Anda di halaman 1dari 6

Resume

Nama : Rianti Pratiwi


NIM : 196020300111030
Mata Kuliah : Isu-Isu Terkini dalam Perpajakan

Banyaknya kasus-kasus penggelapan pajak yang terjadi di Indonesia dan sudut


pandang masyarakat mengenai tindakan penggelapan pajak, memotivasi peneliti untuk
melakukan penelitian mengenai persepsi etika penggelapan pajak. Peneliti mengambil objek
penelitian dari sudut pandang auditor eksternal yang bekerja di KAP Big Ten, dimana auditor
eksternal disini merupakan wajib pajak orang pribadi yang telah dipotong Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 21 oleh perusahaan tempatnya bekerja. Sehingga, mau tidak mau para auditor
tersebut telah membayar PPh Pasal 21 setiap bulan. Selain itu, auditor dianggap memiliki
kompetensi dan integritas yang tinggi, serta patuh pada kode etik profesinya. Dalam mencari
jawaban atas fenomena yang akan diteliti, peneliti melakukan penyusunan model baru dengan
menggabungkan model penelitian terdahulu yang dilakukan oleh McGee et al. (2012), Lau et
al. (2013), serta Lemvora et al. (2013).

Rumusan Masalah
1. Apakah keadilan berpengaruh negatif terhadap persepsi etika penggelapan pajak (tax
evasion)?
2. Apakah sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap persepsi etika penggelapan
pajak (tax evasion)?
3. Apakah diskriminasi berpengaruh positif terhadap persepsi etika penggelapan pajak
(tax evasion)?
4. Apakah cinta uang berpengaruh positif terhadap persepsi etika penggelapan pajak (tax
evasion)?
5. Apakah religiositas memperkuat pengaruh keadilan terhadap persepsi etika
penggelapan pajak (tax evasion)?
6. Apakah religiositas memperkuat pengaruh sistem perpajakan terhadap persepsi etika
penggelapan pajak (tax evasion)?
7. Apakah religiositas memperkuat pengaruh diskriminasi terhadap persepsi etika
penggelapan pajak (tax evasion)?
8. Apakah religiositas memperlemah pengaruh cinta uang terhadap persepsi etika
penggelapan pajak (tax evasion)?
9. Apakah materialisme memperkuat pengaruh cinta uang terhadap persepsi etika
penggelapan pajak (tax evasion)?

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam studi ini yaitu untuk:
1. Menguji pengaruh negatif keadilan terhadap persepsi etika penggelapan pajak (tax
evasion).
2. Menguji pengaruh negatif sistem perpajakan terhadap persepsi etika penggelapan
pajak (tax evasion).
3. Menguji pengaruh positif diskriminasi terhadap persepsi etika penggelapan pajak (tax
evasion).
4. Menguji pengaruh positif cinta uang terhadap persepsi etika penggelapan pajak (tax
evasion).
5. Menguji pengaruh moderasi religiositas untuk memperkuat hubungan keadilan dan
persepsi etika penggelapan pajak (tax evasion).
6. Menguji pengaruh moderasi religiositas untuk memperkuat hubungan sistem
perpajakan dan persepsi etika penggelapan pajak (tax evasion).
7. Menguji pengaruh moderasi religiositas untuk memperkuat hubungan diskriminasi dan
persepsi etika penggelapan pajak (tax evasion).
8. Menguji pengaruh moderasi religiositas untuk memperlemah hubungan cinta uang
dan persepsi etika penggelapan pajak (tax evasion).
9. Menguji pengaruh moderasi materialisme untuk memperkuat hubungan cinta uang
dan persepsi etika penggelapan pajak (tax evasion).

Tinjauan Pustaka
Hubungan Etika Dengan Penggelapan Pajak (Tax Evasion): Model McGee (Tiga
Pandangan Etika Penggelapan Pajak) bermunculan penelitian-penelitian mengenai perspektif
etika penggelapan pajak. Hingga McGee (2006) menemukan tiga pandangan mengenai etika
penggelapan pajak, yaitu penggelapan pajak selalu tidak etis, selalu etis, dan kadang-kadang
etis. Pandangan pertama yaitu penggelapan pajak selalu tidak etis. pajak, yaitu penggelapan
pajak selalu tidak etis, selalu etis, dan kadang-kadang etis. Pandangan pertama yaitu
penggelapan pajak selalu tidak etis. Pandangan yang kedua adalah penggelapan pajak selalu
etis untuk dilakukan. McGee (2006) menjelaskan bahwa pemerintah dinilai tidak memiliki
legitimasi. Dalam hal ini pemerintah dianggap sebagai pencuri yang selalu menyita aset
maupun kekayaan lainnya tanpa persetujuan pemiliknya. Pemerintah dianggap sering
mengambil alih properti tanpa persetujuan pemilik properti tersebut. Pandangan ketiga
McGee (2006) adalah penggelapan pajak kadang-kadang etis untuk dilakukan. Penggelapan
pajak bersifat etis dalam beberapa kondisi dan bersifat tidak etis di kondisi lainnya.
Penggelapan pajak dianggap etis dilakukan jika pemerintah tidak menggunakan uang pajak
yang dikumpulkan untuk memenuhi kepentingan bersama.

Kerangka Konseptual dan Pengembangan Hipotesis


Penelitian ini menguji keseluruhan variabel dalam penelitian McGee et al. (2012), Lau
et al. (2013), serta Lemvora et al. (2013). McGee et al. (2012) menguji pengaruh keadilan,
sistem perpajakan, dan diskriminasi terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Model
dikombinasikan dengan penelitian Lau et al. (2013) dan Lemvora et al. (2013) yang meneliti
pengaruh cinta uang terhadap persepsi etika penggelapan pajak dengan dimoderasi oleh
religiositas dan materialisme.
H1: Keadilan berpengaruh negatif terhadap persepsi etika penggelapan pajak (tax evasion).
H2: Sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap persepsi etika penggelapan pajak (tax
evasion).
H3: Diskriminasi berpengaruh positif terhadap persepsi etika penggelapan pajak (tax evasion).
H4: Cinta uang berpengaruh positif terhadap persepsi etika penggelapan pajak (tax evasion).
H5: Religiositas memperkuat pengaruh negatif keadilan terhadap persepsi etika penggelapan
pajak (tax evasion).
H6: Religiositas memperkuat pengaruh negatif sistem perpajakan terhadap persepsi etika
penggelapan pajak (tax evasion).
H7: Religiositas memperkuat pengaruh positif diskriminasi terhadap persepsi etika
penggelapan pajak (tax evasion).
H8: Religiositas memperlemah pengaruh positif cinta uang terhadap persepsi etika
penggelapan pajak (tax evasion).
H9: Materialisme memperkuat pengaruh positif cinta uang terhadap persepsi etika
penggelapan pajak (tax evasion).

Metodologi Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor eksternal yang bekerja di Kantor
Akuntan Publik (KAP) Big Ten, dimana auditor eksternal disini merupakan wajib pajak orang
pribadi yang telah dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 oleh perusahaan tempatnya
bekerja. Sehingga, mau tidak mau para auditor eksternal tersebut telah membayar PPh Pasal
21 setiap bulan. Selain itu, auditor dianggap memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi,
serta patuh pada kode etik profesinya. Peneliti menentukan sampel yang digunakan sebanyak
dua kali sampel minimal, yaitu 180 sampel yang dibagi secara rata ke dalam 10 KAP Big Ten,
maka dalam satu KAP akan diambil 18 auditor sebagai sampel.

Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini mengunakan survei dalam bentuk kuesioner untuk mendapatkan data
primer yang bersumber dari respon individu. Pertama, peneliti menerjemahkan item-item
pernyataan berbahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Kemudian peneliti melakukan upaya
pilot test dengan menyebarkan kuesioner pada nonresponden untuk menguji seberapa jauh
nonresponden telah memahami makna dari setiap item pernyataan yang diajukan oleh
peneliti.
Teknik Analisa Data
Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan alat uji statistik Partial Least
Square (PLS) dengan bantuan perangkat lunak SmartPLS ver. 2.0 M3.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan


Hipotesis 1 menyatakan bahwa variabel keadilan berpengaruh negatif terhadap
persepsi etika penggelapan pajak. diketahui bahwa nilai beta β menunjukkan nilai negatif
sebesar -0,1418. Nilai t-statistik variabel tersebut menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu
sebesar 4,7398, lebih besar dari 1,64. Jadi dapat disimpulkan bahwa keadilan berpengaruh
negatif terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan
bahwa hipotesis 1 diterima.
Hipotesis 2 menyatakan bahwa variabel sistem perpajakan berpengaruh negatif
terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa nilai
beta β menunjukkan nilai negatif sebesar -0,0927. Nilai t-statistik variabel tersebut
menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu sebesar 2,0647, lebih besar dari 1,64. Jadi dapat
disimpulkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap persepsi etika
penggelapan pajak. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa hipotesis 2 diterima.
Hipotesis 3 menyatakan bahwa variabel diskriminasi berpengaruh positif terhadap
persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa nilai beta β
menunjukkan nilai positif sebesar 0,5740. Nilai t-statistik variabel tersebut menunjukkan hasil
yang signifikan, yaitu sebesar 17,6499, lebih besar dari 1,64. Jadi dapat disimpulkan bahwa
diskriminasi berpengaruh positif terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa hipotesis 3 diterima.
Hipotesis 4 menyatakan bahwa variabel cinta uang berpengaruh positif terhadap
persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa nilai beta β
menunjukkan nilai positif sebesar 0,0904. Nilai t-statistik variabel tersebut menunjukkan hasil
yang signifikan, yaitu sebesar 2,5881, lebih besar dari 1,64. Jadi dapat disimpulkan bahwa cinta
uang berpengaruh positif terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa hipotesis 4 diterima.
Hipotesis 5 menyatakan bahwa variabel religiositas memperkuat pengaruh negatif
keadilan terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui
bahwa nilai t-statistik variabel tersebut menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu sebesar
1,7874, lebih besar dari 1,64. Berdasarkan Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa nilai beta β
menunjukkan nilai negatif sebesar -0,0704, meningkat dari nilai beta (β tanpa efek moderasi
sebesar -0,1418. Jadi dapat disimpulkan bahwa religiositas memperkuat pengaruh negatif
keadilan terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa hipotesis 5 diterima.
Hipotesis 6 menyatakan bahwa variabel religiositas memperkuat pengaruh negatif
sistem perpajakan terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan Tabel 5.11 dapat
diketahui bahwa nilai t-statistik variabel tersebut menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu
sebesar 10,4490, lebih besar dari 1,64. Berdasarkan Tabel 5 12 dapat diketahui bahwa nilai
beta β menunjukkan nilai positif sebesar 0,9423, meningkat dari nilai beta β tanpa efek
moderasi sebesar -0,0927. Jadi dapat disimpulkan bahwa religiositas memperkuat pengaruh
negatif sistem perpajakan terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa hipotesis 6 diterima.
Hipotesis 7 menyatakan bahwa variabel religiositas memperkuat pengaruh positif
diskriminasi terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan Tabel 5.11 dapat
diketahui bahwa nilai t-statistik variabel tersebut menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu
sebesar 15,9367, lebih besar dari 1,64. Berdasarkan Tabel 5 12 dapat diketahui bahwa nilai
beta β menunjukkan nilai positif sebesar 0,9219, meningkat dari nilai beta β tanpa efek
moderasi sebesar 0,5740. Jadi dapat disimpulkan bahwa religiositas memperkuat pengaruh
positif diskriminasi terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan hasil tersebut
dapat dikatakan bahwa hipotesis 7 diterima.
Hipotesis 8 menyatakan bahwa variabel religiositas memperlemah pengaruh positif
cinta uang terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui
bahwa nilai t-statistik variabel tersebut menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu sebesar
1,7303, lebih besar dari 1,64. Berdasarkan Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa nilai beta β
menunjukkan nilai negatif sebesar -0,2666, menurun dari nilai beta β tanpa efek moderasi
sebesar 0,0904. Jadi dapat disimpulkan bahwa religiositas memperlemah pengaruh positif
cinta uang terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa hipotesis 8 diterima.
Hipotesis 9 menyatakan bahwa variabel materialisme memperkuat pengaruh positif
cinta uang terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui
bahwa nilai t-statistik variabel tersebut menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu sebesar
4,7655, lebih besar dari 1,64. Berdasarkan Tabel 5 12 dapat diketahui bahwa nilai beta β
menunjukkan nilai positif sebesar 0,3066, meningkat dari nilai beta β tanpa efek moderasi
sebesar 0,0904. Jadi dapat disimpulkan bahwa materialisme memperkuat pengaruh positif
cinta uang terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa hipotesis 9 diterima.

Implikasi Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua implikasi, yaitu implikasi teoritis dan implikasi praktis. Secara
teoritis penelitian ini merupakan model pengembangan penelitian persepsi etika penggelapan
pajak dengan menggabungkan studi sebelumnya yang dilakukan oleh McGee et al. (2012), Lau
et al. (2013), serta Lemvora et al. (2013). Model penelitian McGee et al. (2012) menguji
pengaruh keadilan, sistem perpajakan, dan diskriminasi terhadap persepsi etika penggelapan
pajak. Studi model dikombinasikan dengan penelitian Lau et al. (2013) dan Lemvora et al.
(2013) yang meneliti pengaruh cinta uang terhadap persepsi etika penggelapan pajak dengan
dimoderasi oleh religiositas dan materialisme. Selain itu, penelitian ini mengembangkan model
baru, yaitu menambahkan variabel moderasi religiositas dalam pengaruh keadilan, sistem
perpajakan, dan diskriminasi terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Model dalam
penelitian ini terbukti secara empiris dapat memperkuat model McGee mengenai tiga
pandangan mengenai etika penggelapan pajak, yaitu salah satunya pandangan bahwa
pengelapan pajak kadang-kadang etis bergantung pada keadilan, sistem perpajakan, dan
diskriminasi yang diterapkan di suatu negara. Implikasi praktis penelitian ini yaitu dapat
memberikan kontribusi kebijakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan pemerintah.
Dalam hal ini, DJP dapat mempertimbangkan aspek keadilan, kemudahan sistem perpajakan,
dan menghilangkan semua kebijakan yang mengandung unsur diskriminasi dalam penerapan
perpajakan di Indonesia. Pemerintah harus dapat mengelola dana pajak secara bijaksana. Hal
ini dilakukan agar tingkat penggelapan pajak yang terjadi di Indonesia dapat ditekan. Tentunya
didukung dengan masyarakat yang memiliki religiositas tinggi, serta dapat menekan rasa
cintanya terhadap uang dan sikap materialisme.

KETERBASATAN DAN SARAN


Penelitian ini tidak mengetahui dengan pasti jumlah populasi, sehingga teknik pengambilan
sampel menggunakan metode convenience sampling yang merupakan salah satu teknik dalam
nonprobability sampling. Dengan menggunakan teknik ini, tingkat generalisasi hasilnya akan
lebih rendah jika dibandingkan dengan teknik probability sampling. Untuk penelitian
selanjutnya sebaiknya menggunakan sampel yang diketahui dengan jelas jumlah populasinya
agar hasilnya dapat tergeneralisir lebih baik. Selain itu, waktu proses pengumpulan data lebih
lama apabila dibandingkan dengan waktu yang telah ditetapkan, yaitu lima minggu dari target
sebelumnya adalah empat minggu, serta jumlah kuesioner yang kembali tidak seluruhnya,
yaitu dengan tingkat pengembalian 82,22%. Hal ini dikarenakan pengumpulan data dilakukan
pada rentang waktu peak season bagi para auditor, sehingga perlu dilakukan konfirmasi hingga
tiga kali agar auditor bersedia mengisi kuesioner penelitian. Untuk penelitian selanjutnya
sebaiknya dapat dikondisikan untuk dilakukan dalam rentang waktu low season.

Anda mungkin juga menyukai