacu pada tingkat
pengembalian yang diinginkan investor atas investasinya di perusahaan tertentu.
Botosan (1997) menyatakan bahwa biaya ekuitas cenderung sulit dinilai dan harus
diestimasi karena tidak ada cara untuk mengamati atau mengetahui secara
langsung tingkat return yang diharapkan oleh investor, sehingga seringkali biaya
ekuitas juga disebut dengan expected cost of equity. Beberapa cara untuk
mengestimasi biaya ekuitas yaitu:
 Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Fondasi awal Capital Asset Pricing Model (CAPM) berasal dari Harry
Markowitz pada tahun 1952. Selanjutnya William Sharpe, John Lintner, dan Jan
Mossin berhasil mengembangkan model ini sekitar 12 tahun kemudian (Bodie et
al., 2009). Berdasarkan Capital Asset Pricing Model (CAPM), estimasi biaya
ekuitas dapat dihitung seperti rumus berikut ini:

COE : Biaya ekuitas yaitu estimasi tingkat pengembalian yang diharapkan dari
saham.
Rf : Tingkat pengembalian aset risk-free yang diharapkan dari pasar.
βs : Sensitivitas dari risiko pasar terhadap sekuritas atau risiko sistematis dari
ekuitas
RM : Pengembalian historis dari pasar saham keseluruhan

 Dividend growth model atau Gordon model


Dividend growth model pertama kali digunakan dan dipublikasikan oleh
Myron J. Gordon dari University of Toronto pada tahun 1956. Oleh karena itu

Universitas Indonesia
22

seringkali dividend growth model disebut sebagai Gordon model. Selanjutnya


Gordon model ini digunakan sebagai proksi biaya ekuitas. Dividend growth model
diformulasikan dalam rumus seperti berikut ini:
RE = D0 (1+ g) + g
P0 (2.3)
RE : Required return of equity sebagai proksi biaya ekuitas.
D0 : Dividend yang dibayarkan pada current period.
G : Expected dividend growth.
P0 : Harga saham pada current period.

 Fama-French Factor Model


Model ini dikembangkan oleh Fama dan French pada tahun 1992. Fama dan
French mengembangkan model ini dari model CAPM dengan menambahkan dua
faktor yaitu ukuran perusahaan dan book-to-market equity. Rumus untuk
pendekatan nilai biaya ekuitas dalam model ini yaitu:
Rt-Rf = a + b (Rm-Rf) + SMB + HML (2.4)
Rt-Rf : Selisih return saham dengan return dari risk free aset yang digunakan
sebagai proksi biaya ekuitas.
Rm-Rf : Excess market return.
SMB : Selisih dari return saham big dan small size dengan book-to-market-
equity yang sama.
HML : Selisih dari return saham big dan small book-to-market-equity pada size
yang sama.

 Industry-adjusted earnings-to-price ratio


Biaya ekuitas dapat diukur dengan menggunakan pendekatan industry-
adjusted earnings-to-price ratio atau lebih mudahnya disebut pendekatan IndEP
(Francis et al., 2005). IndEP dihitung dengan earnings-to-price ratio perusahaan
dikurangi median dari earnings-to-price industri. Untuk menghitung earnings-to-
price industri dihitung dengan median earnings-to-price ratio seluruh perusahaan
(minimal 5 data setiap tahunnya) di setiap industrinya yang memiliki nilai positif,

Universitas Indonesia
23

kecuali nilai earnings-to-price perusahaan tersebut. Pada penelitian ini, akan


digunakan IndEP ratio untuk pengukuran pendekatan nilai biaya ekuitas.

2.5.2 Biaya Utang


Biaya utang lebih mudah dihitung dibandingkan dengan biaya ekuitas
karena tidak perlu berdasarkan estimasi. Biaya utang lebih mudah untuk diukur
berdasarkan pengamatan pada tingkat bunga yang berlaku di pasar. Nilai biaya
utang dapat berupa bunga yang dibayarkan perusahaan kepada kreditur. Jika
tingkat bunga tidak diketahui, namun harga pasar dari bond diketahui, biaya utang
dapat diasumsikan sama dengan yield to maturiy (rd). Dengan demikian biaya
utang dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
FMPt = ∑ CIt + PARt
[1 + rd,t]t [1 + rd,t]N (2.5)
FMP : Harga pasar saat ini dari bond (current market value).
PAR : Nilai par dari utang yang akan dikembalikan kepada investor saat tanggal
utang jatuh tempo.
N : Periode atau jangka waktu utang.
CI : Nilai bunga yang dibayarkan kepada investor setiap periode.
Rd : Yield to maturity yang merupakan pendekatan nilai dari biaya utang.

Selain dengan menggunakan rumus tersebut, ada cara lain yang lebih
mudah yang dapat digunakan sebagai perhitungan biaya utang yaitu rasio beban
bunga dengan rata-rata total utang, seperti yang dilakukan dalam penelitian Gray,
Koh, dan Tong (2009). Pada penelitian ini akan digunakan rasio tersebut untuk
mnghitung nilai biaya utang.

2.6. Penelitian Sebelumnya


2.6.1 Risiko Informasi dan Biaya Modal
Penelitian ini berlandaskan dari teori yang berasal dari beberapa penelitian
sebelumnya, salah satunya yaitu penelitian mengenai efek dari risiko informasi.
Beaver (2002) meneliti mengenai efek risiko informasi terhadap discretionary
behaviour. Beberapa contoh discretionary behaviour adalah praktik manajemen

Universitas Indonesia
24

untuk memprediksi laba, pengungkapan laporan sukarela, pemilihan metode


akuntansi, dan estimasi akrual. Fokus dalam penelitian Beaver (2002) yaitu
discretionary behaviour yang merupakan manajemen akrual atau bisa juga disebut
sebagai manajemen laba. Beaver (2002) menjelaskan bahwa terdapat motivasi
dalam manajemen akrual yaitu oportunitas manajemen, pemberian sinyal ke pasar,
bonus hypothesis, debt covenant theory, serta situasi politik dan ekonomi negara.
Easley dan O'Hara (2004) melakukan penelitian yang membuktikan bahwa
asimetri informasi dapat timbul karena adanya private information yang dimiliki
beberapa pihak dan berdampak pada kenaikan required return dan biaya modal.
Semakin tinggi private information yang ada, akan meningkatkan risiko
informasi. Investor yang memiliki private information akan mendapatkan manfaat
yang lebih tinggi, misalnya saja ketika ada informasi baru terkait suatu saham,
mereka akan lebih cepat untuk mengubah komposisi portofolio mereka dibanding
investor lainnya. Tingkat asimetri informasi akan meningkat sehingga dapat
dikatakan risiko informasi meningkat. Karena semakin tinggi risiko, maka akan
semakin tinggi pula return yang didapatkan investor. Return yang diberikan oleh
perusahaan kepada investor merupakan biaya modal perusahan. Jadi dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi private information akan meningkatkan risiko
informasi lalu selanjutnya akan meningkatkan biaya modal.
Hughes, Liu, dan Liu (2005) juga meneliti mengenai asimetri informasi
yang hasil penelitiannya mendukung hasil penelitian Easley dan O'Hara (2004).
Hasil penelitiannya yaitu semakin besar asimetri informasi mengenai systematic
factor akan meningkatkan faktor ketidakpastian sehingga akan meningkatkan risk
premium dari saham. Risk premium saham yang dibayarkan kepada investor
berupa return saham merupakan biaya modal perusahaan sehingga akan terjadi
peningkatan biaya modal.
Riedl dan Serafeim (2009) meneliti risiko informasi dengan nilai beta
ekuitas dan komponen asimetri informasi dari bid-ask spreads. Hasil
penelitiannya yaitu semakin tinggi risiko informasi akan tercermin dalam
kenaikan nilai beta ekuitas. Selain itu peningkatan risiko informasi juga akan
meningkatkan tingkat asimetri informasi sehingga bid-ask spread juga akan
meningkat.

Universitas Indonesia
25

Serupa dengan penelitian-penelitian tersebut, Armstrong, Banerjee, dan


Corona (2009) menambahkan bahwa ada faktor lainnya yang mempengaruhi
biaya modal yaitu kualitas informasi. Armstrong, Banerjee, dan Corona (2009)
membuktikan adanya hubungan negatif antara kualitas informasi dan biaya modal
dalam hasil penelitiannya.

2.6.2 Kualitas Akrual dan Biaya Modal


Risiko informasi dan asimetri informasi dapat menyebabkan laba yang
terdapat di laporan keuangan belum tentu sepenuhnya mencerminkan keadaan
yang sebenarnya. Sloan (1996) menjelaskan terdapat dua komponen laba, yaitu
komponen akrual dan komponen arus kas. Komponen akrual merupakan laba
yang dihasilkan dari kebijakan akuntansi untuk mengakui sebuah transaksi
ekonomi, baik pendapatan maupun beban, tanpa adanya arus kas. Komponen arus
kas merupakan laba yang diakui secara akuntansi dan terdapat arus kas secara
fisik. Hasil penelitiannya yaitu laba yang berasal dari komponen akrual memiliki
persistensi yang lebih rendah dibanding komponen arus kas, sehingga laba akrual
memiliki earnings power yang lebih rendah.
Berdasarkan PSAK No. 1 tentang penyajian laporan keuangan, dinyatakan
bahwa "Entitas menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan
arus kas. Ketika akuntansi berbasis akrual digunakan, entitas mengakui pos-pos
sebagai aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban (unsur-unsur laporan
keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan kriteria pengakuan
untuk unsur-unsur tersebut dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan". Sehingga pengakuan transaksi dalam prinsip akrual ini
melibatkan estimasi, alokasi, pilihan manajerial mengenai kebijakan akuntansi,
serta berbagai keputusan lainnya yang melibatkan management judgement yang
bersifat subjektif. Seharusnya keputusan manajemen dalam melakukan estimasi,
alokasi, dan pemilihan kebijakan akuntansi didasarkan pada pelaporan kebenaran
substansi atau kebenaran ekonomi. Namun demikian, pada praktiknya seringkali
prinsip akrual digunakan sebagai alat manajemen laba. Hal ini menyebabkan
rendahnya tingkat persistensi dari laba yang berasal dari komponen akrual (Sloan,
1996).

Universitas Indonesia
26

Teoh & Wong (2002) menyatakan bahwa perbedaan tingkat persistensi


pada komponen akrual dan komponen arus kas disebabkan karena manajemen
gagal memperhatikan kedua komponen ini secara tepat dalam melakukan valuasi.
Manajemen cenderung menilai komponen akrual memiliki tingkat persistensi
yang sama dengan komponen kas. Dengan kata lain manajemen tidak menyadari
lemahnya persistensi akrual dibanding persistensi kas. Selain itu Teoh & Wang
(2002) juga menyatakan bahwa komponen akrual merupakan hal penting yang
menyebabkan terjadinya kesalahan prediksi (forecast error). Analis cenderung
terlalu optimis dalam memprediksi future earnings terhadap perusahaan yang
memiliki tingkat akrual tinggi.
Saleh (2002) menyatakan hal yang sama dengan Sloan (1996) dan Teoh &
Wang (2002) yaitu komponen arus kas merupakan alat prediksi laba yang lebih
akurat dibanding komponen akrual terutama dalam hal persistensi karena dalam
komponen akrual ada faktor deferral, alokasi, dan valuasi dari manajemen untuk
transaksi akuntansi perusahaan.
Sama dengan ketiga penelitian tersebut (Sloan, 1996; Teoh & Wang, 2002;
dan Saleh, 2002), Pincus et al. (2003) juga menemukan adanya perbedaan tingkat
persistensi dari komponen akrual dan komponen arus kas. Namun Pincus et al.
(2003) menemukan adanya anomali akrual pada penelitiannya. Hal yang
diperhatikan investor dan analis yaitu laba masa kini (current earnings), maka
terjadilah mispricing harga saham sehingga ada bobot yang tidak diberikan secara
tepat pada komponen akrual dan komponen kas, yang mencerminkan inefisiensi
pasar. Pasar cenderung memberikan harga yang terlalu tinggi (overprice) pada
saham yang mempunyai kualitas akrual tinggi dan harga yang terlalu rendah
(underprice) bagi saham yang memiliki kualitas akrual rendah. Harga kemudian
akan terkoreksi ketika di masa depan untuk perusahaan berkualitas akrual tinggi
karena ternyata labanya tidak sebesar yang diprediksi sehingga harga sahamnya
turun kembali. Sedangkan pada perusahaan berakrual rendah ternyata labanya
lebih besar dari yang diperkirakan sehingga harga sahamnya meningkat melebihi
prediksi. Dengan demikian investor dan analis memberikan bobot yang berlebihan
(overweight) pada komponen akrual. Fenomena ini dinamakan anomali akrual
yaitu ketika abnormal return pada perusahaan berakrual rendah akan lebih tinggi

Universitas Indonesia
27

dibandingkan dengan perusahaan berakrual tinggi. Kenyataan ini disebut anomali


karena tidak sesuai dengan efficient market hypothesis dimana harga masa kini
telah mencerminkan harga masa depan (Pincus et al., 2003).
Selanjutnya Francis et al. (2005) menggunakan komponen kualitas akrual
sebagai ukuran dari risiko informasi yang berkaitan dengan laba. Model kualitas
akrual yang diperkenalkan dalam penelitian ini merupakan pengembangan dari
model dalam penelitian sebelumnya yaitu model kualitas akrual dari Dechow dan
Dichev (2002). Dalam model ini, kualitas akrual diukur dengan seberapa besar
ketepatan working capital accruals menjadi realisasi arus kas operasi pada
periode tahun berjalan (t), periode sebelum tahun berjalan (t-1), dan periode
setelah tahun berjalan (t+1). Kualitas akrual dihitung dengan pendekatan dari
standar deviasi nilai residual model regresi tersebut. Selain itu dalam model
kualitas akrual tersebut dibedakan menjadi dua yaitu kualitas akrual diskresioner
dan innate.
Selanjutnya Francis et al. (2005) menggunakan model kualitas akrual
tersebut untuk penelitiannya tentang pengaruh kualitas akrual terhadap biaya
modal dengan menggunakan data perusahaan di Amerika Serikat. Hasil
penelitiannya yaitu kualitas akrual memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya
modal. Kualitas akrual yang buruk akan mengurangi kualitas dari ketepatan
working capital accruals menjadi realisasi arus kas operasi ini sehingga risiko
informasi meningkat dan biaya modal perusahaan juga meningkat. Hasil
penelitian lainnya yaitu komponen kualitas akrual innate lebih signifikan
pengaruhnya dibandingkan komponen kualitas akrual diskresioner terhadap biaya
modal.
Selanjutnya Gray, Koh, dan Tong (2009) mereplikasi penelitian yang telah
dilakukan oleh Francis et al. (2005) dengan data yang berbeda yaitu menggunakan
perusahaan di Australia. Hasil dari kedua penelitian tersebut secara umum sama
yaitu terdapat pengaruh negatif antara kualitas akrual dengan biaya modal. Namun
Gray, Koh, dan Tong (2009) menemukan hasil yang berbeda pada penelitiannya
dengan Francis et al. (2005), ketika kualitas akrual dibedakan menjadi dua yaitu
kualitas akrual diskresioner dan innate. Pada penelitian Francis et al. (2005) biaya
utang dan biaya ekuitas sama-sama dipengaruhi oleh kedua komponen kualitas

Universitas Indonesia
28

akrual, baik kualitas akrual diskresioner maupun innate. Namun pada penelitian
Gray, Koh, dan Tong (2009) biaya utang hanya dipengaruhi oleh kualitas akrual
innate.
Gray, Koh, dan Tong (2009) menduga bahwa perbedaan tersebut
dikarenakan adanya perbedaan dalam kondisi permodalan antara negara Australia
dan Amerika Serikat. Sumber modal perusahaan di Amerika Serikat
terdiversifikasi secara merata antara utang dan ekuitas, baik yang dimiliki pihak
private maupun public. Sedangkan di Australia sebagian besar sumber modalnya
berasal dari private debt dibandingkan public debt. Tingkat asimetri informasi di
Australia lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat karena private lenders
lebih memiliki keistimewaan dalam akses terhadap sumber daya dan informasi
finansial perusahaan dibandingkan public lenders. Private lenders juga cenderung
memiliki hak lebih untuk melakukan pengawasan kepada borrowing firm
sehingga mengurangi kemungkinan adanya manajemen laba dalam pelaporan
laporan keuangan. Kedua hal tersebut menyebabkan risiko informasi dalam
pelaporan laporan keuangan berkurang sehingga mengurangi efek kualitas akrual
diskresioner pada biaya utang. Dengan demikian pada hasil penelitian Gray, Koh,
dan Tong (2009) biaya utang hanya dipengaruhi oleh kualitas akrual innate.
Selanjutnya Yunior (2010) menggunakan model penelitian Dechow dan
Dichev (2002), Francis et al. (2005), dan Gray, Koh, dan Tong (2009) untuk
menguji pengaruh antara kualitas akrual dengan biaya modal. Terdapat beberapa
perbedaan antara penelitian Yunior (2010) dengan penelitian Dechow dan Dichev
(2002), Francis et al. (2005), dan Gray, Koh, dan Tong (2009) yaitu Yunior (2010)
membedakan komponen kualitas akrual menjadi diskresioner dan nondiskresioner,
sedangkan Francis et al. (2005) membedakan komponen kualitas akrual menjadi
diskresioner dan innate. Francis et al. (2005) mendefinisikan akrual diskresioner
sebagai komponen kualitas akrual yang merefleksikan pilihan dan intervensi
manajemen, sedangkan akrual innate merupakan komponen kualitas akrual yang
merefleksikan kondisi perusahaan yang dipengaruhi oleh fundamental ekonomi,
operating environment, dan model bisnis perusahaan. Yunior (2010)
mendefinisikan diskresioner dan nondiskresioner akrual yaitu dalam akrual
diskresioner terdapat kontrol manajemen untuk menunda atau mengeliminasi

Universitas Indonesia
29

pelaporan komponen akrual dalam laporan keuangan, sedangkan pada


nondiskresioner akrual, manajemen tidak memiliki kontrol tersebut.
Perbedaan lainnya yaitu Yunior (2010) menggunakan pengembalian aktual
saham berupa capital gain sebagai proksi nilai biaya ekuitas. Yunior (2010)
memilih menggunakan data faktual dibandingkan menggunakan data estimasi
dalam menghitung biaya ekuitas. Hal ini berbeda dengan Francis et al. (2005) dan
Gray, Koh, dan Tong (2009) yang menggunakan estimasi biaya ekuitas dengan
menggunakan industry-adjusted earnings-to-price ratio.
Hasil penelitian Yunior (2010) tidak dapat membuktikan bahwa kualitas
akrual (baik kualitas akrual, akrual diskresioner, maupun akrual nondiskresioner)
berpengaruh negatif dengan biaya modal. Selain itu, penelitiannya juga tidak
dapat membuktikan perbedaan pengaruh akrual diskresioner dan akrual
nondiskresioner terhadap biaya modal. Menurut Yunior (2010) hal ini terjadi
karena keterbatasan kemampuan representasi sampel terhadap populasi sehingga
menyebabkan rendahnya kemampuan model untuk menolak null hypothesis.
Jumlah akhir sampel pada penelitian ini tidak lebih dari 57% jumlah populasi
perusahaan manufaktur. Selain itu penyebabnya yaitu karena pada penelitian
Yunior (2010) hanya menggunakan satu periode untuk time horizon penelitian.
Menurut Yunior (2010) kemungkinan pada periode tersebut terjadi mispricing
acrual yaitu pasar tidak mengantisipasi dengan baik informasi tentang akrual.
Siswardhika (2012) menggunakan model penelitian Francis et al. (2005)
dan Kothari (2005) untuk model kualitas akrual penelitiannya. Siswardhika (2012)
meneliti mengenai pengaruh antara corporate governance, kualitas laba, dan biaya
ekuitas. Pendekatan untuk menghitung kualitas laba yang digunakan dalam
penelitian tersebut ada tiga yaitu kualitas akrual, earnings variability, dan
common factor of earnings quality. Model kualitas akrual yang digunakan
mereplikasi model penelitian Francis et al. (2005), sedangkan untuk earnings
variability, dan common factor of earnings quality mereplikasi model penelitian
Francis, Nanda, dan Olson (2008). Perbedaan Siswardhika dengan Francis yaitu
model kualitas akrual yang digunakan pada penelitian ini tidak dibedakan menjadi
kualitas akrual diskresioner dan innate. Perbedaan lainnya yaitu biaya modal yang
diteliti pada penelitian ini hanya biaya ekuitas, sedangkan pada penelitian Francis

Universitas Indonesia
30

untuk biaya ekuitas dan biaya utang. Selain itu sampel yang digunakan oleh
Siswardhika (2012) hanya terbatas pada satu industri saja yaitu industri
manufaktur. Hasil penelitiannya yaitu perusahaan dengan kualitas laba yang
dihitung dengan pendekatan kualitas akrual, earnings variability, dan common
factor of earnings quality memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
biaya ekuitas.

2.7. Pengembangan Hipotesis


Hubungan antara kualitas dari laporan keuangan dengan risiko informasi
telah menjadi fokus pada beberapa penelitian, seperti pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Easley dan O'Hara (2004); Hughes, Liu, dan Liu (2005); Francis et
al. (2005); Lambert, Leuz, dan Verrecchia (2007); Gray, Koh, dan Tong; serta
Riedl dan Serafeim (2009). Penelitian-penelitian tersebut berdasarkan dari model
teoritis yang menyatakan bahwa risiko informasi merupakan faktor risiko yang
tidak dapat didiversifikasi. Easley dan O'Hara (2004) dan Lambert, Leuz, dan
Verrecchia (2007) menyatakan bahwa informasi akuntansi yang berkaitan dengan
ekspektasi arus kas perusahaan akan berpengaruh pada ekuilibrium return saham.
Easley dan O'Hara (2004) meneliti mengenai perilaku investor terhadap
proporsi dari private information dan public information. Asimetri informasi yang
terjadi ketika tingginya level private information akan meningkatkan risiko yang
dihadapi oleh less-informed investor. Risiko ini merupakan risiko yang tidak
dapat terdifersifikasi dan akan mendorong less-informed investor untuk meminta
return yang lebih besar sehingga biaya modal perusahaan akan meningkat. Jadi
jika perusahaan ingin menurunkan biaya modal, dapat dilakukan dengan
melakukan mitigasi risiko informasi yang dihadapi less-informed investor.
Lambert, Leuz, dan Verrecchia (2007) membuktikan bahwa presisi
informasi akan berpengaruh langsung terhadap ekuilibrium harga saham, dengan
asumsi adanya perfect competition di antara investor pada kondisi pasar modal.
Lambert, Leuz, dan Verrecchia (2007) mendefinisikan presisi informasi sebagai
kualitas informasi dari ekspektasi arus kas perusahaan untuk investor. Pada model
penelitian ini, rata-rata presisi informasi investor merupakan faktor penentu
expected return perusahaan dan biaya modal. Kedua penelitian tersebut (Easley

Universitas Indonesia
31

dan O'Hara, 2004 dan Lambert, Leuz, dan Verrecchia, 2007), memiliki hasil yang
sama yaitu risiko informasi merupakan risiko yang tidak terdiversifikasi dan
perusahaan akan memiliki biaya modal yang lebih besar jika memiliki risiko
informasi yang besar.
Selanjutnya Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009)
menyatakan bahwa investor menilai saham perusahaan berdasarkan penilaian dan
analisis mengenai future cash flow, sehingga kedua penelitian tersebut
menggunakan ukuran yang dapat mengukur ketidakpastian informasi dalam arus
kas, yaitu komponen kualitas akrual. Alasan penggunan kualitas akrual dalam
model kedua penelitian tersebut adalah adanya informasi komponen akrual dalam
laba yang dilaporkan di laporan keuangan. Terdapat dua komponen dari laba,
yaitu komponen akrual dan komponen arus kas. Laba dari komponen akrual yaitu
laba yang dihasilkan dari kebijakan akuntansi untuk mengakui sebuah transaksi
ekonomi, baik pendapatan maupun beban, sebagai laba, tanpa adanya arus kas.
Laba dari komponen arus kas yaitu laba yang diakui secara akuntansi dan terdapat
arus kas secara fisik. Komponen akrual memiliki ketidakpastian yang lebih besar
daripada komponen arus kas karena akrual adalah hasil dari penilaian, perkiraan,
dan alokasi dari manajemen, sedangkan komponen arus kas adalah pendapatan
yang sudah terealisasi. Sehingga menurut Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan
Tong (2009) kualitas akrual dapat dijadikan pendekatan untuk mengukur risiko
informasi yang terdapat pada perusahaan. Besarnya risiko informasi akan
berpengaruh terhadap biaya modal. Semakin tinggi risiko, maka akan semakin
tinggi pula return yang didapatkan investor. Return yang diberikan oleh
perusahaan kepada investor merupakan biaya modal perusahan.
Pada akhirnya, penelitian Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009)
memberikan bukti empiris bahwa perusahaan dengan kualitas akrual yang buruk
akan memiliki biaya modal yang lebih tinggi. Dengan demikian hipotesis
penelitian ini dibentuk berdasarkan pada kedua penelitian tersebut:
H1A: Kualitas akrual berpengaruh negatif terhadap biaya utang.
H1B: Kualitas akrual berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas.

Universitas Indonesia
32

Pada hipotesis pertama tersebut tidak membedakan sumber dari risiko


informasi. Pada model penelitian pertama tidak membedakan pengaruh dari faktor
innate, yaitu faktor yang berasal dari model bisnis dan lingkungan operasional
perusahaan, dengan faktor diskresioner, yaitu faktor yang berasal dari subjektifitas
manajemen dalam pilihan atau estimasi implementasi kebijakan akuntansi. Oleh
karena itu Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009) mengembangkan
penelitian dengan membedakan kualitas akrual menjadi dua yaitu kualitas akrual
diskresioner dan innate. Pengembangan tersebut dilatarbelakangi oleh penelitian
Guay et al. (1996) bahwa ada perbedaan efek antara komponen-komponen akrual
diskresioner. Guay et al. (1996) membagi komponen akrual diskresioner menjadi
tiga, yaitu performance component, opportunism, dan pure noise. Performance
component merefleksikan kemampuan manajemen untuk meningkatkan earnings
sesuai dengan kinerja aktual perusahaan. Komponen opportunism merupakan
komponen yang merefleksikan adanya perilaku oportunis dan insentif dari
berbagai pihak untuk membuat laporan keuangan tidak sesuai dengan kinerja
perusahaan. Komponen selanjutnya yaitu pure noise merupakan komponen error
yang tidak dapat dijelaskan dalam menilai kualitas akrual diskresioner.
Performance component akan mengurangi risiko informasi, sedangkan komponen
opportunism dan pure noise akan meningkatkan risiko informasi. Pada penelitian
Guay et al. (1996) tidak menjelaskan net effect dari ketiga komponen ini terhadap
risiko informasi dan juga biaya modal.
Healy (1996) menyatakan komponen yang telah dijelaskan pada penelitian
Guay et al. (1996) akan memiliki offset effect terhadap risiko informasi, yaitu
ketika manajemen suatu perusahaan akan berusaha untuk membuat laporan
keuangan sesuai dengan keadaan aktual perusahaan (performance component),
namun ada manajemen perusahaan lainnya yang berusaha untuk memanipulasi
laporan keuangan karena ada motivasi dan kepentingan tertentu (opportunistic
component), sehingga ketika diobservasi kedua komponen akrual diskresioner
tersebut saling menyeimbangkan (offset) pengaruh terhadap risiko informasi.
Oleh karena offset effect tersebut, Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan
Tong (2009) memiliki ekspektasi bahwa kualitas akrual diskresioner akan
memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan kualitas akrual innate terhadap

Universitas Indonesia
33

risiko informasi dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap biaya modal. Namun
ternyata hasil penelitian Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009)
berbeda tentang hal tersebut. Pada hasil penelitian Francis et al. (2005) biaya
modal yang terdiri dari biaya ekuitas dan biaya utang dipengaruhi oleh kedua
komponen kualitas akrual, baik diskresioner maupun innate. Kualitas akrual
diskresioner memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan kualitas akrual
innate pada hasil penelitian Francis et al. (2005). Namun pada penelitian Gray,
Koh, dan Tong (2009) biaya utang hanya dipengaruhi oleh kualitas akrual innate.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan lingkungan bisnis pada perusahaan
Amerika Serikat (penelitian Francis et al., 2005) dengan perusahaan Australia
(penelitian Gray, Koh, dan Tong, 2009). Private debt lebih mendominasi sumber
modal perusahaan di Australia dibanding public debt. Private lenders lebih
memiliki keistimewaan dalam akses terhadap informasi perusahaan dibandingkan
public lenders, sehingga tingkat asimetri informasi di Australia lebih rendah
dibandingkan di Amerika Serikat. Risiko informasi pada utang perusahaan akan
berkurang dan selanjutnya mengurangi efek kualitas akrual diskresioner pada
biaya utang. Sehingga pada penelitian Gray, Koh, dan Tong (2009) biaya utang
hanya dipengaruhi oleh kualitas akrual innate.
Berdasarkan pada perbedaan kedua penelitian tersebut, penelitian ini akan
menguji apakah ada perbedaan pengaruh antara kualitas akrual innate dengan
kualitas akrual diskresioner, terhadap biaya modal perusahaan:
H2A: Kualitas akrual innate berpengaruh lebih besar dibandingkan kualitas
akrual diskresioner terhadap biaya utang perusahaan.
H2B: Kualitas akrual innate berpengaruh lebih besar dibandingkan kualitas
akrual diskresioner terhadap biaya ekuitas perusahaan.

Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran


Francis et al. (2005) menyatakan bahwa kualitas akrual merupakan salah
satu hal yang dapat menjelaskan tentang risiko informasi. Laba yang dilaporkan di
laporan keuangan belum tentu sepenuhnya merefleksikan keadaan aktual
perusahaan. Laba yang dilaporkan berasal dari pendapatan dikurang beban.
Berdasarkan PSAK No. 1, pengakuan pendapatan dan beban menggunakan
prinsip akrual. Pengakuan dalam prinsip akrual ini melibatkan estimasi, alokasi,
dan pilihan manajerial yang menyebabkan adanya risiko informasi. Dengan
adanya risiko informasi, investor akan menuntut pengembalian yang lebih tinggi,
misalnya berupa bunga pada utang Dengan demikian ketika perusahaan memiliki
kualitas akrual yang buruk akan memiliki biaya utang yang tinggi (Francis et al.,
2005). Berikut ini adalah skema yang menjelaskan pengaruh antara kualitas akrual
terhadap biaya utang. Skema ini merupakan skema model penelitian 1A yang
bertujuan untuk menguji hipotesis 1A yaitu adanya pengaruh negatif antara
kualitas akrual terhadap biaya utang.

Variabel Independen:
 Kualitas Akrual

Variabel Dependen:
Variabel Kontrol:
Biaya utang
Ukuran perusahaan (size)
Leverage
Standar deviasi laba bersih sebelum
pos luar biasa (NIBE)
ROA
Rasio pendapatan operasi dengan
beban bunga (IntCov)

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Model 1

34
35

Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009) menyatakan bahwa
investor menilai saham perusahaan berdasarkan penilaian dan analisis mengenai
future cash flow, sehingga kedua penelitian tersebut menggunakan ukuran yang
dapat mengukur ketidakpastian informasi dalam arus kas, yaitu komponen
kualitas akrual. Komponen akrual memiliki risiko ketidakpastian karena akrual
adalah hasil dari penilaian, perkiraan, dan alokasi dari manajemen. Menurut
Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009) kualitas akrual dapat
dijadikan pendekatan untuk mengukur risiko informasi yang terdapat pada
perusahaan. Besarnya risiko informasi akan berpengaruh terhadap biaya ekuitas.
Semakin tinggi risiko, maka akan semakin tinggi pula required of return investor
dan meningkatkan biaya ekuitas. Berikut ini adalah skema yang menjelaskan
pengaruh kualitas akrual terhadap biaya ekuitas. Skema ini merupakan skema
model penelitian 1B yang bertujuan untuk menguji hipotesis 1B yaitu adanya
pengaruh negatif antara kualitas akrual terhadap biaya ekuitas.

Variabel Independen:
Kualitas akrual

Variabel Dependen:
Variabel Kontrol: Biaya ekuitas
Ukuran perusahaan (size)
Beta
Growth
Leverage

Gambar 3.2 Kerangka Pemikiran Model 1B

Pada model 1A dan 1B tidak membedakan sumber dari risiko informasi.


Pada model 2A ini kualitas akrual dibedakan menjadi dua yaitu kualitas akrual
innate dan kualitas akrual diskresioner. Alasan kualitas akrual dibedakan menjadi
dua karena menurut Francis et al. (2005) ada perbedaan pengaruh antara kualitas
akrual innate dan kualitas akrual diskresioner. Francis et al. (2005) memberikan
bukti empiris bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara kualitas akrual innate
36

dan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang. Berikut ini adalah skema
yang menjelaskan pengaruh antara kualitas akrual innate dan kualitas akrual
diskresioner dengan biaya utang. Skema ini merupakan skema model penelitian
2A yang bertujuan untuk menguji hipotesis 2A yaitu adanya pengaruh kualitas
akrual innate yang lebih besar dibanding kualitas akrual diskresioner terhadap
biaya utang.

Variabel Independen:
Kualitas akrual innate
Kualitas akrual diskresioner

Variabel Dependen:
Variabel Kontrol:
Biaya utang
Ukuran perusahaan (size)
Leverage
Standar deviasi laba bersih
sebelum pos luar biasa (NIBE)
ROA
Rasio pendapatan operasi
dengan beban bunga (IntCov)

Gambar 3.3 Kerangka Pemikiran Model 2A

Model penelitian 2B difokuskan pada pengaruh kualitas akrual innate dan


kualitas akrual diskresioner terhadap biaya ekuitas. Pada hasil penelitian Francis
et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009) dinyatakan bahwa terdapat
perbedaan antara kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner terhadap
biaya ekuitas. Berikut ini adalah skema yang menjelaskan pengaruh antara
kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner dengan biaya ekuitas.
Skema ini merupakan skema model penelitian 2B yang bertujuan untuk menguji
hipotesis 2B yaitu adanya pengaruh kualitas akrual innate yang lebih besar
dibanding kualitas akrual diskresioner terhadap biaya ekuitas.
37

Variabel Independen:
Kualitas akrual innate
Kualitas akrual diskresioner
Variabel Dependen:
Biaya ekuitas
Variabel Kontrol:
Ukuran perusahaan (size)
Beta
Growth
Leverage

Gambar 3.4 Kerangka Pemikiran Model 2B

3.2. Model Penelitian


3.2.1 Model 1A: Pengaruh Kualitas Akrual terhadap Biaya Utang
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
penelitian yang mereplikasi penelitian Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan
Tong (2009). Untuk menguji hipotesis 1A yaitu pengaruh kualitas akrual terhadap
biaya utang digunakan model berikut ini.
COD j,t+1 = β0 + β1 TAQrank j,t + β2 Size j,t + β3 ROA j,t + β4 IntCov j,t + β5
σ(NIBE) j,t + β6 Leverage j,t + μ j,t (3.1)
Ekspektasi tanda: β1 < 0 (H1A), β2 < 0, β3 < 0, β4 < 0, β5 > 0, β6 > 0
COD : Cost of debt atau biaya utang, yang dihitung dari rasio beban bunga
pada periode t+1 dengan rata-rata total utang periode t dan t+1.
TAQrank : Nilai decile rank dari kualitas akrual.
Size : Ukuran perusahan yang dihitung dengan natural log dari total aset.
ROA : Return on asset yang dihitung dari rasio laba bersih dengan total
aset.
IntCov : Interest coverage yang dihitung dari rasio laba operasi dengan beban
bunga.
σ NIBE : Standar deviasi dari data 5 tahun terakhir dari laba bersih sebelum
pos luar biasa dibagi dengan rata-rata aset
Leverage : Rasio total utang terhadap total aset.
38

3.2.2 Model 1B: Pengaruh Kualitas Akrual terhadap Biaya Ekuitas


Botosan (1997) menyatakan bahwa biaya ekuitas cenderung sulit dinilai
dan harus diestimasi karena tidak ada cara yang tepat mengetahui secara langsung
tingkat return yang diharapkan oleh investor. Oleh karena itu untuk menghitung
biaya ekuitas, pada penelitian ini digunakan pendekatan industry-adjusted
earnings-to-price ratio (IndEP) sesuai dengan model penelitian Francis et al.
(2005). IndEP dihitung dengan earnings-to-price ratio perusahaan dikurangi
median dari earnings-to-price industri. Untuk menghitung earnings-to-price
industri dihitung dengan median earnings-to-price ratio seluruh perusahaan setiap
tahun di setiap industri yang memiliki nilai laba positif (minimal lima perusahaan
dengan laba positif setiap tahunnya), kecuali nilai earnings-to-price perusahaan
tersebut. Untuk menguji hipotesis IB yaitu pengaruh kualitas akrual terhadap
biaya ekuitas digunakan model berikut ini:
COE j,t = β0 + β1 TAQrank j,t + β2 Leverage j,t + β3 Beta j,t + β4 Size j,t + β5
Growth j,t + μ j,t (3.2)
Ekspektasi tanda: β1 < 0 (H1B), β2 > 0, β3 > 0, β4 < 0, β5 < 0
COE : Biaya ekuitas yang dihitung dengan pendekatan Industry-adjusted
earnings-to-price ratio.
TAQrank : Decile rank dari nilai kualitas akrual.
Leverage : Rasio total utang terhadap total aset.
Beta : Beta merupakan sensitivitas saham yang dihitung dari regresi
pengembalian (return) saham perusahaan mingguan dengan
pengembalian (return) pasar.
Size : Ukuran perusahan yang dihitung dengan natural log total aset.
Growth : Log dari satu ditambah nilai pertumbuhan perusahaan dari nilai buku
ekuitas periode t dengan periode t-1.

3.2.3 Model 2A: Pengaruh Kualitas Akrual Innate dan Kualitas Akrual
Diskresioner terhadap Biaya Utang
39

Untuk pengujian hipotesis 2A yaitu perbedaan pengaruh kualitas akrual


diskresioner dan kualitas akrual innate terhadap biaya utang, digunakan model
berikut ini.
COD j,t+1 = β0 + β1 InnAQrank j,t + β2 DisAQrank + β3 ROA j,t + β4 IntCov j,t
+ β5 σ(NIBE) j,t + β6 Leverage j,t + β7 Size j,t + μ j,t (3.3)
Ekspektasi tanda: β1 < 0, β2 < 0, β1 < β2 (H2A), β3 < 0, β4 < 0, β5 > 0, β6 > 0, β7 < 0
COD : Cost of debt atau biaya utang, yang dihitung dari rasio beban bunga
pada periode t+1 dengan rata-rata total utang periode t dan t+1.
InnAQrank : Nilai decile rank kualitas akrual innate.
DisAQrank : Nilai decile rank kualitas akrual diskresioner.
ROA : Return on asset yang dihitung dari rasio laba bersih dengan total
aset.
IntCov : Interest coverage yang dihitung dari rasio laba operasi dengan
beban bunga.
σ NIBE : Standar deviasi dari data 5 tahun terakhir dari laba bersih sebelum
pos luar biasa dibagi dengan rata-rata aset.
Leverage : Rasio total utang terhadap total aset.
Size : Ukuran perusahan yang dihitung dengan natural logaritma dari total
aset.

3.2.4 Model 2B: Pengaruh Kualitas Akrual Innate dan Kualitas Akrual
Diskresioner terhadap Biaya Ekuitas
Untuk pengujian hipotesis 2B yaitu perbedaan pengaruh kualitas akrual
innate dan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya ekuitas, digunakan model
berikut ini.
COE j,t = β0 + β1 InnAQrank j,t + β2 DisAQrank j,t + β3 Leverage j,t + β4 Beta j,t
+ β5 Size j,t + β6 Growth j,t + μ j,t (3.4)
Ekspektasi tanda: β1 < 0, β2 < 0, β1 < β2 (H2B), β3 > 0, β4 > 0, β5 < 0, β6 < 0
COE : Biaya ekuitas yang dihitung dengan pendekatan industry-adjusted
earnings-to-price ratio.
InnAQrank : Nilai decile rank kualitas akrual innate.
DisAQrank : Nilai decile rank kualitas akrual diskresioner.
40

Leverage : Rasio total utang terhadap total aset.


Beta : Nilai beta dihitung dengan menggunakan regresi dari return saham
mingguan perusahaan terhadap return saham mingguan pasar
(IHSG).
Size : Ukuran perusahan yang dihitung dengan natural log total aset.
Growth : Log dari satu ditambah nilai pertumbuhan perusahaan dari nilai
buku ekuitas periode t dengan periode t-1

3.3 Operasionalisasi Variabel


Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai perhitungan variabel dan
prediksi hubungan antara masing-masing variabel independen dan variabel
kontrol terhadap variabel dependen biaya utang dan biaya ekuitas.
3.3.1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini ada dua yaitu:
 Variabel Dependen Model 1A dan 2A: Pengaruh Kualitas Akrual,
Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner terhadap
Biaya Utang
Variabel dependen pada model penelitian 1A dan 2A adalah biaya utang.
Biaya utang adalah tingkat pengembalian yang perusahaan bayarkan kepada para
kreditur atas utang yang dipinjamnya. Berbeda dengan pengukuran biaya ekuitas
yang berdasarkan estimasi, pengukuran biaya utang lebih mudah untuk dilakukan
karena hanya berdasarkan pengamatan pada tingkat bunga yang berlaku di pasar.
Pada penelitian ini untuk mengukur biaya utang, dilakukan dengan mengukur
rasio beban bunga pada periode t+1 dengan rata-rata total utang periode t dan t+1,
seperti yang digunakan pada penelitian Gray, Koh, dan Tong (2009).

 Variabel Dependen Model 1B dan 2B: Pengaruh Kualitas Akrual,


Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner terhadap
Biaya Ekuitas
Variabel dependen pada model penelitian 1B dan 2B adalah biaya ekuitas.
Biaya ekuitas adalah tingkat pengembalian yang perusahaan bayarkan kepada
pemegang saham yang telah menanamkan modalnya. Pengukuran biaya ekuitas
41

dilakukan berdasarkan estimasi karena sulit untuk mengamati atau mengetahui


secara langsung tingkat return yang diharapkan oleh investor. Francis et al. (2005)
menggunakan industry-adjusted earnings-to-price ratio (IndEP ratio) sebagai
pendekatan untuk menghitung estimasi nilai biaya ekuitas. Berdasarkan penelitian
Liu et al. (2002) laba memiliki pengaruh terhadap harga saham. Pada perusahaan
yang labanya negatif akan memberikan sinyal negatif pula kepada investor,
sehingga investor menjadi kurang berminat untuk berinvestasi di perusahaan
tersebut. Investor cenderung lebih memilih untuk berinvestasi ke perusahaan yang
memperoleh laba. Semakin banyak investor yang menanamkan modalnya ke
perusahaan, nilai perusahaan tersebut meningkat dan akan tercermin dalam harga
saham. Sehgal dan Pandey (2010) menggunakan price to book value ratio dan
price to earnings ratio dalam equity valuation. Penelitian lainnya yaitu Francis et
al. (2005) menggunakan industry-adjusted earnings-to-price ratio (IndEP ratio)
untuk menghitung biaya ekuitas. IndEP dihitung dengan earnings-to-price ratio
perusahaan dikurangi median dari earnings-to-price industri. Untuk menghitung
earnings-to-price industri dihitung dengan median earnings-to-price ratio seluruh
perusahaan di setiap industrinya yang memiliki nilai laba positif (minimal 5
perusahaan dengan laba positif setiap tahun di setiap industri), kecuali nilai
earnings-to-price perusahaan tersebut. Pada penelitian ini menggunakan industry-
adjusted earnings-to-price ratio (IndEP ratio) untuk menghitung biaya ekuitas
seperti pada penelitian Francis et al. (2005).

3.3.2. Variabel Independen Model 1A dan IB: Pengaruh Kualitas Akrual


terhadap Biaya Utang dan Biaya Ekuitas
Tujuan penelitian ini berdasarkan hipotesis 1A dan 1B yaitu untuk menguji
adanya hubungan antara kualitas akrual dengan biaya utang dan biaya ekuitas.
Variabel independen untuk hipotesis pertama ini yaitu kualitas akrual yang
dihitung dengan model penelitian Francis et al. (2005). Kualitas akrual dihitung
dengan regresi tahunan dari total current accruals periode 2005-2011. Nilai
kualitas akrual dihitung dari standar deviasi nilai error yang dicari selama tahun t-
4 sampai tahun t. Pada penelitian ini digunakan nilai decile rank accruals quality
dibanding dengan nilai raw accruals quality untuk mengurangi adanya
42

kemungkinan outlier. Perhitungan decile rank digunakan dengan melakukan


pemeringkatan nilai raw accruals quality per tahun dari nilai tertinggi hingga
terendah, setelah itu dibagi menjadi sepuluh kelompok dan diberi nilai yang sama
(satu hingga sepuluh) untuk di setiap kelompoknya. Kelompok dengan nilai raw
accruals quality tertinggi diberi nilai decile rank 1 dan kelompok dengan nilai
accruals quality terendah diberi nilai decile rank 10. Dengan demikian nilai
variabel kualitas akrual yang semakin tinggi akan mencerminkan kualitas akrual
yang semakin baik. Francis et al. (2005) menyatakan bahwa biaya utang dan biaya
ekuitas akan lebih tinggi pada kualitas akrual perusahaan yang lebih buruk.
Dengan demikian diekspektasikan bahwa kualitas akrual berpengaruh negatif
terhadap biaya utang dan biaya ekuitas, sesuai dengan hipotesis 1A dan 1B.
Berikut ini merupakan model kualitas akrual yang digunakan dalam
penelitian berdasarkan Francis et al. (2005). Seluruh variabel dibagi dengan rata-
rata aset.
TCA j,t = β0 + β1 CFO j,t-1 + β2 CFO j,t + β3 CFO j,t+1 + β4 ∆ REV j,t + β5 PPE j,t +
μ j,t (3.5)
TCA j,t = ∆ CA j,t-∆ CL j,t-∆ Cash j,t + ∆ STDebt j,t (3.6)
TCA : Total current accruals.
∆ CA : Perubahan aset lancar tahun t-1 dengan t.
∆ CL : Perubahan liabilitas lancar tahun t-1 dengan t.
∆ Cash : Perubahan kas tahun t-1 dengan t.
∆ STDEBT : Perubahan utang tahun t-1 dengan t.
CFO : Arus kas operasi.
∆ REV : Perubahan pendapatan tahun t-1 dengan t.
PPE : Aset tetap kotor.

3.3.3. Variabel Independen Model 2A dan 2B: Pengaruh Kualitas Akrual


Innate dan Kualitas Akrual Diskresioner terhadap Biaya Utang dan
Biaya Ekuitas
Pada hipotesis 2A dan 2B, yaitu untuk menguji hubungan antara kualitas
akrual innate dan kualitas akrual diskresioner dengan biaya utang dan biaya
ekuitas, juga digunakan model kualitas akrual dari Francis et al. (2005). Berikut
43

ini merupakan rumus untuk mendapatkan nilai kualitas akrual innate dan kualitas
akrual diskresioner. Predicted value dari rumus tersebut merupakan pendekatan
untuk nilai kualitas akrual innate, sedangkan nilai residual dari rumus tersebut
merupakan pendekatan untuk nilai kualitas akrual diskresioner.
Pada variabel kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner juga
digunakan nilai decile rank untuk mengurangi adanya kemungkinan outlier.
Perhitungan decile rank digunakan dengan melakukan pemeringkatan nilai raw
accruals quality, baik innate maupun diskresioner, per tahun dari nilai tertinggi
hingga terendah, setelah itu dibagi menjadi sepuluh kelompok dan diberi nilai
yang sama (satu hingga sepuluh) untuk di setiap kelompoknya. Kelompok dengan
nilai raw accruals quality tertinggi diberi nilai decile rank 1 dan kelompok
dengan nilai accruals quality terendah diberi nilai decile rank 10.
AQ j,t = β0 + β1 Size j,t + β2 σCFO j,t + β3 σSales j,t + β4 OpCycle j,t + β5 NegEarn
j,t + μ j,t (3.7)
Size : Ukuran perusahaan yang dihitung dari natural log total aset.
σ CFO : Standar deviasi dari arus kas operasi yang dihitung dari data lima
tahun terakhir.
σ Sales : Standar deviasi dari penjualan yang dihitung dari data lima tahun
terakhir.
OpCycle : Siklus operasi yang dihitung dari log penjumlahan days of account
receivables dan days of inventory.
NegEarn : Jumlah tahun dengan pendapatan yang negatif (NIBE < 0) pada data
lima tahun terakhir.

3.3.4. Variabel Kontrol


3.3.4.1 Variabel Kontrol Model 1A dan 2A: Pengaruh Kualitas Akrual,
Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner terhadap
Biaya Utang
Variabel kontrol yang digunakan dalam model penelitian ini ada lima
variabel yaitu:
 Ukuran perusahaan (size).
44

Variabel ukuran perusahaan dihitung dengan natural log dari total aset.
Menurut Siswardhika (2012) ukuran perusahaan yang lebih kecil akan
menimbulkan persepsi berupa peningkatan risiko kesulitan keuangan. Hal ini
berdampak pada peningkatan risiko kemungkinan adanya default credit/debt pada
perusahaan yang lebih kecil dan debitur akan menuntut pengembalian berupa
bunga yang lebih tinggi. Bunga yang dibayarkan kepada debitur merupakan biaya
utang bagi perusahaan sehingga biaya utang akan lebih tinggi jika beban bunga
meningkat. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini diekspektasikan ukuran
perusahaan memiliki pengaruh negatif dengan biaya utang.
 Standar deviasi laba bersih sebelum pos luar biasa (NIBE).
Standar deviasi dari laba bersih sebelum pos luar biasa dihitung dengan
skala rata-rata aset 5 tahun terakhir. Beaver (2002) mengatakan ada beberapa
motivasi tertentu manajemen melakukan income smoothing, salah satunya yaitu
signaling. Motivasi signaling terjadi saat manajer melakukan manajemen laba
sebagai sinyal untuk stakeholder, terutama investor, baik pemegang saham
maupun debitur, agar keadaan perusahaan tetap terlihat dalam kondisi baik, value
perusahaan meningkat, dan pada akhirnya sinyal ini akan berdampak baik pada
harga saham dan market value of debt. Hal ini sejalan dengan penelitian Francis et
al. (2005) yang menyatakan bahwa pada perusahaan yang memiliki volalitas yang
tinggi pada pendapatan, manajemen perusahaan tersebut akan memiliki insentif
lebih tinggi untuk menjadikan pendapatan agar terlihat lebih stabil. Dengan
demikian risiko informasi akan lebih tinggi pada perusahaan tersebut dan akan
berdampak pada peningkatan biaya modal (biaya utang dan biaya ekuitas). Oleh
karena itu standar deviasi laba bersih sebelum pos luar biasa diprediksi
berpengaruh positif terhadap biaya utang.
 ROA (return on asset)
Profitabilitas diukur melalui ROA (return on asset) yang dihitung dengan
laba bersih dibagi dengan total aset. Perusahaan akan cenderung melakukan
manajemen laba ketika mengalami profitabilitas yang rendah (Jiraporn, 2006;
Rath dan Sun, 2008 dalam Gultom, 2013). Ketika perusahaan mengalami
profitabilitas yang rendah, perusahaan akan termotivasi untuk melakukan
overstatement laba dalam rangka menutupi kondisi perusahaan tersebut agar
45

terlihat lebih baik dan akan berdampak pada tingginya risiko informasi serta
debitur akan meminta pengembalian yang lebih tinggi. Dengan demikian prediksi
pengaruh ROA terhadap biaya utang adalah negatif.
 Leverage
Leverage dihitung dari rasio total utang dengan total aset. Menurut Chava
dan Roberts (2008), rasio keuangan perusahaan, dalam hal ini leverage ratio, akan
berpengaruh terhadap debt covenant. Debt covenant digunakan oleh debitur untuk
melindungi nilai utangnya dan meminimalisir risiko. Semakin tinggi leverage
ratio mengindikasikan bahwa semakin banyak aset perusahaan yang dibiayai
dengan utang. Semakin tinggi tingkat utang, semakin tinggi pula risiko
kemungkinan adanya default credit/debt. Jika risiko semakin tinggi, debitur dapat
mengintervensi manajemen perusahaan untuk melakukan berbagai tindakan
seperti meningkatkan kesehatan keuangan perusahaan, menambahkan pasal dalam
perjanjian (debt covenant), mempercepat tenor utang, dan menaikan suku bunga.
Peningkatan suku bunga yang dibayarkan kepada debitur berarti peningkatan
biaya utang bagi perusahaan. Dengan demikian pada penelitian ini
diekspektasikan variabel leverage berpengaruh positif dengan biaya utang.
 Interest coverage
Variabel ini dihitung dengan melalui rasio pendapatan operasi dan beban
bunga. Lando (2004) menyatakan bahwa interest coverage ratio digunakan untuk
melihat kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga dari outstanding
debt dengan menggunakan pendapatannya. Semakin rendah interest coverage
ratio mengindikasikan perusahaan dalam kondisi finansial yang kurang baik dan
perusahaan semakin sulit untuk membayar beban bunga. Risiko seperti inilah
yang akan membuat debitur untuk meminta suku bunga yang lebih tinggi
sehingga biaya utang perusahaan akan meningkat. Jadi interest coverage ratio
diekspektasikan berpengaruh negatif terhadap biaya utang.

3.3.4.2 Variabel Kontrol Model 1B dan 2B: Pengaruh Kualitas Akrual,


Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner terhadap
Biaya Ekuitas
Untuk model penelitian ini, variabel kontrol yang digunakan yaitu:
46

 Ukuran perusahaan (size)


Variabel ukuran perusahaan dihitung dengan natural log dari total aset.
Menurut Lee dan Choi (2002) ukuran perusahaan dapat dijadikan variabel untuk
menjelaskan variasi biaya modal karena pada perusahaan yang lebih kecil
mempunyai kecenderungan dan insentif lebih besar untuk memanipulasi laba
dibandingkan dengan perusahaan yang lebih besar. Hal ini disebabkan perusahaan
besar cenderung menjadi pengamatan analisis keuangan, investor, atau pihak
lainnya, sehingga lebih kecil kemungkinan untuk memanipulasi laba. Hal ini
didukung oleh pernyataan dari Siregar dan Utama (2008) yaitu perusahaan dengan
ukuran yang lebih besar seharusnya menyediakan informasi yang lebih banyak
dan perlu untuk lebih banyak mengungkapkan (disclosure) berbagai informasi
dibandingkan dengan ukuran yang lebih kecil sehingga mengurangi oportunitas
manajemen untuk memanipulasi laba. Dengan demikian pada perusahaan yang
lebih besar, risiko informasi akan lebih kecil yang akan berdampak pada biaya
ekuitas yang lebih kecil. Jadi variabel ukuran perusahaan diekspektasikan
memiliki pengaruh negatif terhadap biaya ekuitas.
 Growth
Variabel growth dihitung dengan log dari satu ditambah nilai pertumbuhan
perusahaan dari nilai buku ekuitas periode t dengan periode t-1. Summers dan
Sweeney (1998) menyatakan bahwa manajer akan cenderung melakukan
overstatement laba ketika tingkat pertumbuhan perusahaan melambat atau
sebaliknya, untuk menjaga pertumbuhan perusahaan agar tetap stabil. Dengan
demikian risiko informasi akan meningkat dan investor akan meminta required
rate of return yang lebih tinggi. Francis et al. (2005) dalam penelitiannya
menggunakan growth sebagai variabel kontrol untuk menguji pengaruhnya
terhadap biaya modal dan membuktikan bahwa variabel growth memiliki
hubungan negatif dengan biaya ekuitas. Jadi pada penelitian ini variabel growth
diekspektasikan memiliki pengaruh negatif terhadap biaya ekuitas.
 Leverage
Leverage dihitung dengan rasio total utang terhadap total aset.
Hovakimian, Opler, dan Titman (2010) menyatakan bahwa required rate of return
saham akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan tingkat utang.
47

Semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, akan meningkatkan equity's risk dan
investor akan menuntut pengembalian berupa required rate of return saham yang
lebih tinggi. Required rate of return saham yang dibayarkan kepada investor
merupakan biaya ekuitas bagi perusahaan sehingga biaya ekuitas akan lebih tinggi
jika required rate of return meningkat. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian
ini diprediksi variabel leverage memiliki pengaruh positif terhadap biaya ekuitas.
 Beta
Variabel beta ini dihitung dengan regresi return mingguan saham
perusahaan dengan return mingguan saham pasar (IHSG). Menurut Ferson dan
Locke (1998) salah satu penyebab kesalahan dalam mengestimasi biaya ekuitas
adalah kesalahan menggunakan nilai beta dalam perhitungan. Nilai beta
merupakan ukuran relatif risiko yaitu risiko saham individual relatif terhadap
risiko pasar. Kesalahan dalam memasukkan nilai beta akan mengakibatkan
estimasi biaya ekuitas menjadi kurang tepat. Selain itu, Ferson dan Locke (1998)
menyatakan bahwa semakin tinggi nilai beta yang mencerminkan semakin
tingginya risiko, akan menyebabkan semakin tingginya biaya ekuitas. Jadi pada
penelitian ini variabel beta diprediksi berpengaruh positif terhadap biaya ekuitas.

3.4. Data dan Sampel


Dalam penelitian ini digunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) dari periode 2005-2011. Namun karena ada beberapa
variabel yang dihitung dengan menggunakan periode t-4 hingga t, maka data
perusahaan yang digunakan yaitu dari tahun 2000-2012. Perusahaan yang
dijadikan sampel penelitian adalah perusahaan dengan kelengkapan data keuangan
minimal selama 7 tahun karena untuk menghitung kualitas akrual dibutuhkan 5
periode (periode t-4 hingga t) dan juga 2 tahun untuk perhitungan model regresi
kualitas akrual untuk arus kas operasi (t-1, t, t+1). Perusahaan dengan data
perusahaan yang tidak lengkap, baik karena delisting maupun karena data
memang tidak tersedia, tidak dimasukan sebagai sampel dalam penelitian ini.
Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode purposive
sampling, yang artinya sampel dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria tertentu.
Adapun kriteria untuk pemilihan sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:
48

1. Perusahaan publik tercatat di BEI pada tahun 2005 hingga 2011 dengan
data keuangan yang lengkap selama 7 tahun.
2. Tidak termasuk perusahaan dalam jasa keuangan dan investasi karena
industri tersebut memiliki regulasi yang cukup ketat. Perusahaan yang
memiliki regulasi yang cukup ketat tidak dimasukan sebagai sampel dalam
penelitian ini karena perusahaan tersebut memiliki karakteristik yang khas
sehingga tidak dapat dibandingkan dengan jenis perusahaan lainnya.
3. Nilai ekuitas perusahaan tidak negatif. Perusahaan dengan nilai ekuitas
negatif adalah perusahaan yang total hutangnya melebihi total aset
perusahaan yang mencerminkan perusahaan sedang mengalami financial
distress sehingga tidak dapat dibandingkan dengan perusahaan lain yang
beroperasi secara normal.
Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari thomson
reuters knowledge (data stream dan eikon). Selain itu pengambilan data pada
penelitian ini juga bersumber dari website Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu
www.idx.co.id dan website perusahaan yang dijadikan sampel penelitian.

3.5 Metode Analisis


3.5.1 Pemilihan Model Regresi
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan regresi data panel.
Software yang digunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini yaitu stata.
Pengolahan data panel dapat digunakan dengan tiga model regresi yaitu Pooled
Least Square (PLS), Fixed Effect (FE), dan Random Effect (RE). Sebelum mengolah
data panel, dilakukan beberapa pengujian untuk menentukan model regresi mana
yang akan digunakan yaitu:
1. Chow Test
Chow test digunakan untuk menentukan model Pooled Least Square (PLS)
atau model Fixed Effect (FE) yang akan digunakan dalam penelitian. Dengan
menggunakan software stata, chow test dilakukan dengan membandingkan nilai
probabilitas F-stat dengan nilai alfa (α) pada output hasil regresi dengan metode
Fixed Effect (FE). Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini yaitu:
H0 : Model yang digunakan adalah Pooled Least Square (PLS)
H1 : Model yang digunakan adalah Fixed Effect (FE)
49

Jika probabilitas F-stat < α, maka tolak H0 dan jika probabilitas F-stat > α,
maka terima H0. Probabilitas yang digunakan yaitu probabilitas F-stat yang berada
di bagian bawah pada tabel ouput hasil regresi dengan metode Fixed Effect (FE).

2. Breusch Pagan Lagrange Multiplier (LM) Test


Dalam menentukan model penelitian Pooled Least Square (PLS) atau
Random Effect (RE) yang akan digunakan, maka dilakukanlah Breusch Pagan
Lagrange Multiplier (LM) test. Dengan menggunakan software stata, pengujian ini
dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas F-stat dengan nilai alfa (α).
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini yaitu:
H0 : Model yang digunakan adalah Pooled Least Square (PLS)
H1 : Model yang digunakan adalah Random Effect (RE)
Jika probabilitas Chi2 < α, maka tolak H0 dan jika probabilitas Chi2 > α,
maka terima H0.
3. Hausman Test
Hausman test digunakan untuk menentukan model Random Effect (RE) atau
Fixed Effect (FE) yang akan digunakan dalam penelitian. Dengan menggunakan
software stata, pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas F-
stat dengan nilai alfa (α). Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini yaitu:
H0 : Model yang digunakan adalah Random Effect (RE).
H1 : Model yang digunakan adalah Fixed Effect (FE).
Jika probabilitas Chi2 < α, maka tolak H0 dan jika probabilitas Chi2 > α,
maka terima H0.

3.5.2 Uji Outlier


Pengujian outlier dilakukan untuk melihat variabel yang memiliki nilai
jauh di atas atau di bawah nilai rata-rata data yang lainnya. Pengujian ini
dilakukan untuk menentukan apakah terdapat data yang memiliki karakteristik
tersendiri dibandingkan dengan data yang lainnya. Pengujian outlier dimulai
dengan menentukan batas atas dan batas bawah nilai sampel dengan acuan rerata
± 3x simpangan baku. Setelah itu data sampel yang menjadi outlier akan
dilakukan treatment dengan metode winsorizing yaitu menggantikan nilai outlier
dengan nilai terdekat outlier.
50

3.5.3 Uji Analisis Deskriptif


Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran
tentang data secara umum, yang meliputi penghitungan rata-rata, median, standar
deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum, serta skewness dari data yang
diperoleh.

3.5.4 Uji Asumsi Klasik


Dalam metode regresi ada beberapa asumsi yang harus terpenuhi agar
menghasilkan parameter yang Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Asumsi
yang dimaksud antara lain yaitu error data terdistribusi secara normal, data
bersifat homoskedastis, tidak adanya multikolinearitas antarvariabel, dan tidak
terdapat otokolerasi. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan yaitu:
1. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana varians error tidak konstan atau
berubah-ubah. Terlanggarnya asumsi heterokedastisitas ini tidak menyebabkan
estimator (βi) menjadi bias karena residual bukanlah komponen didalam
perhitungan. Namun demikian heterokedastisitas menyebabkan standard error
dari model regresi menjadi bias dan sebagai konsekuensinya matriks varians-
kovarians yang digunakan untuk menghitung standard error parameter menjadi
bias pula. Seperti yang diketahui pengujian hipotesis, baik t-test maupun F-test,
sangatlah tergantung pada standard error yang benar. Dengan demikian masalah
heterokedastisitas akan menyebabkan pengambilan kesimpulan berdasarkan
rejection rule yang ada akan menjadi tidak valid. Oleh karena itu model regresi
yang baik adalah yang bersifat homoskedastis, dimana semua residual mempunyai
varians yang sama atau konstan.

2. Uji Multikoliniaritas
Asumsi selanjutnya agar estimator tepat adalah tidak adanya kolinearitas
sempurna diantara variabel bebas. Istilah ini dikenalkan oleh Ragnar Frisch
(1934) sebagai multikolinearitas yang berarti hubungan linier yang sempurna
diantara variabel bebas. Adanya hubungan diantara variabel bebas adalah hal yang
51

tak terelakkan dan memang diperlukan agar regresi yang diperoleh dapat bersifat
valid. Namun demikian hubungan yang bersifat linier hendaknya dihindarkan
karena akan membawa konsekuensi gagal estimasi (multikolinearitas sempurna)
atau kesulitan dalam inferensi (multikolinearitas tidak sempurna). Menurut
Nachrowi (2006) multikolinearitas tidak mengubah sifat parameter OLS sebagai
Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Parameter yang diperoleh adalah valid
untuk mencerminkan kondisi populasi dan ia adalah yang terbaik (dalam artian
memiliki varians yang minimum) diantara estimator linier. Namun demikian
keberadaaan multikolinearitas bukannya tidak berdampak negatif. Dapat
ditunjukkan bahwa keberadaan mulkolinearitas akan menyebabkan varians
parameter yang diestimasi akan menjadi lebih besar dari yang seharusnya, dengan
demikian tingkat presisi dari estimasi akan menurun. Konsekuensi lanjutnya
adalah rendahnya power of test yaitu kemampuan menolak null hypothesis.
Pada penelitian ini cara yang digunakan untuk mendeteksi adanya
multikolinieritas dalam model yaitu dengan menggunakan Variance Inflation
Factor (VIF). Multikolinieritas diduga ada apabila correlation matrix melebihi
0.75 atau 0.8 dan Variance Inflation Factor (VIF) lebih besar dari 10 (Gujarati,
2004).

3. Uji Otokolerasi
Keberadaan adanya otokorelasi menunjukkan sifat residual atau error
yang tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Menurut Nachrowi dan
Usman (2006) pengujian ini bertujuan untuk menghindari hubungan antar error
yang relevan untuk data berseri. Fenomena ini umum ditemukan pada regresi
dengan data yang bersifat time series, tetapi kadang juga ditemukan pada data
cross section maupun panel. Jika model regresi mengalami otokorelasi, estimator
OLS yang diperoleh adalah tetap tidak bias, konsisten dan secara asimtotik akan
terdistribusi dengan normal (Gujarati, 2004). Namun demikian model menjadi
tidak BLUE karena varians residual regresi adalah tidak minimum pada estimator
kelas linier atau tidak memiliki sifat best pada syarat parameter BLUE.

3.5.5 Analisis Hasil Regresi


52

Uji statistik yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu:
1. Uji Signifikansi Global (Uji F)
Pengujian F statistik ini dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh
variabel independen secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap
variabel dependen secara signifikan atau tidak. Suatu model dianggap
menghasilkan pengaruh yang signifikan jika nilai probabilitas F (F-stat) lebih
kecil daripada alpha (α). Untuk menguji adanya pengaruh yang signifikan dari
variabel independen terhadap variabel dependen perlu dirumuskan terlebih dahulu
hipotesis sebagai berikut:
H0: Variabel independen secara bersamaan tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen.
H1: Variabel independen secara bersamaan berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen.
Jika probabilitas F-stat < α, maka tolak H0 dan jika probabilitas F-stat > α,
maka terima H0.

2. Uji Signifikansi Parsial (Uji t-stat)


Pengujian t statistik ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi dan
seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya.
Hipotesis yang dibangun yaitu:
H0: Variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen.
H1: Variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Untuk mengetahui apakah koefisien variabel independen memiliki
pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap variabel dependennya, dapat dilihat
dari probabilitas t statistiknya. Jika probabilitas t statistiknya < α, maka tolak H 0.
dan jika probabilitas t statistiknya > α, maka terima H0.

3. Uji Koefisien Determinasi (adjusted R2)


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel
independen dapat menjelaskan variasi variabel dependen dalam persamaan atau
model yang diteliti. Nilai R2 yang semakin mendekati 1 maka semakin besar
53

kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi dari variabel


dependen.
BAB 4
ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Pemilihan Sampel


Sampel pada penelitian ini yaitu perusahaan publik yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2005-2011. Hasil dari proses pemilihan sampel
pada penelitian berada di tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Pemilihan Sampel
Proses Pemilihan Sampel Model 1 dan 2
Jumlah perusahaan yang terdaftar di 440
BEI dari tahun 2005-2011
Perusahaan yang termasuk Industri (81)
keuangan
Perusahaan dengan data keuangan (92)
tidak lengkap untuk 7 tahun
Perusahaan dengan ekuitas negatif (30)
Jumlah perusahaan yang dijadikan 237
sampel penelitian
Jumlah observasi 1.110

Jumlah sampel perusahaan yang digunakan pada model penelitian ini yaitu
237 perusahaan dan jumlah observasi yang digunakan yaitu 1.110 firm-years
observations. Jumlah observasi pada peneltian ini jauh berbeda dengan penelitian
Francis et al. (2005) yaitu 76.196 firm-years untuk model biaya utang dan 55.092
firm-year observations untuk model biaya ekuitas. Perbedaan tersebut karena
periode pada penelitian Francis et al. (2005) lebih panjang yaitu 32 tahun (1970-
2001) dan jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Amerika yang jauh
lebih banyak. Pada penelitian ini tidak dapat menggunakan periode waktu yang
sepanjang pada penelitian Francis et al. (2005) karena keterbatasan data. Daftar
perusahaan yang dijadikan sampel pada penelitian ini terdapat di lampiran 1.

4.2 Pemilihan Model Regresi


Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data panel. Pengolahan
data panel dapat digunakan dengan model regresi Pooled Least Square (PLS),
Fixed Effect (FE), atau Random Effect (RE). Pengujian dilakukan dengan Chow
test, Breusch Pagan Lagrange Multiplier test, dan Hausman test. Berikut ini hasil

53 Universitas Indonesia
54

pengujian untuk menentukan model regresi yang digunakan dalam masing-masing


model penelitian.

4.2.1 Model 1A: Pengaruh Kualitas Akrual Terhadap Biaya Utang


Pada model 1A model regresi yang digunakan berdasarkan hasil pengujian
yaitu metode Fixed Effect (FE). Tabel berikut ini merupakan ringkasan hasil dari
pengujian model regresi. Seluruh hasil output stata yang digunakan pada
pengujian model regresi panel ini berada di lampiran 2, 3, dan 4.
Tabel 4.2 Pengujian Model Regresi Panel pada Model 1A
Pengujian Hipotesis Kriteria Hasil Pengujian
Chow test H0 : PLS Tolak H0 jika Prob = 0,00000
H1 : FE probabilitas < α Tolak H0
Model = FE
LM test H0 : PLS Tolak H0 jika Prob = 0,00010
H1 : RE probabilitas < α Tolak H0
Model = RE
Hausman H0 : RE Tolak H0 jika Prob = 0,00720
test H1 : FE probabilitas < α Tolak H0
Model = FE

4.2.2 Model IB: Pengaruh Kualitas Akrual terhadap Biaya Ekuitas


Pada model IB model regresi yang digunakan berdasarkan hasil pengujian
yaitu metode Fixed Effect (FE). Ringkasan hasil dari pengujian model regresi ini
terdapat pada tabel 4.3. Seluruh hasil output stata yang digunakan pada pengujian
model regresi panel ini berada di lampiran 5, 6, dan 7
Tabel 4.3 Pengujian Model Regresi Panel pada Model IB
Pengujian Hipotesis Kriteria Hasil Pengujian
Chow test H0 : PLS Tolak H0 jika Prob = 0,00000
H1 : FE probabilitas < α Tolak H0
Model = FE
LM test H0 : PLS Tolak H0 jika Prob = 0,00010
H1 : RE probabilitas < α Tolak H0
Model = RE
Hausman H0 :RE Tolak H0 jika Prob = 0,00000
test H1 : FE probabilitas < α Tolak H0
Model = FE

Universitas Indonesia
55

4.2.3 Model 2A: Pengaruh Kualitas Akrual Innate dan Kualitas Akrual
Diskresioner terhadap Biaya Utang
Pada model 2A model regresi yang digunakan berdasarkan hasil pengujian
yaitu model Fixed Effect (FE). Tabel berikut ini merupakan ringkasan hasil dari
pengujian model regresi. Seluruh hasil output stata yang digunakan pada
pengujian model regresi panel ini berada di lampiran 8, 9, dan 10.
Tabel 4.4 Pengujian Model Regresi Panel pada Model 2A
Pengujian Hipotesis Kriteria Hasil Pengujian
Chow test H0 : PLS Tolak H0 jika Prob = 0,00000
H1 : FE probabilitas < α Tolak H0
Model = FE
LM test H0 : PLS Tolak H0 jika Prob = 0,00010
H1 : RE probabilitas < α Tolak H0
Model = RE
Hausman H0 : RE Tolak H0 jika Prob = 0,01050
test H1 : FE probabilitas < α Tolak H0
Model = FE

4.2.4 Model 2B : Pengaruh Kualitas Akrual Innate dan Kualitas Akrual


Diskresioner terhadap Biaya Ekuitas
Pada model 2B model regresi yang digunakan berdasarkan hasil pengujian
yaitu model Fixed Effect (FE). Tabel berikut ini merupakan ringkasan hasil dari
pengujian model regresi. Seluruh hasil output stata yang digunakan pada
pengujian model regresi panel ini berada di lampiran 11, 12, dan 13.
Tabel 4.5 Pengujian Model Regresi Panel pada Model 2B
Pengujian Hipotesis Kriteria Hasil Pengujian
Chow test H0 : PLS Tolak H0 jika Prob = 0,00010
H1 : FE probabilitas < α Terima H0
Model = FE
LM test H0 : PLS Tolak H0 jika Prob = 0,00150
H1 : RE probabilitas < α Tolak H0
Model = RE
Hausman H0 : RE Tolak H0 jika Prob = 0,00000
test H1 : FE probabilitas < α Tolak H0
Model = FE

Universitas Indonesia
56

4.3 Statistik Deskriptif


4.3.1 Statistik Deskriptif Model 1A dan 2A: Pengaruh Kualitas Akrual,
Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner terhadap
Biaya Utang
Untuk melihat kewajaran dan karakteristik data-data yang digunakan dalam
penelitian ini, serta menjelaskan penyebaran data dari variabel-variabel penelitian
maka dapat dilihat melalui statistik deskriptif. Statistik deskriptif untuk model 1A
dan 2A dapat dilihat melalui tabel 4.6.
Pada beberapa variabel di model 1A dan 1B terdapat outlier yaitu nilai
diatas batas atas atau nilai yang berada di batas bawah dengan acuan batas atas
dan batas bawah yaitu rerata ± 3x simpangan baku. Oleh karena itu dilakukan
treatment dengan winsorizing yaitu menggantikan nilai outlier dengan nilai
terdekat outlier. Berdasarkan penelitian Francis et al. (2005) winsorizing
dilakukan dengan persentase 1%. Variabel yang dilakukan winsorizing pada
model ini yaitu biaya utang, return on asset, interest coverage, laba sebelum pos
luar biasa (NIBE), dan leverage. Pada variabel decile rank kualitas akrual (aq
rank), decile rank kualitas akrual innate (innate rank), decile rank kualitas akrual
diskresioner (discret rank), dan size tidak dilakukan winsorizing. Statistik
deskriptif model setelah dilakukan winsorizing, disajikan pada tabel 4.7.
Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Model 1A dan 2A (Sebelum Winsorization)
Variabel N Rerata Standar Deviasi Minimum Maksimum
COD 1.110 0,27721 2,18059 0 49,03447
AQ Rank 1.110 5,29279 2,78082 1 10
Inn Rank 1.110 5,17297 2,72231 1 10
Dis Rank 1.110 5,49009 2,76546 1 10
Size (Miliar
1.110 5.380 13.100 103 154.000
Rupiah)
ROA 1.110 0,04438 0,08543 -0,78556 0,62157
Int Cov 1.110 24,21555 152,34870 -302,65900 3.989,91900
NIBE 1.110 0,05007 0,06612 0,00089 0,86634
Leverage 1.110 0,26627 0,19087 0 1,76690
COD: Biaya utang. AQ Rank: Decile rank kualitas akrual. Inn Rank: Decile rank kualitas akrual
innate. Dis Rank: Decile rank kualitas akrual diskresioner. Size: Logaritma natural total aset (dalam
nilai Rupiah). ROA: Return on aset yang dihitung dari laba bersih dibagi total aset. Int Cov: Interest
coverage yang dihitung dari laba operasi dibagi beban bunga. NIBE: Standar deviasi (5 tahun) dari
laba sebelum pos luar biasa yang diskala dengan rata-rata aset (dalam nilai Rupiah). Leverage: Total
utang dibagi dengan total aset.

Universitas Indonesia
57

Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Model 1A dan 2A (Setelah Winsorization)


Variabel N Rerata Standar Deviasi Minimum Maksimum
COD 1.110 0,14989 0,35724 0,001325 2,80504
AQ Rank 1.110 5,29279 2,78082 1 10
Inn Rank 1.110 5,17297 2,72231 1 10
Dis Rank 1.110 5,49009 2,76546 1 10
Size (Miliar
1.110 5.380 13.100 103 154.000
Rupiah)
ROA 1.110 0,04506 0,07206 -0,15792 0,31976
Int Cov 1.110 17,90781 57,54081 -41,45110 383,82010
NIBE 1.110 0,04860 0,05467 0,00239 0,36975
Leverage 1.110 0,26396 0,18042 0 0,69869
COD: Biaya utang. AQ Rank: Decile rank kualitas akrual. Inn Rank: Decile rank kualitas akrual innate.
Dis Rank: Decile rank kualitas akrual diskresioner. Size: Logaritma natural total aset (dalam nilai Rupiah).
ROA: Return on asset yang dihitung dari laba bersih dibagi total aset. Int Cov: Interest coverage yang
dihitung dari laba operasi dibagi beban bunga. NIBE: Standar deviasi (5 tahun) dari laba sebelum pos luar
biasa yang diskala dengan rata-rata aset (dalam nilai Rupiah). Leverage: Rasio total utang dibagi dengan
total aset.

Perusahaan yang memiliki nilai biaya utang paling besar yaitu PT. Centrin
online pada tahun 2012 sebesar 49,03447. Hal ini mungkin disebabkan karena
pada tahun 2011 dan 2012 perusahaan mengalami kerugian yaitu sebesar Rp
7.312.310.000 (2012) dan Rp 11.734.000 (2011), sehingga kepercayaan debitur
berkurang pada perusahaan. Hal tersebut mungkin mengakibatkan debitur
menaikkan tingkat bunga pada perusahaan yang mengalami kerugian tersebut
karena risiko yang semakin tinggi.
Nilai biaya utang yang terkecil sebesar 0 dialami oleh beberapa
perusahaan. Pada tahun 2006 perusahaan yang memiliki nilai biaya utang 0 yaitu
Hotel Sahid Jaya, Plaza Indonesia Realty, PT Kedaung Indah Can, dan PT Delta
Dunia Makmur Pada tahun 2007 perusahaan yang memiliki nilai biaya utang 0
yaitu PT Agis dan PT Mulia Industrindo. Pada tahun 2010 perusahaan yang
memiliki nilai biaya utang 0 yaitu PT Ristia Bintang Mahkota sejati, PT Tanah
Laut, dan PT Ciputra Property. Perusahaan yang memiliki nilai biaya utang 0
tersebut dikarenakan pada tahun tersebut perusahaan tidak memiliki utang.
Pada penelitian ini, nilai kualitas akrual, kualitas akrual innate, dan kualitas
akrual diskresioner menggunakan decile rank. Dalam nilai aslinya, variabel
kualitas akrual memiliki variasi yang besar yaitu dengan nilai rata-rata sebesar
0,13986, nilai minimum sebesar 0,00546 yang dimiliki oleh PT Wahana

Universitas Indonesia
58

Pronatural pada tahun 2007, dan nilai maksimum sebesar 1,88745 yang dimiliki
oleh PT Prasidha Aneka Niaga pada tahun 2007.
Variasi yang besar juga terjadi pada kualitas akrual innate dan diskresioner.
Variabel kualitas akrual innate memiliki nilai rata-rata sebesar 0,14144, nilai
minimum sebesar 0,04782 yang dimiliki oleh Plaza Indonesia Realty pada tahun
2005, dan nilai maksimum sebesar 0,51626 yang dimiliki oleh PT Permata Prima
Sakti pada tahun 2006. Pada variabel kualitas akrual diskresioner memiliki variasi
yang besar yaitu dengan nilai rata-rata sebesar -0,00158, nilai minimum sebesar
-0,34817 yang dimiliki oleh PT Pan Brothers pada tahun 2005, dan nilai
maksimum sebesar 1,63000 yang dimiliki oleh PT Prasidha Aneka Niaga. Variasi
yang besar tersebut menunjukkan adanya perbedaan cukup besar kualitas akrual
antar perusahaan di Indonesia.
Nilai variabel size dalam jutaan rupiah berkisar dari Rp 103 miliar rupiah
yang dimiliki oleh PT Astra Internasional Tbk di tahun 2011 hingga Rp 154 triliun
rupiah yang dimiliki oleh PT Indo Kordsa di tahun 2009. Nilai tersebut
menunjukkan sampel penelitian ini bervariasi mencakup perusahaan besar dan
perusahaan kecil.
Nilai ROA yang paling besar yaitu dialami oleh PT Vale Indonesia pada
tahun 2007. Pada sampel penelitian ini terdapat beberapa perusahaan yang
memiliki ROA (Return on Asset) negatif. Nilai ROA yang paling kecil (-0,78556)
di sampel penelitian ini yaitu PT Rimo Catur Lestari pada tahun 2006. Nilai ROA
negatif pada tahun tersebut disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian
yang cukup besar yaitu Rp -52.265.781.000. PT Rimo Catur Lestari pada tahun
2006, 2009, 2010, 2011 memiliki ROA negatif karena pada periode tersebut
mengalami kerugian usaha. ROA merupakan indikator produktivitas perusahaan
yaitu seberapa besar sumber daya atau aset perusahaan dapat menghasilkan laba.
Perusahaan yang memiliki nilai ROA yang negatif dapat dikatakan bahwa
perusahaan tersebut tidak memaksimalkan sumber daya atau aset yang
dimilikinya.
Nilai negatif juga terdapat pada interest coverage ratio. Nilai interest
coverage ratio yang paling kecil (-302,65900) yaitu PT Intan Wijaya Internasional
pada tahun 2010. Perusahaan memiliki interest coverage ratio yang negatif sejak

Universitas Indonesia
59

tahun 2008 sampai 2010 karena pada periode tersebut laba operasinya negatif.
Interest coverage ratio digunakan sebagai ukuran solvabilitas yang
menggambarkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga dari
outstanding debt dengan menggunakan laba yang diperolehnya. Dengan demikian
dengan melihat nilai interest coverage ratio yang negatif, dapat dikatakan PT
Intan wijaya Internasional memiliki tingkat solvabilitas yang rendah pada tahun
2008 hingga 2010.
Rasio utang lainnya yaitu leverage ratio yang dihitung dari total utang
dibagi dengan total aset. Perusahaan yang memiliki leverage ratio yang paling
kecil sebesar 0 ada 16 perusahaan, beberapa diantaranya yaitu PT Astra Graphia, PT
Sepatu Bata, dan PT Centrin Online. Perusahaan yang memiliki leverage ratio yang
paling besar (1,76690) yaitu PT Matahari Department Store pada tahun 2010.
Leverage ratio digunakan sebagai ukuran untuk melihat seberapa besar jumlah
aset perusahaan yang dibiayai dengan utang. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pada tahun 2010 PT Matahari Department Store merupakan perusahaan
sampel dengan aset yang dibiayai dari utang yang paling besar.
Pada variabel NIBE nilai minimum sebesar 0,00089 dimiliki oleh PT
Suryamas Dutamakmur pada tahun 2010, dan nilai maksimum sebesar 0,86634
yang dimiliki oleh PT Akasha Wira International pada tahun 2010. Perusahaan-
perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki nilai NIBE yang
sangat bervariasi. Hal ini dapat dilihat melalui standar deviasinya sebesar 0,07034
dan nilai rata-rata sebesar 0,05320.

4.3.2 Statistik Deskriptif Model IB dan 2B: Pengaruh Kualitas Akrual,


Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner Terhadap
Biaya Ekuitas
Statistik deskriptif unruk model IB dan 2B disajikan pada tabel 4.8. Pada
model penelitian ini terdapat beberapa variabel yang memiliki outlier. Oleh karena
itu dilakukan treatment dengan metode winsorizing dengan persentase 1% pada
variabel yang memiliki nilai outlier. Variabel yang dilakukan winsorizing pada
model ini yaitu biaya ekuitas, leverage, beta dan growth. Statistik deskriptif model
setelah dilakukan winsorizing, disajikan pada tabel 4.9.

Universitas Indonesia
60

Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Model IB dan 2B (Sebelum Winsorization)


Variabel N Rerata Standar Deviasi Minimum Maksimum
COE 1.110 0,03063 0,26704 -3,55563 1,56811
AQ Rank 1.110 5,29279 2,78082 1 10
Inn Rank 1.110 5,17297 2,72231 1 10
Dis Rank 1.110 5,49009 2,76546 1 10
Size (Miliar
1.110 5.380 13.100 103 154.000
Rupiah)
Beta 1.110 0,62824 0,57650 -1,08128 3,76362
Growth 1.110 0,05903 0,21073 -1,99895 2,83405
Leverage 1.110 0,26627 0,19087 0 1,76690
COE: Biaya ekuitas. AQ Rank: Decile rank kualitas akrual. Inn Rank: Decile rank kualitas
akrual innate. Dis Rank: Decile rank kualitas akrual diskresioner. Size: Logaritma natural total
aset (dalam nilai rupiah). Beta: Regresi dari return mingguan saham perusahaan terhadap
return mingguan saham harga pasar (IHSG). Growth: Log dari satu ditambah nilai
pertumbuhan perusahaan dari nilai buku ekuitas periode t dengan periode t-1. Leverage: Total
utang dibagi dengan total aset.

Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Model IB dan 2B (Setelah Winsorization)


Variabel N Rerata Standar Deviasi Minimum Maksimum
COE 1.110 0,02787 0,20168 -1,12010 0,48436
AQ Rank 1.110 5,29279 2,78082 1 10
Inn Rank 1.110 5,17297 2,72231 1 10
Dis Rank 1.110 5,49009 2,76546 1 10
Size (Miliar
1.110 5.380 13.100 103 154.000
Rupiah)
Beta 1.110 0,62577 0,55824 -0,56095 2,02533
Growth 1.110 0,05782 0,13494 -0,36298 0,69054
Leverage 1.110 0,26396 0,18042 0 0,69869
COE: Biaya ekuitas. AQ Rank: Decile rank kualitas akrual. Inn Rank: Decile rank kualitas
akrual innate. Dis Rank: Decile rank kualitas akrual diskresioner. Size: Logaritma natural total
aset (dalam nilai rupiah). Beta: Regresi dari return mingguan saham perusahaan terhadap
return mingguan saham harga pasar (IHSG). Growth: Log dari satu ditambah nilai
pertumbuhan perusahaan dari nilai buku ekuitas periode t dengan periode t-1. Leverage: Total
utang dibagi dengan total aset.

Nilai biaya ekuitas yang paling rendah (-0,03063) pada sampel penelitian
ini yaitu PT Polychem Indonesia pada tahun 2009 sehingga dapat dikatakan PT
Polychem Indonesia pada tahun 2009 merupakan perusahaan yang mengeluarkan
biaya yang paling rendah untuk mendapatkan modalnya berupa saham. Sedangkan
nilai biaya ekuitas yang paling tinggi (1,56811) yaitu PT Gowa Makassar Tourism

Universitas Indonesia
61

Development pada tahun 2010 sehingga dapat dikatakan PT Gowa Makassar


Tourism Development merupakan perusahaan yang mengeluarkan biaya yang
paling tinggi untuk mendapatkan modalnya yang berupa saham.
Nilai beta yang paling rendah (-1,08128) yaitu PT Lamicitra Nusantara
pada tahun 2007 sedangkan nilai beta yang paling tinggi (3,763521) yaitu PT Indo
Acidatama pada tahun 2005. Beta merupakan ukuran volalitas saham atau risiko
sistematis saham individual perusahaan relatif terhadap risiko pasar. Dengan
demikian pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa PT Lamicitra Nusantara pada
tahun 2007 merupakan perusahaan yang volalitas sahamnya relatif rendah atau
risiko sistematis saham individual terhadap risiko pasar palling rendah. Sedangkan
PT Indo Acidatama pada tahun 2005 merupakan perusahaan yang volalitas
sahamnya relatif tinggi.
PT Century Textile Industry pada tahun 2010 merupakan perusahaan
dengan nilai variabel growth yang paling rendah yaitu -1,99895. PT Century
Textile Industry memiliki nilai growth yang negatif pada tahun 2009 dan 2010
karena nilai buku ekuitas yang menurun dari tahun 2008 hingga 2010. Sedangkan
Indo Acidatama Tbk. pada tahun 2005 merupakan perusahaan dengan nilai
variabel growth yang paling tinggi yaitu 2,83405 karena mengalami kenaikan
yang tinggi pada nilai buku ekuitasnya dari tahun 2004 sebesar Rp 201.000.000
menjadi Rp 137.166.928.000 pada tahun 2005.

4.4 Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik ini dilakukan untuk memastikan bahwa hasil regresi
model sesuai dengan asumsi dasar ekonometrik yaitu parameter dalam persamaan
regresi bersifat BLUE (Best, Linear, Unbias Estimator).

4.4.1 Uji Multikolinearitas pada model 1A dan 2A: Pengaruh Kualitas


Akrual, Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner
Terhadap Biaya Utang
Pada model 1A nilai VIF seluruh variabel tidak ada yang bernilai lebih dari
10, sedangkan pada model 2A ada satu variabel yaitu size yang nilai VIF lebih
dari 10. Namun demikian rerata VIF model 1A dan 2A tidak lebih dari 10 yaitu

Universitas Indonesia
62

3,28 dan 5,37. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan model 1A dan
2A tidak ada masalah multikolinearitas.
Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolinearitas Model 1A dan 2A
Model 1A Model 2A
Variabel VIF Variabel VIF
AQ Rank 5,32 Inn Rank 6,56
Size 6,63 Dis Rank 5,68
Leverage 2,70 Size 15,47
NIBE 1,95 Leverage 3,96
ROA 1,72 NIBE 2,26
Int Cov 1,37 ROA 2,17
Int Cov 1,46
Rerata 3,28 Rerata 5,37

4.4.2 Uji Multikolinearitas pada model IB dan 2B: Pengaruh Kualitas


Akrual, Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner
Terhadap Biaya Ekuitas
Pada model IB nilai VIF seluruh variabel tidak ada yang bernilai lebih dari
10, sedangkan pada model 2B ada satu variabel yaitu size yang nilai VIF lebih
dari 10 yaitu 13,19. Namun demikian rerata VIF model 1B dan 2B masih tidak
lebih dari 10 yaitu 3, 86 dan 5,08. Dengan demikian secara keseluruhan model 1B
dan 2B tidak memiliki masalah multikolinearitas.
Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolinearitas Model IB dan 2B

Model IB Model 2B
Variabel VIF Variabel VIF
AQ Rank 4,77 Inn Rank 5,42
Size 7,63 Dis Rank 4,91
Leverage 3,32 Size 13,19
Beta 2,40 Leverage 3,42
Growth 1,21 Beta 2,45
Growth 1,10
Rerata 3,86 Rerata 5,08

4.4.3 Uji Heterokedastisitas


Pengujian ini dilakukan untuk melihat konstan tidaknya varians error dari
variabel independen. Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana varians error
tidak konstan atau berubah-ubah. Heterokedastisitas menyebabkan standard error

Universitas Indonesia
63

dari model regresi menjadi bias. Pada t-test maupun F-test tergantung pada
standard error yang benar untuk menentukan apakah hipotesis ditolak atau tidak.
Dengan demikian masalah heterokedastisitas akan menyebabkan pengambilan
kesimpulan berdasarkan rejection rule yang ada akan menjadi tidak valid.
Pada pengujian ini jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai α yaitu 0,05
berarti terdapat heterokedastisitas. Pada tabel 4.12 dapat dilihat bahwa
keseluruhan model terdapat masalah heterokedastisitas. Heterokedastisitas ini
diatasi dengan menggunakan Generalized Least Square (GLS). Hasil regresi
dengan menggunakan GLS untuk keseluruhan model terdapat di lampiran 14-17.
Tabel 4.12 Hasil Uji Heterokedastisitas
Modified Model 1A Model 1B Model 2A Model 2B
Wald Test
Prob. Chi2 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Model 1A: Pengaruh kualitas akrual pada biaya utang
Model 1B: Pengaruh kualitas akrual pada biaya ekuitas
Model 2A: Pengaruh kualitas akrual innate dan diskresioner pada biaya utang
Model 2B: Pengaruh kualitas akrual innate dan diskresioner pada biaya ekuitas

4.4.4 Uji Otokorelasi


Pengujian ini bertujuan untuk mendeteksi adanya otokorelasi yaitu
hubungan antar error yang relevan untuk data berseri. Otokorelasi menyebabkan
model menjadi tidak BLUE karena varians residual regresi menjadi tidak
minimum pada estimator kelas linier atau tidak memiliki sifat best pada syarat
parameter BLUE. Hasil uji otokorelasi disajikan pada tabel 4.13. Jika nilai
probabilitas lebih kecil dari nilai α yaitu 0,05 berarti terdapat otokorelasi. Dapat
dilihat pada tabel tersebut pada model 1A dan 2A terdapat masalah otokorelasi
sehingga diperlukan model regresi Generalized Least Square (GLS) untuk
mengatasi masalah otokorelasi tersebut.
Tabel 4.13 Hasil Uji Otokorelasi
Wooldridge Test Model 1A Model 1B Model 2A Model 2B
Prob. 0,0138 0,0673 0,0130 0,0961
Model 1A: Pengaruh kualitas akrual pada biaya utang
Model 1B: Pengaruh kualitas akrual pada biaya ekuitas
Model 2A: Pengaruh kualitas akrual innate dan diskresioner pada biaya utang
Model 2B: Pengaruh kualitas akrual innate dan diskresioner pada biaya ekuitas

Universitas Indonesia
64

4.5 Analisis Hasil Regresi Model 1A dan 2A: Pengaruh Kualitas Akrual,
Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner terhadap
Biaya Utang
Setelah model penelitian memenuhi kriteria uji asumsi klasik, yaitu BLUE
(Best, Linear, Unbiased, Estimator), maka tahap selanjutnya yaitu melihat apakah
model penelitian ini telah sesuai dengan kriteria model ekonometrika yang baik
yaitu dengan pengujian signifikansi global (F-stat), signifikansi parsial (t-stat),
dan R2. Ringkasan hasil regresi untuk model 1A dan 2A dapat dilihat pada tabel
4.14 dan 4.15. Hasil lengkap regresi model ini terdapat di bagian lampiran 14 dan
16. Probabilitas pada hasil output stata untuk keseluruhan penelitian ini dibagi dua
karena hipotesis penelitian bersifat one-tailed.

4.5.1 Uji Signifikansi Global (F-stat)


Pengujian signifikansi global dilakukan untuk mengetahui tingkat
signifikansi pengaruh seluruh variabel terhadap variabel dependennya yaitu biaya
utang. Untuk menguji signifikansi global digunakan p-value (probability value)
dengan tingkat signifikansi sebesar alpha yaitu 5% one tailed. Apabila nilai
signifikansi lebih kecil atau sama dengan 0,025 maka model penelitian signifikan.
Untuk model 1A dan 2A probabilitas F-stat bernilai 0,00000. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa seluruh variabel dalam model secara bersama-sama
memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya utang.

4.5.2 Uji R2
Pengujian R2 dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan
variabel independen dapat menjelaskan perubahan variabel dependen dalam suatu
model. Nilai R2 yang digunakan pada penelitian ini yaitu R 2 between pada output
regresi Fix Effect (FE). Pada model 1A dan 2A, nilai R2 tidak terlalu besar yaitu
hanya bernilai 0,01490 untuk model 1A dan 0,01530 untuk model 2A. Dapat
diartikan bahwa perubahan variabel independen pada model 1A (kualitas akrual)
dan variabel independen pada model 2A (kualitas akrual innate dan kualitas akrual
diskresioner) dapat menjelaskan perubahan variabel dependen (biaya utang)
sebesar 1,49% dan 1,53%.

Universitas Indonesia
65

4.5.3 Uji Hipotesis


Pengujian signifikansi parsial digunakan untuk melihat signifikansi
masing-masing variabel independen terhadap biaya utang. Pengujian hipotesis 1A
dilakukan dengan melihat p-value pada variabel AQ Rank dan koefisien variabel
AQ Rank pada model 1A. Jika nilai p-value lebih kecil dari alpha, maka ada
pengaruh signifikan kualitas akrual terhadap biaya utang. Hasil pengujian
menunjukkan kualitas akrual tidak memiliki pengaruh terhadap biaya utang.
Untuk menguji hipotesis 2A dilakukan uji beda koefisien. Jika nilai p-value
lebih kecil dari alpha 0,05, maka kualitas akrual innate lebih besar pengaruhnya
dibanding kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang. Berdasarkan hasil uji
beda koefisien diketahui tidak terdapat perbedaan pengaruh antara kualitas akrual
innate dan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang. Untuk mendukung
hasil uji beda koefisien tersebut, dilakukan uji beda rata-rata. Berdasarkan hasil uji
beda rata-rata diketahui tidak terdapat perbedaan pengaruh antara kualitas akrual
innate dan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang. Ringkasan hasil uji
beda koefisien dan uji beda rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.14. Hasil regresi uji
beda koefisien dan uji beda rata-rata terdapat di lampiran 18 dan 19.
Hasil penelitian untuk model 1 berbeda dengan Francis et al. (2005)
namun konsisten dengan Gray, Koh, dan Tong (2009). Perbedaan hasil penelitian
tersebut menurut Gray, Koh, dan Tong (2009) dikarenakan sebagian besar sumber
modal perusahaan di Australia berasal dari private debt dibandingkan public debt.
Private lenders lebih memiliki keistimewaan dalam akses terhadap informasi
bisnis dan finansial perusahaan dibandingkan public lenders sehingga tingkat
asimetri informasi menjadi lebih rendah. Selain itu, private lenders juga
cenderung memiliki hak lebih untuk melakukan pengawasan kepada borrowing
firm sehingga menyebabkan risiko informasi yang terkait dengan kebijakan
pelaporan manajerial berkurang dan mengurangi efek kualitas akrual terhadap
biaya utang.
Hal tersebut diduga juga terjadi di perusahaan Indonesia. Pasar utang di
Indonesia tidak sebesar pasar modalnya dan lebih banyak private debt dibanding
public debt. Persentase jumlah perusahaan publik yang mengeluarkan obligasi
atau public debt hanya sebesar 24,74% dari total perusahaan yang listed di Bursa

Universitas Indonesia
66

Efek Indonesia (lampiran 22). Dibandingkan public lenders, private lenders


biasanya dapat mengakses informasi bisnis dan finansial perusahaan. Hal ini
mengakibatkan asimetri informasi menjadi relatif lebih rendah dan juga
menyebabkan penurunan risiko informasi yang terkait dengan kebijakan
pelaporan manajerial dan mengurangi efek kualitas akrual terhadap biaya utang.
Dengan demikian pada penelitian ini hal tersebut merupakan penyebab kualitas
akrual, kualitas akrual innate, dan kualitas akrual diskresioner tidak berpengaruh
terhadap biaya utang dan tidak adanya perbedaan pengaruh antara kualitas akrual
innate dan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang.
Tabel 4.14 Hasil Regresi Model 1A
COD j,t+1 = β0 + β1 TAQrank j,t + β2 Size j,t + β3 ROA j,t + β4 IntCov j,t + β5 σ(NIBE) j,t + β6 Leverage j,t + μ j,t

Variabel Prediksi Koefisien t-statistik P-value


AQ Rank - -0,00034 -0,045 0,46400
Size - -0,02964 -2,090 0,00000*
ROA - 0,40522 0,115 0,41050
Int Cov - -0,00031 -0,750 0,06700
NIBE + -0,02981 -0,075 0,44200
Leverage + -0,31919 -2,430 0,00000*
Constanta +/- 1,06661 2,755 0,00000*
2
R between (model fix effect) 0,01490
F-statistik 28,03500
P-value 0,00000*
COD: Biaya utang. AQ Rank: Decile rank kualitas akrual. Size: Logaritma
natural total aset. ROA: Laba bersih dibagi total aset. Int Cov: Interest
coverage yang dihitung dari laba operasi dibagi beban bunga. NIBE: Standar
deviasi (5 tahun) dari laba sebelum pos luar biasa yang dibagi dengan rata-rata
aset. Leverage: Total utang dibagi dengan total aset.
* Signifikan pada tingkat 1% one tailed

Hasil penelitian ini juga konsisten dengan Yunior (2010) yaitu kualitas
akrual, kualitas akrual innate, dan kualitas akrual diskresioner tidak berpengaruh
terhadap biaya utang. Selain itu hasil penelitiannya juga tidak dapat membuktikan
adanya perbedaan pengaruh kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner
terhadap biaya utang. Yunior (2010) yang hanya menggunakan satu periode
sebagai sampel penelitiannya, menyatakan bahwa hasil tersebut kemungkinan
dikarenakan di Indonesia pada periode tersebut terjadi mispricing abnormal
accrual. Menurut Toha dan Harahap (2010) mispricing abnormal accrual yaitu

Universitas Indonesia
67

pasar tidak mengantisipasi dengan baik informasi yang terkait dengan akrual
sehingga kualitas akrual tidak berpengaruh terhadap biaya utang.
Tabel 4.15 Hasil Regresi Model 2A
COD j,t+1 = β0 + β1 InnAQrank j,t + β2 DisAQrank + β3 ROA j,t + β4 IntCov j,t + β5 σ(NIBE) j,t + β6 Leverage j,t + β7 Size j,t + μ j,t

Variabel Prediksi Koefisien t-statistik P-value


Inn Rank - -0,00267 -0,300 0,27400
Dis Rank - -0,00152 -0,195 0,34800
Size - -0,03079 -2,130 0,00000*
ROA - 0,00975 0,025 0,47900
Int Cov - -0,00030 -0,735 0,07000
NIBE + 0,01409 -0,035 0,47400
Leverage + -0,31205 -2,355 0,00000*
Constanta +/- 1,10416 2,765 0,00000*
2
R between (model fix effect) 0,01530
F-statistik 28,40500
P-value 0,00000*
P-value uji beda koefisien 0,40050
P-value uji beda rata-rata 1,00000
COD: Biaya utang. Inn Rank: Decile rank kualitas akrual innate. Dis
Rank: Decile rank kualitas akrual diskresioner. Size: Logaritma natural total
aset. ROA: Llaba bersih dibagi total aset. Int Cov: Interest coverage yang
dihitung dari laba operasi dibagi beban bunga. NIBE: Standar deviasi (5 tahun)
dari laba sebelum pos luar biasa yang dibagi dengan rata-rata aset. Leverage:
Total utang dibagi dengan total aset.
* Signifikan pada tingkat 1% one tailed

4.5.4 Uji Variabel Kontrol


Variabel kontrol dalam model 1A dan 2A yang berpengaruh signifikan
terhadap biaya utang yaitu leverage dan size. Koefisien hasil regresi pada variabel
size sesuai dengan prediksi yaitu bernilai negatif. Ukuran perusahaan yang lebih
kecil akan menimbulkan persepsi berupa peningkatan risiko kesulitan keuangan
sehingga kreditor akan menuntut pengembalian berupa bunga yang lebih tinggi.
Dengan demikian semakin kecil ukuran perusahaan maka semakin besar biaya
utangnya.
Pada variabel leverage, koefisien hasil regresi berbeda dengan prediksi.
Sama dengan hasil penelitian Francis et al. (2005) koefisien hasil regresi bernilai
negatif. Bebezuk dan Galindo (2010) menyatakan hubungan antara leverage ratio
dengan biaya modal dapat bernilai negatif. Perusahaan yang memiliki leverage
yang tinggi dapat menjadi sinyal bagi kreditor bahwa kreditor lainnya telah
memercayai perusahaan tersebut untuk peminjaman uang sehingga perusahaan

Universitas Indonesia
68

tersebut tidak dibebankan dengan beban bunga yang tinggi. Dengan demikian
semakin tinggi leverage ratio akan berpengaruh pada penurunan biaya utang.
Variabel kontrol lainnya yaitu ROA dan interest coverage tidak
berpengaruh signifikan terhadap biaya utang. Hal serupa ditemukan Gray, Koh,
dan Tong (2009). Sumber utang perusahaan di Indonesia lebih banyak dari private
debt dibanding public debt. Private lenders lebih memiliki keistimewaan dalam
akses terhadap informasi bisnis dan finansial perusahaan dibandingkan public
lenders. Selain itu, private lenders juga cenderung memiliki hak lebih untuk
melakukan pengawasan kepada borrowing firm. Oleh karena kedua hal tersebut
tingkat kepercayaan private lender kepada perusahaan meningkat sehingga
private lender tidak lagi melihat dan mempertimbangkan ukuran kinerja
perusahaan lainnya yaitu ROA dan interest coverage. Private lender cenderung
melihat laba perusahaan dan tingkat utang perusahaan. Semakin tinggi laba dan
utang perusahaan, maka dapat menjadi sinyal bahwa kreditor lainnya telah
memercayai perusahaan tersebut untuk peminjaman uang.
4.6 Analisis Hasil Regresi Model 1B dan 2B: Pengaruh Kualitas Akrual,
Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner terhadap
Biaya Ekuitas
Setelah model penelitian 1B dan 2B telah dilakukan treatment dengan
menggunakan model regresi General Least Square (GLS), maka kedua model ini
telah memenuhi kriteria uji asumsi klasik, yaitu BLUE (Best, Linear, Unbiased,
Estimator). Selanjutnya model penelitian ini akan diuji apakah telah sesuai dengan
kriteria model ekonometrika yang baik yaitu dengan pengujian signifikansi global
(F-stat), signifikansi parsial (t-stat), dan R 2. Hasil regresi terdapat di bagian
lampiran 15 dan 17. Ringkasan hasil regresi untuk model 1B dan 2B dapat dilihat
pada tabel 4.16 dan 4.17.

4.6.1 Uji Signifikansi Global (F-stat)


Pengujian signifikansi global dilakukan untuk mengetahui tingkat
signifikansi pengaruh seluruh variabel terhadap variabel dependennya yaitu biaya
utang. Untuk menguji signifikansi global digunakan p-value (probability value)
dengan tingkat signifikansi sebesar alpha yaitu 5% one tailed. Apabila nilai

Universitas Indonesia
69

signifikansi lebih kecil atau sama dengan 0,025 maka model penelitian signifikan.
Pada model IB dan 2B p-value F-stat bernilai 0,00000 sehingga dapat dikatakan
seluruh variabel independen dalam model secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependennya yaitu biaya ekuitas.

4.6.2 Uji R2
Pengujian R2 dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan
variabel independen dapat menjelaskan perubahan variabel dependen dalam suatu
model. Nilai R2 yang digunakan pada penelitian ini yaitu R2 between pada output
regresi Fixed Effect (FE). Pada model 1A dan 2A (biaya utang), nilai R 2 tidak
terlalu besar yaitu hanya sekitar 1% sedangkan pada model IB dan 2B (biaya
ekuitas) ini nilai R2 jauh lebih tinggi. Nilai R2 pada model 1B yaitu 16,84% dan
pada model 2B yaitu 23,45%. Dengan demikian dapat diartikan bahwa perubahan
variabel independen pada model 1B yaitu kualitas akrual dan variabel independen
pada model 2B yaitu kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner, dapat
menjelaskan perubahan variabel dependen yaitu biaya ekuitas sebesar 16,84% dan
23,45%.

4.6.3 Uji Hipotesis


Pengujian signifikansi parsial digunakan untuk melihat signifikansi
masing-masing variabel independen terhadap biaya ekuitas. Pengujian hipotesis
1B dilakukan dengan melihat p-value pada variabel AQ Rank dan koefisien
variabel AQ Rank. Jika nilai p-value lebih kecil dari alpha, maka ada hubungan
signifikan antara kualitas akrual dan biaya ekuitas. Hasil pengujian menunjukkan
kualitas akrual berpengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas karena p-value
bernilai 0,00000. Koefisien hasil regresi nilai variabel AQ Rank bernilai negatif
sesuai dengan prediksi. Semakin tinggi nilai variabel AQ Rank mengindikasikan
semakin baik kualitas akrual perusahaan. Semakin baik kualitas akrual perusahaan
maka akan semakin kecil risiko informasi pada pelaporan laporan keuangan.
Besarnya risiko informasi akan berpengaruh terhadap required rate of return
investor dan menurunkan biaya ekuitas. Dengan demikian kualitas akrual
berpengaruh negatif dengan biaya ekuitas. Hasil ini konsisten dengan Francis et
al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009).

Universitas Indonesia
70

Tabel 4.16 Hasil Regresi Model 1B


COEj,t = β0 + β1 TAQrank j,t + β2 Leverage j,t + β3 Beta j,t + β4 Size j,t +
β5 Growth j,t + μ j,t

Variabel Prediksi Koefisien t-statistik P-value


AQ Rank - -0,00888 -2,300 0,00000*
Size - -0,00852 -1,130 0,01200**
Beta + 0,00186 0,085 0,43100
Growth - 0,58545 7,175 0,00000*
Leverage + -0,15420 -2,485 0,00000*
Constanta +/- -0,20985 -1,025 0,02050**
2
R between (model fix effect) 0,16840
F-statistik 136,49000
P-value 0,00000*
COE: Biaya ekuitas. AQ Rank: Decile rank kualitas akrual. Size:
Logaritma natural total aset. Beta: Regresi dari return mingguan saham
perusahaan terhadap return mingguan saham harga pasar (IHSG).
Growth: Log dari satu ditambah nilai pertumbuhan perusahaan dari nilai
buku ekuitas periode t dengan periode t-1. Leverage: Total utang dibagi
dengan total aset
* Signifikan pada tingkat 1% one tailed
** Signifikan pada tingkat 5% one tailed

Kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner memiliki pengaruh


negatif dan signifikan terhadap biaya ekuitas. Hal ini dapat dilihat dari koefisien
hasil regresi yang bernilai negatif dan nilai p-value sebesar 0,00000 untuk kualitas
akrual innate dan 0,00005 untuk kualitas akrual diskresioner. Selanjutnya untuk
menguji hipotesis 2B dilakukan uji beda koefisien. Jika nilai p-value lebih kecil
dari alpha 0,05, maka kualitas akrual innate lebih besar pengaruhnya
dibandingkan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya ekuitas. Berdasarkan
hasil uji beda koefisien diperoleh p-value sebesar 0,00010 yang dapat diartikan
pengaruh kualitas akrual innate lebih besar dibandingkan kualitas akrual
diskresioner terhadap biaya ekuitas. Untuk mendukung hasil uji beda koefisien
tersebut, dilakukan uji beda rata-rata. Berdasarkan hasil uji beda rata-rata
diperoleh p-value sebesar 0,50000 yang dapat diartikan pengaruh kualitas akrual
innate lebih besar dibandingkan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya
ekuitas. Hal ini sama dengan hasil penelitian Francis et al. (2005) dan Gray, Koh,
dan Tong (2009).
Francis et al. (2005) menyatakan bahwa kualitas akrual diskresioner akan
lebih kecil pengaruhnya dibandingkan kualitas akrual innate karena adanya offset

Universitas Indonesia
71

effect. Guay et al. (1996) membagi komponen akrual diskresioner menjadi tiga,
yaitu performance component, opportunism, dan pure noise. Performance
component merefleksikan kemampuan manajemen untuk meningkatkan earnings
sesuai dengan kinerja aktual perusahaan. Komponen opportunism merupakan
komponen yang merefleksikan adanya perilaku oportunis dan insentif dari
berbagai pihak untuk membuat laporan keuangan tidak sesuai dengan kinerja
perusahaan. Komponen selanjutnya yaitu pure noise merupakan komponen error
yang tidak dapat dijelaskan dalam menilai kualitas akrual diskresioner.
Francis et al. (2005) menyatakan bahwa offset effect adalah ketika
manajemen suatu perusahaan akan berusaha untuk membuat laporan keuangan
sesuai dengan keadaan aktual perusahaan (performance component), namun ada
manajemen perusahaan lainnya yang berusaha untuk memanipulasi laporan
keuangan karena ada motivasi dan kepentingan tertentu (opportunistic
component), sehingga ketika diobservasi kedua komponen akrual diskresioner
tersebut saling menyeimbangkan (offset) pengaruh terhadap risiko informasi. Oleh
karena offset effect tersebut, Francis et al. (2005) mengatakan bahwa kualitas
akrual diskresioner akan memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan
kualitas akrual innate terhadap risiko informasi dan selanjutnya akan berpengaruh
terhadap biaya ekuitas.

4.6.4 Uji Variabel Kontrol


Uji signifikansi parsial juga digunakan pada variabel kontrol untuk model
1B dan 2B. Pada model 1B dan 2B, sebagian besar variabel kontrol memiliki
hubungan signifikan dengan biaya ekuitas yaitu leverage, size, dan growth. Pada
kedua model ini hanya terdapat satu variabel kontrol yang tidak signifikan
pengaruhnya terhadap biaya ekuitas yaitu variabel beta.

Tabel 4.17 Hasil Regresi Model 2B


COE j,t = β0 + β1 InnQrank j,t + β2 DisQrank j,t + β3 Leverage j,t + β4 Beta j,t + β5 Size j,t + β6 Growth j,t + μ j,t

Variabel Prediksi Koefisien t-statistik P-value


Inn Rank - -0,01613 -3,980 0,00000*
Dis Rank - -0,00660 -1,695 0,00005*
Size - -0,00280 -0,365 0,23150**

Universitas Indonesia
72

Beta + 0,00222 0,105 0,41650


Growth - 0,59020 7,355 0,00000*
Leverage + -0,11121 -1,790 0,00000*
Constanta +/- -0,01410 -0,065 0,36850
R2 between (model fix effect) 0,23450
F-statistik 163,99500
P-value 0,00000*
P-value uji beda koefisien 0,00010*
P-value uji beda rata-rata 0,50000*
COE: Biaya ekuitas. Inn Rank: Decile rank kualitas akrual innate. Dis
Rank: Decile rank kualitas akrual diskresioner. Size: Logaritma natural
total aset. Beta: Regresi dari return mingguan saham perusahaan terhadap
return mingguan saham harga pasar (IHSG). Growth: Log dari satu
ditambah nilai pertumbuhan perusahaan dari nilai buku ekuitas periode t
dengan periode t-1. Leverage: Total utang dibagi dengan total aset
* Signifikan pada tingkat 1% one tailed
** Signifikan pada tingkat 10% one tailed

Pada variabel leverage, koefisien hasil regresi berbeda dengan prediksi


koefisien. Sama dengan hasil penelitian Francis et al. (2005) koefisien hasil
regresi bernilai negatif. Hal ini berlawanan dengan prediksi awal yaitu adanya
pengaruh positif tingkat leverage terhadap biaya ekuitas. Penelitian Modigliani
and Miller (1958) menunjukkan bahwa pilihan antara debt and equity financing
tidak mempengaruhi nilai dari perusahaan maupun biaya atau ketersediaan modal.
Dengan kata lain, tingkat leverage suatu perusahaan tidak relevan dalam
menggambarkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan mencerminkan tingkat risiko
yang dimiliki perusahaan tersebut. Oleh karena itu tingkat leverage yang tinggi
belum tentu menggambarkan risiko default yang tinggi. Tingkat leverage yang
tinggi pada perusahaan mungkin saja mencerminkan kemampuan perusahaan di
dalam memenuhi kewajiban pembayaran atas utang yang dimilikinya.
Kemampuan perusahaan perusahaan di dalam memenuhi kewajiban pembayaran
utang membuat risiko perusahaan menurun dan nilai perusahaan meningkat di
mata investor. Risiko yang menurun tersebut berdampak pada tingkat
pengembalian yang diminta investor menjadi rendah. Tingkat pengembalian
rendah akan membuat biaya ekuitas perusahaan rendah. Dengan demikian
leverage berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas.
Pada variabel growth, koefisien hasil regresi bernilai positif. Hal ini
berlawanan dengan prediksi awal yaitu adanya pengaruh negatif pada variabel

Universitas Indonesia
73

growth terhadap biaya ekuitas. Hal ini sesuai dengan penelitian Zorn (2007) yang
menyatakan bahwa hubungan antara tingkat pertumbuhan perusahaan dengan
biaya ekuitas dapat bernilai positif karena perusahaan cenderung untuk
menstabilkan atau menaikkan nilai pertumbuhan perusahaannya agar memberikan
sinyal kepada stakeholder bahwa perusahaan sedang dalam kondisi baik. Dengan
adanya tindakan tersebut maka risiko informasi pada pelaporan laporan keuangan
meningkat dan biaya ekuitas pun meningkat. Dengan demikian pertumbuhan
perusahaan berpengaruh positif terhadap biaya ekuitas.
Variabel size memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas dan
koefisien hasil regresi pada variabel size sesuai dengan prediksi yaitu bernilai
negatif. Menurut Lee dan Choi (2002) ukuran perusahaan dapat dijadikan variabel
untuk menjelaskan variasi biaya modal karena pada perusahaan yang lebih kecil
mempunyai kecenderungan dan insentif lebih besar untuk memanipulasi laba
dibandingkan dengan perusahaan yang lebih besar. Hal ini disebabkan perusahaan
besar cenderung menjadi pengamatan analisis keuangan, investor, atau pihak
lainnya, sehingga lebih kecil kemungkinan untuk memanipulasi laba. Semakin
kecil ukuran perusahaan maka semakin besar risiko informasi dan investor
menuntut return yang lebih besar pula sehingga semakin besar biaya ekuitasnya.
Dengan demikian ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas.
Variabel kontrol yang tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas
yaitu beta dengan nilai p-value sebesar 0,43100 pada model IB dan 0,41650 pada
model 2B. Koefisien hasil regresi pada variabel beta sesuai dengan prediksi yaitu
bernilai positif. Nilai beta merupakan ukuran relatif risiko yaitu risiko saham
individual relatif terhadap risiko pasar. Ferson dan Locke (1998) menyatakan
bahwa semakin tinggi nilai beta yang mencerminkan semakin tingginya risiko,
akan menyebabkan semakin tingginya biaya ekuitas.

Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kualitas akrual memiliki
pengaruh terhadap biaya utang dan biaya ekuitas perusahaan dan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh antara kualitas akrual innate dengan
kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang dan biaya ekuitas. Model
kualitas akrual yang digunakan dalam penelitian mereplikasi model penelitian
Francis et al. (2005). Dari hasil pengujian pada sampel sebanyak 237 perusahaan
dengan total observasi 1.110 pada periode 2005-2011 dapat diperoleh kesimpulan
yaitu:
 Kualitas akrual, kualitas akrual innate, dan kualitas akrual diskresioner
tidak berpengaruh terhadap biaya utang. Juga ditemukan bahwa tidak ada
perbedaan pengaruh antara kualitas akrual innate dan kualitas akrual
diskresioner terhadap biaya utang. Hasil penelitian ini berbeda dengan
Francis et al. (2005) namun konsisten dengan Gray, Koh, dan Tong (2009).
Perbedaan hasil penelitian tersebut menurut Gray, Koh, dan Tong (2009)
dapat dikarenakan sebagian besar sumber modal perusahaan yang berasal
dari private debt dibandingkan public debt. Private lenders lebih memiliki
keistimewaan dalam akses terhadap informasi bisnis dan finansial
perusahaan dibandingkan public lenders sehingga tingkat informasi
asimetris menjadi lebih rendah. Selain itu, private lenders juga cenderung
memiliki hak lebih untuk melakukan pengawasan kepada borrowing firm
sehingga menyebabkan risiko informasi yang terkait dengan kebijakan
pelaporan manajerial berkurang dan mengurangi efek kualitas akrual
terhadap biaya utang. Selain itu kemungkinan penyebab lainnya yaitu pasar
utang di Indonesia tidak sebesar pasar modal. Persentase jumlah
perusahaan publik yang mengeluarkan obligasi hanya sebesar 24,74% dari
total seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Oleh
karena itu pasar utang di Indonesia kurang merespon akan adanya
informasi, termasuk informasi akrual, dibandingkan pasar modal.

74 Universitas Indonesia
75

 Kualitas akrual memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya


ekuitas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Francis et al. (2005) dan
Gray, Koh, dan Tong (2009). Semakin buruk kualitas akrual mencerminkan
adanya risiko informasi yang semakin tinggi pada pelaporan laporan
keuangan sehingga required return investor dan biaya ekuitas meningkat.
Dengan demikian kualitas akrual berpengaruh negatif terhadap biaya
ekuitas. Pengaruh kualitas akrual innate lebih besar dibanding kualitas
akrual terhadap biaya ekuitas. Francis et al. (2005) menyatakan hal ini
terjadi karena adanya offset effect yaitu ketika manajemen suatu perusahaan
akan berusaha untuk membuat laporan keuangan sesuai dengan keadaan
aktual perusahaan (performance component), namun ada manajemen
perusahaan lainnya yang berusaha untuk memanipulasi laporan keuangan
karena ada motivasi dan kepentingan tertentu (opportunistic component),
sehingga ketika diobservasi kedua komponen akrual diskresioner tersebut
saling menyeimbangkan (offset) pengaruh terhadap risiko informasi. Oleh
karena offset effect tersebut, Francis et al. (2005) mengatakan bahwa
kualitas akrual diskresioner akan memiliki pengaruh yang lebih kecil
dibandingkan kualitas akrual innate terhadap risiko informasi dan
selanjutnya akan berpengaruh terhadap biaya ekuitas.
.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut ini:
 Pada penelitian ini hanya menggunakan satu model kualitas akrual yaitu
Francis et al. (2005). Diharapkan pada penelitian selanjutnya dalam
meneliti tentang kualitas akrual dapat membandingkannya dengan model
kualitas akrual lainnya, misalnya model Dechow dan Dichev (2002).
 Dalam perhitungan biaya utang, digunakan cara beban bunga dibagi
dengan rata-rata utang dengan periode t+1 karena diekspektasikan terdapat
time lag dalam pengaruh variabel-variabel terhadap biaya utang. Pada
penelitian selanjutnya dapat menggunakan cara lain untuk perhitungan
biaya utang misalnya menggunakan bond yield-spread yang dihitung dari

Universitas Indonesia
76

yield of bond dikurang dengan yield treasury security yang durasi maturitas
terdekat (Elyas, Jia, dan Mao, 2007).
 Pada penelitian ini dalam menghitung biaya ekuitas menggunakan
pendekatan industry-adjusted earnings-to-price ratio. Diharapkan pada
penelitian selanjutnya dapat menggunakan pendekatan biaya ekuitas
lainnya, misalnya dengan menggunakan pendekatan Capital Asset Pricing
Model (CAPM).
 Generalisasi hasil penelitian ini tidak berlaku untuk industri jasa keuangan
dan investasi karena industri tersebut memiliki regulasi yang ketat sehingga
memiliki karakteristik yang khas dan tidak dapat dibandingkan dengan
jenis industri lainnya.

5.3 Implikasi Penelitian


Penelitian ini memiliki implikasi untuk beberapa pihak yaitu:
 Bagi perusahaan
Berdasarkan hasil penelitian, sudah terbukti kualitas akrual yang baik dapat
menurunkan biaya ekuitas. Hasil penelitian ini dapat dijadikan
pertimbangan perusahaan untuk meningkatkan kualitas akrual dengan
tujuan untuk memperoleh modal dalam bentuk saham dengan biaya yang
lebih rendah karena investor tidak hanya melihat angka laba saja.
 Bagi investor
Sebaiknya para investor mempertimbangkan mengenai kualitas akrual
dalam keputusan investasi. Dalam penelitian ini telah dibuktikan bahwa
kualitas akrual berhubungan negatif terhadap biaya ekuitas. Oleh karena itu
sebaiknya investor berinvestasi pada perusahaan yang memiliki kualitas
akrual yang baik.
 Bagi regulator
Pada penelitian ini telah terbukti bahwa kualitas akrual berpengaruh
terhadap biaya ekuitas. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini diharapkan
dapat dipertimbangkan oleh regulator akan pentingnya standar terkait
pengukuran komponen akrual, yaitu pendapatan dan beban, pada laporan
keuangan, misalnya mengenai kriteria pengakuan pendapatan dan beban

Universitas Indonesia
77

(PSAK 23 tentang Pengakuan Pendapatan) sehingga risiko adanya


fleksibiltas manajemen untuk melakukan manipulasi komponen akrual pada
laporan keuangan dapat berkurang. Dengan demikian kualitas akrual pada
perusahaan di Indonesia akan meningkat.

Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI

Adrison, Vid. (2013). Asumsi pada Regresi Ordinary Least Square (OLS). Bahan
Kuliah Ekonometrika 1. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Armstrong, C., Banerjee, S., & Corona, C. (2009). Information Quality,
Systematic Risk and the Cost of Capital. Working paper, University of
Pennsylvania.
Beaver, William. (2002). Perspective on Recent Capital Market Research. The
Accounting Review, 77, 453-474.
Botosan, C. A. (1997). Disclosure Level and The Cost of Equity Capital. The
Accounting Review, 72, 323-349.
Chava, Sudheer & Roberts, Michael R. (2008). How Does Financing Impact
Investment? The Role of Debt Covenants. The Journal of Finance, 63, 2085-
2121.
Clark, T.S. & Linzer, D. (2013). Should I Use Fixed or Random Effects? Working
Paper.
Dechow, P., & Schrand, C. (2004). Earnings Quality. The Research Foundation of
CFA Institute.
Dechow, Patricia & Schrand, Catherine. (2010). Understanding Earnings Quality:
A Review of the Proxies, Their Determinants and Their Consequences.
Journal of Accounting and Economics, 50, 344-401.
Dichev, I. & D. Skinner (2002). Large Sample Evidence on Debt Covenant
Hypothesis. Journal of Accounting Research, 40(4), 1091-1123.
Doyle, J., Ge, W., McVay, S. (2007). Accruals Quality and Internal Control over
Financial Reporting. Working Paper, Utah State University dan University of
Washington.
Easley, D. & M. O'Hara. (2004). Information and Cost of Capital. Journal of
Finance, 59 (4), 1553-83.
Edison Electric Institute. (2005). The Effect of Debt on Cost of Equity in
Regulatory Setting. Edison Electric Institute (EEI). www.eei.org.
Ferson, Wayne E. & Locke, Dennis H. (1998). Estimating the Cost of Capital
Through Time : An Analysis of the Sources of Error. Journal of Management
Science, 44 (4), 485-500.
Francis, J., Lafond, R., Olsson, P., & Schipper, K. (2005). The Market Pricing of
Accruals Quality. Journal of Accounting and Economics, 39, 295-327.
Gray, P., Koh Ping-Sheng, & Tong Yen H. (2009). The Accruals Quality,
Information Risk, and Cost of Capital : Evidence from Australia. Journal of
Business Finance and Accounting, 36 (1) & (2), 51-72.
Guay, W., Kothari, S.P., & R. Watts. (1996). A Market-Based Evaluation of
Discretionary Accruals Models. Journal of Accounting Research, 34
(supplement), 83–105.
Healy, P., (1996). Discussion of a market-based evaluation of discretionary
accrual models. Journal of Accounting Research, 34 (supplement), 107–115.
Hill, Charle W.L. & Jones, Thomas M. (1992). Stakeholder-Agency Theory.
Journal of Management Studies, 29 (2), 0022-2380.
Hovakimian, A., Opler, T., & Sheridan, T. (2001). The Debt-Equity Choice.
Journal of Financial and Quantitative Analysis, 36 (1), 1-24.

78 Universitas Indonesia
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). (2009). Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.
International Accounting Standard Board. (2012). International Accounting
Standards.
Jensen, M. C., & Meckling, W.H. (1976). Theory of Firm : Managerial Behaviour,
Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3,
305-360.
John, H., Liu, J., & Liu, J. (2006). Information Asymmetry, Diversivication, and
Cost of Capital. Working Paper, UCLA Anderson School.
Kent, P., Routledge, J., Stewart, J. (2010). Innate and Discretionary Accruals
Quality and Corporate Governance. Journal of Accounting and Finance, 50,
171-195.
Kothari, S.P., Leone, A., Wasley, C.E. (2005). Performance Matched Discretionary
Accrual Measures. Journal of Accounting and Economics, 39, 163-197.
Lando, David. (2004). Credit Risk Modeling: Theory and Applications. Princeton,
NJ: Princeton University Press.
Lambert, R.A., Leuz, C., & Verrecia, R. (2007). Information Asymmetry,
Information Precision, and The Cost of Capital. Working Paper, University of
Pennsylvania dan University of Chicago.
Leuz, C., & Verrcchia, R. (2004). Firms Capital Allocation Choices, Information
Quality, and The Cost of Capital. Working Paper, University of Pennsylvania.
Leuz, C., Nanda, D., & Wysocki, P.D. (2003). Earnings Management and Investor
Protection: an International Comparation. Journal of Financial Economics,
69, 505-527.
Liu, J., Nissim, D., & Thomas, J., (2002). Equity Valuation Using Multiples.
Journal of Accounting Research, 40, 135–172.
Mokhtari, B., & Kangarlouei, S. J. (2012). The Investigation of the Relationship
between Accruals Quality and Corporate Cash Holdings in Firms Listed in
Tehran Stock Exchange (TSE). Journal of Management Research, 4 (3), 120-
132.
Mukti, A.H., & Wardhani, R. (2012). Corporate Governance Mechanism, Audit
Quality, and Accrual Quality: Indonesia Manufacturing Company Evidence.
IAMURE International Journal of Business and Management, 3, 168-189.
Nachrowi, D. N., & Usman, H. (2006). Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi
dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Pincus, M., Rajgopal, S., & Venkatachalam, M. (2003). The Accrual Anomaly:
International Evidence. The Accounting Review, 82,169-203.
Pratt, J.W. & Zeckhauser, R.J. (1985). Principals and Agents: The Structure of
Business. Harvard Business School Press: Boston.
Riedl, Edward & Serafeim, George. (2009). Information Risk and Fair Value : An
Examination of Equity Betas and Bid Ask Spread. Working Paper, Harvard
Business School.
Saam, Nicole J. (2007). Asymmetry in information versus asymmetry in power:
Implicit assumptions of agency theory. Journal of Socio-Economics, 36 (6),
825-984.
Sehgal, Sanjay & Pandey, Asheesh. (2010). Equity Valuation Using Price
Multiples: A Comparative Study for BRICKS. Asain Journal of Finance &
Accounting ISSN 1946-052X 2010, 2 (1), 68-91.

78 Universitas Indonesia
Sloan, R. G. (1996). Do Stock Prices Fully Reflect Information in Accruals and
Cash Flows About Future Earnings?. The Accounting Review, 71, 289-315.
Scott, William. (2009).Financial Accounting Theory (5th Edition). Prentice Hall.
Siregar, Sylvia V., & Utama, Sidharta. (2008). Type of Earnings Management and
The Effect of Ownership Structure, Firms Size, and Corporate Governance
Practice : Evidence from Indonesia. The International Journal of Accounting,
43, 1-27.
Spohr, Jonas. (2005). Essays of Earnings Management. Working paper, Swedish
School of Economics and Business Administration.
Subramanyam, K.R. (1996). The Pricing of Discretionary Accruals. Journal of
Accounting and Economics, 22, 249–281.
Susanto, Siswardika. (2012). Corporate Governance, Kualitas Laba, dan Biaya
Ekuitas : Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Indonesia
Tahun 2009. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Tampubolon, Maria S.H. (2012). Pengaruh Kualitas Akrual terhadap Premi
Risiko. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Teoh, S. H., & Wong, T. J. (2002). Why New Issues and High-Accrual Firms
Underperform: The Role of Analyst' Creduity. The Review of Financial
Studies, 15, 869-900.
Toha, E. C,. & Harahap, Nurwahyuningsih. (2010). Anomali Akrual di Indonesia.
Working Paper, Universitas Indonesia.
Utami, Wiwik. (2005). Pengaruh Manajemen Laba terhadap Biaya Modal Ekuitas.
Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo.
Yunior, William S. (2010). Pengaruh Kualitas Informasi sebagai Risiko Informasi
terhadap Biaya Modal. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

78 Universitas Indonesia
81

Lampiran 1
Daftar Perusahaan

No Kode Nama Perusahaan Industri


1 AALI Astra Agro Lestari Tbk Agriculture
2 ABBA Mahaka Media Tbk Trade, service, and investment
3 ADES Akasha Wira International Tbk. Consumer goods industry
Property, real estate, and building
4 ADHI Adhi Karya (Persero) Tbk.
construction
5 ADMG Polychem Indonesia Tbk Miscellaneous
6 ADRO Adaro Energy Tbk. Mining
7 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk Consumer goods industry
8 AKKU Alam Karya Unggul Basic industry and chemicals
9 AKPI Argha Karya Prima Ind. Tbk Basic industry and chemicals
10 AKRA AKR Corporindo Tbk. Trade, service, and investment
11 ALMI Alumindo Light Metal Industry Basic industry and chemicals
12 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk Basic industry and chemicals
13 AMRT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. Trade, service, and investment
14 ANTM Aneka Tambang (Persero) Tbk Mining
15 APEX Apexindo Pratama Duta Tbk Mining
16 APLI Asiaplast Industries Tbk Basic industry and chemicals
Infrastructure, utilities,
17 APOL Arpeni Pratama Ocean Line Tbk
transportation
18 ARGO Argo Pantes Tbk Miscellaneous
19 ARNA Arwana Citramulia Tbk Basic industry and chemicals
20 ARTI Ratu Prabu Energi Tbk Mining
21 ASGR Astra Graphia Tbk Trade, service, and investment
22 ASIA Asia Natural Resources Tbk Trade, service, and investment
23 ASII Astra International Tbk Miscellaneous
Property, real estate, and building
24 ASRI Alam Sutera Reality
construction
25 AUTO Astra Otoparts Tbk Miscellaneous
Property, real estate, and building
26 BAPA Bekasi Asri Pemula Tbk
construction
27 BATA Sepatu Bata Tbk Miscellaneous
28 BHIT Bhakti Investama Tbk. Trade, service, and investment
Primarindo Asia Infrastructure
29 BIMA Miscellaneous
Tbk
30 BISI BISI International Tbk. Agriculture
Property, real estate, and building
31 BKDP Bukit Darmo Property Tbk
construction
Property, real estate, and building
32 BKSL Sentul City Tbk
construction
Infrastructure, utilities,
33 BLTA Berlian Laju Tanker Tbk
transportation
34 BMSR Bintang Mitra Semestaraya Tbk Trade, service, and investment

78 Universitas Indonesia
82

35 BRAM Indo Kordsa Tbk Miscellaneous


36 BRNA Berlina Tbk Basic industry and chemicals
37 BRPT Barito Pacific Tbk Basic industry and chemicals
Property, real estate, and building
38 BSDE Bumi Serpong Damai Tbk
construction
39 BTEK Bumi Teknokultura Unggul Tbk Agriculture
Infrastructure, utilities,
40 BTEL Bakrie Telecom Tbk
transportation
41 BUDI Budi Acid Jaya Tbk. Basic industry and chemicals
42 BUMI Bumi Resources Tbk Mining
43 BYAN Bayan Resources Tbk Mining
44 CEKA Cahaya Kalbar Tbk. Consumer goods industry
45 CENT Centrin Online Tbk Trade, service, and investment
46 CITA Cita Mineral Investindo Tbk Mining
47 CLPI Colorpak Indonesia Tbk Trade, service, and investment
Centris Multi Persada Pratama Infrastructure, utilities,
48 CMPP
Tbk transportation
49 CNKO Exploitasi Energi Indonesia Tbk Trade, service, and investment
50 CNTX Century Textile Industry Miscellaneous
Charoen Pokphand Indonesia
51 CPIN Basic industry and chemicals
Tbk
52 CPRO Central Proteinaprima Tbk Agriculture
53 CSAP Catur Sentosa Adiprana Tbk. Trade, service, and investment
54 CTBN Citra Tubindo Tbk Basic industry and chemicals
Property, real estate, and building
55 CTRA Ciputra Development Tbk
construction
Property, real estate, and building
56 CTRP Ciputra Property Tbk
construction
Property, real estate, and building
57 CTRS Ciputra Surya Tbk
construction
58 CTTH Citatah Tbk Mining
Property, real estate, and building
59 DART Duta Anggada Realty Tbk
construction
60 DAVO Davomas Abadi Tbk Consumer goods industry
Property, real estate, and building
61 DGIK Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk
construction
Property, real estate, and building
62 DILD Intiland Development Tbk
construction
63 DOID Delta Dunia Makmur Tbk Mining
64 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk Basic industry and chemicals
Dharma Samudera Fishing Ind.
65 DSFI Agriculture
Tbk
Property, real estate, and building
66 DUTI Duta Pertiwi Tbk
construction
67 EKAD Ekadharma International Tbk Basic industry and chemicals
68 ELSA Elnusa Tbk Mining

78 Universitas Indonesia
83

Property, real estate, and building


69 ELTY Bakrieland Development Tbk
construction
70 ENRG Energi Mega Persada Tbk Mining
71 EPMT Enseval Putra Megatrading Tbk Trade, service, and investment
72 ERTX Eratex Djaja Tbk Miscellaneous
73 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk Miscellaneous
74 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk Basic industry and chemicals
Infrastructure, utilities,
75 EXCL XL Axiata Tbk
transportation
76 FAST Fast Food Indonesia Tbk Trade, service, and investment
77 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk Basic industry and chemicals
78 FISH FKS Multi Agro Tbk Trade, service, and investment
Property, real estate, and building
79 FMII Fortune Mate Indonesia Tbk
construction
80 FPNI PT Lotte Chemical Titan Tbk. Basic industry and chemicals
Infrastructure, utilities,
81 FREN Smartfren Telecom Tbk
transportation
82 GDYR Goodyear Indonesia Tbk Miscellaneous
83 GEMA Gema Grahasarana Tbk Trade, service, and investment
84 GGRM Gudang Garam Tbk Consumer goods industry
85 GJTL Gajah Tunggal Tbk Miscellaneous
86 GMCW Grahamas Citrawisata Tbk Trade, service, and investment
Gowa Makassar Tourism Property, real estate, and building
87 GMTD
Development Tbk construction
Property, real estate, and building
88 GPRA Perdana Gapura Prima Tbk
construction
89 HDTX Panasia Indo Resources Tbk Miscellaneous
90 HERO Hero Supermarket Tbk Trade, service, and investment
91 HEXA Hexindo Adiperkasa Tbk Trade, service, and investment
Humpuss Intermoda Infrastructure, utilities,
92 HITS
Transportasi Tbk transportation
93 HOME Hotel Mandarine Regency Tbk Trade, service, and investment
Infrastructure, utilities,
94 IATA Indonesia Air Transport Tbk
transportation
95 ICON Island Concepts Indonesia Tbk Trade, service, and investment
96 IGAR Champion Pacific Indonesia Tbk Basic industry and chemicals
97 IIKP Inti Agri Resources Tbk. Agriculture
98 IKAI Intikeramik Alamasri Industri Tbk Basic industry and chemicals
99 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk Miscellaneous
Indomobil Sukses Internasional
100 IMAS Miscellaneous
Tbk
101 INAF Indofarma Tbk Consumer goods industry
102 INAI Indal Aluminium Industry Tbk Basic industry and chemicals
103 INCI Intanwijaya Internasional Tbk Basic industry and chemicals
104 INCO Vale Indonesia Tbk Mining
105 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk Consumer goods industry

78 Universitas Indonesia
84

106 INDR Indorama Synthetics Tbk Miscellaneous


107 INDS Indospring Tbk Miscellaneous
Infrastructure, utilities,
108 INDX Tanah Laut Tbk
transportation
Infrastructure, utilities,
109 INDY Indika Energy Tbk
transportation
110 INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk Basic industry and chemicals
Indonesian Paradise Property
111 INPP Trade, service, and investment
Tbk
112 INRU Toba Pulp Lestari Tbk Basic industry and chemicals
113 INTA Intraco Penta Tbk Trade, service, and investment
114 INTD Inter-Delta Tbk Trade, service, and investment
Indocement Tunggal Prakarsa
115 INTP Basic industry and chemicals
Tbk
Infrastructure, utilities,
116 ISAT Indosat Tbk
transportation
117 JECC Jembo Cable Company Tbk Miscellaneous
Jakarta International Hotels & Property, real estate, and building
118 JIHD
Development Tbk construction
Jaya Konstruksi Manggala Property, real estate, and building
119 JKON
Pratama Tbk construction
120 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Tbk Basic industry and chemicals
121 JPFA JAPFA Comfeed Indonesia Tbk Basic industry and chemicals
Property, real estate, and building
122 JRPT Jaya Real Property Tbk
construction
Jakarta Setiabudi Internasional
123 JSPT Trade, service, and investment
Tbk
124 JTPE Jasuindo Tiga Perkasa Tbk Trade, service, and investment
125 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk Consumer goods industry
126 KARW ICTSI Jasa Prima Tbk. Miscellaneous
127 KBLI KMI Wire and Cable Tbk Miscellaneous
128 KBLM Kabelindo Murni Tbk Miscellaneous
Kertas Basuki Rachmat
129 KBRI Basic industry and chemicals
Indonesia Tbk
130 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk Consumer goods industry
Keramika Indonesia Assosiasi
131 KIAS Basic industry and chemicals
Tbk
132 KICI Kedaung Indah Can Tbk Consumer goods industry
Property, real estate, and building
133 KIJA Kawasan Industri Jababeka Tbk
construction
134 KKGI Resource Alam Indonesia Tbk Mining
135 KLBF Kalbe Farma Tbk Consumer goods industry
136 KOIN Kokoh Inti Arebama Tbk Trade, service, and investment
Property, real estate, and building
137 LAMI Lamicitra Nusantara Tbk
construction
Infrastructure, utilities,
138 LAPD Leyand International Tbk
transportation

78 Universitas Indonesia
85

Property, real estate, and building


139 LCGP Laguna Cipta Griya Tbk
construction
140 LMAS Limas Centric Indonesia Tbk Trade, service, and investment
141 LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk Consumer goods industry
142 LMSH Lionmesh Prima Tbk Basic industry and chemicals
Property, real estate, and building
143 LPCK Lippo Cikarang Tbk
construction
144 LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk Miscellaneous
Property, real estate, and building
145 LPKR Lippo Karawaci Tbk
construction
146 LPPF Matahari Department Store Tbk Trade, service, and investment
PP London Sumatra Indonesia
147 LSIP Agriculture
Tbk
148 LTLS Lautan Luas Tbk Trade, service, and investment
149 MAIN Malindo Feedmill Tbk Basic industry and chemicals
150 MAMI Mas Murni Indonesia Tbk Trade, service, and investment
151 MAPI Mitra Adiperkasa Tbk Trade, service, and investment
152 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk Miscellaneous
Property, real estate, and building
153 MDLN Modernland Realty Ltd Tbk
construction
154 MDRN Modern Internasional Tbk Trade, service, and investment
155 MEDC Medco Energi Internasional Tbk Mining
156 MICE Multi Indocitra Tbk Trade, service, and investment
Mitra International Resources Infrastructure, utilities,
157 MIRA
Tbk transportation
158 MITI Mitra Investindo Tbk Mining
159 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk Consumer goods industry
160 MLIA Mulia Industrindo Tbk Basic industry and chemicals
161 MNCN Media Nusantara Citra Tbk Trade, service, and investment
162 MPPA Matahari Putra Prima Tbk Trade, service, and investment
163 MRAT Mustika Ratu Tbk Consumer goods industry
164 MTDL Metrodata Electronics Tbk Trade, service, and investment
165 MYOH Samindo Resources Tbk Mining
166 MYOR Mayora Indah Tbk Consumer goods industry
167 MYTX APAC Citra Centertex Tbk Miscellaneous
168 NIPS Nipress Tbk Miscellaneous
169 OKAS Ancora Indonesia Resources Tbk Trade, service, and investment
Property, real estate, and building
170 OMRE Indonesia Prima Property Tbk
construction
171 PANR Panorama Sentrawisata Tbk Trade, service, and investment
172 PBRX Pan Brothers Tbk Miscellaneous
Perusahaan Gas Negara Infrastructure, utilities,
173 PGAS
(Persero) Tbk transportation
174 PGLI Pembangunan Graha Lestari Tbk Trade, service, and investment
175 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk Basic industry and chemicals
176 PJAA Pembangunan Jaya Ancol Tbk Trade, service, and investment

78 Universitas Indonesia
86

177 PKPK Perdana Karya Perkasa Tbk Mining


Property, real estate, and building
178 PLIN Plaza Indonesia Realty Tbk
construction
179 PNSE Pudjiadi & Sons Tbk Trade, service, and investment
180 POLY Asia Pacific Fibers Tbk Miscellaneous
181 PRAS Prima Alloy Steel Universal Tbk Miscellaneous
182 PSAB J Resources Asia Pasifik Tbk. Mining
183 PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk Consumer goods industry
Tambang Batubara Bukit Asam
184 PTBA Mining
Tbk
185 PTRO Petrosea Tbk Mining
Pioneerindo Gourmet
186 PTSP Trade, service, and investment
International Tbk
187 PUDP Pudjiadi Prestige Tbk Trade, service, and investment
Property, real estate, and building
188 PWON Pakuwon Jati Tbk
construction
189 PYFA Pyridam Farma Tbk Consumer goods industry
Infrastructure, utilities,
190 RAJA Rukun Raharja Tbk
transportation
Property, real estate, and building
191 RBMS Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk
construction
192 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk Miscellaneous
Infrastructure, utilities,
193 RIGS Rig Tenders Tbk
transportation
194 RIMO Rimo Catur Lestari Tbk Trade, service, and investment
Bentoel International Investama
195 RMBA Consumer goods industry
Tbk
196 RUIS Radiant Utama Interinsco Tbk Mining
Infrastructure, utilities,
197 SAFE Steady Safe Tbk
transportation
Property, real estate, and building
198 SCBD Danayasa Arthatama Tbk
construction
Supreme Cable Manufacturing
199 SCCO Miscellaneous
Corporation
200 SCMA Surya Citra Media Tbk Trade, service, and investment
Merck Sharp Dohme Pharma
201 SCPI Consumer goods industry
Tbk
Millennium Pharmacon
202 SDPC Trade, service, and investment
International Tbk
203 SGRO Sampoerna Agro Tbk Agriculture
204 SHID Hotel Sahid Jaya Tbk Trade, service, and investment
205 SIAP Sekawan Intipratama Tbk Basic industry and chemicals
206 SIMA Siwani Makmur Tbk Basic industry and chemicals
207 SIPD Sierad Produce Tbk Basic industry and chemicals
208 SKLT Sekar Laut Tbk Consumer goods industry
209 SMAR SMART Tbk Agriculture
210 SMCB Holcim Indonesia Tbk Basic industry and chemicals

78 Universitas Indonesia
87

Property, real estate, and building


211 SMDM Suryamas Dutamakmur Tbk
construction
Infrastructure, utilities,
212 SMDR Samudera Indonesia Tbk
transportation
213 SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk Basic industry and chemicals
Property, real estate, and building
214 SMRA Summarecon Agung Tbk
construction
215 SMSM Selamat Sempurna Tbk Miscellaneous
216 SOBI Sorini Agro Asia Corporindo Tbk Basic industry and chemicals
217 SONA Sona Topas Tourism Industry Tbk Trade, service, and investment
218 SPMA Suparma Tbk Basic industry and chemicals
219 SRSN Indo Acidatama Tbk Basic industry and chemicals
Property, real estate, and building
220 SSIA Surya Semesta Internusa Tbk
construction
221 SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk Miscellaneous
222 STTP Siantar Top Tbk Consumer goods industry
223 SUGI Sugih Energy Tbk Trade, service, and investment
224 SULI Sumalindo Lestari Jaya Tbk. Basic industry and chemicals
225 TBLA Tunas Baru Lampung Tbk Agriculture
226 TBMS Tembaga Mulia Semanan Tbk Basic industry and chemicals
227 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk Miscellaneous
228 TGKA Tigaraksa Satria Tbk Trade, service, and investment
229 TINS Timah (Persero) Tbk Mining
230 TIRA Tira Austenite Tbk Trade, service, and investment
231 TIRT Tirta Mahakam Resources Tbk Basic industry and chemicals
232 TKGA PT Permata Prima Sakti Tbk. Trade, service, and investment
233 TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk Basic industry and chemicals
Telekomunikasi Indonesia Infrastructure, utilities,
234 TLKM
(Persero) Tbk transportation
Infrastructure, utilities,
235 TMAS Pelayaran Tempuran Emas Tbk
transportation
236 TMPI AGIS Tbk. Trade, service, and investment
237 TMPO Tempo Inti Media Tbk Trade, service, and investment
238 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk Basic industry and chemicals
239 TRIL Triwira Insanlestari Tbk Trade, service, and investment
240 TRIO Trikomsel Oke Tbk. Trade, service, and investment
241 TRST Trias Sentosa Tbk Basic industry and chemicals
Truba Alam Manunggal Infrastructure, utilities,
242 TRUB
Engineering Tbk transportation
243 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk Consumer goods industry
244 TURI Tunas Ridean Tbk Trade, service, and investment
245 ULTJ Ultra Jaya Milk Industry Tbk Consumer goods industry
246 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk Basic industry and chemicals
247 UNSP Bakrie Sumatera Plantations Tbk Agriculture
248 UNTR United Tractors Tbk Basic industry and chemicals

78 Universitas Indonesia
88

249 UNTX Unitex Tbk Miscellaneous


250 UNVR Unilever Indonesia Tbk Consumer goods industry
251 VOKS Voksel Electric Tbk Miscellaneous
252 WAPO Wahana Pronatural Tbk Trade, service, and investment
Infrastructure, utilities,
253 WEHA Panorama Transportasi Tbk
transportation
Wicaksana Overseas
254 WICO Trade, service, and investment
International Tbk
Property, real estate, and building
255 WIKA Wijaya Karya Tbk
construction
256 YPAS Yanaprima Hastapersada Tbk Basic industry and chemicals
Infrastructure, utilities,
257 ZBRA Zebra Nusantara Tbk
transportation

Lampiran 2
Pengujian Data Panel Model 1A : Chow Test

Sumber : Stata

Lampiran 3
Pengujian Data Panel Model 1A : Lagrange Multiplier Test

78 Universitas Indonesia
89

Sumber : Stata

Lampiran 4
Pengujian Data Panel 1A : Hausman Test

Sumber : Stata

Lampiran 5
Pengujian Data Panel Model 1B : Chow Test

Sumber : Stata

Lampiran 6
Pengujian Data Panel Model 1B : Lagrange Multiplier Test

78 Universitas Indonesia
90

Sumber : Stata

Lampiran 7
Pengujian Data Panel Model 1B : Hausman Test

Sumber : Stata

Lampiran 8
Pengujian Data Panel Model 2A : Chow Test

Sumber : Stata

Lampiran 9
Pengujian Data Panel Model 2A : Lagrange Multiplier Test

78 Universitas Indonesia
91

Sumber : Stata

Lampiran 10
Pengujian Data Panel Model 2A : Hausman Test

Sumber : Stata

Lampiran 11
Pengujian Data Panel Model 2B : Chow Test

Sumber : Stata

Lampiran 12
Pengujian Data Panel Model 2B : Lagrange Multiplier Test

78 Universitas Indonesia
92

Sumber : Stata

Lampiran 13
Pengujian Data Panel Model 2B : Hausman Test

Sumber : Stata

Lampiran 14
Hasil Regresi Generalized Least Square (GLS) Model 1A

Sumber : Stata

Lampiran 15
Hasil Regresi Generalized Least Square (GLS) Model 1B

78 Universitas Indonesia
93

Sumber : Stata

Lampiran 16
Hasil Regresi Generalized Least Square (GLS) Model 2A

Sumber : Stata

Lampiran 17
Hasil Regresi Generalized Least Square (GLS) Model 2B

78 Universitas Indonesia
94

Sumber : Stata

Lampiran 18
Hasil Uji Beda Koefisien Model 2A

Sumber : Stata

Lampiran 19
Hasil Uji Beda Rata-Rata Model 2A

Sumber : Stata

Lampiran 20

78 Universitas Indonesia
95

Hasil Uji Beda Koefisien Model 2B

Sumber : Stata

Lampiran 21
Hasil Uji Beda Rata-Rata Model 2B

Sumber : Stata

Lampiran 22
Debt Market di Indonesia
Jumlah Perusahaan yang Jumlah Perusahaan Persentase
Menerbitkan Obligasi Publik (%)

2005 105 336 31,25


2006 101 344 29,36
2007 102 383 26,63
2008 90 396 22,73
2009 86 398 21,61
2010 83 420 19,76
2011 96 440 21,81
Rata-rata 24,74
Sumber: Bursa Efek Indonesia (Telah Diolah Kembali)

78 Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai