Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja adalah dimana individu berkembang yang mengalami banyak

perubahan baik secara emosi, tubuh, minat, pola perilaku dan penuh dengan

masalah-masalah pada masa remaja (Hurlock, 2011). Sementara itu menurut

Santrock (2014) masa remaja diartikan sebagai papan tulis kosong, dengan dasar

genetik untuk menentukan pikiran, perasaan, dan perilaku. Menurut Jahja (2011)

masa remaja berlangsung antara umur 13 sampai dengan 17 tahun yaitu usia

matang secara hukum. Sementara itu menurut Marliani (2015) batas usia remaja

adalah 12 hingga 21 tahun, rentang dengan pembagian 12 sampai 15 tahun adalah

masa remaja awal, 15 sampai 18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18

sampai 21 tahun adalah masa remaja akhir. Menurut Widia (2015) di sebagian

besar masyarakat dan budaya masa remaja biasanya dimulai pada usia 10-13

tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) (dalam Putro, 2017) memberikan batasan

tiga kriteria yang digunakan, yaitu: biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. (1)

Individu yang berkembang saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, (2) individu yang

mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi

dewasa, dan (3) terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh
2

kepada keadaan yang lebih mandiri, dimana perkembangan psikologis sangat

menentukan.

Menurut Widyastuti (dalam Sary, 2017) perubahan psikologis menjelaskan

tentang perubahan kejiwaan pada masa remaja yaitu perubahan perkembangan

intelegensi dan perubahan emosi. Perubahan intelegensi merupakan cara berpikir

abstrak, suka memberi kritik, dan cenderung ingin mengetahui hal-hal baru,

sehingga muncul perilaku untuk mencoba-coba, sementara itu perubahan emosi

merupakan suatu sensitif dan kepekaan, tidak patuh, dan salah satunya adalah

mudah bereaksi atau menimbulkan perilaku agresif.

Perilaku agresif menurut Berkowitz (dalam Sari & Karyono, 2016) adalah

sebuah istilah yang sering diartikan sebagai definisikan suatu tindakan yang

bersifat negatif, keras, kasar, dan merusak tanpa melihat sisi lain dari agresif.

Secara umum agresi merupakan perilaku yang tujuannya untuk menyakiti orang

lain baik secara fisik maupun psikis. Sedangkan menurut teori Berkowitz

mengatakan bahwa agresif adalah segala bentuk perilaku yang dilakukan untuk

menyakiti individu, baik secara fisik (memukul, menendang, dan menggigit)

maupun mental seperti serangan verbal (membentak dan atau menghina) serta

melanggar hak orang lain (mengambil dengan paksa).

Menurut Myers (2002) agresif dibedakan menjadi dua, yaitu: agresi

permusuhan (hostile agression) adalah agresi yang diartikan untuk menyerang

orang lain atau sebagai ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang

tinggi. Sedangkan pada agresi instrumental (instrumental agression) tidak disertai

dengan emosi.
3

Penelitian terbaru yang dilakukan Murdoch Children’s Research Institute di

Australia dan Universitas Washington diketahui 12,6% remaja Victoria memiliki

tingkah laku kasar, sedangkan 10% remaja Washington berkelakuan sama, dan

dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap para remaja tersebut,

dapat disimpulkan bahwa dalam setahun terakhir mereka pernah menyerang

seseorang secara verbal yang sangat menyakitkan hati dan juga secara fisik

memukul badan seseorang, sehingga mengalami luka serius yang mengakibatkan

korban di bawah ke rumah sakit (Kompas, 2009).

Menurut Badan Pusat Statistik menunjukkan adanya peningkatan perilaku

agresif remaja di Indonesia mulai dari kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan

kekerasan psikis. Pada tahun 2007 tercatat sebanyak 3145 remaja usia kurang dari

18 tahun, kemudian pada tahun 2008 dan 2009 meningkat hingga 4123 remaja

menjadi pelaku tindak kriminal (Trisna wati, Nauli, & Agrina, 2007).

Contoh kasus di Palembang, seorang remaja 17 tahun dipukul temannya

hingga mengalami memar dan luka di tangan kirinya, pemukulan terjadi di

samping SPBU Kenten Permai Kecamanatan Kalidono. Pemukulan tersebut

disebabkan karena selisih paham saat bermain game online (Sripoku, 2018).

Sementara itu di Pekanbaru, berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada

sebuah warnet X di jalan Soekarna Hatta, di dapatkan bahwa remaja di warnet

tersebut memiliki perilaku agresif, seperti memukul teman di sebelahnya yang

sedang bermain, memukul meja dan kursi di dekatnya, dan menghina temannya

dengan kata-kata kasar. Perilaku ini muncul ketika remaja tersebut kalah saat
4

sedang bermain game online, tidak hanya pada saat kalah, saat menang pun

perilaku ini muncul sebagai luapan rasa senangnya saat menang.

Menurut Baron dan Byrne (2005) menyebutkan beberapa faktor yang

memengaruhi seseorang melakukan perilaku agresif yaitu faktor sosial,

diantaranya: frustasi, provokasi, agresi yang dipindah, dan salah satunya

pemaparan terhadap kekerasan di media. Menurut Azwar (dalam Herman dkk,

2016) menyatakan berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat

kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh dan salah satunya adalah game

online.

Game online menurut Kim (dalam Kartasasmita, 2013) merupakan

permainan yang dimainkan oleh banyak orang pada waktu yang sama melalui

sebuah jaringan komunikasi online. Sama halnya menurut Kurniawan (2017)

mengemukakan bahwa game online adalah suatu permainan yang dimainkan di

komputer dan dilakukan secara online (melalui internet) serta bisa dimainkan oleh

banyak orang secara bersamaan.

Menurut data yang diambil dari Viva (2018) jumlah gamers di Indonesia

adalah sebanyak 34,7 juta orang, terdiri dari 44 % perempuan dan 56 % laki-laki,

serta berdasarkan usia, angka terbesar di tunjukan oleh masyarakat berusia 21-35

tahun, yakni sebesar 47 %, untuk usia 10-20 tahun, yakni sebesar 36 % dan usia

35-50 tahun sebanyak 17 %. Berdasarkan aliran gamer yang populer di Indonesia

yaitu: aksi dan petualangan 24 %, arcade 9 %, balap 24 %, simulasi 15 % dan

strategi 37 %. Sementara menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia


5

(APJII) 2012 pengguna internet di Pekanbaru untuk hiburan salah satunya game

online adalah sebanyak 199 ribu orang.

Menurut Wijayanti (2013) mengungkapkan beberapa penelitian yang

terkait dengan motif seseorang memainkan game, yakni: sebagai hiburan, sebagai

proyeksi diri ketika menghadapi permasalahan, sebagai media untuk berinteraksi

dan berkomunikasi bahkan sebagai sarana untuk berkompetisi. Tingginya

intensitas bermain seorang gamer akan membuat seseorang bermain secara terus-

menerus dan akan memimbulkan kecanduan. Menurut Badudu dan Zain (2001)

kecanduan merupakan perasaan yang sangat kuat terhadap sesuatu yang

diinginkannya, sehingga ia akan berusaha untuk mencari sesuatu yang sangat

diinginkannya itu, misalnya kecanduan internet, kecanduan melihat televisi,

kecanduan bermain game dan sebagainya. Badudu dan Zain (2001) juga

berpendapat seseorang dapat dikatakan mengalami kecanduan jika tidak mampu

mengontrol keinginannya untuk menggunakan sesuatu, sehingga dapat

menyebabkan dampak negatif bagi individu itu sendiri baik secara fisik maupun

psikis.

Rahmat (dalam Angela, 2013) mengatakan bahwa bermain game online

sangatlah menyenangkan namun apabila kita mengetahui dalam memainkannya,

game online cenderung memiliki sifat kecanduan bagi penggunanya, karena dari

segi permainannya game online sendiri memiliki fitur yang menarik seperti berisi

gambar-gambar, animasi-animasi yang mendorong anak bahkan orang dewasa

tertarik bermain game, selain itu macam-macam game tersebut dirancang khusus

agar anak menjadi ingin terus bermain. Salah satu kasus kecanduan game online,
6

seorang remaja bernama Rustam (17) asal Rusia tewas, karena bermain game

online selama 22 hari nyaris tanpa henti. Penyidik mengatakan, remaja ini

memang kecanduan game online selama satu setengah tahun terakhir (Hardoko,

2015). Sementara itu di Filipina seorang ibu menyuapi anaknya yang sedang

bermain game di warnet karena kecanduan game online, remaja 13 tahun tersebut

tidak mau berhenti bermain game meski sudah 48 jam bermain (TribunPekanbaru,

2019). Di Pekanbaru seorang remaja putus sekolah berumur 15 tahun nekat

mencuri sepeda motor karena tidak punya uang untuk bermain game online

(Detiknews, 2013).

Menurut Asyakur dan Puspitadewi (2017) tingginya intensitas bermain

seorang gamer saat bermain menyebabkan gamer mengalami banyak hambatan

dan kekalahan saat bermain, kegagalan dalam mencapai tujuan mereka saat

bermain dalam waktu yang lama dan berulang-ulang memunculkan frustasi yang

menimbulkan kecenderungan para gamer untuk memunculkan perilaku agresif

baik secara verbal dan non-verbal.

Memperhatikan fenomena game online beserta dampak-dampak yang telah

ditimbulkan salah satunya perilaku agresif yang saat ini sangat besar terjadi

terutama Indonesia, dapat di lihat bahwa sebagian besar pemain game online

adalah remaja dan hampir seluruh dari mereka mengalami kecanduan

terhadap game online.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa seseorang

gamers bermain game dengan intensitas yang tinggi akan membuat gamers

mengalami kecanduan sehinggah seorang gamers akan memunculkan perilaku


7

agresifnya sebagai emosi yang di keluarkannya sehingga peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai Hubungan Kecanduan Game Online Dengan

Perilaku Agresif Pada Remaja Di Pekanbaru.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dari penelitian ini

adalah apakah terdapat Hubungan Kecanduan Game Online Dengan Perilaku

Agresif Pada Remaja Di Pekanbaru.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan kecanduan game online dengan perilaku agresif pada

remaja di Pekanbaru.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian mengenai kecanduan

game online dan perilaku agresif remaja dalam psikologi khususnya

psikologi klinis dan psikologi sosial. Serta penelitian ini diharapkan

dapat memberi gambaran bagaimana hubungan kecanduan game online

terhadap perilaku agresif remaja.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Remaja

Memberikan pengetahuan tentang dampak yang terjadi akibat adiksi

atau kecanduan game dan dapat menyebabkan perilaku agresif, serta

bagaimana cara mengatasinya


8

2. Orang Tua

Memberikan masukan dan bahan pertimbangan kepada orang tua agar

lebih memperhatikan anak-anaknya dalam hal bermain terutama

bermain gadget.

3. Pemerintah

Memberikan masukan dan bahan pertimbangan oleh Pemerintah

khususnya dalam hal perkembangan game online untuk menjadi hal

positif yang berguna bagi masyarakat.

1.5 Keaslian Penelitian

1.5.1 Keaslian Topik

Penelitian yang dilakukan Haqq (2016) tentang Hubungan Intensitas

Bermain Game Online Terhadap Agresivitas Remaja Awal Di Warnet “A, B, dan

C” Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Selanjutnya penelitian yang dilakukan

Rakhmi (2018) tentang Menurunkan Perilaku Agresif Melalui Citra Imajinatif

Pada Masa Anak Awal. Kemudian penelitian yang dilakukan Arifianto (2016)

tentang Hubungan Penerimaan Diri dengan Perilaku Agresif Pada Remaja.

Penelitian yang dilakukan Kristianto (2009) tentang Perilaku Agresif Anak-Anak

Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata. Sementara penelitian

ini tentang Hubungan Kecanduan Game Online Dengan Perilaku Agresif Pada

Remaja Di Pekanbaru.

1.5.2 Keaslian Teori

Penelitian yang dilakukan Haqq (2016) menggunakan teori Myers (1966).

Sementara itu penelitian Rakhmi (2018) menggunakan teori Berkowitz (2005).


9

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Arifianto (2016) menggunakan teori

Baron. Penelitian yang dilakukan Kristianto (2009) menggunakan teori Medinus

dan Johnson (1976). Sementara penelitian ini juga menggunakan teori Buss dan

Perry (1992).

1.5.3 Keaslian Alat Pengumpul Data

Alat ukur dalam penelitian beraneka ragam, penelitian yang dilakukan Haqq

(2016) yaitu menggunakan alat ukur metode angket berupa skala likert. Penelitian

yang dilakukan Rakhmi (2018) menggunakan alat ukur lembaran observasi.

Sementara itu penelitian yang dilakukan Arifianto (2016) menggunakan skala

likert. Kemudian penelitian yang dilakukan Kristianto (2009) menggunakan alat

ukur kuesioner skala likert. Sedangkan penelitian ini menggunakan metode

konsep angket alat ukur skala likert.

1.5.4 Keaslian Subjek

Penelitian yang dilakukan oleh Haqq (2016) subjeknya berjumlah 30 dan

merupakan pelanggan warnet atau game centre “A, B dan C” di Kecamatan

Lowokwaru Kota Malang. Sementara itu penelitian yang dilakukan Rakhmi

(2018) Subjek sebanyak sembilan siswa yang berumur 4 - 7 tahun dari TK Kasih

Ibu. Penelitian yang dilakukan Arifianto (2016) menggunakan 300 subjek remaja

di beberapa SMK Probolinggo yang berusia 17-19 tahun dengan jenis kelamin

laki-laki dan perempuan. Kemudian penelitian yang dilakukan Kristianto (2009)

subjeknya adalah anak-anak Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial

Soegijapranata (PSP YSS) berjumlah 20 anak yang berusia 10-12 tahun.


10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Remaja

2.1.1 Definisi Remaja

Menurut Santrock (2014) di Amerika Serikat dan sebagian besar budaya

lainnya saat ini remaja dimulai pada sekitar 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada

akhir remaja. Sementara itu menurut Papalia, dkk (2006) masa remaja merupakan

masa transisi dalam perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang

melibatkan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial yang saling terkait. Masa

remaja berlangsung sekitar 10 tahun, dari usia 11 atau 12 hingga sebelum usia 20

tahun. Widyarti dan Susilo (2015) mengatakan masa remaja merupakan masa

peralihan dari anak-anak menuju dewasa, yang dimulai dari rentang usia 10

hingga 13 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 hingga 22 tahun. Remaja adalah

masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan sependapat

bahwa usia remaja adalah 13-18 tahun dan dibagi menjadi dua kategori, yakni: pra

remaja (usia 12 – 14 tahun) dan remaja (usia 14 – 18 tahun).

Menurut Desmita (2017) remaja dalam kajian psikologi adalah sebagai masa

tertentu dari kehidupan manusia. Istilah remaja pada negara Barat dikenal dengan

adolescence yang berasal dari bahasa Latin adolescere, yang berarti tumbuh

menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Hal senada

diutarakan Monks dan Hadinoto (2014) remaja memiliki arti khusus untuk

perkembangannya, namun pada masa remaja masih berada pada masa yang belum
11

jelas, dimana remaja belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun

psikisnya. Remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus

diselesaikan. Tugas perkembangan remaja akan memicu pertahanan diri seseorang

yang akan menstimulasi kemampuan beradaptasi yang baru untuk mengarahkan

remaja kepada regresi dan respon koping yang maladaptif (dalam Rahmawati &

Asyanti, 2017).

Sementara itu menurut Santrock (2014) definisi remaja membutuhkan

pertimbangan tidak hanya dari usia tetapi juga pengaruh sosiohistoris, dalam

artian remaja sebagai periode transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yang

melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Meskipun rentang

usia remaja dapat bervariasi dengan keadaan budaya dan sejarah, menurut Wong

(2008) pada masa remaja terjadi peningkatan kehidupan emosi dimana remaja

sangat peka dan memiliki perasaan yang mudah tersinggung. Ketika ketegangan

muncul, remaja cenderung akan merespon secara emosional.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan

dari anak-anak menuju dewasa, yang diiringi dengan perkembangan dan

perubahan fisik, kognitif, seksual, dan sosial. Rentang usia 10 hingga 21 tahun.
12

2.2 Perilaku Agresif

2.2.1 Definisi Perilaku Agresif

Berkowitz (dalam Sari & Karyono, 2016) mendefinisikan bahwa agresi

adalah senuah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti individu, baik secara fisik

maupun mental. Perilaku dapat melukai orang lain baik dengan dirinya sendiri

atau dengan benda yang dapat berupa serangan fisik (memukul, menendang dan

menggigit), serangan verbal (membentak, menghina) serta melanggar hak orang

lain (mengambil dengan paksa). Agresi juga dapat diartikan salah satu perilaku

yang dimanifestasikan dalam bentuk menyerang pihak lain dengan tujuan tertentu.

Sementara itu menurut Myres (2002) mendefinisikan agresi sebagai perilaku

fisik atau verbal yang dimaksudkan untuk menyebabkan kerugian, seperti

tendangan dan tamparan, ancaman dan penghinaan, bahkan gosip atau penggalian.

Sedangkan menurut Morgan, dkk (dalam Prasetio & Hartosujono, 2013) definisi

dari agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam,

atau membahayakan individu-individu atau objek-objek yang menjadi sasaran

perilaku tersebut, baik (secara fisik atau verbal) atau langsung, dan tidak

langsung.

Tidak jauh beda menurut Buss dan Perry (1992) menjelaskan perilaku

agresif menyakiti seseorang secara fisik maupun verbal yang melibatkan

menyakiti orang lain, mewakili komponen perilaku atau motorik perilaku.

Kemudian kemarahan, yang melibatkan rangsangan fisiologis dan persiapan untuk

agresi, mewakili komponen perilaku emosional atau afektif. Permusuhan, yang


13

terdiri dari perasaan niat buruk dan ketidakadilan, mewakili komponen perilaku

yang kognitif.

Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa perilaku agresif

merupakan suatu perilaku yang negatif, baik secara fisik maupun secara mental,

perilaku agresif juga bersifat kekerasan yang dilakukan untuk meluapkan

kemarahan seseorang.

2.2.2 Aspek–Aspek Perilaku Agresif

Aspek-aspek agresif menurut Morgan, dkk (dalam Prasetio & Hartosujono,

2013) dapat dibagi menjadi delapan aspek, yaitu:

a. Fisik aktif langsung, berbentuk agresi dengan menikam, memukul, atau

menembak orang.

b. Fisik aktif tidak langsung, dengan bentuk agresi membuat perangkap untuk

orang lain, menyewa seorang pembunuh.

c. Fisik pasif langsung, secara fisik mencegah orang lain memperoleh tujuan

yang diinginkan atau memunculkan tindakan yang diinginkan misalnya (aksi

duduk dalam demonstrasi).

d. Fisik pasif tidak langsung, menolak melakukan tugas-tugas yang seharusnya,

misalnya: menolak berpindah ketika melakukan aksi duduk.

e. Verbal aktif langsung, bentuk agresif dengan menghina orang lain.

f. Verbal aktif tidak langsung, agresif dengan menyebarkan gosip atau rumor

yang jahat tentang orang lain.

g. Verbal pasif langsung, bentuk agresif dengan menolak berbicara pada orang

lain, menolak menjawab pertanyaan.


14

h. Verbal pasif tidak langsung, tidak mau membuat komentar verbal, misalnya:

menolak berbicara pada orang lain yang menyerang dirinya bila dia dikritik

secara tidak fair.

Menurut Buss dan Perry (1992) mengatakan terdapat empat dimensi agresi

yang dapat digunakan untuk melihat perilaku agresif secara umum, yaitu:

a. Agresi fisik, yaitu kecenderungan individu untuk melakukan serangan secara

fisik sebagai ekspresi kemarahan.

b. Agresi verbal, yaitu kecenderungan untuk menyerang orang lain atau memberi

stimulus yang merugikan dan menyakitkan orang tersebut secara verbal yaitu

melalui kata-kata atau melakukan penolakan.

c. Kemarahan, yaitu representasi emosi atau afektif berupa dorongan fisiologis

sebagai tahap persiapan agresi.

d. Permusuhan, yaitu perasaan sakit hati dan merasakan ketidakadilan sebagai

representasi dari proses berpikir atau kognitif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dimensi perilaku agresif adalah

agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Agresif

Buss dan Perry (1992) menyatakan faktor-faktor yang memengaruhi

perilaku agresif sebagai berikut:

1. Petunjuk untuk melakukan tindakan agresif (Aggressive cues)

Aggresssive cues adalah objek yang menimbulkan konsep-konsep yang

berhubungan dengan agresi dalam memori. Contohnya ketika seseorang


15

dihadapkan pada sebuah senjata, akan lebih agresif dibanding ketika

dihadapkan dengan sebuah raket. Selain senjata, objek lain yang termasuk

dalam kategori ini adalah tayangan bermuatan kekerasan di televisi, film, dan

video game.

2. Provokasi

Provokasi mencakup hinaan, ejekan, sindiran kasar, agresi fisik,

gangguan gangguan yang menghambat pencapaian suatu tujuan dan

sejenisnya. Karyawan yang mendapatkan provokasi untuk mempersepsikan

bahwa ia mendapat perlakuan yang tidak adil terbukti lebih agresif di tempat

kerjanya.

3. Rasa sakit dan ketidaknyamanan

Kondisi-kondisi fisik lingkungan yang menyebabkan ketidak nyamanan

dapat meningkatkan agresivitas. Lingkungan yang bising, terlalu panas,

ataupun berbau tidak sedap terbukti meningkatkan perilaku agresif.

4. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan atau zat-zat seperti kafein atau alkohol dapat

meningkatkan perilaku agresif secara tidak langsung. Individu yang berada di

bawah pengaruh alkohol ataupun zat psikotropika, lebih mudah terprovokasi,

merasa frustrasi, ataupun menangkap petunjuk untuk melakukan kekerasan

dibanding individu yang tidak menggunakan zat-zat tersebut.

Kemudian menurut Rimm (2003) salah satu penyebab munculnya perilaku

agresif adalah faktor televise dan video game. Hal ini dapat dilihat seringnya
16

seseorang bermain game akan membuat terpapar akan apa yang dimainkannya,

seperti game yang menampilkan aksi kekerasan, peperangan bahkan pembunuhan.

2.3 Kecanduan Game Online

2.3.1 Definisi Kecanduan Game Online

Kecanduan menurut Yee (dalam Dinata, 2017) adalah suatu perilaku yang

tidak sehat yang berlangsung terus-menerus yang sulit diakhiri oleh individu

bersangkutan. Perilaku yang tidak sehat dapat merugikan diri individu tersebut

dan perilaku seperti ini terlihat pada pemain game online.

Sementara itu Chen dan Chang (2008) mengatakan bahwa kecanduan game

online adalah menghabiskan waktu untuk bermain game dalam penggunaan yang

berlebihan yang berdampak pada penglihatan, penurunan berat badan,

kebingungan realitas, mengalami ilusi, serta hubungan sosial yang kurang baik.

Secara garis besar seorang yang kecanduan game online akan mempunyai

dorongan sangat besar dari dalam dirinya untuk terus bermain game online, tidak

mampuh lepas dari game online, tidak dapat mengontrol waktu bermain,

mempunyai masalah dalam hubungan interpersonal dan juga kesehatan.

Kemudian menurut Young (2011) kecanduan dipahami sebagai paksaan di bidang

ketegangan mental yang berkurang, dimana seseorang terpaku oleh sebuah

permainan yang mewakili suatu hiburan.

Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa kecanduan game online

merupakan suatu perilaku yang secara terus-menerus dilakukan untuk bermain

dan yang membuat seseorang selalu bermain dan tidak bisa lepas dari

permainannya.
17

2.3.2 Aspek–Aspek Kecanduan Game Online

Chen dan Chang (2008) dalam Asian Journal of Health and Information

Sciences menyebutkan bahwa sedikitnya ada empat buah aspek kecanduan game

online, antara lain:

a. Compulsion (kompulsif atau dorongan untuk melakukan secara terus-menerus)

Merupakan suatu dorongan atau tekanan kuat yang berasal dari dalam

diri sendiri untuk melakukan suatu hal secara terus-menerus, dimana dalam

hal ini merupakan dorongan dari dalam diri untuk terus-menerus bermain

game online.

b. Withdrawal (penarikan diri)

Merupakan suatu upaya untuk menarik diri atau menjauhkan diri dari

suatu hal. Seseorang yang kecanduan game online merasa tidak mampu untuk

menarik atau menjauhkan diri dari hal-hal yang berkenaan dengan game

online, seperti halnya seorang perokok yang tidak bisa lepas dari rokok.

c. Tolerance (toleransi)

Toleransi dalam hal ini diartikan sebagai sikap menerima keadaan diri

kita ketika melakukan suatu hal. Biasanya toleransi ini berkenaan dengan

jumlah waktu yang digunakan atau dihabiskan untuk melakukan sesuatu yang

dalam hal ini adalah bermain game online. Kebanyakan pemain game online

tidak akan berhenti bermain hingga merasa puas.


18

d. Interpersonal and health-related problems (masalah hubungan interpersonal

dan kesehatan)

Merupakan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan interaksi kita

dengan orang lain dan juga masalah kesehatan. Pecandu game online

cenderung untuk tidak menghiraukan bagaimana hubungan interpersonal yang

mereka miliki karena mereka hanya terfokus pada game online saja. Begitu

pula dengan masalah kesehatan, para pecandu game online kurang

memperhatikan masalah kesehatan mereka seperti waktu tidur yang kurang,

tidak menjaga kebersihan badan, dan pola makan yang tidak teratur.

Berdasarkan sumber dari Center for Internet Addiction Recover, Smart

(dalam Santoso, & Purnomo, 2017) mengemukakan bahwa anak yang kecanduan

games online memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Merasa terikat dengan game online memikirkan mengenai aktivitas online

pada saat sedang offline atau mengharapkan sesi online berikutnya.

b. Memainkan game online dengan lama waktu lebih dari 14 jam perminggu dan

hanya memainkan satu jenis atau tipe game saja. Bahkan lebih dari satu bulan

masih tetap fokus memainkan atau menggeluti game yang sama serta masih

terus bermain meskipun sudah tidak menikmati lagi.

c. Merasa kebutuhan bermain game online dengan jumlah waktu yang terus

meningkat untuk mencapai sebuah kegembiraan yang diharapkan.

d. Merasa gelisah, murung, depresi, dan lekas marah ketika mencoba untuk

mengurangi atau menghentikan bermain game online.


19

e. Berbohong kepada anggota keluarga, terapis atau orang lain untuk

menyembunyikan seberapa jauh terlibat dengan game online.

f. Bermain game online adalah suatu cara untuk melarikan diri dari masalah-

masalah atau untuk mengurangi suatu kondisi perasaan yang menyusahkan

(misal perasaan-perasaan tidak beradaya, bersalah, cemas, depresi, dan stres).

Berdasarkan pendapat-pendapat yang dinyatakan oleh beberapa tokoh di

atas, adapun aspek-aspek kecanduan game online adalah compulsion, withdrawal,

tolerance, dan interpersonal and health-related problems.

2.4 Hubungan Kecanduan Game Online Terhadap Perilaku Agresif Pada

Remaja

Remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan

psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara usia 12

atau 13 - 21 tahun (Purwanti, 2013). Masa remaja di sini yaitu antara umur 12-15

tahun (dalam Sary, 2017).

Masa remaja adalah periode kehidupan yang penuh dengan dinamika.

Periode ini merupakan masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak

menuju masa dewasa yang melibatkan perubahan secara biologis, kognitif, dan

sosio- emosional (Santrock, 2007). Sekarang pada perkembangan kognitifnya

banyak pada kalangan remaja dan pelajar berpikir bagaimana mencari jati diri

dengan mencari gaya hidupnya salah satu dengan game online (dalam Surbakti,

2017).
20

Menurut Edrizal (2018) Game online adalah game yang berbasis elektronik

visual. Game online dimainkan dengan memanfaatkan media visual elektronik

yang biasanya menyebabkan radiasi pada mata, sehingga mata menjadi lelah dan

biasanya diiringi dengan sakit kepala. Menurut Anggela (dalam Edrizal, 2018)

hampir semua permainan menimbulkan kecanduan, beberapa pemainnya dapat

menghabiskan waktu berjam-jam, bahkan seharian penuh untuk memainkannya

da nada orang yang menghabiskan seluruh waktu jaganya untuk melakukan

permainan ini. Bermain game dengan intensitas yang tinggi membuat seseorang

kecanduan (Wijayanti, 2013).

Remaja yang kecanduan dalam permainan game online termasuk dalam

kriteria yang ditetapkan WHO (World Health Organization) yaitu sangat

membutuhkan permainan dengan gejala menarik diri dari lingkungan, kehilangan

kendali dan tidak peduli dengan kegiatan lainnya.

Chan dan Chang (2008) menyatakan aspek seseorang kecanduan akan

game online antara lain seseorang tersebut akan mengalami: compultion

(kompulsif atau dorongan untuk melakukan secara terus-menerus), withdrawal

(penarikan diri), tolerance (toleransi), interpersonal and health-related problems

(masalah hubungan interpersonal dan kesehatan).

Menurut Buss dan Perry (1992) game merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan munculnya perilaku agresif. Menurut Sudrajat (dalam Trisnawati,

Nauli, & Agrina, 2014) perilaku agresif merupakan suatu luapan emosi sebagai

reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam pengrusakan

terhadap manusia atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan


21

dengan kata-kata (verbal) dan perilaku (non verbal) (Trisnawati, Nauli, & Agrina,

2007).

Besar penelitian yang dilakukan Asyakur dan Puspitadewi (2017) hubungan

antara intensitas bermain game online dengan kecenderungan agresivitas

mempunyai taraf signifikan 0,000. Dapat diartikan hubungan tersebut termasuk

dalam korelasi tinggi dan bersifat positif, yang artinya hubungan berjalan searah.

Hubungan yang searah berarti semakin tinggi tingkat intensitas bermain game

online maka semakin tinggi pula kecenderungan agresivitas pada pemain game

online, dan berlaku sebaliknya semakin rendah intensitas bermain game online

maka semakin rendah kecenderungan agresivitas.

Berdasarkan pemahaman yang telah diuraikan di atas, maka dapat

digambarkan alur kerangka pemikiran sebagai berikut.


22

Gambar 1
Kerangka Berfikir Hubungan Kecanduan Game Online Dengan Perilaku
Agresif Pada Remaja

Remaja

Aspek- Aspek Kecanduan Game Online

1. Compulsion
2. Withdrawal
3. Tolerance
4. Interpersonal and health-related
problems

Rendah Tinggi

Tingkat perilaku agresif rendah Tingkat perilaku agresif tinggi

Keterangan : = Memiliki
= Apabila
= Menghasilkan

2.5 Hipotesis

Berdasarkan kajian teori di atas, peneliti merumuskan hipotesis penelitian

ini adalah ada hubungan antara kecanduan game online dengan perilaku agresif

pada remaja di Pekanbaru. Dengan arah hubungan yang positif, dimana semakin

tinggi kecanduan game online pada remaja maka, semakin tinggi perilaku

agresifnya, sebaliknya semakin rendah kecanduan game online pada remaja,

semakin rendah perilaku agresifnya.


23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Identifikasi Variabel

Variabel dapat dikatakan sebagai suatu atribut seseorang atau obyek yang

mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lainnya, variabel juga dapat

merupakan atribut dari bidang keilmuan dan kegiatan tertentu (Sugiyono, 2016).

Hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain dalam penelitian

dapat dibedakan menjadi:

a. Variabel Independen (X) : Kecanduan Game Online

b. Variabel Dependen (Y) : Perilaku Agresif

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional yaitu untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian

variabel-variabel diamati atau diteliti. Definisi operasional ini juga bermanfaat

untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel bersangkutan serta perkembangan instrumen atau alat ukur

(Notoatmodjo, 2012). Senada menurut Hidayat (2007) definisi operasional adalah

mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati

yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena.

1. Kecanduan Game Online

Kecanduan game online akan mempunyai dorongan sangat besar dari dalam

dirinya untuk terus bermain game online, tidak mampuh lepas dari game online,
24

tidak dapat mengontrol waktu bermain, mempunyai masalah dalam hubungan

interpersonal dan juga kesehatan. Aspek-aspek kecanduan game online yaitu

Compulsion (kompulsif atau dorongan), Withdrawal (penarikan diri), Tolerance

(toleransi), Interpersonal and Health-Related Problems (masalah hubungan

interpersonal dan kesehatan) dari kecanduan game online akan menjadi aitem-

aitem untuk skala. Semakin tinggi skor yang diperoleh dari subyek, maka semakin

tinggi pula kecanduan game online yang dimiliki subyek. Sebaliknya, semakin

rendah skor yang diperoleh subyek, maka semakin rendah pula kecanduan game

online yang dimiliki subyek.

2. Perilaku Agresif

Agresivitas atau perilaku agresif adalah perilaku yang bersifat menyerang,

dapat berupa serangan fisik, serangan terhadap objek, serangan verbal, dan

melakukan pelanggaran terhadap hak milik atau menyerang daerah orang lain.

Tinggi rendahnya kecenderungan perilaku agresif pada anak tercermin melalui

skor yang diperoleh dari aspek-aspek perilaku agresif menurut Buss dan Perry

(1992) yang meliputi bentuk perilaku agresif fisik, perilaku agresif verbal,

kemarahan, dan permusuhan.

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2016) mendefinisikan populasi sebagai wilayah

generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian


25

ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah pemain game online

di Pekanbaru dengan rentang usia 12-21 tahun.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut, bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan

waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel (Sugiyono, 2016).

Populasi pemain game online di Pekanbaru tidak diketahui jumlahnya,

maka Roscoe (dalam Sugiyono, 2012) memberikan saran-saran untuk mengetahui

jumlah sampel yang akan dibutuhkan salah satunya adalah ukuran sampel yang

layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.

Peneliti mengambil sampel sebanyak 100 orang yang akan digunakan dalam

penelitian ini. Sebagai aturan umum, ukuran sampel antara 30 sampai dengan 500

bisa efektif tergantung dengan cara pengambilan sampel yang digunakan dan

pertanyaan penelitian yang dipakai..

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

sampling purposive, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2016). Adapun pertimbangan atau kriteria tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Bermain game online

2. Remaja berusia 12-21 tahun


26

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai oleh peneliti

untuk memperoleh data yang diselidiki. Kualitas data ditentukan oleh kualitas alat

pengambilan data atau alat pengukurannya. Jenis skala yang digunakan adalah

model skala likert yang merupakan metode untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono,

2016).

Variabel yang diukur akan dijabarkan menjadi beberapa indikator,

kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai acuan untuk menyusun aitem-aitem

instrument yang berupa pernyataan yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara kecanduan game online terhadap perilaku agresif pada remaja.

Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala kecanduan game

online dan skala perilaku agresif yang mengacu pada model skala likert, skala

yang berisi pernyataan-pernyataan sikap (attitude statement), yaitu suatu

pernyataan mengenai objek sikap. Pernyataan sikap terdiri atas dua macam, yaitu

pernyataan favourable dan pernyataan unfavourable (Azwar, 2015). Model skala

likert menggunakan prosedur sebagai berikut: STS (Sangat Tidak Sesuai), TS

(Tidak Sesuai), S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai). Pernyataan favorable penilaian

bergerak dari angka 1 sampai 4 dan untuk unfavorable penilaian bergerak dari 4

sampai 1.

Selain menggunakan model skala likert untuk metode pegumpulan data,

peneliti juga menggunakan google form. Google form merupakan layanan

pengolah data, lembar sebaran, dan lain-lain yang berbasis web. Peneliti
27

menggabungkan model skala likert dan google form untuk metode pengumpulan

data pada skala penelitian.

3.4.1 Skala Kecanduan Game Online

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecanduan game

online yang diukur menggunakan aspek dari kecanduan game online yang

dikemukakan oleh Chen dan Chang (2008) yang peneliti modifikasi, yaitu:

Compulsion (kompulsif atau dorongan), Withdrawal (penarikan diri), Tolerance

(toleransi), Interpersonal and Health-Related Problems (masalah hubungan

interpersonal dan kesehatan).

Tabel 1. Blue Print Skala Kecanduan Game Online Sebelum Uji Coba

Jenis Pernyataan T
N
Aspek Indikator Unfavorabl ot
o Favorable
e al
Keinginan terus-
1 Compulsion menerus bermain 1,13,25,28,34 2,18,30 8
game online
Upaya untuk
2 Withdrawal menarik diri atau 3,16,22,32 7,20,29 7
menjauhkan diri
Waktu yang
digunakan atau
3 Tolerance dihabiskan untuk 4,8,10 11,27,33 6
bermain game
online
Tidak
menghiraukan
bagaimana 5,24 23 3
Interpersona
hubungan
l and Health-
4 interpersonal
Related
Kurang
Problems
memperhatikan 6,12,14,19,21,2
9,15,17 10
masalah 6,31
kesehatan
Total 21 13 34
28

3.4.2 Skala Perilaku Agresif

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala perilaku agresif

yang diukur menggunakan aspek dari teori yang dikemukakan oleh Buss dan

Perry (1992) yang peneliti modifikasi, meliputi bentuk perilaku agresif fisik,

perilaku agresif verbal, kemarahan, dan permusuhan. Semakin tinggi skor yang

diperoleh dari subyek, maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku agresif

yang dimiliki subyek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subyek,

maka semakin rendah pula kecenderungan perilaku agresif yang dimiliki subyek.

Tabel 2. Blue Print Skala Perilaku Agresif Sebelum Uji Coba

Jenis Pernyataan
No Aspek Indikator Total
Favorable Unfavorable
Menyerang 1,24,27 12 4
1 Agresi Fisik
Memukul 8,16,51 20,29 5
Menghina atau
7,15 23,33 4
2 Agresi Verbal berkata kasar
Penolakan 4,11 2
Emosi 6 18 2
3 Kemarahan
Afektif marah 2,10,14 22,26 5
Sakit hati 3,5,9,21,30 13,19,32 8
4 Permusuhan
Ketidakadilan 25,28 17 3
Total 21 12 33

3.4.3 Validitas Alat Ukur

Validitas dalam pengertian yang paling umum adalah ketepatan dan

kecermatan skala ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya. Artinya, sejauh mana

skala itu mampu mengukur atribut yang ia dirancang untuk mengukurnya (Azwar,

2010). Jenis validitas dalam penelitian ini adalah validitas isi, yang merupakan

validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional

atau profesional judgment (Azwar, 2015). Hal ini analisis rasional dilakukan oleh
29

pembimbing. Tinggi rendahnya validitas ukur dinyatakan dengan angka yang

disebut koefisien validitas.

3.4.4 Daya Diskriminasi Aitem

Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat daya diskriminasi aitem atau

daya beda aitem korelasi aitem total dari alat ukur untuk digunakan dalam

penelitian. Menurut Azwar (2015) pengujian daya deskriminasi dilakukan dengan

cara menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan skor skala

itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem-total (rix).

Aitem yang valid dan dapat memberikan kontribusi baik terhadap efisiensi suatu

alat ukur adalah aitem yang memilki koefisien validitas ≥ 0,03. Jadi, untuk

variabel kecanduan game online aitem yang dianggap valid adalah aitem yang

memiliki koefisien validitas ≥ 0,30, aitem yang memiliki koefisien validitas di

bawah 0,30 dianggap tidak valid atau gugur. Sementara itu untuk variabel

perilaku agresif aitem yang dianggap valid yang memiliki koefisien validitas ≥

0,25, menurut Azwar (2007) apabila aitem lolos masih tidak mencukupi jumlah

yang diinginkan, maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit kriteria

0,30 menjadi 0,25.

Uji coba dalam penelitian ini dilakukan pada tanggal 18-21 Mei 2019

dengan jumlah subjek 50. Ada dua skala yang akan diuji coba dalam penelitian

ini, yaitu skala kecanduan game online dan perilaku agresif. Pada alat ukur skala

kecanduan game online, dari 34 aitem ada 13 aitem yang gugur dengan daya

diskriminasi aitem nilai koefisien korelasi < 0,3 yaitu pada aitem 2, 7, 9, 11, 15,

17, 18, 20, 23, 27, 29, 30, 33, sehingga aitem yang bisa digunakan untuk
30

penelitian adalah 21 aitem skala dengan daya diskriminasi aitem dari 0,436-0,779.

Berikut gambaran blue print skala penelitian kecanduan game online setelah try

out.

Tabel 3. Blue Print Skala Kecanduan Game Online Setelah Uji Coba

Jenis Pernyataan
N Tota
Aspek Indikator Unfavorabl
o Favorable l
e
Keinginan
terus-menerus
1 Compulsion 1,13,25,28,34 2*,18*,30* 8
bermain game
online
Upaya untuk
menarik diri
2 Withdrawal atau 3,16,22,32 7*,20*,29* 7
menjauhkan
diri
Waktu yang
digunakan atau
3 Tolerance dihabiskan 4,8,10, 11*,27*,33* 6
untuk bermain
game online
Tidak
menghiraukan
bagaimana 5,24 23* 3
Interpersona
hubungan
l and Health-
4 interpersonal
Related
Kurang
Problems
memperhatika 6,12,14,19,21,26,3
9*,15*,17* 10
n masalah 1
kesehatan
Total 21 13 34
*Tidak memiliki daya diskriminasi
31

Tabel 4. Blue Print Skala Kecanduan Game Online Untuk Penelitian

Jenis Pernyataan
No Aspek Indikator Total
Favorable Unfavorable
Keinginan
terus-menerus
1 Compulsion 1,9,16,18,21 5
bermain game
online
Upaya untuk
menarik diri
2 Withdrawal atau 2,11,14,20 4
menjauhkan
diri
Waktu yang
digunakan atau
3 Tolerance dihabiskan 3,6,7 3
untuk bermain
game online
Tidak
menghiraukan
bagaimana 4,15 2
Interpersonal
hubungan
and Health-
4 interpersonal
Related
Kurang
Problems
memperhatikan
5,8,10,12,13,17,19 7
masalah
kesehatan
Total 21 0 21

Pada alat ukur skala perilaku agresif, dari 33 aitem ada 14 aitem yang gugur

dengan daya diskriminasi aitem nilai koefisien korelasi < 0,25 yaitu pada aitem 4,

5, 12, 13, 18, 19, 20, 22, 23, 26, 27, 29, 32, 33, sehingga aitem yang bisa

digunakan untuk penelitian adalah 19 aitem skala dengan daya diskriminasi aitem

dari 0,266-0,665. Berikut gambaran blue print skala penelitian perilaku agresif

setelah try out.


32

Tabel 5. Blue Print Skala Perilaku Agresif Setelah Uji Coba

Jenis Pernyataan
No Aspek Indikator Total
Favorable Unfavorable
Menyerang 1,24,27* 12* 4
1 Agresi Fisik
Memukul 8,16,51 20*,29* 5
Menghina
Agresi atau berkata 7,15 23,33* 4
2
Verbal kasar
Penolakan 4*,11 2
Emosi 6 18* 2
3 Kemarahan Afektif
2,10,14 22*,26* 5
marah
Sakit hati 3*,5*,9,21,30* 13*,19*,32* 8
4 Permusuhan
Ketidakadilan 25,28 17 3
Total 21 12 33
*Tidak memiliki daya deskriminasi

Tabel 6. Blue Print Skala Perilaku Agresif Untuk Penelitian

Jenis Pernyataan
No Aspek Indikator Total
Favorable Unfavorable
Menyerang 1,15 2
1 Agresi Fisik
Memukul 6,12,19 3
Menghina
Agresi atau berkata 5,11 2
2
Verbal kasar
Penolakan 9 1
Emosi 4 1
3 Kemarahan Afektif
2,8,10 3
marah
Sakit hati 3,7,14,18 4
4 Permusuhan
Ketidakadilan 16,17 13 3
Total 18 1 19
33

3.4.5 Reliabelitas Alat Ukur

Reliabel artinya dapat digunakan berkali-kali dan menghasilkan data yang

sama. Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun

internal. Uji reliabilitas pada penelitian ini adalah reliabilitas internal

menggunakan konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen sekali saja

kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu (Sugiyono, 2016).

Uji reliabilitas alat ukur dari penelitian ini menggunakan teknik Alpha

Cronbach. Reliabilitas memiliki koefisien yang berada dalam rentang angka dari

0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti

pengukuran tersebut semakin reliabel (Azwar, 2015). Namun pada kenyataannya

koefisien sempurna dalam pengukuran psikologi yang mencapai angka 1,00

belum pernah dijumpai sebelumnya (Azwar, 2015).

Adapun hasil reliabilitas pada penelitian ini yaitu, reliabilitas kecanduan

game online adalah 0,934 sedangkan reliabilitas perilaku agresif adalah 0,871.

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau

sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data ini meliputi:

mengelompokkan data berdasarkan variabel atau seluruh responden, menyajikan

data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan

masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan

(Sugiyono, 2016). Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis

dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa statistik yaitu statistik inferensial
34

parametris yang merupakan teknik statistik digunakan untuk menguji parameter

populasi atau menguji ukuran populasi melalui data sampel (Sugiyono, 2016).

3.5.1 Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah data distribusi

normal atau tidak. Normalitas data merupakan hal yang penting karena dengan

data yang berdistribusi normal maka data tersebut dianggap dapat mewakili

populasi (Purnomo, 2016).

Uji normalitas penelitian ini menggunakan kolmogrov-smirnov dengan

melihat nilai signifikan. Jika sinifikansi > 0,05 maka data berdistribusi normal,

namun signifikansi < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal (Purnomo, 2016).

b. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah data dari kedua variabel

mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji linearitas ini

digunakan sebagai persyaratan dalam analisis korelasi pearson atau regresi linear.

Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi

(linearity) > 0,05 (Purnomo, 2016).

3.5.2 Uji Hipotesis

Uji Hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan atau

korelasi antara variabel independen dengan dependen dan berapa besar serta

bagaimana korelasi atau hubungannya. Teknik analisis data yang digunakan

adalah teknik hipotesis korelasi spearman rank..


35

Agar dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang

ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel

penafsiran koefisien korelasi sebagai berikut :

Tabel 7. Penafsiran Koefesien Korelasi

Interval Koefesien Tingkat Hubungan


0,00-0,199 Sangat Rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1000 Sangat Kuat
Sumber : Sugiyono (2016)

Nilai koefisien kolerasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, semakin mendekati

1 atau -1 berarti hubungan antara kedua variabel semakin kuat. Sedangkan nilai r

yang positif menunjukkan hubungan searah dan nilai r negatif menunjukkan

hubungan terbalik (Sugiyono, 2016).


36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pekanbaru pada 20 Juli - 24 Juli 2019 di Kota

Pekanbaru. Pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah remaja yang

bermain game online. Kuesioner online dibuat dengan menggunakan google form

dan disebarkan melalui sosial media. Setelah dibuat format kuesioner beserta

pernyataan, maka peneliti menyebarkan kuesioner tersebut kepada teman

diberbagai sosial media. Saat menyebarkan, peneliti memberikan link yang

apabila di-klik akan menuju kuesioner online yang sudah disediakan, sehingga

responden bisa menjawabnya baik via smartphone atau laptop.

Semua pernyataan di dalam skala dapat terjawab tanpa ada aitem yang

terlewati. Hal ini dikarenakan pada awal pemberian skala peneliti sudah

memberikan instruksi bahwa dalam pengisian skala tidak ada jawaban yang di

anggap salah maupun benar dan informasi yang menyangkut rahasia partisipan

tidak akan diketahui oleh pihak manapun.

4.2 Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 orang remaja yang bermain game

online di Kota Pekanbaru. Terdapat tiga rentang pembagian usia menurut Marliani

(2015) yaitu remaja awal, remaja pertengahan dan remaja akhir. Dapat dilihat

pada tabel 8 berikut ini.


37

Tabel 8. Deskripsi Subjek Penelitian

No Usia Jumlah Persentase


1 12 – 15 Tahun 9 9%
2 16 – 18 Tahun 25 25%
3 19 – 21 Tahun 66 66%
Jumlah 100 100%

Berdasarkan tabel 8, hasil penelitian mengenai deskripsi subjek penelitian

dapat disimpulkan bahwa jumlah partisipan yang paling banyak adalah partisipan

yang rentang usia 19-21 tahun sebanyak 66 orang (66%).

4.3 Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian disajikan untuk mengetahui karakteristik data

pokok berkaitan dengan penelitian yang dilakukan sebagai salah satu hasil ukur

berupa angka (kuantitatif) skor skala memerlukan suatu norma pembanding agar

dapat diinterpretasi secara kuantitatif (Azwar, 2015). Deskripsi data penelitian ini

dikategorisasikan berdasarkan sebaran hipotetik dan sebaran empirik. Sebaran

hipotetik adalah nilai skor yang diperoleh dari skala berdasarkan jumlah

keseluruhan dari aitem yang valid (setelah uji coba) dari skala kecanduan game

online (X) dan skala perilaku agresif (Y). Skor empirik adalah nilai skor yang

diperoleh dari analisis deskripsi.

Skor hipotetik pada penelitian ini didapatkan melalui skala dengan

perhitungan sebagai berikut: skala game online terdiri dari 21 aitem dengan skor

yang masing-masing aitemnya diberi skor yang berkisar mulai dari 1, 2, 3, dan 4.

Dengan demikian skor minimum yang diperoleh oleh subjek adalah 1 × 21 = 21


38

dan skor maksimal yang diperoleh oleh subjek adalah 4 × 21 = 84. Rentang skor

(range) 84 – 21 = 63, skor rata-rata (mean) (84 + 21) / 2 = 52,5, dan standar

deviasinya (84 - 21) / 6 = 10,5.

Skala perilaku agresif terdiri dari 18 aitem dengan skor yang masing-masing

aitemnya diberi skor yang berkisar mulai dari 1, 2, 3, dan 4. Demikian skor

minimum yang diperoleh oleh subjek adalah 1 × 18 = 18 dan skor maksimal yang

diperoleh oleh subjek adalah 4 × 18 = 72. Rentang skor (range) 72 – 18 = 54,

skor rata-rata (mean) (72 + 18) / 2 = 45, dan standar deviasinya (72 - 18) / 6 = 9.

Gambaran data empirik dan hipotetik kecanduan game online dan perilaku agresif

dapat dilihat pada tabel 9 di bawah ini.

Tabel 9. Deskripsi Data Penelitian

Empirik Hipotetik
Variabel
Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd
Kecanduan 78 24 50,16 12,686 84 21 52,5 10,5
game online
Perilaku 67 24 43,32 9,227 72 18 45 9
agresif

Berdasarkan tabel 9 deskripsi data penelitian di atas, maka diperoleh skor rerata

empirik lebih kecil dari pada jumlah skor hipotetik pada skala kecanduan game

online (50,16 > 52,5) yang artinya subjek penelitian ini memiliki mean empirik

lebih kecil dari mean hipotetik, dengan tingkat SD 12,686. Sementara itu, skor

rerata empirik lebih kecil dari pada jumlah skor hipotetik pada skala perilaku

agresif (43,32 > 45) yang artinya subjek penelitian ini memiliki mean empirik

lebih kecil dari mean hipotetik, dengan tingkat SD 9,227.


39

Setelah diperoleh deskripsi data penelitian yang berdasarkan skor hipotetik

dan skor empirik, maka tahapan selanjutnya adalah mengkategorisasikan

gambaran data subjek penelitian. Tujuan kategorisasi ini adalah untuk

menempatkan individu pada kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang

(ordinal) menurut kontinum atribut yang diukur serta perolehan skor skala yang

telah didapat mudah untuk diinterpretasikan secara kualitatif (Azwar, 2015).

Gambaran data penelitian akan dikategorisasikan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu

rendah, sedang, dan tinggi, dimana data yang dipakai sebagai skor kategorisasi

menggunakan sebaran data skor hipotetik.

Kategorisasi gambaran data subjek skala kecanduan game online

pengelompokan subjeknya dilakukan dengan 3 kategorisasi dengan rumus sebagai

berikut:

1. X < (µ-1σ)

2. (µ - 1 σ) ≤ X < (µ + 1σ)

3. X ≥ (µ + 1σ)

Keterangan:

X = Skor Subjek

µ = Rerata (mean) hipotetik

σ = Simpangan baku (Standar Deviasi) hipotetik

1. X < (µ-1σ) (rendah)

X < (52,5 – (1,0.10,5)


40

X < 42

2. (µ-1σ) ≤ X < (µ + 1σ) (sedang)

((55 – (1,0.11)) ≤ X < (52,5 + (1,0.10,5))

42 ≤ X < 63

3. X ≥ (µ + 1σ) (tinggi)

X ≥ (52,5 + (1,0.10,5)

X ≥ 63

Skala kecanduan game online kategorisasinya secara rinci dapat dilihat pada

tabel 10 berikut:

Tabel 10. Kategorisasi Persepsi Kecanduan Game Online

Kategori Skor Interval Frekuensi Persentase (%)


Rendah X < 42 28 28%
Sedang 42 ≤ X < 63 51 51%
Tinggi X ≥ 63 21 21%
Jumlah 100 100 %

Dari tabel 10 di atas menunjukkan bahwa kecanduan game online pada

remaja yang bermain game online di Kota Pekanbaru yang berada dikategori

rendah sebanyak 28% orang, kategori sedang sebanyak 51%, dan kategori tinggi

sebanyak 21%. Secara umum subjek penelitian skala kecanduan game online

termasuk dalam ketegori sedang.

Kategorisasi gambaran data subjek skala perilaku agresif pengelompokan

subjek juga dilakukan dengan 3 kategorisasi yaitu, rendah, sedang, dan tinggi

(Azwar, 2015) dimana data yang dipakai sebagai skor kategorisasi menggunakan

sebaran data skor hipotetik dengan rumus sebagai berikut:


41

1. X < (µ-1σ)

2. (µ - 1 σ) ≤ X < (µ + 1σ)

3. X ≥ (µ + 1σ)

Keterangan:

X = Skor Subjek

µ = Rerata (mean) hipotetik

σ = Simpangan baku (Standar Deviasi) hipotetik

1. X < (µ-1σ) (rendah)

X < (45 – (1,0.9)

X < 36

2. (µ-1σ) ≤ X < (µ + 1σ) (sedang)

((45 – (1,0.9)) ≤ X < (45 + (1,0.9))

36 ≤ X < 54

3. X ≥ (µ + 1σ) (tinggi)

X ≥ (45 + (1,0.9)

X ≥ 54

Skala perilaku agresif kategorisasinya secara rinci dapat dilihat pada tabel

11 berikut ini:
42

Tabel 11. Kategorisasi Perilaku Agresif

Kategori Skor Interval Frekuensi Persentase (%)


Rendah X < 36 20 20%
Sedang 36 ≤ X < 54 64 64%
Tinggi X ≥ 54 16 16%
Jumlah 100 100 %

Dari tabel 11 di atas menunjukkan bahwa perilaku agresif pada remaja yang

bermain game online di Kota Pekanbaru yang berada dikategori rendah sebanyak

20% orang, kategori sedang sebanyak 64% dan kategori tinggi sebanyak 16%.

Secara umum subjek penelitian skala perilaku agresif termasuk dalam ketegori

sedang.
43

4.4 Hasil Penelitian

4.4.1 Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Table 12. Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnov
Statistic df Sig.
Kecanduan
.112 100 .004
game online
Perilaku
.084 100 .077
agresif

Berdasarkan hasil normalitas menunjukan bahwa variabel kecanduan game

online diperoleh nilai signifikansi uji normalitas adalah sebesar p = 0.004 (p <

0,05) yang berarti variabel kecanduan game online memiliki distribusi data tidak

normal. Sedangkan pada variabel perilaku agresif nilai signifikansi uji normalitas

adalah sebesar p = 0.077 (p > 0,05) yang berarti variabel perilaku agesif memiliki

distribusi normal.

b. Uji Linearitas
Tabel 13. Uji Linearitas
Variabel F p Keterangan
Kecanduan Game Online dengan Perilaku 61.757 0.000 Linear
Agresif

Berdasarkan hasil uji linearitas menunjukan bahwa variabel kecanduan

game online dengan perilaku agresif memiliki singnifikansi uji linearitas adalah

sebesar 0,000 (p < 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa variabel kecanduan

game online dengan perilaku agresif terdapat hubungan yang linier.


44

4.4.2 Uji Hipotesis

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

kuantitatif dengan uji statistik non parametrik yaitu dengan menggunakan korelasi

Spearman Rank, yang digunakan untuk mengkaji hubungan atau pengaruh

variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Spearman Rank adalah bekerja dengan

data ordinal atau berjenjang atau ranking dan bebas berdistribusi (Sugiyono,

2016).

Hubungan kecanduan game online dengan perilaku agresif pada remaja di

kota Pekanbaru dapat diketahui dengan cara melakukan uji hipotesis. Hasil

penelitian ini dihitung dengan menggunakan teknik statistik. Teknik analisa data

yang digunakan adalah teknik korelasi spearman rank karena tujuan pengujian

hipotesis penelitian ini untuk mencari hubungan antara variabel bebas, yaitu

kecanduan game online dengan variabel terikat yaitu perilaku agresif. Nilai

korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, semakin mendekati 1 atau -1 berarti

hubungan kedua variabel semakin kuat dan semakin positif menunjukkan searah

dengan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (Sugiyono, 2016).


45

Tabel 14. Uji Korelasi Spearman Rank

Korelasi r p
Ada hubungan kecanduan game online dengan perilaku 0,607 0,000
agresif remaja di Pekanbaru

Berdasarkan tabel 14, hasil analisa koefisien korelasi spearman rank dari

pearson antara kecanduan game online dengan perilaku agresif pada remaja di

Kota Pekanbaru dengan nilai signifikansi atau Sig. (1-tailed) sebesar 0,000,

dengan standar signifikansi < 0,01 maka artinya ada hubungan yang signifikan

antara variabel kecanduan game online dengan perilaku agresif pada remaja di

Kota Pekanbaru. Nilai (r) = 0,607 berada pada interval 0,60 – 0,799. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat hubungan tinggi. Selain itu arah hubungan positif

yang artinya semakin tinggi kecanduan game online, maka semakin tinggi

perilaku agresif pada remaja di Pekanbaru dan sebaliknya semakin rendah

kecanduan game online maka semakin rendah perilaku agresif pada remaja di

Pekanbaru. Adapun pedoman tingkat hubungan korelasi ini adalah berdasarkan

tabel 7.
46

4.5 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang diuji dengan hasil analisa koefisien

korelasi Spearman Rank dari pearson antara kecanduan game online dengan

perilaku agresif pada remaja di Pekanbaru dengan nilai signifikansi atau Sig. (1-

tailed) sebesar 0,000 < lebih kecil dari 0,01. Hal ini menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara variabel kecanduan game online dengan perilaku

agresif pada remaja di Pekanbaru. Nilai (r) = 0,607 berada pada interval 0,60 –

0,799, hal ini menunjukkan bahwa tingkat hubungan tinggi. Selain itu arah

hubungan positif yang artinya semakin tinggi kecanduan game online, maka

semakin tinggi perilaku agresif remaja di Pekanbaru dan sebaliknya semakin

rendah kecanduan game online, maka semakin rendah perilaku agresif pada

remaja di Pekanbaru.

Untuk kategorisasi kecanduan game online pada remaja yang bermain game

online di Kota Pekanbaru secara umum subjek penelitian termasuk dalam ketegori

sedang sebanyak 51%. Sedangkan perilaku agresif pada remaja yang bermain

game online di Kota Pekanbaru yang paling banyak berada dikategori sedang

sebanyak 64%.

Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan teori yang menyatakan

perilaku agresif di pengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya pengaruh media

seperti game online. Bandura (dalam Baron dan Byren, 2005) menyatakan bahwa

perilaku agresif merupakan hasil dari proses belajar sosial melalui pengamatan

terhadap dunia sosial. Menurut Radowits (2015) mengungkapkan bahwa


47

kecanduan game online akan beresiko meningkatkan perilaku agresif, sehingga

keduanya saling memiliki hubungan. Sementara itu menurut Musbikin (2009)

mengatakan bahwa salah satu contoh penyebab tingginya perilaku agresif adalah

game, yang membuat seseorang menjadi kasar, suka mencaci, bahkan kehilangan

pengendalian diri.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Enung

(2007) mengatakan bahwa salah satu penyebab seringnya muncul perilaku agresif

adalah peran belajar model kekerasan seperti bermain game online. Hal ini juga

didukung oleh Antasari (2006) yang menyebut salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku agresif adalah faktor sosial yang meliputi frustasi,

provokasi, dan pengaruh media elektronik.

Perilaku agresif yang sering muncul adalah bentuk perilaku fisik, seperti

memukul, menarik baju dan tangan, menendang, mendorong, menindih dan

merebut barang. Ini terjadi karena kebanyakan game yang dimainkan adalah game

yang bejenis fighting dan action . Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Krahe

(2005) bahwa remaja lebih menyukai kekerasaan yang terdapat di game karena

remaja sedang menunjukan masa peka yang rentan akan terkena pengaruh media

seperti game.

Munculnya perilaku agresif bisa terjadi karena dampak dari kecanduan

dalam bermain game online. Smart (2010) menjelaskan bahwa salah satu dampak

kecanduan game online adalah dapat mengajarkan kekerasan dan agresivitas,

seorang remaja dapat menirukan apa yang mereka mainkan. Dimana banyak
48

sekali game online yang menghadirkan kekerasan, peperangan, dan bahkan

pembunuhan yang dapat mempengaruhi untuk melakukan hal tersebut.

Hasil penelitian Asyakur dan Puspitadewi (2017) yang menyebutkan bahwa

kecanduan game online dengan perilaku agresif, dimana semakin tinggi

kecanduan game online maka akan semakin tinggi tingkat agresif seseorang,

begitu juga sebaliknya. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Waas (2015)

juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecanduan game online

dengan perilaku agresif, dimana semakin tinggi kecanduan game online maka

semakin tinggi juga perilaku agresif, begitu juga sebaliknya semakin rendah

kecanduan game online maka semakin rendah juga perilaku agresif.

Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya dan didukung

oleh teori yang sejalan dengan penelitian ini bahwa hasil penelitian ini

menyatakan bahwa adanya hubungan antara kecanduan game online dengan

perilaku agresif pada remaja di Pekanbaru. Dapat disimpulkan bahwa hipotesa

awal yang menyatakan adanya hubungan antara kecanduan game online dengan

perilaku agresif pada remaja di Pekanbaru diterima.


49

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan teknik korelasi

Spearman Rank menunjukkan angka probabilitas (p) = 0,000 < lebih kecil dari

0,01, yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel

kecanduan game online dengan perilaku agresif pada remaja di Pekanbaru. Nilai

(r) = 0,607 berada pada interval 0,60 – 0,799, hal ini menunjukkan bahwa tingkat

hubungan tinggi. Selain itu, arah hubungan positif yang artinya semakin tinggi

kecanduan game online, maka semakin tinggi perilaku agresif dan sebaliknya

semakin rendah kecanduan game online, maka semakin rendah perilaku agresif

remaja di Pekanbaru.

5.2 Saran

Peneliti menyadari banyak kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini,

untuk itu saran yang ingin disampaikan peneliti sehubungan dengan penelitian ini

adalah:

a. Bagi Remaja Pemain Game Online

Bagi remaja pemain game online supaya lebih bisa bermain dengan bijak agar

dapat terhindar dari dampak yang ditimbulkan dari bermain game online terhadap

perilaku agresif. Membatasi bermain game untuk dapat mengurangi perilaku

agresif.
50

b. Bagi Orang Tua

Bagi orang tua diharapkan mampu mengontrol dan memperhatikan aktivitas

anak-anaknya agar tidak menghabiskan waktu pada kegiatan yang memberikan

pengaruh yang kurang baik seperti bermain game online, beri pengetahuan dan

pemahaman kepada anak tentang dampak yang dari bermain game online,

sehingga mampu meminimalisir perilaku agresif.

c. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk

penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kecanduan game online dan perilaku

agresif, bagi peneliti yang akan melakukan penelitian serupa dapat menggunakan

subjek lain seperti pada anak usia dini ataupun pada usia dewasa.
51

DAFTAR PUSTAKA

Arifianto, D. (2016). Hubungan Penerimaan Diri dengan Perilaku Agresif Pada


Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Muhammadiyah Malang.

Angela. (2013). Pengaruh Game Online Terhadap Motivasi Belajar Siswa SDN
015 Kelurahan Sidomulyo Kecamatan Samarinda Ilir. EJournal Ilmu
Komunikasi, 1(2), 532–544.

Antasari. (2007). Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta: Kanisius.

APJII. (2012). Profil Pengguna Internet Di Indonesia. http://www.slideshare.net/


mobile/internetsehat/profilinternetindonesia2012indonesia. Di akses 28 April
2019.

Asyakur, M. A. B., & Puspitadewi, N. W. S. (2017). Hubungan Antara Intensitas


Bermain Game Online dengan Kecenderungan Agresivitas Pada Komunitas
Gaming Surabaya. Jurnal Psikologi Pendidikan, 4(3), 1-6.

Azizah. (2013). Kebahagiaan dan Permasalahan di Usia Remaja. Jurnal


Bimbingan Konseling Islam, 4(2), 295-316.

Azwar, S. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala Psikologi (2 ed.). Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Badudu, J. S, & Zain, S. M. (2001). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Baron, R. A, & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Kesepuluh.


Jakarta: Erlangga

Buss, A. H., & Perry, M. (1992). The Aggression Questionnaire. Journal of


Personality and Social Psychology, 63(3), 452–459.

Chen, C. Y., & Chang, S. L. (2008). An Exploration of The Tendency to Online


Game Addiction Due to Users Liking of Design Features. Asia JOURNAL of
Health and Information Sciences, 3(1-4), 38–51.

Detiknews. (2013). Kecanduan Game Online Bocah Nekat Curi Motor.


http://m.detik.com/news/berita-jawa-barat/d-2148753/kecanduan-game-
online-bocah-ini-nekat-mencuri-motor. Di akses 29 April 2019.

Desmita. (2017). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


52

Dinata, O. (2017). Hubungan Kecanduan Game Online Clash Of Clans Terhadap


Perilaku Sosial. Jom FISIP, 4(2), 1–15.

Edrizal. (2018). Pengaruh Kecanduan Siswa Terhadap Game Online (Studi


Tentang Kebiasaan Siswa Bermain Game Online) Di SMP N 3 Teluk
Kuantan. Jurnal Pajar, 2(6), 1001–1008.

Enung, F. (2007). Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik.


Bandung: Pustaka Setia.

Hardoko. (2015). Remaja Rusia Tewas Karena Game Online Tanpa Henti.
https://internasional.kompas.com/read/2015/09/03/21360261/Main.Game.Onl
ine.22.Hari.Tanpa.Henti.Remaja.Rusia.Tewas. Di akses 10 Februari 2019.

Haqq, T. A. (2016). Hubungan Intensitas Bermain Game Online Terhadap


Agresivitas Remaja Awal di Warnet “A, B, Dan C” Kecamatan Lowokwaru
Kota Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.

Herman, R., Astuti, I., & Yuline. (2016). Analisis Perilaku Agresif Siswa di SMP
LKIA Pontianak. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 7(7). 1–12.

Hidayat, A. A. A. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisis Data.


Jakarta: Salemba Medika.

Hurlock, B . E. (2011). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga

Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenadamedia.

Jap, T., Tiatri, S., Jaya, E. S., & Suteja, M. S. (2013). The Development of
Indonesian Online Game Addiction Questionnaire. PLoS ONE. 8(4), 1–5

Kartasasmita, S. (2013). Happiness Description from Game Online Player. Asian


Conference on Psychology an the Behavioral Science, 1-12

Kompas. (2009). Remaja Australia Ternyata Lebih Nakal dari AS.


https://internasional.kompas.com/read/2009/11/27/17091159/Remaja.Austral
ia.Ternyata.Lebih.Nakal.dari.AS. Di akses 10 Februari 2019.

Krahe, B. (2005). Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kristianto, A. (2009). Perilaku Agresif Anak-Anak Perkampungan Sosial Pingit


Yayasan Sosial Soegijapranata (PSP YSS). Skripsi (tidak diterbitkan).
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Marliani, R. (2015). Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia.


53

Monks, F. J., & Hadinoto, S. R. (2014). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press

Musbikin, I. (2009). Mengapa Anakku Malas Belajar Ya ?. Yogyakarta: Diva


Press

Myers, D.G. (2002). Social Psychology. 7th Edition. North America: McGraw -
Hill.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2006). Desenvolvimento Humano.


(8th ed.). New York: McGraw-Hill

Prasetio, R. E., & Hartosujono. (2013). Hubungan Intensitas Penggunaan Game


Online Kekerasan dengan Perilaku Agresi Pada Pelajar di Wonosobo. Jurnal
SPIRITS, 3(2), 50–57.

Priyatno, D. (2012). Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta:
Andi Publisher.

Purnomo, R. A. (2016). Analisis Statistik Ekonomi dan Bisnis dengan SPSS.


Ponorogo: UNMUH Ponorogo Press.

Purwanti, F. (2013). Identitas Diri Remaja Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 2
Pemalang Ditinjau dari Jenis Kelamin.

Putro, Z. K. (2017). Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Rema.


Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu Ilmu Agama, 17(1), 25–32.

Rahmawati, A., & Asyanti, S. (2017). Fenomena Perilaku Agresif Pada Remaja
Dan Penanganan Secara Psikologis.

Rakhmi, D. I. (2018). Menurunkan Perilaku Agresif Melalui Cerita Imajinatif


Pada Masa Anak Awal. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas
Muhammadiyah Malang.

Radowitz, J. V. (2015). Study finds that violent video games may be linked to
aggressive behavior. http://www.independent.co.uk./news/science/study-
finds-that-violent-video-games-may-be-linked-to-affressive-behavior-
10458614.html. Di akses 10 Juli 2019.

Riduwan, & Akdon. (2015). Rumus dan Data dalam Analisis Data Statistika. (Z.
Arifin.,Ed.). Bandung: Alfabeta.

Rimm (2003). Mendidik Dan Menerapkan Disiplin Pada Anak Prasekolah.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
54

Santoso, Y. R. D., & Purnomo, J. T. (2017). Hubungan Kecanduan Game Online


Terhadap Penyesuaian Sosial Pada Remaja. Humaniora, 4(1), 27–44.

Smart, A. (2010). Cara Cerdas Mengatasi Anak Kecanduan Game. Yogyakarta:


A Plus Books.

Santrock. J. W. (2006). Remaja, Jilid 2 Edisi Ke-Sebelas. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (2014). Adolescence. New York: McGraw - Hill Education.

Sari, D. K., & Karyono. (2016). Kesesakan dan Agresivitas Pada Remaja Di
Kawasan Tambak Lorok Semarang. Jurnal Empati, 5(1), 10–13.

Sary, Y. N. E. (2017). Perkembangan Kognitif dan Emosi Psikologi Masa Remaja


Awal, 1(1), 6–12.

Sripoku. (2018). Salah Paham Saat Main Game Online, Teddy Kena Pukul Teman
Mainnya.http://palembang.tribunnews.com/2018/04/04/salah-saat-main-
game-online-teddy-kena-pukul-teman-mainnya. Di akses 3 Mei 2019.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono, (2016). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Supriyanto, W., & Iswandiri, R. (2017). Kecenderungan Sivitas Akademika dalam


Memilih Sumber Referensi untuk Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di
Perguruan Tinggi. Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi, 13(1), 79-86.

Surbakti, K. (2017). Pengaruh Game Online Terhadpat Remaja. Jurnal Curere,


1(1). 28-38.

Tribunpekanbaru. (2019). Kecanduan Game Online Bocah 13 Tahun Sampai


Disuapin Ibunya di Warnet. https://www.google.com/amp/
pekanbaru.tribunnews.com/amp/2019/02/22/kecanduan-game-online-bocah-
13-tahun-sampai-disuapi-ibunya-di-warnet. Di akses 28 April 2019.

Trisnawati, J., Nauli, F. A., & Agrina. (2007). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Agresif Remaja di SMK Negeri 2 Pekanbaru. JOM PSIK, 1(1),1–9.

Waas, P. M. (2015). Hubungan Antara Kecanduan Bermain Game Online Jenis


Massively Multiplayer Online Frist Person Shooter dengan Perilaku Agresif
Pada Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana. Skripsi (tidak
diterbitkan). Universitas Kristen Satya Wacana

Widia, L. (2015). Anatomi, Fisiologis dan Siklus Kehidupan Manusia.


Yogyakarta: Nuha Medika.
55

Viva. (2018). Fakta dan Data Game Online. https://www.google.com/amp/s/


m.viva.co.id/amp/indepth/sorot/1024018-fakta-dan-data-game-online. Di
akses 29 April 2019.

Widyarti, M. W., & Susilo, J. D. (2015). Sikap Terhadap Kenakalan Remaja


dengan Religiositas Pada Anggota Rekat (Remaja Katolik) Di Surabaya.
Jurnal Experientia, 3(1), 70-71.

Wijayanti, T. W. (2013). Motif dan Adiksi Pemain Game Online : (Studi


Deskriptif Tentang Motif dan Adiksi Pemain Game Online Dragon Nest Di
Surabaya). Journal Universitas Airlangga, 2(1), 1-11.

Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pedriatik Wong Volume 1. Jakarta:


EGC.

Young, K. S. (2011). Internet Addiction: A Handbook and Guide to Evaluation


and Treatment: Hoboken. NJ: John Wiley & Sons.

Anda mungkin juga menyukai