TESIS
TESIS
ii
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
iii
Puji dan syukur saya panjatkan pada Allah SWT atas segala berkah dan
karunianya yang membuat saya dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program studi Ilmu Kedokteran Jiwa,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Saya menghaturkan terima kasih kepada dr. Charles Evert Damping SpKJ(K)
selaku pembimbing penelitian saya yang telah sabar memberikan bimbingan dan
dukungannya sejak masa-masa kebingungan dalam pemilihan topik penelitian
hingga akhirnya penelitian ini dapat selesai. Terima kasih kepada dr. Sylvia Detri
Elvira SpKJ(K) sebagai penguji sekaligus narasumber penelitian yang juga sangat
membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana. Terima kasih juga saya
sampaikan pada dr. Feranindhya Agiananda SpKJ selaku pembimbing akademik
yang telah merelakan banyak waktunya untuk terlibat langsung dalam penelitian
ini, meredakan kekalutan saya dan selalu memberikan semangat. Terima kasih
kepada dr. Andon Hestiantoro, SpOG(K) selaku Kepala Klinik Yasmin RSCM
Kencana yang juga merupakan pembimbing penelitian dari Departemen Obstetri
dan Ginekologi yang memungkinkan terlaksananya penelitian ini. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada dr. A.A.A.A Kusumawardhani selaku Kepala
Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan kepada
dr.Natalia Widiasih SpKJ(K) MPdKed selaku ketua program studi Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang senantiasa
memberikan dukungan.
Penelitian ini melibatkan banyak pihak. Saya mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman PPDS dr. Adhika Anindita, dr. Deasyanti, dr. Mutiara, dr. Imelda
Gracia, dr. Alvina, dr. Elvina, dr. Endang Legiarti, dr. Olga Leodirista, dr. Ryan
Aditya, teman-teman di Klinik Yasmin RSCM Kencana mbak Tetya, mbak
Widhi, Mbak Sammy serta kakak-kakak perawat yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu, juga dokter-dokter di Klinik Yasmin Kencana yang telah berperan
besar hingga terlaksananya penelitian ini, serta banyak pihak lain yang telah
memberikan dukungannya.
Tak lupa terima kasih tak terhingga pada ibu, ayah, suami dan anak tercinta atas
limpahan kasih sayang, doa serta dukungan yang tak berkesudahan.
Saya menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, namun saya berharap
hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan
Penulis
iv
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 26 Agustus 2014
Yang menyatakan
Fertilisasi invitro (FIV), atau yang biasa dikenal oleh masyarakat awam sebagai
“program bayi tabung”, adalah metode Assisted Reproductive Therapy (ART)
yang dilakukan saat metode lain untuk mengatasi masalah infertilitas telah
mengalami kegagalan (end of the line treatment). Terapi ini menghabiskan banyak
waktu, biaya, tenaga, serta digambarkan sebagai emotional roller-coaster bagi
pasangan yang menjalaninya.
vi
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
ABSTRACT
In vitro fertilization (IVF), is a method of therapy which was done after other
methods to overcome infertility problems had failed (end of the line treatment).
This therapy is time-, cost-, energy-consuming, and also described as an
emotional roller-coster for the couples.
The results showed that anxiety are the most common symptoms. The statistical
test found no significant association between demographic factors (race and
religion), duration of infertility, history of previous treatment and the stages of
IVF in relation with the presence of psychopathology. This is most likely related
to the mental preparation of couples before undergoing IVF, partner acceptance of
the condition of infertility, and positive religious coping were performed by
couples in defining the outcome of their treatment.
vii
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
DAFTAR ISI
viii
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
4. HASIL PENELITIAN.................................................................................. 33
4.1 Data Hasil Penelitian ............................................................................... 36
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ....................................................... 36
4.1.2 Data Kondisi Klinis Infertilitas........................................................ 38
4.1.3 Data Kondisi Psikopatologi berdasar Skor SRQ-20 ......................... 40
4.2 Hubungan Karakteristik Subyek Penelitian dengan Adanya Psikopatologi40
4.2.1 Gambaran Psikopatologi pada Suami yang Menjalani Program FIV
di Klinik Yasmin RSCM Kencana ................................................. 40
4.2.2 Gambaran Psikopatologi pada Istri yang Menjalani Program FIV di
Klinik Yasmin RSCM Kencana ..................................................... 41
4.2.3 Hubungan antara Suku dengan Psikopatologi pada Suami .............. 41
4.2.4 Hubungan antara Suku dengan Psikopatologi pada Istri ................. 42
4.2.5 Hubungan antara Agama dengan Psikopatologi pada Suami ........... 43
4.2.6 Hubungan antara Agama dengan Psikopatologi pada Istri .............. 43
4.2.7 Hubungan antara Lama Menikah dengan Psikopatologi pada
Suami ............................................................................................ 44
4.2.8 Hubungan antara Lama Menikah dengan Psikopatologi pada Istri .. 45
4.2.9 Hubungan antara Fase FIV dengan Psikopatologi pada Suami........ 45
4.2.10 Hubungan antara Fase FIV dengan Psikopatologi pada Istri ......... 46
4.2.11 Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada
Suami .......................................................................................... 47
4.2.12 Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada
Istri .............................................................................................. 47
4.3 Pemaknaan Pasangan Suami Istri terhadap Infertilitas dan Terapi FIV yang
Mereka Jalani di Klinik Yasmin RSCM Kencana .................................... 48
4.3.1 Riwayat Perjalanan Terapi .............................................................. 50
4.3.2 Makna Memiliki Anak .................................................................... 50
4.3.3 Makna Infertilitas ............................................................................ 51
4.3.4 Komunikasi Pasanngan dalam Menghadapi Masalah Infertilitas dan
dalam Menjalani Terapi FIV .......................................................... 52
4.3.5 Dukungan Pasangan dalam Menghadapi Masalah Infertilitas dan
Dalam Menjalani Terapi................................................................. 52
4.3.6 Pengaruh Masalah Infertilitas dan Terapi FIV terhadap Kualitas
Hubungan Seksual ......................................................................... 53
4.3.7 Cara Mengatasi Perasaan Negatif terkait Infertilitas ........................ 54
4.3.8 Tuntutan dari Keluarga maupun Lingkungan yang Dirasakan oleh
Pasangan dengan Infertilitas ........................................................... 54
4.3.9 Dukungan dari Keluarga terhadap Pasangan dalam Menghadapi
Masalah Infertilitas dan Terapi FIV ................................................ 55
4.3.10 Dukungan dari Lingkungan terhadap Pasangan dalam Menghadapi
Masalah Infertilitas ...................................................................... 55
4.3.11 Persiapan dalam Menjalani Terapi FIV ........................................ 55
4.3.12 Kerahasiaan dan Stigma tentang FIV............................................. 56
4.3.13 Dampak yang Dirasakan terkait Terapi FIV .................................. 57
4.3.14 Pandangan terhadap Keberhasilan dan Ketidakberhasilan Terapi... 58
4.3.15 Kecemasan Saat Terjadi Kehamilan .............................................. 58
ix
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
4.3.16 Hal-hal yang Dipertimbangkan untuk Kembali Menjalani Terapi
FIV .............................................................................................. 59
4.3.17 Kebutuhan akan Pendampingan dan Akses Pelayanan ................... 60
4.3.18 Pengaruh Kultur terhadap Penyampaian Kebutuhan ...................... 60
5. PEMBAHASAN ........................................................................................... 61
x
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 6. Hubungan antara Suku dengan Psikopatologi pada Suami yang Menjalani
Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana ................................................ 41
Tabel 7. Hubungan antara Suku dengan Psikopatologi pada Istri yang Menjalani
Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana ................................................ 42
Tabel 9. Hubungan antara Agama dengan Psikopatologi pada Istri yang Menjalani
Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana ................................................ 44
Tabel 10. Hubungan antara Lama Menikah dengan Psikopatologi pada Suami
yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana ....................... 44
Tabel 11. Hubungan antara Lama Menikah dengan Psikopatologi pada Istri yang
Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana................................ 45
Tabel 12. Hubungan antara Fase FIV dengan Psikopatologi pada Suami yang
Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana................................ 46
Tabel 13. Hubungan antara Fase FIV dengan Psikopatologi pada Istri yang
Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana................................ 46
Tabel 14. Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada Suami
yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana ....................... 47
Tabel 15. Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada Istri
yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana ....................... 48
xi
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
xii
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
3
pasangan untuk mengetahui penyebab dari infertilitas. Dan tidak jarang, penyebab
infetilitas tersebut tetap tidak dapat mereka ketahui karena pada 25-30% kasus,
penyebab infertilitas tidak diketahui. Terapi yang dapat dilakukan pada
perempuan maupun pada laki-laki adalah berupa terapi hormonal, obat, ataupun
pembedahan. Apabila metode-metode tersebut tidak juga berhasil, maka assisted
reproductive technology (ART) menjadi pilihan.3,6,11
Fertilisasi invitro (FIV), atau yang biasa dikenal oleh masyarakat awam
sebagai “program bayi tabung”, adalah metode ART yang dilakukan saat metode
lain seperti inseminasi telah mengalami kegagalan. Metode ini mulai
dikembangkan pada manusia sejak tahun 1950an dan hingga saat ini telah
dilakukan kurang lebih satu juta siklus FIV pertahun dengan angka kesuksesan 20
hingga 30%, dan belakangan meningkat hingga 48%. Sampai dengan tahun 2008
telah dilahirkan tiga juta anak dari kehamilan dengan metode FIV ini. Program ini
memerlukan waktu yang panjang, biaya yang tidak sedikit, dan angka
kesuksesannya pun relatif kecil sehingga membutuhkan kesiapan baik materi
maupun non materi dari pasangan. Selain membutuhkan kesiapan materi maupun
non materi mereka juga mengalami tekanan fisik maupun emosional, baik pada
perempuan, maupun pasangannya.12 Pasangan juga menghadapi pandangan
masyarakat dan agama yang tidak seragam mengenai program bayi tabung. Gereja
Katolik secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap terapi FIV karena
menganggap prosedur ini mencampuri tangan Tuhan dengan mengatur terjadinya
ovulasi, pertemuan sel telur dan sperma di luar rahim, manipulasi konsepsi
embrio, serta penyimpanan beku yang dilakukan. Islam melalui fatwa para ulama
membolehkan teknik FIV ini selama dilakukan dengan menggunakan sel telur dan
sperma dari pasangan suami istri yang terikat dalam pernikahan Islam. Yahudi
membolehkan FIV dengan pemahaman bahwa bahkan teknologi pun merupakan
perpanjangan dari tangan Tuhan. Pandangan yang berbeda-beda ini membuat
pasangan seringkali melakukan terapi secara sembunyi-sembunyi untuk
menghindari penilaian orang lain yang akan memengaruhi mereka.13
FIV terdiri dari lima tahapan yaitu: produksi sel telur, pengambilan sel telur,
inseminasi atau injeksi sperma intrasitoplasmik, transfer embrio serta
suplementasi fase luteal. Tiap fase merupakan stresor tersendiri bagi pasangan.
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
5
1.3 Hipotesis
- Terdapat hubungan antara faktor demografi yaitu suku dan agama dengan
munculnya psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani terapi
FIV
- Terdapat hubungan antara durasi infertilitas, jumlah siklus FIV yang telah
dijalani, serta fase terapi yang dijalani dengan munculnya psikopatologi
pada pasangan suami istri yang menjalani terapi FIV
- Terdapat hubungan antara faktor psikososial yaitu tuntutan keluarga,
dukungan emosional, dan komunikasi dengan pasangan dengan
munculnya psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani terapi
FIV
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
8
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infertilitas
9
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
10
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
11
membawa pasangan pada berbagai pemeriksaan dan prosedur medis lainnya yang
memengaruhi kondisi fisik, mental, serta ekonomi. 20
Beberapa studi telah melakukan evaluasi profil psikologis pada pasangan
infertil dan didapatkan bahwa kondisi ini memengaruhi baik pada perempuan
maupun laki-laki dengan prevalensi psikopatologi yang lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Infertilitas dikatakan menunjukkan pengaruh
yang lebih besar pada perempuan. El Kissi dkk dalam studinya mengutip
penelitian Keye dkk yang melaporkan bahwa 57% perempuan dan hanya 12%
laki-laki yang menganggap bahwa infetilitas adalah hal terburuk dalam hidup
mereka. Studi lain yang dikutip oleh El Kissi yaitu penelitian McEwan dkk
mendapatkan bahwa 40% perempuan dan hanya 13% laki-laki yang mengalami
gejala psikologis yang secara klinis bermakna dan kondisi yang lebih berat
terutama dialami oleh perempuan yang berusia lebih muda tanpa adanya diagnosis
infertilitas yang jelas. Pada sebuah studi terhadap pasangan dengan masalah
infertilitas di Italia didapatkan bahwa terdapat 14,7% perempuan dengan gejala
kecemasan dan 17,9% dengan gejala depresi, sementara hanya didapatkan 4,5%
laki-laki yang mengalami gejala kecemasan dan 6,9% dengan gejala depresi. 20
Infertilitas dihayati secara berbeda-beda oleh pasangan yang mengalaminya.
Pada tinjauan kritis literatur yang dilakukan oleh Greil didapatkan bahwa
pasangan infertil mengaitkan kondisinya sebagai fokus dari identitas, perasaan
kehilangan kendali, perasaan cacad dan kurangnya kompetensi, ketiadaan status,
stres dalam perkawinan dan relasi seksual, perasaan terasing dari “dunia fertil”,
stigma sosial, kesulitan untuk menghayati infertilitas tersebut, terikat dalam
proses terapi, dengan tekanan dalam menjalani terapi serta pada penyedia layanan.
Cook dkk, sebagaimana dikutip oleh Downey mendapatkan bahwa 71%
perempuan melaporkan bahwa infertilitas memengaruhi kehidupan pernikahan
mereka baik secara positif maupun negatif. Infertilitas dapat menguatkan
hubungan dalam pernikahan ataupun menjadi faktor yang melemahkannya.
Downey juga mengutip pernyataan Connolly dkk bahwa infertilitas cenderung
lebih menimbulkan kesulitan dalam pernikahan saat penyebab dari infertilitas
tersebut adalah dari pihak laki-laki, dan bahwa lama pasangan menjalani terapi
berkaitan dengan menurunnya “sense of wellbeing” pada pasangan.7,21
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
12
Infertilitas berakibat pada area penting dalam pernikahan yaitu fungsi serta
kenikmatan seksual. Beberapa efek negatif dalam kehidupan seksual pasangan
telah banyak dilaporkan seperti terjadinya impotensi, anorgasmia, serta
menurunnya hasrat seksual. Hubungan seksual yang terjadwal, yang biasanya
dilakukan saat pasangan menjalani terapi fertilitas juga didapatkan dapat
mengganggu fungsi seksual pasangan. Hingga 10% dari kasus infertilitas
dikaitkan dengan adanya disfungsi seksual pada laki-laki.7
Selain akibat pada fungsi seksual, infertilitas juga memengaruhi hubungan
keluarga dan sosial pasangan. Tuntutan dari keluarga besar untuk memiliki
keturunan, orangtua yang berulang kali menanyakan kehadiran cucu mereka akan
menimbulkan perasaan tertekan pada pasangan. Nilai agama yang mementingkan
adanya keturunan, ataupun kerabat serta teman yang telah memiliki anak akan
menambah rasa malu dan gagal pasangan. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
penghindaran dan isolasi sosial pasangan demi menghindari rasa sedih dan juga
rasa iri yang akan timbul pada diri mereka. Selain itu, infertilitas yang biasa
dikaitkan dengan fungsi seksual akan membuat pasangan merasa malu dan enggan
untuk terbuka mengenai kondisinya.7
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
13
prediktor yang penting dari “sense of wellbeing” seperti kualitas pernikahan serta
dukungan sosial.9,22
Dyer dkk dalam studinya pada populasi di subsahara Afrika mendapatkan
bahwa infertilitas berperan dalam meningkatnya instabilitas pernikahan.
Infertilitas menempatkan perempuan dalam instabilitas pernikahan, keregangan,
turunnya status sosial, kesehatan mental serta disinheritance. Beberapa studi juga
mendapatkan bahwa perempuan infertil dapat mengalami kekerasan fisik oleh
suami ataupun keluarga dari pihak suami.22,23,24
Ideologi pronatalis menganut keyakinan bahwa nilai sosial seseorang
bertautan dengan prokreasi. Pandangan ini sangat berdampak pada perempuan.
Fisher, sebagaimana dikutip oleh Parry DC, menjelaskan bahwa kebanyakan
perempuan menghadapi tekanan untuk mengandung atau membesarkan anak.
Dengan berkembangnya kebudayaan pada beberapa dekade terakhir, peran
sebagai ibu tetap dianggap sebagai peran utama bagi seorang perempuan. Hal ini
menyebabkan anggapan bahwa menjadi ibu secara biologis adalah jalur yang
paling berharga bagi perempuan dalam perannya sebagai orangtua. Parry DC juga
mengutip pernyataan dari Wolf yang mengatakan, “segala perjuangan untuk
menjadi fertil dan mengandung anak biologisnya sendiri adalah sangat menyayat
hati, namun hal ini sesuai dengan bagaimana perempuan dibuat merasa bahwa
jalan tersebutlah yang paling baik untuk menjadi ibu.”25
Pentingnya memiliki anak sebagai penentu status sosial di lingkungan
budaya tertentu sangat memengaruhi dampak infertilitas pada perempuan. Hal ini
bahkan berlaku hingga kini, ketika karir perempuan telah jauh berkembang,
memiliki anak tetap menjadi hal yang penting kalaupun tidak yang utama. Pada
lingkungan yang mengajarkan bahwa arti perempuan sangat dikaitkan dengan
perannya sebagai ibu, perempuan yang tidak pernah mengalami kehamilan,
kelahiran, dan menjadi orangtua akan dikucilkan dalam percakapan. Pasangan
akan mendapat tekanan untuk mendapatkan keturunan segera setelah menikah.
Saat ditemukan adanya kemungkinan infertilitas, laki-laki akan merasa
dipermalukan dan perempuan cenderung akan disalahkan karena tidak dapat
hamil. Bahkan saat infertilitas laki-laki telah diketahui, perempuan cenderung
mengambil tanggungjawab akan masalah infertilitas yang mereka alami. 7,25,26
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
15
mental. Johansson dkk pada studinya mengenai efek jangka panjang setelah FIV
yang sukses maupun tidak, mendapatkan bahwa laki-laki yang tetap tidak
memiliki anak lebih terpengaruh negatif dibandingkan sebelumnya dan skor
depresi laki-laki menjadi hampir sama dengan perempuan yang gagal FIV. 8,28
Diagnosis infertilitas pada laki-laki masih cenderung dirahasiakan dan tidak
jarang pasangan perempuan akan mengambil peran untuk disalahkan. Infertilitas
laki-laki lebih banyak dikaitkan dengan disfungsi seksual dibandingkan infertilitas
pada perempuan. Jumlah sperma yang menurun juga cenderung dihubungkan
dengan impotensi dan terlukanya maskulinitas seorang laki-laki. Studi yang
dilakukan oleh Dyer dkk di Afrika Selatan mendapatkan bahwa pada laki-laki
dengan latar belakang budaya pronatalistik yang kuat, masalah infertilitas akan
menjadi penderitaan yang lebih berat. Hal ini berlawanan dengan studi yang
dilakukan di Denmark yang mendapatkan bahwa laki-laki dengan faktor
infertilitas tunggal pada dirinya tidak mengalami penurunan kesehatan mental,
peningkatan stres fisik ataupun stres sosial dibandingkan laki-laki dengan faktor
infertilitas di luar dirinya.27,28,29
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
16
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
18
dengan kenyataan bahwa ia mungkin tidak akan dapat memiliki anak. Kondisi ini
membuat seseorang menjadi rentan untuk mengalami depresi. 12
Pelaksanaan FIV terdiri dari lima tahapan yaitu:
1. Produksi sel telur yang melibatkan stimulasi hormon serta stimulasi folikel.
Pada tahapan ini perempuan akan mendapatkan injeksi gonadotropin yang
mengandung follicle stimulating hormone (FSH), luteineizing hormone (LH),
serta diikuti dengan injeksi human chorionic hormone (hCG);
2. Pengambilan sel telur, dengan prosedur melalui jalur vaginal dengan panduan
alat USG;
3. Inseminasi atau injeksi sperma intrasitoplasmik, yang dapat diikuti dengan
kriopreservasi embrio;
4. Transfer embrio dengan bantuan proses hatching embrio pada endometrium,
serta;
5. Suplementasi fase luteal.18
Berbagai studi telah dilakukan untuk menilai aspek emosional yang terjadi
dalam berbagai tahapan tersebut. Connoly dkk dalam studinya mendapatkan
bahwa saat yang dianggap paling menekan bagi pasangan baik laki-laki maupun
perempuan adalah saat menunggu hasil dari transfer embrio, menunggu hasil dari
terapi FIV, dan mendapatkan bahwa terapi FIV tersebut tidak berhasil. Studi yang
dilakukan oleh Dudok de Wit, sebagaimana dikutip oleh Eugster dkk,
menunjukkan bahwa pada tiap fase, dilaporkan adanya ketegangan yang
meningkat, menurun selama transfer embrio dan kembali meningkat saat
menunggu apakah embrio berhasil terimplantasi. Dalam studi ini juga didapatkan
bahwa fase-fase saat pasangan tidak berkontak langsung dengan rumah sakit
dirasakan lebih berat karena pasangan tidak merasa mendapatkan dukungan dari
rumah sakit. Pada laki-laki, keharusan untuk mengeluarkan spermanya dalam
waktu yang terbatas di rumah sakit dilaporkan sebagai sesuatu yang menekan.12,31
Newman dan Zouves melakukan studi pada pasangan untuk mendapatkan
gambaran tentang reaksi emosional yang terjadi pada tiap fase terapi dan
menggolongkan respons subjek dalam beberapa kategori yaitu ansietas, depresi,
kehilangan kontrol, dan perasaan positif. Pada fase induksi ovulasi didapatkan
ansietas yang lebih tinggi pada perempuan, perasaan positif yang lebih banyak
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
19
pada laki-laki, selain itu didapatkan perasaan kehilangan kontrol baik pada laki-
laki maupun perempuan, terutama perasaan seakan hidup mereka dalam kondisi
“on hold”. Pada fase pengambilan oosit, kecemasan tetap paling banyak dirasakan
terutama oleh perempuan dan dideskripsikan dengan perasaan tegang dan
khawatir. Perasaan optimis juga dirasakan paling tinggi. Fase berikutnya, yaitu
transfer embrio, perasaan positif dilaporkan paling tinggi dibandingkan pada fase-
fase lainnya. Perasaan kehilangan kontrol juga dirasakan cukup tinggi oleh
perempuan dan juga kecemasan. Laki-laki menunjukkan tingkat kecemasan dan
perasaan kehilangan kontrol yang rendah. Fase saat pasangan harus menunggu
apakah konsepsi berhasil terjadi merupakan fase saat kecemasan didapatkan
paling tinggi baik bagi perempuan maupun laki-laki, begitu juga dengan perasaan
kehilangan kontrol. Perasaan depresi juga dirasakan lebih banyak dirasakan oleh
perempuan dibandingkan laki-laki. Saat mengetahui hasil apakah terjadi
kehamilan, perasaan depresi dirasakan oleh 90% perempuan dan 94% laki-laki.
Perasaan kehilangan kontrol juga didapatkan tinggi pada perempuan dengan
perasaan frustasi yang mendominasi. Perasaan positif berada pada tingkat
terendah pada perempuan maupun laki-laki. Perasaan positif yang paling banyak
disampaikan adalah perasaan lega.30
Eugster menyatakan bahwa setelah tiga percobaan terapi FIV, 60%
pasangan tidak berhasil mengalami kehamilan. Pasangan yang mengalami
ketidakberhasilan harus menghadapi lagi masalah infertilitasnya. Leiblum dkk,
sebagaimana dikutip oleh Eugster, dalam studinya menyatakan bahwa
kekecewaan karena kegagalan FIV banyak dirasakan oleh pasangan. Pasangan
juga merasakan ketegangan yang tinggi, kesedihan, kemarahan dan depresi. Hal
ini terutama dilaporkan oleh perempuan daripada laki-laki. Pada pasangan yang
berhasil mengalami kehamilan, kecemasan lebih banyak dialami. Studi dari
Reading dkk, yang juga dikutip oleh Eugster, mendapatkan bahwa perempuan
yang menjalani FIV memiliki tingkat kecemasan yang tidak berbeda secara
signifikan dengan perempuan yang melakukan konseling genetik, namun kedua
kelompok ini memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan
primipara normal. Eugster dkk juga mengutip hasil yang didapatkan oleh
McMahon dkk dalam studinya yang menunjukkan bahwa bila jumlah siklus FIV
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
20
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
21
SRQ terdiri dari 20 pertanyaan yang memelukan jawaban “ya” atau “tidak”.
Kuesioner ini dapat digunakan sebagai self administered ataupun interviewer
administered. Pada awalnya, SRQ terdiri dairi 25 pertanyaan. Duapuluh
pertanyaan berkaitan dengan gejala neurotik, 4 pertanyaan meliputi gejala psikotik
dan satu pertanyaan mengenai kejang. Pada akhirnya SRQ hanya difokuskan pada
20 pertanyaan yang meliputi gejala neurotik karena beberapa alasan, diantaranya:
a. Hanya beberapa pasien psikotik yang datang dengan spontan ke
fasilitas kesehatan primer untuk mencari pertolongan
b. Cakupan terhadap pasien psikotik biasanya lebih merupakan usaha
akitf dari petugas kesehatan primer
c. Kebutuhan penggunaan “item psikotik” dipertanyakan, mengingat
kebanyakan pasien psikotik biasanya mudah dikenali dan pasien
psikotik cenderung untuk tidak menyadari kondisinya sehingga
penggunaan kuesioner dinilai tidak tepat
d. Properti psikometrik dari pertanyaan-pertanyaan tersebut belum
dinilai spesifitas dan sensitivitasnya33
Butir-butir pertanyaan dalam SRQ-20 meliputi pertanyaan-pertanyaan
mengenai beberapa kelompok gejala. Gejala depresi terdapat pada nomor
6,9,10,14,15,16, dan 17. Gejala cemas dicakup pad pertanyaan nomor 3,4 dan 5.
Gejala somatik ditanyakan pada butir nomor 1, 2, 7, dan 19. Gejala kognitif
ditanyakan pada nomor 8,12, dan 13, sedangkan gejala penurunan energi pada
butir 8,11,12,13,18, dan 20.33
Pada penggunaan SRQ-20 ini, subjek dikatakan mengalami suatu gangguan
psikiatri bila total jawaban “ya” berjumlah di atas nilai yang ditetapkan. Nilai
batas pisah SRQ berkisar antara 3 dan 10. Pada Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) ditetapkan 5/6 sebagai nilai pisah. Hal ini berarti subjek yang
menjawab “ya” pada enam atau lebih butir pertanyaan akan dianggap mengalami
gangguan mental emosional atau distres yang berpotensi pada terjadinya
gangguan jiwa apabila dilakukan pemeriksaan psikiatri lebih lanjut. Nilai pisah
5/6 sesuai dengan penelitian uji validitas yang telah dilakukan oleh Hartono dari
Badan Litbang Depkes pada tahun 1995. Pada penelitian tersebut didapatkan
sensitivitas SRQ-20 sebesar 88%dan spesifitasnya adalah 81%. 34,35,36
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
22
TERAPI INFERTILITAS
Terapi terhadap
kausa: hormonal, Suami Istri
peradangan,
infeksi Infertilitas
Inseminasi
intrauterin
FAKTOR SOSIAL
Dukungan pasangan
Tuntutan keluarga
Durasi infertilitas Mitos tentang
infertilitas
Terapi yang telah dan
Budaya
sedang dijalani
FAKTOR DEMOGRAFI
Usia
Jenis kelamin
Suku
PSIKOPATOLOGI
Agama FAKTOR PSIKOLOGIS
Pendidikan
Status Kepribadian
sosioekonomi Mekanisme
Lama pernikahan
koping
Jumlah anak
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
23
PSIKOPATOLOGI
FAKTOR FAKTOR
DEMOGRAFI PSIKOLOGIS
Keterangan:
: diteliti
: tidak diteliti
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
24
4. Pendidikan: minimal tamat SD, mampu membaca dan menulis dengan baik
serta mengerti bahasa Indonesia
2
n1= n2= Zα√(2pq)+Zβ√(p1q1+p2q2)
(p1-p2)
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
27
terdiri dari 4 orang. Kemudian dilakukan in-depth interview pada 5 orang istri
serta 7 orang suami melalui wawancara tatap muka maupun saluran telepon.
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
28
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
29
Informed consent
Membuat transkrip
Analisis
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
30
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
31
Persiapan
penelitian
Pengumpulan
data
Pengolahan
data
Presentasi
dan publikasi
hasil
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
32
3.14 Anggaran
1. Tahap persiapan
2. Tahap pelaksanaan
3. Tahap penyelesaian
Jumlah: Rp 5.350.000,-
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pengambilan data telah dilakukan di Klinik Yasmin RSCM Kencana sejak tanggal
5 Mei 2014 hingga 8 Juni 2014. Total subjek yang awalnya dapat dihimpun
adalah 43 pasang, namun 5 pasang kemudian dianggap drop out karena suami
berhalangan ataupun tidak bersedia mengisi kuesioner. Total 38 (76 responden)
pasangan mengisi kuesioner SRQ-20 secara lengkap, dan pengisian kuesioner
biodata dilakukan dalam bentuk wawancara. Dari 38 pasangan tersebut dilakukan
pemilihan pasangan berdasarkan suku, agama, durasi infertilitas, jenis infertilitas,
jumlah siklus FIV sebelumnya, tahapan FIV yang sedang dijalani, serta total skor
SRQ untuk mengikut focus group discussion. Awalnya dipilih 10 pasangan,
namun saat dilakukan konfirmasi sebagian besar berhalangan karena berbagai
alasan diantaranya sedang tirah baring pasca transfer embrio, telah kembali ke
kota asalnya, tidak lagi bersedia karena mengalami keluhan fisik, serta tidak
bersedia karena baru saja mengetahui bahwa terapi yang mereka jalani tidak
berhasil. Kemudian dilakukan penggantian subyek, dengan tetap
mempertimbangkan dasar pemilihan sebelumnya dan didapatkan 10 pasangan
yang menyatakan kesediaannya dan mengkonfirmasi kehadirannya satu hari
sebelum pelaksanaan FGD. Namun pada hari pelaksanaan FGD untuk istri tanggal
27 Mei 2014, hanya hadir 4 orang, dan pada hari pelaksanaan FGD untuk suami
tanggal 29 Mei 2014, hanya hadir 2 orang. FGD untuk istri tetap dilaksanakan
selama kurang lebih 3 jam 20 menit, sementara FGD untuk suami dibatalkan.
Mengingat keterbatasan waktu yang tersedia untuk melakukan pengambilan
sampel, dilakukan perubahan metode pengambilan data kualitatif dari FGD
menjadi in-depth interview baik melalui wawancara tatap muka maupun melalui
saluran telepon. Masing-masing wawancara berlangsung antara 37 hingga 75
menit terhadap 5 orang istri dan 7 orang suami.
35
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
37
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, dan
suku bangsa.
Jumlah % Jumlah %
Umur
Pendidikan
S1 20 52,63 23 60,52
S2 8 21,05 5 13,16
Pekerjaan
Kedutaan 2 5,26 0 0
Bidan 3 7,89
Jaksa 1 2,63
IRT 7 18,42
Agama
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
38
Lanjutan Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,
agama, dan suku bangsa
Suku bangsa
Sunda 0 0 4 10,53
Rejang 0 0 1 2,63
Minahasa 0 0 1 2,63
Bima 1 2,63 0 0
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
39
Tabel 2. Distribusi frekuensi durasi infertilitas, jenis infertilitas, jumlah siklus FIV sebelumnya
serta tahapan FIV saat ini
Data Infertilitas Jumlah Pasangan %
Durasi infertilitas
<5 9 23,68
5-10 tahun 26 68,42
>10 3 7,89
Jenis infertilitas
Infertilitas perempuan 10 26,32
Infertilitas laki-laki 9 23,68
Infertilitas campuran 17 44,74
Lain-lain 2 5,26
Jumlah siklus FIV sebelumnya
belum pernah 22 57,89
1x-3x 15 39,47
>3x 1 26,31
Tahapan FIV saat ini
Baru memulai 5 13,16
Stimulasi folikel 11 28,95
Pasca ovum pick up 4 10,53
Pasca transfer embrio (belum ada hasil) 3 7,89
Hasil βHCG tinggi (>200) 10 26,32
Hasil βHCG rendah (<200) 5 13,16
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
40
Ya 3 7,9
Tidak 35 92,1
Total 38 100
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
41
Tabel 5. Distribusi psikopatologi pada istri yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin
RSCM Kencana
Psikopatologi Jumlah Persentase (%)
Ya 7 18,4
Tidak 31 81,6
Total 38 100
Psikopatologi
Ya Tidak Total
Suku Nilai p
N % N % n %
Jawa 1 8,3 11 91,7 12 100
Melayu 0 20,0 5 100,0 5 100
Batak 1 25 4 75,0 5 100
Betawi 0 0 3 100 3 100
Bima 0 0 1 100 1 100
0,584
Lampung 0 0 1 100 1 100
Minang 0 0 4 100 4 100
Tionghoa 0 0 4 100 4 100
Afrika Selatan 0 0 1 100 1 100
Arab 1 50 1 50 2 100
Jumlah 3 7,9 35 92,1 38 100
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
42
Tabel 7. Hubungan antara suku dengan psikopatologi pada istri yang menjalani
program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana
Psikopatologi
Ya Tidak Total
Suku Nilai p
n % N % N %
Sunda 1 25 3 75 4 100
Jawa 0 0 6 100 6 100
Melayu 2 33,3 4 66,7 6 100
Batak 0 0 3 100 3 100
Minahasa 0 0 1 100 1 100
0, 458
Betawi 1 33,3 2 66,7 3 100
Lampung 0 0 1 100 1 100
Minang 2 33,3 4 66,7 6 100
Rejang 0 0 1 100 1 100
Tionghoa 0 0 4 100 4 100
Afrika Selatan 1 100 0 0 1 100
Arab 0 0 2 100 2 100
Jumlah 6 18,4 32 81,6 38 100
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
43
hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,458 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara suku dengan munculnya distres pada istri.
Psikopatologi
Ya Tidak Total
Agama Nilai p
n % N % n %
Islam 2 7,6 24 92,4 26 100
Kristen Protestan 1 14,3 6 85,7 7 100
0, 844
Katolik 0 0 3 100 3 100
Budha 0 0 2 100 0 100
Jumlah 3 7,9 35 92,1 38 100
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
44
Tabel 10. Hubungan antara lama menikah dengan psikopatologi pada suami
yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana
Psikopatologi
Ya Tidak Total
Lama Menikah Nilai p
N % N % n %
< 5 tahun 1 11,1 8 88,9 9 100
5 – 10 tahun 2 7,7 24 92,3 26 100 0,824
> 10 tahun 0 0 3 100 3 100
3 7,9 35 92,1 38 100
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
45
nilai p=0,824 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara lama menikah dengan munculnya psikopatologi pada suami.
Tabel 11. Hubungan antara lama menikah dengan psikopatologi pada istri yang
menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana
Psikopatologi
Ya Tidak Total
Lama Menikah Nilai p
N % N % N %
< 5 tahun 3 33,3 6 66,7 9 100
5 – 10 tahun 4 15,4 22 84,6 26 100 0,338
> 10 tahun 0 0 3 100 3 100
7 18,4 31 81,6 38 100
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
46
Tabel 12. Hubungan antara fase FIV dengan psikopatologi pada suami yang
menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana
Hasil analisis hubungan antara fase FIV dan psikopatologi pada suami
diperoleh bahwa ada sebanyak 5 orang yang baru memulai terapi FIV (100%)
tidak mengalami distres, 2 orang yang menjalani fase stimulasi folikel (18,2%)
dan 1 orang yang telah menjalani transfer embrio dengan hasil βHCG tinggi
(20%) mengalami distres. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,682 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara fase FIV dengan
munculnya psikopatologi pada suami.
n % N % n %
Baru memulai 0 0 5 100 5 100
Stimulasi folikel 1 9,1 10 90,9 11 100
Pasca pengambilan sel telur 0 0 4 100 4 100
0,285
Pasca transfer embrio 1 33,3 2 66,7 3 100
Hasil BhCG tinggi 4 40 6 60 10 100
Hasil BhCG rendah 1 20 4 80 5 100
Jumlah 7 18,4 31 81,6 38 100
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
47
Hasil analisis hubungan antara fase FIV dan psikopatologi pada istri
diperoleh bahwa ada sebanyak 1 orang istri yang menjalani fase stimulasi folikel
(9,1%), 1 orang (33,3%) yang telah menjalani transfer embrio dan belum
mengetahui hasilnya,4 orang (40%) yang telah mengetahui bahwa kadar
βHCGnya tinggi dan 1 orang (20%) dengan kadar βHCG rendah mengalami
distres. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,285 maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara fase FIV dengan munculnya
psikopatologi pada istri.
Tabel 14. Hubungan antara jumlah siklus FIV dengan psikopatologi pada suami
yang menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana
Psikopatologi
Ya Tidak Total
Jumlah Siklus FIV nilai p
N % n % n %
0 2 9,1 20 90,9 22 100
1-3 1 6,7 14 93,3 15 100 0,923
>3 0 0 1 100 1 100
Jumlah 3 7,9 35 92,1 38 100
Terdapat 2 orang suami yang belum pernah menjalani terapi FIV (9,1%)
dan satu orang suami yang telah menjalani terapi FIV 1-3 kali sebelumnya yang
mengalami distres. Pada uji statistik didapatkan nilai p=0,923. sehingga hubungan
antara riwayat FIV sebelumnya dan psikopatologi pada suami tidak bermakna.
4.2.12. Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada Istri
Hasil analisis bivariat hubungan antara jumlah siklus FIV dengan psikopatologi
pada istri ditunjukkan pada tabel 15.
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
48
Tabel 15. Hubungan antara jumlah siklus FIV dengan psikopatologi pada istri
yang menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana
Psikopatologi
Ya Tidak Total
Jumlah Siklus FIV nilai p
N % N % n %
0 6 27,3 16 72,7 22 100
1-3 1 6,7 14 93,3 15 100 0,253
>3 0 0 1 100 1 100
Jumlah 7 18,4 31 81,6 38 100
Hasil analisis hubungan antara jumlah siklus FIV dan psikopatologi pada
istri diperoleh bahwa ada sebanyak 6 orang yang belum pernah menjalani siklus
FIV sebelumnya (27,3%) dan1 orang yang pernah menjalani 1-3 siklus FIV
(6,7%) yang mengalami distres. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,253 maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah siklus
FIV dengan munculnya psikopatologi pada istri.
4.3. Pemaknaan Pasangan Suami Istri terhadap Infertilitas dan Terapi FIV
yang Mereka Jalani di Klinik Yasmin RSCM Kencana
Pasangan yang dilibatkan dalam focus group discussion maupun in-depth
interview terdiri 7 pasangan suami istri dan 2 orang istri yang suaminya bertugas
di luar Indonesia.
Pasangan 1 (A: istri; B: suami) adalah pasangan yang telah menikah
selama 6 tahun, keduanya beragama Islam, suami bersuku Bima sementara istri
bersuku Betawi. Pasangan ini telah menjalani satu kali siklus FIV sebelumnya
namun anak mereka (kembar) meninggal dunia pada usia 10 dan 20 hari setelah
lahir prematur. Saat ini sang istri tengah mengandung 2 bulan sebagai hasil FIV.
Pada penilaian SRQ-20 keduanya tidak menunjukkan adanya distres.
Pasangan 2 (A, B) adalah pasangan yang telah menikah selama 10 tahun,
keduanya beragama Islam, suami bersuku Jawa sementara istri bersuku Sunda.
Pasangan ini mengalami masalah infertilitas perempuan, yaitu endometriosis yang
telah menjalani tindakan operasi berulang. Pasangan ini telah menjalani 2 kali
siklus FIV sebelumnya dan saat ini akan kembali memulai siklus ketiganya. Pada
penilaian SRQ-20 keduanya tidak menunjukkan adanya distres.
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
49
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
50
Responden 9(A) adalah seorang istri yang menjalani terapi FIV di klinik
Yasmin RSCM Kencana sementara suami bertugas di Qatar. Pasangan ini telah
menikah selama 8 tahun. Keduanya bersuku Jawa dan beragama Islam. Pasangan
ini telah menjalani 5 siklus FIV sebelumnya dan saat ini istri sedang persiapan
untuk FET. Pada penilaian SRQ-20 tidak didapatkan distres pada keduanya.
(Responden 7B)
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
51
Ada beberapa responden istri yang mengaitkan makna anak dengan kesempurnaan
sebagai wanita, serta keutuhan keluarga. Seperti yang dinyatakan berikut ini.
“kayanya bagi wanita juga, kalo ga punya anak kayaknya gimana, kayaknya ga lengkap.
Apalagi kita orang Timur”
(Responden 5A)
“Ya jadi wanita sempurna lah. Karena keluarga utuh itu kan lengkap ama anak”
(Responden 6A)
Ada yang menyatakan ada keterkejutan dan juga kemarahan, kemudian berpasrah.
“ee yang pertama sih syok ya, kaget, gitu.....Ya sedih juga, tapi ya gimana.....kalo
nyalahin Tuhan sih ada....Setelah lama-lama ya udah, pasrah deh, berserah. Kita
percaya Tuhan tuh punya rencana pasti yang terbaik lah mau seperti apapun”
(Responden 5A)
“Ga mungkin pesimis gitu kan bu, terus berusaha dengan sekuat tenaga, ya terus
melakukan dengan cara normal ya terus kita lakukan”
(Responden 1B)
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
52
“Ya emang harus begitu. Kalau tahu saya takutnya, nanti kalau tahu istri..saya gak mau
lagi. Kalau istri saya tahu, sebelah kita yang, yah dia udah begini lagi, begitu. Kasihan.”
(Responden 3B)
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
53
“insya Allah sih suami ee ya insya Allah kami berjanji akan tetap bahagia apapun takdir
dari Tuhan...Dia tidak demanding, dan selalu ee suportif gitu. Ketika memang E butuh.”
(Responden 8A)
“kami gak pernah..apa namanya..ya bilang „kamu yang salah‟...Sejauh ini kita tidak
pernah bertengkar soal ini”
(Responden 7B)
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
54
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
55
“kalo orangtua sih tidak pernah..tidak pernah menunjukkan itu. Tapi kalo dari
perilakunya sih memang saya yakin ada rasa kecewa juga sih. Dari orangtua terutama
ibu saya”
(Responden 5B)
“Cuma mereka ya dukung aja. Cuma kasih tahu oo begini mungkin begini.. Tidak pernah
mereka terasa melemahkan diri saya, tidak.. keluarga dari perempuan begitu juga, ga
pernah berfikir untuk melemahkan atau membuat kita pesimis. Justru membuat kita
optimis.”
(Responden 1B)
“Ya, lingkungan sebetulnya ga ada hmm mereka sebetulnya berempati juga terhadap
kita. Ga ada yang meledek. Jadi saya ga merasa rendah diri”
(Responden 4B)
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
56
“soalnya kan biayanya gede juga mbak. Kalo ga berhasil juga udah abis, ya.. buat biaya
ini.. Mikirnya ke situ juga. Kadang mikir, untuk anak. Tapi kan kita hidup butuh realistis
juga.. jadi kesiapan finansialnya...Sama kalo hati ya, pikirannya”
(Responden 6A)
“Karena saya, nanti keluarga saya pemahaman mengenai bayi tabung tuh masih..karena
saya ga menjelaskan juga, mereka pemahaman tentang bayi tabungnya masih aneh-aneh
gitu”
(Responden 4A)
Ada pula yang menyatakan mengenai kekhawatiran akan adanya “label” pada
anak mereka nanti.
“anak itu kita ga mau ada perlakuan yang berlebih. Artinya, kami itu punya mimpi
biarlah mereka itu terus seperti anak-anak yang biasa. Janganlah wah hasil ini, hasil
ini”
(Responden 1A)
Serta ada pasangan yang menyatakan alasan mereka untuk merahasiakan terapi
yang mereka jalani adalah untuk menghindari tekanan yang semakin bertambah
dengan semakin banyaknya orang yang tahu mengenai hal tersebut.
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
57
“Soalnya makin banyak orang yang tau saya makin underpressure..ga bisa.. Minimal ya
keluarga aja sih yang tau. Soalnya kadang-kadang orang luar tuh, kan kadang kita ga
tahu, trus mereka suka nanya”
(Responden 6A)
“yang itu..khawatirkan.. ya itu ya, yang diceritakan istri pas kita ngobrol pertama tuh.
Namanya kalo ditanyain kalo berhasil ya alhamdulillah.. Kalo ga berhasil itu kan
namanya temen kan suka, kenapa sih..temen satu nanya, diceritain kan otomatis. Yang
satu lagi nanya.. yang keempat nanya.. yang kelima nanya. Kalo yang ditanyain secara
psikologisnya lagi..ya bisa dibilang sedih ya..mungkin, disuruh cerita lagi cerita lagi kan
bete juga”
(Responden 2B)
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
58
“Kebanyakan istri ya yang..yang akhirnya banyak berkorban, yang harus diterapi terus-
terusan. Padahal yang bermasalah saya, jadi dalam hati juga merasa ga fair, ga adil”
(Responden 5B)
“Manusia bisa berusaha sebagaimana sejauh apapun, cuman kalo Tuhan tidak
berkehendak ya tetap aja, ya ga bisa kan”
(Responden 5A)
“kalo memang ga jadi berarti belum rejeki..Udah, udah pasrah, udah ikhlas”
(Responden 8A)
Dan juga oleh responden suami, seperti berikut ini.
“ya optimis aja, lillahi ta‟ala juga. kita apa namanya, pasrahkan saja...Tiba-tiba kan kita
ga ngerti ya, maunya Tuhan. Tuhan kan lain.”
(Responden 1B)
“ya intinya ya namanya usaha, namanya berhasil atau engga ya Tuhan aja yang tau”
(Responden 7B)
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
59
“Tapi istri ga puas. Ketemu dokter apa. Sampai dua minggu itu dia agak labil. Pokoknya
harus tanya sana-sini. Saya juga browsing. Tapi saya lihat, dari berapa ini, sebenernya
angkanya ga bermasalah”
(Responden 4B)
“Ya intinya sih, ya memberikan usaha terbaik ya semampu kita. Kalo memang mampu
menjalaninya ya jalani, toh dikasih rejeki salah satunya mungkin buat ini kali.. Ada
rejekinya ya udah, jalani terus”
(Responden 8A)
Sementara tanggapan dari responden suami lebih mengungkapkan hal-hal yang
praktis.
“karena sudah pertama itu. Karena berhasil kan ya walaupun tidak berhasil. Udah kita
anggap berhasil lah ya, karena faktor X aja...Yang pasti udah kita anggap berhasil itu.
Kita anggap berhasil itu, kita coba lagi”
(Responden 1B)
“Ya udah deh, yang terbaik secara medisnya gimana ya kalo kami sanggup ya kami
kerjakan gitu loh. Akhirnya, kemarin bayi tabung sampe berapa tuh, 3 kali, eh 2 kali
yang belum berhasil. Makanya sekarang ada..kita masih ada 2 embrio lagi, ya mudah-
mudahan sih”
(Responden 2B)
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
60
“kalau bisa, sebelum masuk, pasangan memutuskan bayi tabung, jadi oke mau bayi
tabung. Didampingi sama..yang ahli gitu kan, dijelaskan kalo bayi tabung itu seperti ini,
nanti ada dampaknya secara fisik maupun non fisik. Ada informasinya yang jelas. Kalo
kita dapat dari ahlinya kan juga kita jadi lebih aman, lebih tenang.”
(Responden 2A)
“Jadi ada semacam hmm call centre, tapi orang itu memahami betul permasalahannya”
(Responden 4B)
“Yaa tapi ga kepikiran, saya sih ga mau bertanya lebih lanjut...Jadi, saya begini sama
dokter, “tanyain ga?”, “jangan, jangan”. Dia ga mau.”
(Responden 4A)
“Kami juga setiap ke sini juga ga pernah berusaha nanya, dok bisa ga kontak langsung?
Enggak...Kita kemarin itu ga berpikiran untuk minta itu juga..Agak sungkan juga”
(Responden 4B)
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
BAB 5
PEMBAHASAN
61
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
62
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
63
depresi pada wanita yang menjalani terapi FIV adalah karena depresi merupakan
akibat dari perasaan kehilangan. Saat pasangan memulai terapi FIV, mereka
memulai prosedur dengan harapan tinggi dan harapan ini untuk sementara dapat
menekan perasaan kehilangan yang sebelumnya mereka alami dalam menghadapi
infertilitas12. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa hampir semua
subyek perempuan mengisi kuesioner saat mereka mendapatkan terapi hormonal
baik pada stimulasi folikel maupun setelah transfer embrio. Penggunaan hormon-
hormon ovarian telah diketahui dapat memengaruhi mood secara negatif, sehingga
kemungkinan pengaruh hormonal terhadap gambaran distres tidak boleh
diabaikan begitu saja. Keluhan mengenai pengaruh hormonal ini juga terungkap
dalam wawancara dan FGD12.
Pada subyek suami, dari 3 orang yang mengalami distres, 2 diantaranya
sedang berada dalam tahapan stimulasi folikel. Dalam wawancara didapatkan
bahwa prosedur suntikan yang diterima oleh perempuan membuat para suami
merasa tidak nyaman. Salah satu responden yang mengalami infertilitas laki-laki
mengatakan bahwa banyaknya prosedur yang dilakukan pada istrinya
menimbulkan perasaan bersalah dan tidak adil. Responden suami lainnya
mengungkapkan adanya perasaan tidak tega karena prosedur yang dijalani istri
terlihat menyakitkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Downey bahwa laki-laki
cenderung merasa tidak berdaya dengan prosedur terapi yang banyak dijalani oleh
pasangannya7.
Pada ketiga subyek suami yang mengalami distres, didapatkan bahwa
ketiganya mengalami masalah infertilitas baik secara tunggal maupun campuran.
Problem yang mereka alami adalah azoospermia dan teratospermia. Hasil ini
sejalan dengan hasil penelitian Chachamovich yang mendapatkan bahwa laki-laki
yang menyadari bahwa ia adalah pihak yang mengalami masalah infertilitas
memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak
menjadi penyebab dalam infertilitas8. Dalam wawancara, seorang responden laki-
laki yang mengalami infertilitas laki-laki mengatakan bahwa ia merasakan
perasaan bersalah dan tidak mampu setelah mengetahui bahwa dirinya mengalami
infertilitas.
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
64
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
65
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
66
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
67
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
68
yang mereka dapatkan dalam menjalani masalah infertilitas yang mereka alami.
Saat ditanyakan mengenai persiapan yang mereka lakukan saat akan memulai
terapi FIV, kebanyakan suami menyatakan mengenai kesiapan finansial serta
pencarian informasi mengenai prosedur yang mereka jalani. Bahkan ketika
membicarakan pertimbangan untuk kembali melakukan FIV, saat kebanyakan istri
mengungkapkan alasannya adalah keinginan yang kuat untuk memiliki anak, para
suami lebih mengungkapkan pertimbangan seperti metode yang paling mungkin
berhasil ataupun keberhasilan usaha sebelumnya. Fenomena ini sesuai dengan
banyak studi yang dikutip oleh Jordan dan Revenson bahwa perempuan banyak
menggunakan strategi koping “emotion-focused” dalam menghadapi masalahnya
sementara para laki-laki banyak menggunakan strategi koping “problem-
focused”26. Potingger dkk menyatakan bahwa strategi koping direk yang biasa
digunakan pria lebih efektif pada situasi yang terkontrol sedangkan strategi
koping indirek yang biasa digunakan perempuan akan lebih efektif pada situasi
yang tidak terkontrol. Perjalanan terapi FIV ini sendiri merupakan situasi yang
terkontrol sekaligus tidak terkontrol, sehingga konseling dengan memperhatikan
perbedaan tersebut amat dibutuhkan45.
Fenomena lain yang didapatkan adalah bahwa hampir seluruh responden
suami memilih untuk menyimpan sendiri apa yang ia rasakan terkait dengan
masalah infertilitas yang mereka hadapi daripada menceritakan hal tersebut
kepada istrinya. Para responden suami mengungkapkan alasan yang serupa yaitu
kekhawatiran bahwa apa yang mereka ungkapkan akan menambah beban istri.
Gambaran ini sesuai dengan norma maskulin bahwa kebanyakan laki-laki akan
menekan emosinya sebagai usaha untuk mendukung pasangannya. Penarikan diri
dapat merupakan cara untuk berlindung dari rasa sakit pasangannya sebagaimana
diungkapkan Jaffe dan Diamond dalam kutipan oleh Wischmann dan Thorn27.
Kebutuhan akan pendampingan dan akses pelayanan diungkapkan oleh
hampir seluruh pasangan. Sementara responden istri tampak antusias dengan
bentuk peer support selain konseling individual terkait perasaan senasib dan tidak
sendirian, responden suami lebih memilih konseling individual karena merasa
tidak nyaman untuk membagi hal-hal pribadi dan emosional ke orang lain. Hal ini
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
69
sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Rodriguez dkk dan Eugster dkk bahwa
intervensi psikososial perlu diberikan pada pasangan yang menjalani terapi FIV 12.
Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, didapatkan beberapa keterbatasan.
Beberapa keterbatasan yang dimiliki diantaranya adalah sampel yang dianalisis,
walaupun memenuhi perhitungan jumlah minimal sampel, memiliki heterogenitas
yang tinggi. Hal ini dapat berpengaruh dalam perhitungan statistik. Keikutsertaan
subyek dalam penelitian dilandaskan pada sifat sukarela sehingga bias respontidak
dapat dihindari. Lokasi penelitian yang terbatas pada satu tempat saja, walaupun
menjadikan sampel lebih homogen, menjadikan bias berksonian tidak dapat
sepenuhnya dihindari. Pada pelaksanaan pengambilan data kualitatif, metode yang
direncanakan tidak dapat dilaksanakan karena berbagai faktor. Hal ini dapat
menjadi pertimbangan pada penelitian berikutnya sehingga dapat diperoleh hasil
yang lebih optimal.
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
6. 1. Simpulan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 7,9% suami mengalami distres, sedangkan
18,4% istri mengalami distres. Gambaran distres yang paling banyak ditemukan
baik pada suami maupun istri adalah berupa gejala kecemasan. Pada uji statistik
didapatkan bahwa hubungan antara faktor demografi yaitu suku dan agama, durasi
infertilitas, riwayat terapi FIV sebelumnya serta tahapan FIV yang sedang dijalani
dengan adanya psikopatologi masing-masing pada suami dan pada istri tidak
bermakna. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan kesiapan mental pasangan
sebelum menjalani terapi FIV, penerimaan pasangan terhadap kondisi
infertilitasnya, serta religious coping positif yang dilakukan oleh pasangan dalam
memaknai hasil dari terapi yang mereka jalani.
Hampir seluruh subyek yang diwawancara menyatakan betapa pentingnya
anak bagi mereka. Hal ini terkait dengan nilai agama, adat, ataupun nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Hal ini juga terkait dengan tetapnya dirasakan adanya
tuntutan untuk mempunyai anak, terutama oleh orangtua, serta adanya perilaku
menghindari pertemuan sosial akibat pertanyaan-pertanyaan mengenai anak yang
diajukan pada pasangan oleh para kerabat.
Didapatkan perbedaan strategi koping antara responden suami dan istri
dalam menghadapi infertilitas dan terapi FIV. Sebagian besar responden suami
juga cenderung untuk menguatkan dirinya agar tidak menyakiti pasangannya. Hal
ini sejalan dengan kebutuhan akan pendampingan dalam bentuk peer support
yang banyak diungkapkan oleh responden istri, sementara responden suami lebih
memilih konseling individu yang lebih menitikberatkan pada informasi.
Kebutuhan lain yang diungkapkan adalah adanya akses pelayanan yang mudah
dicapai baik berupa call center ataupun petugas khusus untuk membantu pasangan
saat menghadapi kendala di luar waktu konsultasi.
70
6. 2. Saran
Masih terdapat berbagai kelemahan dalam penelitian ini. Penelitian lanjutan
dengan subyek yang lebih homogen misalnya kelompok subjek yang menjalani
fase FIV yang sama, dengan jumlah sampel yang lebih besar dapat dilakukan.
Dapat dilakukan pula studi kohort yang menilai kondisi mental subjek saat akan
memulai terapi FIV yang dilanjutkan dengan penilaian berkala pada setiap
tahapan FIV sehingga gambaran stresor yang terjadi dan distres yang dialami akan
dapat terpotret dengan lebih jelas. Dapat pula dilakukan pengukuran dengan
instrumen yang lebih spesifik misalnya instrumen mengenai mekanisme koping
ataupun instrumen kualitas hidup seperti WHO-QoL sebagai pengukuran objektif
kondisi psikologis subjek/pasangan yang menjalani terapi FIV. Hal lain yang
harus dipertimbangkan adalah faktor kemampulaksanaan metode penelitian
sehingga akan didapatkan hasil yang lebih optimal.
Dapat disusun suatu prosedur standar pelayanan psikologis sebagai bagian
pelayanan komprehensif pada pasien yang menjalani terapi FIV terutama pada
fase-fase krusial seperti awal terapi, menjelang prosedur pengambilan sel telur,
sebelum dan setelah transfer embrio. Sebaiknya disediakan akses layanan seperti
call center, case manager atau kelas konsultasi berkala untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan informasi dan penanganan segera pada keadaan yang
dirasakan mendesak.
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
72
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
73
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
74
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
75
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
76
Universitas Indonesia
Gambaran psikopatologi ..., Dyani Pitra Velyani, FK UI, 2014
77
Lampiran 1
Lampiran 2
Dengan hormat,
Apabila Anda bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini, maka Anda
akan diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan topik
penelitian yang telah disebutkan sebelumnya. Pertanyaan tersebut akan diajukan
dalam bentuk pengisian kuesioner, wawancara dan diskusi dalam kelompok.
Untuk memudahkan proses analisis, jawaban anda selama wawancara dan diskusi
dalam kelompok akan direkam. Semua data yang kami dapatkan akan kami jaga
Lampiran 3
Pemberi Informasi :
Penerima Informasi :
Nama Subyek :
Jenis Kelamin :
Alamat :
10. Kompensasi bila terjadi efek Tidak ada risiko terjadi efek
samping samping pada penelitian ini
11. Nama dan alamat peneliti serta dr. Dyani Pitra Velyani,
nomor telepon yang dapat 08129175375
dihubungi
Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1 dan 2 mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh..............................................................................................dengan
judul:......................................................................,informasi tersebut telah Saya pahami
dengan baik.
Nama Subyek
Nama Saksi/Wali
Ket: Tanda tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan kesadaran,
mengalami gangguan jiwa, dan berusia dibawah 18 tahun
Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai maksud
penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta resiko dan ketidaknyamanan
potensial yang mungkin timbul (penjelasan terperinci sesuai dengan hal yang saya
tandai di atas ). Saya juga telah menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait penelitian
dengan sebaik-baiknya.
Nama Peneliti
Lampiran 4
KUESIONER BIODATA
Tanggal pengisian :
Data Sosiodemografik
Nama :
Usia :
Tempat/tanggal lahir :
Alamat/No telp :
Jenis Kelamin :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Penghasilan per bulan :
Agama :
Suku bangsa :
Pernikahan ke :
Data Ginekologi
Apakah Anda pernah berkonsultasi untuk masalah infertilitas sebelumnya?
Bila ya, sejak kapan?
Bila ya, konsultasi sebelumnya di...
1. Infertilitas perempuan
2. Infertilitas laki-laki
3. Infertilitas campuran
4. Lain-lain ...............................................
Lampiran 5
Petunjuk: Bacalah petunjuk ini seluruhnya sebelum mulai mengisi. Pertanyaan berikut
berhubungan dengan masalah yang mungkin mengganggu Anda selama 30 hari
terakhir. Apabila Anda menganggap pertanyaan itu Anda alami dalam 30 hari terakhir,
berilah tanda silang (X) pada kolom Y (berarti Ya). Sebaliknya apabila Anda
menganggap pertanyaan itu tidak Anda alami dalam 30 hari terakhir, berilah tanda silang
(X) pada kolom T (Tidak). Jika Anda tidak yakin tentang jawabannya, berilah jawaban
yang paling sesuai di antara Y dan T. Kami tegaskan bahwa jawaban Anda bersifat
rahasia.
Y T
Lampiran 6
PEDOMAN WAWANCARA
Tentang Infertilitas
Lampiran 7
OUTPUT ISTRI
Cases
Valid Missing Total
agama * psikopatologiCrosstabulation
psikopatologi Total
tidak ya
Count 19 7 26
Islam
% within agama 73.1% 26.9% 100.0%
Count 5 2 7
kristenprotestan
% within agama 71.4% 28.6% 100.0%
agama
Count 4 0 4
Katolik
% within agama 100.0% 0.0% 100.0%
Count 1 0 1
Budha
% within agama 100.0% 0.0% 100.0%
Count 29 9 38
Total
% within agama 76.3% 23.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Cases
Psikopatologi Total
tidak Ya
Count 5 4 9
< 5 tahun
% within lama menikah new 55.6% 44.4% 100.0%
Count 21 5 26
lama menikah new 5 - 10 tahun
% within lama menikah new 80.8% 19.2% 100.0%
Count 3 0 3
>10
% within lama menikah new 100.0% 0.0% 100.0%
Count 29 9 38
Total
% within lama menikah new 76.3% 23.7% 100.0%
Chi-Square Tests
jumlahriwfivkat * psikopatologiCrosstabulation
psikopatologi Total
tidak ya
Count 15 7 22
0
% within jumlahriwfivkat 68.2% 31.8% 100.0%
Count 13 2 15
jumlahriwfivkat 1-3
% within jumlahriwfivkat 86.7% 13.3% 100.0%
Count 1 0 1
>3
% within jumlahriwfivkat 100.0% 0.0% 100.0%
Count 29 9 38
Total
% within jumlahriwfivkat 76.3% 23.7% 100.0%
Chi-Square Tests
OUTPUT SUAMI
agama * psikopatologiCrosstabulation
psikopatologi Total
tidak ya
Count 22 4 26
Islam
% within agama 84.6% 15.4% 100.0%
Count 5 2 7
kristenprotestan
% within agama 71.4% 28.6% 100.0%
agama
Count 3 0 3
katolik
% within agama 100.0% 0.0% 100.0%
Count 2 0 2
budha
% within agama 100.0% 0.0% 100.0%
Count 32 6 38
Total
% within agama 84.2% 15.8% 100.0%
Chi-Square Tests
lamamenikah_br * psikopatologiCrosstabulation
Psikopatologi Total
tidak Ya
Count 7 2 9
< 5 tahun
% within lamamenikah_br 77.8% 22.2% 100.0%
Count 23 3 26
lamamenikah_br 5 - 10 tahun
% within lamamenikah_br 88.5% 11.5% 100.0%
Count 2 1 3
> 10 tahun
% within lamamenikah_br 66.7% 33.3% 100.0%
Count 32 6 38
Total
% within lamamenikah_br 84.2% 15.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Cases
Valid Missing Total
jumlahriwfivkat * psikopatologiCrosstabulation
psikopatologi Total
tidak ya
Count 19 3 22
0
% within jumlahriwfivkat 86.4% 13.6% 100.0%
Count 12 3 15
jumlahriwfivkat 1-3
% within jumlahriwfivkat 80.0% 20.0% 100.0%
Count 1 0 1
>3
% within jumlahriwfivkat 100.0% 0.0% 100.0%
Count 32 6 38
Total
% within jumlahriwfivkat 84.2% 15.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Lampiran 8
MATRIKULASI WAWANCARA
ISTRI
2A akhirnya sejak 3 tahunan kurang lebih 2006, dan saya rasa juga kok
kayanya ada sesuatu..karena tiap bulan, hampir tiap bulan tuh saya kalau
menstruasi lumayan sakit..jadi saya denger-denger informasi juga..
..tapi yaa dari pada belum memulai akhirnya kita putuskan, berdua dengan
suami, ya udah kita coba ke dokter deh
ya uda akhirnya 2 tahun yang lalu saya mulai intensif di sini, di yasmin
3A udah coba aja di harapan kita sama dr.ini.. ya uda kita kesana, aku selesai
semuanya dicek
..ya udah de suami dicek
trus aku pikir, emang harus ya bayi tabung
4A saya kalo kata temen saya gini ya nanti aja deh kalo kita menikah atau
menjelang menikah baru kita treatment, ternyata itu salah..
begitu tahun 2006 saya ikut
dua tahun terakhir kita kontinu, tahun-tahun belakangan ini, ini kan saya
mulai 2013, 2011 2012 itu saya udah niat
begitu ketemu dr.Andonnya, ya maksudnya dikasi tahu kalo prosesnya
hampir sama, kecemasannya hampir sama, mengingat usia, kita putuskan
untuk bayi tabung. Nah saya udah, bikin, memberi tahu tempat kerjaan
saya mau cuti. Jadi saya ambil cuti tuh di akhir tahun. Jadi saya cuti
November, eh Oktober, November Desember Januari.
5A Pas kita udah tahu, wah udah setahun nih masih belum punya, langsung
memutuskan untuk ngecek
Cuman kita memang, udah terpikir sih dengan kondisi seperti itu, kayanya
sih, insem atau pun cara normal ataupun insem udah susah ya jadinya. Kita
udah kepikir memang yang ke arah sini gitu loh
8A Tahun kedua menikah, belum hamil juga, kami akhirnya memutuskan untuk
konsul, cari tahu apa masalahnya
dari pemeriksaan hormon sama HSG
Coba 2 kali penyubur
2011 kemudian dinyatakan oleh dr.I ASAnya tinggi. Itu, terapi nurunin
setahun
insem di Singapur tahun 2012
Bulan April merasa siap, kami putuskan untuk IVF di sini
9A kemudian pada tahun ke dua kok belum kemudian saya berpikir untuk
kontrol ke dokter obgin mungkin pertama begini apa namanya tes hormon
dululah
tidak ada hasil maka saya coba tes lagi, saya tes lagi apa itu namanya pada
dasarnya apa sih namanyanya saya lupa seperti daya tahan sperma
bertahan di dalam kandungan tu berapa lama
saya coba lagi mungkin tes torch, toxo, rubelle, clamidia, herpes
saya coba lagi ee saya ikut HSG
kemudian saya coba lagi IUI inseminasi buatan mungkin 3 kali dan itupun
belum akhirnya saya putuskan buat bayi tabung
SUAMI
2B setelah pernikahan ke dua apa ketiga ya.. ya, setelah 2 tahun lah, kok
belum-belum juga nih? Kami akhirnya memutuskan ke dokter. Jadi biar
ada, penjelasan secara medisnya gitu loh
3B Sebenarnya awalnya cuma berusaha hamil aja, anak. Tapi kok gak gol-gol
nih? Kayak ada yang salah, gitu kan. Kita berdua merasa nih yang salah, ada
apanya? Kita usaha pertama ke Harapan Kita.
Coba ke Brawijaya, ke dokter.
coba kita inseminasi dulu. Inseminasi dulu, kemarin coba, gak berhasil kan.
Yaudah, mau gak mau emang kalau kayak begini, bayi tabung
6B Terus kita mulai itu setelah satu tahun setengan ya? eh satu tahun. Hm’eh
baru mulai ke dokter
kemaren saya konsultasi sama dr. B, katanya ngga ada masalah ya. Hanya
waktu itu saya sempat ke dr. I juga, IJr. Menurut beliau katanya anti-body
saya terlalu tinggi
terus saya konsultasi kebeberapa dokter
sempat sampe PNI segala macem sih waktu itu
7B apa yah, dua atau tiga tahun gitu lah perasaan. Pernikahan ke tiga, dua atau
tiga tahun gitu lah.
Ya udah, kami juga empat-lima bulan..empat bulan ya, kurang lebih begitu,
ya diatur lah.
Ya terapi-terapi kedokteran begitu lah ya. Itu yang pertama yah, baru yang
ke dua ke alternatif gitu ya.
ada dokter Andrologi juga di Tangerang
Terakhir itu di sini. Sebelumnya itu kami juga pernah ke Bunda, Bunda juga
begitu. He’eh, sampai inseminasi saat itu.
ISTRI
1A saya sudah merasa bersyukur karena saya sudah bisa menjadi ibu saat itu
selama 20 hari
5A anak itu mungkin bagi aku penting juga sih. Karena.. yang pertama dia
meneruskan ee meneruskan keturunan kan, kedua terus, kayanya bagi
wanita juga, kalo ga punya anak kayaknya gimana, kayaknya ga lengkap.
Apalagi kita orang Timur
7A untuk kita orang Batak. Anak itu sangat berarti. Artinya untuk meneruskan
keturunan, ehm, makanya kita yah gimana lah caranya, yang penting kita
punya keturunan.Tetap harus dijalani. Emang harus paling penting..
9A mungkin pertama dari darah daging saya sendiri jadi jelas dari keturunan
siapa bapaknya mana ibunya mana sifat-sifatnya seperti apa oh itu anak
saya itu yang saya inginkan, ya meneruskan generasilah
SUAMI
1B kalo anak itu.. ya luar biasa ya.. Itu kan yang melanggengkan komunikasi
kita kan, itu yang pertama. Yang kedua itu ya mewarisi kehidupan kita,
kehidupan kedua setelah kita nanti kan mereka yang lanjutin kan
penting itu, sangat penting..
2B anak itu kan kita mengacunya kan ke agama ya. Sebagai penerus, yang
nanti mendoakan. Doa yang tidak ada habisnya kan sampai di akhirat nanti
kan doa anak. Juga sebagai ya kebanggan juga ya, sebagai penyejuk mata,
penghibur hari, dan juga ya namanya anak itu kan satu-satunya untuk
meneruskan keturunan.
.. Jadi, sangat didambakan kami gitu ya..
3B Jadi kalau saya, sangat penting itu karena saya anak tunggal. Mau gak mau
kan saya harus punya keturunan. Kalau gak punya keturunan, putus di saya.
5B Salah satu tanda keberhasilan jadi saya masih merasa bahwa memiliki anak
adalah salah satu tanda keberhasilan dalam hidup sih
6B misalnya kan yang utama ya keturuankan ya, terus juga ya kalo ngga ada
itu kan jadi sepi drumah, gaada yang digodain hehe, gaada yang diajak main
gitu, biasanya kan gitu
7B Saya sebagai orang Batak ya bagi saya anak adalah segala-galanya, ya gini-
gini sih gak terlalu mempengaruhi saya
ISTRI
2A kalo sendiri kan kita rasanya, aduh kita yang paling malang di dunia gitu
kan. Kok orang lain mau punya anak ga gini-gini banget
Makanya saya kalo mau reuni atau apa tuh, suka agak mikir. Soalnya
pengen ketemu, tapi kan yang ditanya pasti bukan apa, bukan apa. Pasti,
“berapa, anaknya udah berapa?”
Bebannya itu aja
maksudnya, nah kita juga maksudnya beragama juga, agama kita juga
lumayan kuat gitu. Sama-sama pelayanan gitu kan. Nggak, nggak
melakukan hal-hal yang gimana gitu. Jadi, kenapa hal ini terjadi?
setelah lama-lama ya udah, pasrah deh, berserah. Kita percaya Tuhan tuh
punya rencana pasti yang terbaik lah mau seperti apapun
ya pandangan orang kita yang Timur itu kan kalo misalnya ga punya anak,
cewenya yang disalahin kan. Aku ga mau kayak gitu
6A Seneng sih ketemu masalahnya. Cuman kita, kok baru ketahuan sih? Kan
sekian tahun kok hanya dokter Singapur yang tahu, kenapa? Gitu aja sih.
Cuma ya kaget aja
pasti lah.. Orang berusaha untuk menghindar kadang-kadang. Maksudnya
nggak menghindari sih, maksudnya, kalo lagi down itu aja sih. Kalo lagi
itunya sih nggak, kalo lagi down aja..
7A ya kita cari aja, ya sama aja. Gimana penyakit sih, ya harus kita basmi. Kita
kan mikirnya gitu
SUAMI
1B Tapi kalo secara emosional sih ya memang, kalo pasangan tuh ga memiliki
2B kalo ketemu keluarga, ketemu temen yang ditanya pasti anaknya udah
berapa, nah itu kan terasa juga ya.. ya
3B Kalau saya sih reaksinya, berusaha untuk jaga obatnya dulu kalau bisa.
Kalau enggak, ya mau gak mau kita cari alternatif lain. Mau gimana? Tapi
gak ada perasaaan yang, aduh kok begini amat ya. Enggak, gak ada begitu
4B Saya melihat kakek saya sampai akhir hayat dia ga punya keturunan dan dia
tidak mengambil anak. Yaudah selesai. Hidupnya ga ada cerita lanjutnya.
Dari situ saya kadang...
Ya perasaan saya berat
5B ya kaget juga sih, kaget sih, ga nyangka sih. Ya harapannya sih normal ga
ada masalah, cuman kecapean aja, lagi sibuk..
aku sendiri jujur pas awal-awal pasti ada rasa salah juga sih, ada rasa
rendah diri juga sih
mental itu atau beban mental ketika pertama kali dibilang ini ga subur, itu
pasti buat orang menunjukkan salah satu kelemahan. Ketidakmampuan
seseorang baik itu istri maupun suami. Itu salah satu pasti rasanya jatuh.
Saya juga waktu itu saya jatuh banget itu, tapi setelah istri responnya bagus
saya bisa bangkit dengan cepat
6B saya cuman anggep aja kaya apa, istilahnya kado lah ya mungkin belum
dikasih aja sih
istri saya biasanya rada-rada gimana gitu. Jadi istilahnya kan kaya orang ,
nggak inget jadi diingetin
ISTRI
2A baru 2 bulan lalu saya ngobrol dengan suami dan kita putuskan, apalagi kita
ada nyimpen satu lagi eh 2 lagi,kita coba mulai lagi yang ketiga
6A ee berdua, discuss..
Paling saat-saat lagi down aja, itu kita ngedeket.. ya udah kita bareng-
bareng..
9A sebenarnya itu kita kompromi berdua, karena kan mungkin kita coba
dengan cara yang ini, kebetulan suami juga ditest juga
sampai sekarang Alhamdulillah kami berusaha berkomunikasi
SUAMI
3B Ya emang harus begitu. Kalau tahu saya takutnya, nanti kalau tahu
istri..saya gak mau lagi. Kalau istri saya tahu, sebelah kita yang, yah dia
udah begini lagi, begitu. Kasihan.
4B lebih banyak saya ini sendiri, karena saya ga cerita, istri saya lebih banyak
sharing sama saya gimana perasaan dia. Kalau saya kadang tidak mau
membebani, menambah beban dia.
Saya ga bisa sharing gitu, saya khawatir membebani. Cukup lah istri saya
yang cerita sama saya
Sebenernya miris juga tapi itu tidak ditampakkan terhadap istri.
Justru yang saya rasain saya menunjukkan supaya tidak terlihat lemah di
samping istri. Berkeluh kesah tentang ga punya anak, hampir tidak saya
lakukan.
6B ya paling biasanya kalo itu saya ya bilang aja sabar terus kita keluar makan
biar dia lupa aja gitu
Kalo saya terlalu nuntut juga takut mentalnya takut itu nanti down malah
itu
kalo kepikiran ya pastilah, tapi kan saya mencoba untuk istilahnya kaya gak
mikir gitu, padahal didepanya saya pura-pura nggak maksudnya gaada
masalah tapi, ya intinya pasti dalem hati pasti kepikiran juga sih
Takutnya kalo saya tunjukin, takutnya malah beban kan kasian juga
1A Suami saya tuh dikit-dikit saya ga boleh ngapa-ngapain, malah justru saya
ga suka kayak begitu.
Justru karena suami ya, yang terlalu protektif
3A trus, suami juga mau kerja sama..ya udah kapan mau ambil sperma, udah
langsung aja, udah siap, dia udah tau diri, kapan mau diambil dia udah
siapin beberapa hari sebelumnya..untungnya bekerja sama banget
5A ehm, yang pasti sih dari suami ya..ya dia sih support banget
7A Sampe suami saya aja menjaga saya kayak menjaga emas kalo saya bilang.
“udah makan belum? Jangan kerja yang berat”..gitu..
8A insya Allah sih suami ee ya insya Allah kami berjanji akan tetap bahagia
apapun takdir dari Tuhan
dia tidak demanding, dan selalu ee suportIf gitu. Ketika memang E butuh
beliau untuk ada di sini, ya beliau datang
9A mau ga mau support secara emosional itu lebih penting, mungkin dengan
mengantarkan, mungkin dengan mendengarkan cerita saya atau dengan
support ya sudah dicoba lagi mungkn belom rejekinya, memberi semangant
ke saya dengan memberikan apapun yang saya butuhkan seperti materi
mungkin support suami dia nungguin saya, dia dengerin cerita saya
bertanya ke dokter dia menanyakan kepada siapa saja alternatif-alternatif
di luar kedokteran dluar dunia medis mungkin ada yang bisa bantu saya
atau bagaimana dia selalu berusaha seperti itu
SUAMI
ISTRI
1A Suami ke luar kota. Terus, uda pulang uda tinggal sisa berapa hari. Udah
gitu, udah tinggal sisa satu hari, udah gitu pulang kan pasti capek, ya Allah
ga dapet jatah lagi deh (tertawa). Ya ga dapet deh, ya udah. Ya kadang sih
saya suka marah
2A terpengaruh, jadi kan kayak kalo model hubungan kayak gitu yang utama
kan kita enjoy, jadi..ini kan karena udah dijadwal dan jadi ada keharusan ,
harusnya itu..jadi mau ga mau harus nih sekarang, jadi ga rileks gitu kan.
(tertawa) jadi malah kurang menikmati lah
3A tiap bulan nunggu,harinya, 3 kali sehari harus berhubungan bla bla bla..dari
yang tadinya enjoy lama-lama jadi kaya..(tertawa)..terjadwal..aduh
harus..ntar sore aja deh, ntar sorean ya..jadi kayak ada waktunya gitu
4A secara kalo dokter bilang kalau memang mau alami, dilihat, yaitu tadi nanti
Prnya dikerjain ya, saya harus berhubungan dok, sedangkan suami saya
juga sering keluar kota jadi udah waktu ini, telpon, pulang ya..kita mau
ngapa-ngapain juga ketawa-ketawa aja.
.. Sampai sekarang, sejak mulai, mulai proses sampai sekarang kita ga
pernah berhubungan.
suami saya berpikiran, takut melukai
tapi itu juga ga jadi prioritas kita
5A kalo yang pas lagi program sampe yang sekarang ini nggak. Kita memang
sengaja nggak
6A Cuman memang kalo lagi pas saat..pada saat bapaknya capek, cuman
kitanya pengen, itu aja sih yang problem keluarga. Enjoy aja sih
8A itu memang berasanya seperti kewajiban cuman tetap bisa dinikmatin lah,
gitu.
ISTRI
9A kadang saya bercerita kepada orang lain yang mempunyai masalah dengan
saya walaupun masalahnya kadang berbeda tetapi kita berusaha hamil
dengan orang-orang yang seperti itu saya curhat saya bercerita kepada
orang-orang seperti itu.
kadang kan kita ikut group dimana kita cuman curhat-curhat saja lewat sini
bisa lewat sini bisa saling menguatkanlah tidak hanya saya saja rupanya
SUAMI
1B kita bawa enjoy kumpul semua aja. Nah kalo tiap-tiap tahun ajaran baru itu
kita beliin mereka bulpen, pensil lengkap itu. Nah senang mereka. Ya
senyumnya mereka itu senyum buat kita juga ya. Senangnya mereka
itu..buat kita enjoy aja
ISTRI
2A cuman justru yang saya rasa dari lingkungan di luar keluarga.. Jadi, teman-
teman meskipun secara mereka ga ada tujuan apa ya nanya gitu
8A kalo harapan orangtua dan keluarga dekat ya, pastinya kan mendoakan dan
berharap ya..
Cuman beban yang lebih berat sih dari keluarga suami gitu
9A pada awalnya sih Ibu mertua saya karena suami saya kan anak terakhir jadi
mungkin dia ingin mendapatkan cucu lagi mungkin dan ibu mertua saya
juga sudah tua jadinya beliau pada tahun pertama dan kedua selalu
menanyakan gimana sudah ini sudah ini
ada juga sih sodara yang kurang enaklah omongannya ya saya mau gimana
lagi
SUAMI
3B Tuntutannya gak besar dan mendesak ya, tapi lebih ke arah saran
5B kalo orangtua sih tidak pernah..tidak pernah menunjukkan itu. Tapi kalo
dari perilakunya sih memang saya yakin ada rasa kecewa juga sih. Dari
orangtua terutama ibu saya
7B karena tuntutan itu lah ya. Emang kalo dari keluarga kita sih ya gak masalah
ya, saya bungsu dari pihak saya, dan dari pihak istri saya bersaudara cewek,
jadi kita gak terlalu ya…
saya kumpul, kumpulan dari keluarga saya, keluarga besar saya, ya paling
cuma ditanyain doang sih ‘ini mana nih..kok lama banget’, ‘ya maunya sih
cepet tapi ya gak mungkin Tuhan langsung ngasih gitu aja’, ‘cepet dong, gue
kan mau liat’
ISTRI
2A sejauh ini baik dari suami atau keluarga dari saya sendiri kebetulan
keluarganya terbuka ya, belom ada sampe “ini gimana nih kok belom ada
momongan ya..” ga pernah ada kata-kata seperti itu sih
3A ga ada yang nuntut kita banget di rumah. Orangtuaku aku anak kelima, dari
5 bersaudara, kakak uda punya anak semua, cucunya udah banyak jadi ga
minta-minta lagi..
Terus jadi dia yang malahan kasih support aku ya uda de ga usah pikirin
omongan orang
5A kalo dari orangtua kita sih, orangtua dia, orangtua saya, bukan orang yang
seperti itu. Jadi ke kita sih nyantai-nyantai aja, enjoy-enjoy aja, ga suka
nanya-nanya. Ya yang nasihatin aja, paling suruh banyak istirahat.
Nyokapnya malah bilang, gapapa, ga usah dipikirin hal-hal seperti itu. Gitu..
keluarganya juga ade-adenya
sampe sekarang sih ngerasa baik-baik aja ya, malah support
6A ya mereka sih pasti ngedukung sih. Cuman mereka ga bisa berbuat apa-apa
7A malah mereka dukung, oh bagus bagus.. Kan kalo itu suatu keberhasilan
kan suatu kabar gembira untuk keluarga.
Kalo orangtua ya dukungnya doa gitu kan..
SUAMI
1B Cuma mereka ya dukung aja. Cuma kasih tahu oo begini mungkin begini..
Tidak pernah mereka terasa melemahkan diri saya, tidak.. keluarga dari
perempuan begitu juga, ga pernah berfikir untuk melemahkan atau
membuat kita pesimis. Justru membuat kita optimis.
6B Ke orang tua kita gitu. Ya udah coba aja gitu nantikan jalannya lebih
terbuka istilahnya gitu. Dan kemungkinannya juga lebih besar
SUAMI
ISTRI
2A istirahat aja, istirahat fisik mental, perlu istirahat juga. Memang untuk
mulainya, memang kita putuskan untuk ambil jeda waktu dulu baru kita
rasa udah pas, sesuai juga dengan jadwal di kerjaan juga, baru deh..
6A soalnya kan biayanya gede juga mbak. Kalo ga berhasil juga udah abis, ya..
buat biaya ini.. Mikirnya ke situ juga. Kadang mikir, untuk anak. Tapi kan
kita hidup butuh realistis juga.. jadi kesiapan finansialnya
Sama kalo hati ya, pikirannya
9A persiapan mental
SUAMI
4B Nah semenjak mulai dr. A bilang itu, kita mulai mikirkan untuk program itu.
Ya itu persiapannya, siap mental, terus biaya
5B wah sumber daya ekonomi harus kesini semua nih. Nah itu pertimbangan
yang pertama tuh. Pertimbangan yang kedua itu angka keberhasilannya
yang nyampe 50% pun nggak
3A nih temennya mama U, “oh, mau bayi tabung..itu pake spermanya siapa?”,
“lah, ya sperma lakinya,”
7A kalo orang sih kayanya masih takut ya.. Saya sendiri sebenarnya juga masih
takut..
SUAMI
2B bayi tabung itu kan yaa yang ekonomi menengah ke atas gitulah
3B orang bilang bayi tabung spermanya bukan sperma kita, sperma orang lain.
Ada juga orang-orang yang punya pandangan kalau bayi tabung, rahimnya
bukan rahim istri
Ada juga orang yang mikir, spermanya yang dikembangkan
ISTRI
6A agak ada, istilahnya sih, larangan sih nggak, cuma kalo bisa nggak gitu.
Soalnya itu kan di-iniinnya di luar. Cuma saya mikir lagi, semua kan
tergantung dari..dari..dari apa namanya, embrionya sendiri, sama dari, apa
namanya..kehendak. jadi ya terakhirnya ke situ
SUAMI
4B sepertinya dibolehkan ya. Kan sama-sama sel telur dan sperma dan
ditanamkan juga ke istri
5B Meskipun ada perbedaan pandangan sih, kita balik lagi, bahwa ini adalah
kedaulatan Tuhan sih, kita cuman upaya aja, dan ini adalah satu upaya
ISTRI
6A kayak IVF aja sebenarnya saya ga mau cerita, biar kakak sama mama saya
aja. Soalnya makin banyak orang yang tau saya makin underpressure..ga
bisa.. Minimal ya keluarga aja sih yang tau. Soalnya kadang-kadang orang
luar tuh, kan kadang kita ga tahu, trus mereka suka nanya.
9A ibu saya orang kuno orang lama ya jadi berpikiran seperti itu barang halus,
barang kecil, kamu ngga malu apa alat kelamin kamu dilihat dokter laki-laki
selain suamimu tabu begini begini sudahlah berusaha sendiri ya seperti
itulah makanya saya bayi tabung yang sekarang tidak cerita ke orang tua
saya terutama ke ibu saya saya ngga cerita
SUAMI
2B saya cerita, kalo keluarga sih keluarga dekat aja sih. Kalo teman, ya teman
sih ga mau cerita sebenernya tapi kan karena kita PNS, kami PNS jadi..
yang itu..khawatirkan.. ya itu ya, yang diceritakan istri pas kita ngobrol
pertama tuh. Namanya kalo ditanyain kalo berhasil ya alhamdulillah.. Kalo
ga berhasil itu kan namanya temen kan suka, kenapa sih..temen satu
nanya, diceritain kan otomatis. Yang satu lagi nanya.. yang keempat nanya..
yang kelima nanya. Kalo yang ditanyain secara psikologisnya lagi..ya bisa
dibilang sedih ya..mungkin, disuruh cerita lagi cerita lagi kan bete juga
6B Emang kita udah sepakat sepakat untuk ngga ngasihtau. Takutnya begitu
dikasih tau si A, dia pastikan nanya, nah jadi kepikiran lagi
jadi kalo kita ngomong gagal jadinya, keinget lagi-keinget lagi gitu
ISTRI
7A iya, tapi memang dia dari dulu tuh perhatiannya luar biasa, ini tambah lagi
9A lebih dekat karena kan mau ga mau support secara emosional itu lebih
penting
SUAMI
3B Saya lebih ngerasa ke sana. Jadi saya harus ngedukung si istri kalau
misalkan mungkin ada kayak kemarin tuh, sakit
ISTRI
1A Mungkin itu ya dok, salah satu psikis gitu kalo orang pengen bayi tabung
mungkin. Nah kita kan waktu konsul ke dr.Budi ga ada ditanya, “bu, udah
siap belum?”
Udah gitu saya tuh lelah, lelah..lelah ya mbak, kalo kesini itu. Karena apa,
rumah saya di Bekasi, saya ga bawa mobil, jadi saya ikut suami saya dari
pagi.
Melelahkan banget gitu..lelah banget. Sampe saya tuh pernah tidur di
mushola, saya tunggu suami saya pulang, lelah gitu
Memang waktu mau penerimaan rapor itu rasanya, mungkin, saya pernah
ujian tesis, lebih dibanding itu,ujian apapun lebih dari itu
2A gimana ya..stres aja ya..jadi saat..apalagi pas saat, saya dulu apalagi pas
saat kita distimulasi untuk dapat sel telur itu..ee apa namanya, secara fisik
juga ada pengaruhnya..perut kembung trus pikiran..pokonya kayak hormon
tuh ga seimbang..hehe..ga tau juga..di kantor juga jadi..tensi mulu
malam sebelum terima hasilnya tuh deg-degan..
jadi malah semakin kita ga dipikir malah semakin kepikir gitu, malah
fokusnya.
pas stimulasi sih, kalo secara fisik alhamdulillah ga ada yang.. ya agak
kembung aja dikit. Malah yang saya rasain yang secara emosi kayanya agak
kurang stabil.
Secara emosi juga saya rasa agak kurang stabil juga karena hormon
5A aku tuh ga suka disuntik ya, paling takut disuntik ya. Dan kemarin
prosedurnya banyak sekali suntikan. Itu bener-bener stres.
Sama yang ET, aduh ET itu prosedurnya benar-benar menyakitkan
6A Cuman yang agak ditahan ya perasaannya aja. Kalo abis.. tahu ga berhasil.
Itu yang agak susah. Soalnya kan saya, ya tahu lah ya, kan udah cukup lama
ya nunggunya
berhasil ga ya, begitu.. Ntar kalo begini, ini ga ya.. Ada rasa begitu sih
7A kalo aku lihat ke fisik..nggak, kayanya badan aku ini melar. Jadi kayanya
baju-baju tuh pada sempiit selama kita menjalani program
kalo itu, kalo yang itu yaa ada.. mood kayak pengen lebih diperhatikan,
ingin dimanja
... Udah membayangkan pake topi warna hijau. Udah tegang banget
9A menurut saya proses dari awal sampai akhir itu menegangkan setelah
distimulasi ternyata hasil begini ga jadi lagi ini lagi ya kalo menurut saya
semua proses menegangkan maksud saya samalah derajatnya tapi mungkin
yang paling ini sesudah “ET” menunggu hasil pengumuman
SUAMI
1B Kayak pas pertama yang prematur itu, sampai istri kan agak down waktu itu
2B tapi istri juga kan lagi down, lagi drop lah istilahnya.
istri lagi mikirin itu kali ya, prosesnya atau apa, kadang-kadang kan tau-
taunya nangis gitu. Saya bingungnya, ngapain ya, mau ngomong
apa..maksudnya kan jadi bingung juga.
7B responsaya ke istri saya ya bukannya saya terlalu protektif juga sih, tapi ya
gimana gitu, sampe saya bilang ‘kalo kamu ada masalah ya keluar aja gak
apa-apa, kerjaan mah gampang, kayak orang kaya yang makan gak usah
pake gaji mereka’
ISTRI
2A Kalaupun ga berhasil ya itu kembali lagi kan..ya namanya juga rejeki itu tadi
kan..
7A Ya itu tapi kita pasrah. Karena kan ga bisa kekuatan manusia doang.. Di saat
9A tapi karena belum rejeki saya belum bisa hamil terus sampai sekarang ini
rejeki jalan Tuhan bisa dari mana-mana itu
walaupun proses fertilisasinya diluar ini saya tapi ternyata kan kembali lagi
ama Tuhan
SUAMI
1B ya optimis aja, lillahi ta’ala juga. kita apa namanya, pasrahkan saja
Tiba-tiba kan kita ga ngerti ya, maunya Tuhan. Tuhan kan lain.
3B Tapi kita harus cari solusinya kenapa. Apakah memang faktor kecapekan,
atau mungkin dari ini istrinya mungkin kurang bisa apa lah segala macem,
karena alasan medis. Kita fokusnya gitu sih.
Tapi kalau memang gagal, ya sedih sih saya sedih, kecewa sih kecewa.
Cuma ya emang udah takdirnya begitu, mau gimana kan?
6B
ISTRI
1A semua tubuh saya tuh muncul kayak orang cacar. Jadi, uuh jelek banget
semua, kayak..
Nah, terus dok, aduh dok, ini yang bikin saya hamil tuh jadi, jadi apa
ya..kurang nyaman gitu. Ya kayak orang yang ga ngurus diri banget gitu,
jelek banget.
Jadi apa ya, yang membuat saya cemas saat hamil ya ee was-was cemas,
dan kadang sedih, aduh kok jelek banget..
Saya pun ngeliat diri saya sedih, kadang tuh saya suka nangis sendiri.
Saya cuti, karena saya masih ingin kuatin dulu. Karena gitulah, kalo ngajar
di negeri tuh, ga ada eskalator, kita harus naik (tertawa). Ya Allah saya
harus naik, ya udah deh..
ya Allah berapa ininya.. orang kan ga ngerti..kalo orang hamil manual mah
kuat-kuat aja. Kalo kita kan beda ya mbak ya. Mungkin kondisinya beda,
karena saya ngalamin yang pertama, saya kuat, saya kuat, ternyata yang di
dalem bayinya ga kuat
4A trus, suami saya nanya, dok itu kok hasilnya dilingkarin sih? Dokter bilang
kalo usia-usia di atas 35, kemungkinan terjadinya sindrom Down itu ada.
Ya..
itu yang saya mulai stres-stres, panjaang pikiran saya..panjang pikirannya
tuh, gimana ya, ini yang udah lama kita pingin, sudah sampai proses ini, kok
hasilnya seperti ini gitu loh. Itu yang bikin saya stres, stres yang benar-
benar stres gitu
Jadi saya waktu itu sama suami saya gini, “ Bang, gimana kalo anak kita
begini, apa yang akan diceritakan ibu..?”
Habis, ya itu tadi karena kekhawatiran yang agak berlebihan kali ya..
SUAMI
1B Khawatir soal itu ada, tapi kan sekarang istri udah punya pelajaran dari
yang pertama itu. Dia lebih hati-hati, justru sekarang saya sering ajak dia
keluar, makan misalkan. Istri justru bilang, “ah jangan lah, udah di rumah
aja”
4B Jadi kita was-was gitu. Makanya saya lebih banyak berada di sampingnya,
ga ada aktivitas yang jauh-jauh.
Justru saat-saat ini yang kalau dia ada perubahan apa dia kuatir, dia cek,
ada lembab atau apa. Di situ ada kekuatiran.
Kalau kita ya lebih baik kita di rumah. Mengurangi risiko lah.
Kalau memang ya khusus menekankan bahwa saya ada terus di
sampingnya. Saya khawatir kalau saya jauh, terus ada keluhan terus saya ga
bisa ini, itu akan membuat saya apa ya hmm sedikit kecewa. Itu saya
berusaha
SUAMI
3B Tapi selain itu saya browsing juga, bener gak sih sakit? Saya ngeri dok, entar
cek normal taunya gak normal kan? Saya browsing, oh normal
4B Tapi istri ga puas. Ketemu dokter apa. Sampai dua minggu itu dia agak labil.
Pokoknya harus tanya sana-sini. Saya juga browsing. Tapi saya lihat, dari
berapa ini, sebenernya angkanya ga bermasalaH
SUMBER INFORMASI
ISTRI
SUAMI
2B jadi istri juga sering searching-searching, trus ada dokter yang “tetap
semangat”, selama masih ada peluang, di dokter siapa di internet
5B kita tuh banyak dapat informasi dari internet sama temennya istri yang
menjalani proses juga
7B saya cari info kadang dari internet atau temen-temen tentang ini
ISTRI
2A motivasi yang utamanya adalah mau punya anak ya. Jadi kita mikirnya, apa
namanya, ya harus usaha ya. Kita kan harus berusaha, ya namanya
usahanya nanti yang menentukan kan
6A iya sih..iya sih, abis, cara terakhir itu.. Abis mau coba apa lagi selain itu?
9A jadinya keinginan untuk bayi tabung lagi sebenarnya lebih dari kita coba
lagi yuk siapa tau gitu kan kita ngga tau rejeki kapan dimana waktu apa
yang penting berusaha, itu aja
kita kan tidak tau rejeki kapan, dimana, bagaimana caranya, lewat jalan apa
kita ngga akan pernah tau, rahasia dari Tuhan yang penting berusaha,
berdoa kalaupun hasilnya seperti ini mungkin belum. Itu aja
SUAMI
1B karena sudah pertama itu. Karena berhasil kan ya walaupun tidak berhasil.
Udah kita anggap berhasil lah ya, karena faktor X aja
Yang pasti udah kita anggap berhasil itu. Kita anggap berhasil itu, kita coba
lagi
2B Ya udah deh, yang terbaik secara medisnya gimana ya kalo kami sanggup ya
kami kerjakan gitu loh. Akhirnya, kemarin bayi tabung sampe berapa tuh, 3
kali, eh 2 kali yang belum berhasil. Makanya sekarang ada..kita masih ada 2
embrio lagi, ya mudah-mudahan sih
3B Itu dilihat lagi misalkan kalau gagal, kenapa? Kalau supaya bisa dilanjutin,
gagalnya di mana? Kalau memang harus coba lagi, ya coba lagi. Mau gak
mau. Coba lagi, coba lagi.
6B emm karena kan intinya kan kita pengen hasil, jadi mau ngga mau kita
harus jalanin
ISTRI
1A ee dr. B itu kalau memberikan nasihat itu tidak terlalu banyak kalau pada
kami..
kita butuh komunikasi, kita butuh teman-teman share
kan ada dari pihak yasmin tuh yang menolong kita, memfasilitasi
Ya, terus kan kita butuh share atau butuh penguat dari orang yang ahli
supaya kita bisa lebih tenang, lebih rileks dalam menjalani ini ya
Komunikasi ke contact center
2A betul tadi kita memang perlu komunikasi ada fasilitasi dari sini juga. Karena
kalo kita cari informasi sendiri belum tentu hasil yang kita peroleh itu benar
ya
fasilitasi seperti forum atau apa, mengenai program bayi tabung
kalau bisa, sebelum masuk, pasangan memutuskan bayi tabung, jadi oke
mau bayi tabung. Didampingi sama..yang ahli gitu kan, dijelaskan kalo bayi
tabung itu seperti ini, nanti ada dampaknya secara fisik maupun non fisik.
Ada informasinya yang jelas. Kalo kita dapat dari ahlinya kan juga kita jadi
lebih aman, lebih tenang.
kadang-kadang kan kita bisa, ya namanya perempuan, kan kadang cari
solusi melalui bercerita ya. Dengan sesama senasib kan lebih, ada ikatannya
lebih kuat ya.
sejalan, pada saat kita oke mau bayi tabung, mungkin sampai..bukan udah
berhasil, udah gitu, mungkin ga cuman sampai situ
termasuk juga kalo programnya ga berhasil tuh, kan oo ini bu ternyata
hormonnya ga ini.. Sebenarnya itu masa-masa kritis juga tuh
3A sebelum program. Karena waktu itu kita ee punya keputusan untuk periksa,
ini ini ini, dari sendiri. Bingung sendiri di rumah
di awal ya, karena itu kan berpengaruh juga untuk nantinya, untuk janinnya
Jadi kita juga denger cerita, jadi lebih aware ke depannya kayak kalo
masalah, hamil tadi kan mbak-mbak yang lain yang udah mengalami.
Jadinya kita lebih aware, oo gitu ya..gitu ya..ee kalo bisa sih,ada bagian dari
obginnya juga, jadi kalo ada yang kok begini ya, bingung untuk masang obat
dan segala macem, jadi ada jawaban saat itu juga
5A Cuman mungkin fase yang paling dibutuhkan itu yang fase setelah ET trus
nunggu HCGnya positif ya.. Karena mendekati hari pemeriksaannya itu
semakin tegang. Dan memang banyak pertanyaannya sih di situ
Dan untuk siapin mentalnya juga sih untuk menerima hasil betaHCG yang
gimana gitu. Trus kan setelah itu mesti ada monitoring-monitoringnya gitu
kan. Kadang-kadang kan kalo betaHCGnya tinggi pun aku baca pas diUSG
ada yang gimana gitu. Mentalnya deh yang harus diituin setelah ET itu.
7A Jadi RS B itu kan dikasih buku, jadi kita tahu nih perkembangan kita udah
sampai mana. Kalo di sini kan kita cuman di status. Ga bisa kita abis ke
dokter liat-liat, oiya ini kita di sini.. Nah di rumah kita konfirmasikan lagi, ini
gimana tadi, ini gimana tadi.
ketepatan waktu berkunjung. Soalnya kan menunggu itu kan paling
menjemukan. Kadang-kadang kita kalo udah nunggu tuh.. pemberitahuan
kayak dr. syane misal, dr.S ditunggu ya lagi ada tindakan.
Jadi kita tuh bisa berkomunikasi ke dokternya bebas. Kapan kita butuh dia,
dia ada. Kalo di sini kan nggak
9A iya konseling kalo dari orang yang pertama kali tapi saya sih kurang tau
dengan pendapat orang lain mungkin kita saling menguatkan
iya jadi wadah, menjadi seperti group support
SUAMI
2B konseling ya dok istilahnya. Saya pikir dulu udah jadi prosedur tetapnya
terus, kok ga ada ya? Tergantung apa gitu. Saya pikir ini kan pasien
udah...udah..mengeluarkan ini ya..secara fisik, secara pikiran, secara
,materi,secara tenaga yang menurut saya cukup besar. Kok ga ada
bimbingan secara ini loh, “Gimana nih, siap ga?”.
Yang perlu banget kalo menurut saya sih pas..transfer embrio kali ya,
karena kalo di situ kan udah bener-bener puncaknya ya. Udah ditransfer
tinggal nanti tunggu berkembangnya
3B Kayak misalkan, untuk program bayi tabung ini, dana total yang benar-
benar disiapkan dari konsultasi, suntik, ovum, terus kayak intinya tuh
mereka harus dikasih tahu
Perlu dok, untuk orang-orang yang… Alhamdulillah kalau saya gak perlu.
Tapi ada juga orang yang menurut saya tuh… Yailah dok, dok, buat ngurus
sperm check aja susahnya setengah mati. Susaaaah banget.
pendampingan psikologi menurut saya itu bukan hanya pada waktu awal
saja. Jadi itu sangat diperlukan kayaknya. Misalnya, karena untuk sebagian
orang, dia gak bisa menerima dan malah makin down. Makin down, atau
mungkin gak bisa bangkit, gitu. Saya rasa perlu di situ, pendampingan
psikologis. Selebihnya gak ada sih dok kayaknya. paling biaya doang, udah
4B Saat itu udah sering mulai saya harus ke psikiater, psikolog mana ya ini. Di
situ agak mulai terasa. Udah gitu kami ga punya...dr.Anton juga ga
memberikan ini kalau ada apa-apa hubungin ke hp saya atau gimana. Atau
ada konsulernya siapa yang bisa diini. Ga ada.
Jadi ada semacam hmm call centre, tapi orang itu memahami betul
permasalahannya.
Jadi, semacam ada konseling dulu sebelum ada apa yang mau yang kita
hadapi gitu.
Kalau udah dari awal, setiap orang yang mau, dia wajib ngikutin gitu. Ada
semacam seperti ini ya apa, konseling sama psikiater lah ya. Seperti apa sih
bayi tabung itu nanti keadaan yang akan dihadapi ke depannya.
Setelah di depan, kemudian ada masalah ada contact person, bisa
dilanjutkan.
6B pas mungkin setelah program pertama terus gagal biasanya kan ngedrop
jadinya ya kan, pikirannya jadi kemana-mana biasanya
tapi ya kadang kadang ya memang perlu di, perlu kan kadang-kadang suka
ada yag sharing jadi misalnya ni saya udah dua kali, saya udah tiga kali, saya
udah tujuh kali. Jadi kan ohh waktunya tuh masih ada yang lebih banyak
dari saya gitu kan jadinya rasanya bisa jadi lebih tenang dikit
7B contact person-nya kalau bisa ke dokter yang bersangkutan, gak tau apakah
memang, itu stylenya dokternya begitu beda-beda kali ya, kalo kami
bandingkan dulu waktu kami di Bunda, seperti yang dibilang istri saya tadi
kita anytime bisa berhubungan sama dokternya itu gitu
konsul ya sebelum diiniin, kira-kira apa efeknya gitu. Psikolog gitu ya dok,
ya
ISTRI
SUAMI
4B Kami juga setiap ke sini juga ga pernah berusaha nanya, dok bisa ga kontak
langsung? Enggak.
Kita kemarin itu ga berpikiran untuk minta itu juga
Agak sungkan juga