Disusun oleh:
Rianti Pratiwi (196020300111030)
PASCA SARJANA
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Motivasi Penelitian................................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................................. 3
1.4 Kontribusi Penelitian ............................................................................................................ 3
1.4.1. Kontribusi Teoritis.............................................................................................................. 3
1.4.2. Kontribusi Praktis............................................................................................................... 3
LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS .................................................................. 4
2.1 Pengaruh Frekuensi Assurance pada Persepsi Manajemen.............................................. 4
2.2 Pengaruh Frekuensi Jaminan pada Perilaku Auditor Internal........................................ 6
2.3 Implikasi Dualitas Peran ...................................................................................................... 7
2.4 Efek Bersama dari Frekuensi Jaminan dan Dualitas Peran ............................................. 8
2.4.1 Efek pada Kemungkinan Tindakan Oportunisme Manajemen ............................... 8
2.4.2 Efek pada Kemungkinan Pelaporan Auditor ............................................................. 9
METODA PENELITIAN ................................................................................................................... 10
3.1 Desain Eksperimen ............................................................................................................. 10
3.2 Manipulasi eksperimental .................................................................................................. 11
3.3 Variabel kontrol eksperimental ......................................................................................... 12
3.3.1 Identifikasi organisasi (Org_ID) ................................................................................ 12
3.3.2 Sertifikasi profesional. ................................................................................................ 13
3.4 Peserta .................................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada faktor kualitas audit karena audit internal
dapat meningkatkan nilai perusahaan tidak hanya dengan membantu mengevaluasi dan
meningkatkan kompetensi manajemen, tetapi juga dapat membantu meningkatkan kualitas
pelaporan keuangan (missal, Christ et al.,2015). Namun, masih belum pasti apakah
peningkatan nilai perusahaan ini adalah implikasi dari fungsi audit internal untuk keefektifan
implementasi SPI atau merupakan implikasi dari fungsi audit internal dalam menunjang
ketersediaan pelaporan keuangan yang berkualitas sehingga dapat memfasilitasi auditor
ekstenal untuk memberikan opini yang baik.
Standar audit (SA-500) menunjukkan bahwa bukti audit lebih berkualitas dan lebih
persuasif ketika bukti tersebut relevan dan andal (IAPI, 2019). Relevansi adalah ukuran
kuantitas bukti misalnya ukuran sampel, sedangkan keandalan adalah ukuran kualitas dari bukti
1
itu sendiri. Alat analisis data seperti continous audit memungkinkan auditor untuk
mengevaluasi transaksi secara penuh dengan real time atau mendekati real time (mis., Brown-
Liburd et al., 2015) yang secara proporsional meningkatkan aspek kecukupan.
Jika ditinjau dari hasil penelitian terbaru, teknologi seperti continous audit dapat
berfungsi sebagai sistem pendukung keputusan yang membantu auditor membuat keputusan
yang lebih objektif (mis., Messier, 1995). Selanjutnya, audit kontinu dapat membantu auditor
untuk mengidentifikasi pola dalam data dengan menggabungkan seluruh proses dan waktu; dan
dengan memeriksa berbagai kombinasi hubungan transaksi dan atau tingkat akun (Teeter et al.,
2010). Singkatnya, penelitian terdahulu menunjukkan bahwa audit kontinu relatif dapat
meningkatkan kualitas audit internal dibandingkan dengan audit tradisional/ periodik.
Namun, belum ada penelitian terdahulu yang menghubungkan continuous audit dan
dualitas peran yang ada pada Audit Internal dan bagaimana continuous audit dapat
meminimalisir dualitas peran tersebut sehingga auditor dapat menjaga kualitas auditnya. Dari
penjelasan tersebut, peneliti merasa penelitian ini sangat perlu diteliti dan hasil dari enelitian
ini dapat mengisi kekosongan/ gap yang ada serta memberikan kontribusi baik secara teoritis
maupun praktis yang akan dijelaskan pada sub bab 1.4.
2
c. Bagaimanakah pengaruh penerapan continous auditing yang disertai dengan
pemisahan peran fungsional auditor terhadap persepsi auditor internal atas
kemungkinan adanya tindakan oportunistik manajemen ?
d. Bagaimanakah pengaruh penerapan continous auditing dan pemisahan dualitas peran
terhadap kemungkinan manajemen melaporkan tindakan oportunistik manajemen ?
3
BAB II
4
Penggunaan audit berkelanjutan dapat menghasilkan oportunisme yang lebih sedikit
(PwC, 2006; AICPA, 2012) karena waktu siklus audit yang lebih pendek (Jans et al., 2014) dan
kebutuhan manajemen untuk lebih sering menjelaskan temuan audit yang signifikan kepada
manajemen senior dan / atau komite. Dalam lingkungan audit berkelanjutan, informasi
keuangan dapat diperiksa secara real atau hampir real-time, yang juga membantu
meningkatkan ketepatan waktu, verifikasi, dan kegunaan keputusan dari data yang
mendasarinya (Coderre et al., 2005 ). Penelitian sebelumnya mengenai audit menemukan
bahwa kualitas internal audit yang lebih tinggi berdampak dengan kurangnya tingkat
oportunisme manajemen dalam pelaporan keuangan (misalnya, Abbott et al., 2016; Ege, 2015;
Chi et al., 2011; Prawitt et al., 2009) dan lebih sedikit kelemahan yang material atas sistem
pengendalian internalnya (misalnya, Lin dan Tepalagul, 2012). Namun, masih sedikit
penelitian yang meneliti mengenai bagaimana audit berkelanjutan dapat mempengaruhi
persepsi auditor internal tentang implikasi langkah-langkah yang mereka ambil untuk
memberikan jaminan kualitas yang lebih tinggi (Brown-Liburd et al., 2015; Chiu et al., 2014).
5
melihat interaksi antara auditor dan manajemen. Oleh sebab itu, saya merumuskan hipotesis 1a
sebagai berikut :
H1b. Auditor Internal akan lebih mungkin melaporkan insiden manipulasi laba
yang teridentifikasi ketika IAF menggunakan audit kontinu relatif terhadap audit
berkala.
6
2.3 Implikasi Dualitas Peran
Dalam studi ini, peneliti melengkapi penelitian sebelumnya dengan menyelidiki peran
ganda auditor internal sebagai penyedia layanan assurance dan layanan konsultasi untuk
perusahaan yang diaudit. Konsisten dengan penelitian sebelumnya, peneliti berharap bahwa
pemisahan dualitas peran auditor iinternal ini dapat membuat auditor melakukan fungsinya
dengan lebih objektif sehingga akan dapat menurunkan kemungkinan pelaporan keuangan
oportunistik oleh manajemen karena auditor akan lebih mungkin melaporkan insiden
oportunisme ini (misalnya, Plumlee, 1985). Manajer dan pembuat standar Audit Intenasional
justru berpendapat bahwa peran ganda ini dapat menambah nilai bagi perusahaan di bidang tata
kelola perusahaan, manajemen risiko, dan pengendalian internal (IIA, 2017). Akan tetapi,
menyelenggarakan peran ganda ini dapat menghadirkan ancaman terhadap objektivitas auditor.
Plumlee (1985) adalah salah satu penelitian pertama yang secara langsung meneliti
bagaimana peran ganda auditor internal dapat mempengaruhi obyektivitas dalam penilaian
menggunakan percobaan dua tahap. Pada tahap pertama, peserta akan dibuat untuk merancang
sistem pengendalian internal untuk pendapatan atau siklus pembelian untuk perusahaan. Pada
tahap kedua, peserta yang sama meninjau sistem pengendalian yang ia buat sebelumnya
(meninjau pekerjaannya sendiri), meninjau sistem yang serupa (misalnya, pendapatan) yang
diciptakan oleh orang lain (meninjau pekerjaan orang lain), atau meninjau sistem yang berbeda
dari yang ia buat di tahap 1 (mis. pembelian) yang dibuat oleh orang lain. Hasilnya
menunjukkan bahwa peserta yang meninjau sistem kontrol yang mereka rancang sebelumnya
menganggap kontrol internal lebih kuat, dan gangguan fungsi yang dirasakan dalam sistem
menjadi kurang parah dibandingkan dengan peserta yang masuk grup kontrol tanpa treatment
serupa.
Church dan Schneider (1992) juga memeriksa peran ganda IA tetapi memperluas
Plumlee (1985) dengan memeriksa apakah peran ini sebenarnya dapat mempengaruhi
pekerjaan assurence yang selanjutnya dilakukan oleh auditor internal. Sementara Plumlee
(1985) menunjukkan efek disfungsional dari meninjau pekerjaan sendiri, Church and
Schneider (1992) mengemukakan bahwa keterlibatan auditor sebelumnya dalam merancang
sistem pengendalian internal tidak memiliki dampak yang signifikan pada pekerjaan
subsekuens di area itu. Brody dan Kaplan (1996), memperpanjang Church dan Schneider
(1992) dengan memeriksa apakah auditor internal menunjukkan perilaku eskalasi ketika
mereka terlibat dalam tahap awal dan atau tahap akhir. Hasilnya mendukung Plumlee (1985)
dan inkonsisten dengan Church dan Schneider (1992) hasil penelitian ini menyarankan bahwa
7
objektivitas auditor internal terganggu ketika mereka membuat keputusan anggaran di awal
dan di akhir. Meskipun ada informasi baru yang mengindikasikan adanya revisi keputusan
anggaran awal tidak perlu dilakukan, auditor internal yang memberikan kedua keputusan
anggaran tersebut tetap menguatkan keputusan awal.
8
2.4.2 Efek pada Kemungkinan Pelaporan Auditor
H1b dan H2b juga memprediksi interaksi ordinal. Secara khusus, H1b berpendapat
bahwa auditor internal lebih mungkin untuk melaporkan insiden manajemen laba yang mereka
identifikasi ketika menggunakan audit kontinu relatif terhadap audit periodik. Lebih lanjut,
H2b memprediksi bahwa auditor internal akan lebih mungkin untuk melaporkan insiden
manajemen laba yang mereka identifikasi ketika secara fungsional memisahkan peran
rangkapnya. Peneliti berharap setiap efek utama bertahan di kedua level konstruksi. Namun
secara bersama-sama, peneliti berharap bahwa auditor internal akan lebih mungkin untuk
melaporkan insiden manajemen laba yang mereka identifikasi ketika auditor internal
menggunakan audit kontinu dan secara fungsional memisahkan perannya. Peneliti
mengusulkan hipotesis sebagai berikut :
H3b. Auditor Internal akan lebih mungkin melaporkan insiden, manajemen laba
ketika menggunakan audit kontinu dan secara fungsional memisahkan perannya.
9
BAB III
METODA PENELITIAN
3.1 Desain Eksperimen
Peserta diasumsikan mengambil peran sebagai auditor internal dari perusahaan yang
terdaftar di BEI. Waktu audit sesuai dengan kondisi frekuensi audit. Dalam kasus, disajikan
informasi latar belakang tentang perusahaan, struktur audit internal, dan metodologi jaminan
audit internal. Peneliti mempertahankan beberapa karakteristik tetap konstan di semua kondisi.
Terdiri dari 40 profesional, termasuk Kepala Eksekutif Audit (CAE) yang melapor secara
administratif kepada CEO dan memiliki jalur pelaporan fungsional langsung ke komite audit,
9 manajer, dan 26 staf dan auditor senior.
Perusahaan mempekerjakan auditor eksternal dari KAP Big 4 yang secara berkala
bergantung pada pekerjaan auditor internal. Selanjutnya, kasus tersebut menggambarkan posisi
keuangan divisi setelah paruh pertama tahun fiskal dan laba divisi proyeksi tahunan. Jika Wakil
Presiden (WP) tidak memanipulasi pendapatan, divisi akan kehilangan pendapatan divisi yang
dianggarkan dari operasi dan WP tidak akan memenuhi syarat untuk bonus tahunan. Kasus ini
menekankan bahwa bonus tahunan diberikan berdasarkan kinerja divisi tanpa masing-masing
kinerja perusahaan. Akhirnya, kasus ini menggambarkan satu dari dua opsi yang dapat
digunakan manajer untuk membantu divisi dalam melampau target dengan margin yang tipis.
Jika manajer menyesuaikan informasi akuntansi dengan cara apa pun, hal tersebut akan muncul
dalam pengujian yang dilakukan selama audit internal berikutnya sebagai varian dari tahun
anggaran dan jumlah tahun sebelumnya. Ketika varians muncul dalam hasil tes, auditor internal
memiliki pilihan apakah akan melaporkan pengecualian tersebut dalam laporan audit internal
atau tidak. Memasukkannya dalam laporan pasti mengurangi laba divisi dan kemungkinan
menyebabkan WP kehilangan atau harus mengembalikan bonus tergantung pada waktu audit
dan ukuran penyesuaian yang diperlukan. Fase ini diakhiri dengan dua tindakan dependen yang
disajikan secara acak. Peserta merespons variabel dependen manajemen laba menggunakan
skala sepuluh poin yang ditambatkan oleh 1 ("Sangat Tidak Mungkin Melakukan Adjustment
pada Nilai Akuntansi") dan 10 ("Sangat Mungkin Melakukan adjustment pada Nilai
Akuntansi"). Pertanyaan ini secara khusus mengukur persepsi peserta tentang apa yang akan
dilakukan Wakil Presiden Divisi di setiap seting eksperimen. Respons terhadap kemungkinan
pelaporan variabel dependen menggunakan indikator biner yang mana 0 (“Tidak, peneliti tidak
akan melaporkan”) dan 1 (“Ya, saya akan melaporkan”). Terakhir, peserta menjawab beberapa
pertanyaan demografis dan klasifikasi.
10
3.2 Manipulasi eksperimental
Peneliti memanipulasi frekuensi audit (IAFreq) pada dua tingkat antara sub-jects, [terus
menerus] vs (periodik), dan mengoperasionalkannya sebagai berikut:
Peneliti membuat pola frekuensi audit berdasarkan penelitian terdahulu (Malaescu dan
Sutton, 2015; Davidson et al., 2013) dan praktik audit berkelanjutan dan tradisional
berdasarkan kondisi yang masih digunakan auditor internal saat ini (Coderre et al., 2005).
Kondisi audit berkelanjutan menekankan audit berbasis komputerisasi dan transaksi dengan
peringatan ketika transaksi real-time melanggar pengendalian yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kondisi ini juga menyoroti fakta bahwa manajemen akan menerima lebih banyak
laporan tepat waktu dari aktivitas audit internal ini. Dalam kondisi audit berkala, auditor
internal dihipotetiskan meninjau informasi yang sama. Namun, ada penundaan yang lebih
signifikan dalam melaporkan setiap pengecualian yang diidentifikasi.
Peneliti memanipulasi dualitas peran (IADual) di dua tingkat antara subjek, [terpisah]
vs (gabungan) antara fungsi konsultasi dan fungsi assurance, dan mengoperasionalkannya
sebagai berikut:
Peneliti menggambarkan peran ganda sebagai pemisahan antara fungsi konsultasi dan
jaminan karena dua alasan. Pertama, Anderson et al. (2012) juga menyarankan bahwa dalam
beberapa organisasi, auditor internal dapat menyediakan layanan dalam bentuk assurance dan
atau konsultasi, sementara organisasi lain dapat melarang kegiatan tersebut. Melakukannya
dalam penelitian ini dapat membantu meningkatkan realisme duniawi. Kedua, ketika semua
tim manajemen audit internal mewakili auditor internal, memisahkan dua peran potensial
auditor adalah upaya untuk menganalisis seting di mana auditor dapat berbeda dalam aspek
objektivitas (Lin dan Tepalagul, 2012)
11
3.3 Variabel kontrol eksperimental
Peneliti menyertakan identifikasi organisasi yang dilaporkan sendiri oleh peserta
(Org_ID) dan apakah mereka memegang sertifikasi (Bersertifikat) sebagai kovariat dalam
pengujian hipotesis untuk mengendalikan faktor-faktor yang dapat memberikan penjelasan
alternatif dari hasil. Peneliti selanjutnya membahas konstruksi kedua langkah tersebut.
Burt dan Libby (2017) memilih untuk memanipulasi indikator Org_ID daripada
mengukur Org_ID, dengan fokus pada arti penting dan kekuatan identitas. Secara khusus,
peserta dalam kondisi Org_ID yang kuat (lemah) menganggap bahwa mereka dapat menilai
kelemahan pengendalian internal yang diidentifikasi dalam organisasi mereka sendiri. Berbeda
dengan Stefaniak et al. (2012); Burt dan Libby (2017) tidak menemukan perbedaan dalam
keparahan penilaian auditor internal ketika Org_ID kuat dibandingkan dengan yang lemah.
Oleh karena itu, peneliti mengontrol efek Org_ID pada persepsi perilaku IAS dalam penelitian
ini.
Mael dan Ashforth (1992) mengembangkan skala 6-pertanyaan Org_ID dan Bamber
dan Iyer (2007) mengembangkan versi modifikasi dari skala yang terdiri dari lima pertanyaan.
Hasil analisis faktor konfirmatori di Bamber dan Iyer (2007) menyatakan bahwa hanya tiga
dari lima pertanyaan yang dimuat sangat tinggi pada satu faktor berlabel Org_ID. Stefaniak et
al. (2012) mengadaptasi skala Bamber dan Iyer (2007) untuk menguji perbedaan auditor
internal dan eksternal ’Org_ID dan juga menemukan bahwa tiga dari lima pertanyaan sangat
termuat pada satu faktor.
Dalam penelitian ini, peneliti mengukur tingkat temuan peserta Org_ID di Stefaniak et
al. (2012) dan memodifikasi pernyataan untuk mencerminkan sentimen perusahaan hipotetis
dalam percobaan. Pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: "Jika saya bekerja
untuk Perusahaan X Industries, saya akan ... (1)" ... menerima kritik dari Perusahaan X secara
pribadi "; (2) "... tertarik dengan apa yang dipikirkan orang lain tentang Perusahaan X."; dan
(3) "... menerima pujian tentang Perusahaan X secara pribadi." Peserta menjawab setiap
12
pertanyaan pada skala Likert dengan 1 yang berarti "Sangat Tidak Setuju" dan 6 berarti "Sangat
Setuju." -mengganti skor Org_ID yang memiliki rentang potensial dari 3 (Org_ID sangat
rendah) hingga 18 (Org_ID sangat tinggi). Hasil uji coba menggunakan versi asli dan
modifikasi dari pertanyaan skala dari Stefaniak et al. (2012) mencatat tidak ada perbedaan
dalam skor Org_ID.
3.4 Peserta
Praktisi/ auditor internal menerima tautan elektronik ke penelitian ini dan secara acak
diberikan salah satu dari delapan kondisi eksperimental yang dibuat dengan memanipulasi
frekuensi audit internal pada dua tingkat (kontinu versus periodik), dualitas peran pada dua
tingkat (peran jaminan dan konsultasi terpisah dan gabungan) dan jenis manipulasi pendapatan
di dua tingkat (berbasis akrual versus manajemen laba riil).
13
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, L.J., Daugherty, B., Parker, S., Peters, G.F., 2016. Internal audit quality and fi-nancial
reporting quality: the Joint importance of independence and competence. J. Accounting
Res. 3–40.
Church, B.K., Schneider, A., 1992. Internal auditor involvement in internal control system
design: is objectivity impaired? J. Bus. Res. 8 (4), 15–24.
Davidson, B.I., Desai, N., Gerard, G.J., 2013. The effect of continuous auditing on the
relationship between internal audit sourcing and the external auditor’s reliance on the
internal audit function. J. Inf. Syst. 27 (1), 41–59.
DeFond, M., Zhang, J., 2014. A review of archival auditing research. J. Account. Econ. 58 (2-
3) 275-32.
Donovan, J., Frankel, R., Lee, J., Martin, X., Seo, H., 2014. Issues raised by studying DeFond
and Zhang: what should audit researchers do? J. Account. Econ. 58 (2-3), 327–338.
Ege, M.S., 2015. Does Internal audit function quality deter management misconduct?
Accounting Rev. 495–527.
Plumlee, R.D., 1985. The standard of objectivity for internal auditors: memory and bias effects.
J. Account. Res. 23 (2), 683–699.
PricewaterhouseCoopers (PwC), 2006. PricewaterhouseCoopers 2006 State of the Internal
Audit Profession Study: Continuous Auditing Gains Momentum.
PricewaterhouseCoopers, New York, NY.
14