PENDAHULUAN
melakukan interaksi dengan manusia lainnya (Srisusanti & Zulkaida, 2013). Salah
satu bentuk adanya interaksi adalah dengan menjalani sebuah pernikahan (Utami,
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
Ketuhanan Yang Maha Esa” (Wulandari, 2009). Pernikahan juga merupakan salah
satu aspek penting dalam kehidupan dewasa awal, termasuk pada wanita dewasa.
Setiap pasangan berharap agar memiliki pernikahan sesuai dengan apa yang
pernikahan yang sakinah, mawaddah, warrahmah, bahagia serta puas dan berharap
Olds, dan Feldman (2009) setiap pasangan yang menikah akan cenderung
1
Kepuasan pernikahan dikatakan sebagai perasaan subjektif yang dirasakan
pasangan dalam suatu pernikahan, seperti rasa bahagia, puas, serta pengalaman-
Skogrand, 2010). Kepuasan pernikahan juga dapat dilihat dari sejauh mana
pernikahannya (Az Zahra & Caninsti, 2016). Dalam hal ini, ada perbedaan
harapan pernikahan antara wanita dan laki-laki yang menjadi dasar dalam
setiap wanita, dimana kepuasan pernikahan menjadi suatu hal yang berpengaruh
yang sudah menikah lebih bahagia daripada wanita yang belum menikah. Hasil
penelitian yang dilakukan Afni dan Indrijati (2011) menemukan bahwa wanita
2
Agama (Badilag) Mahkamah Agung, tahun 2016 memiliki angka perceraian
mencapai 19,9% dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data 2017, angkanya mencapai
18,8% dari 1,9 juta peristiwa. Jika merujuk data 2017, maka ada lebih 357 ribu
pasang keluarga yang bercerai tahun itu. Sementara itu, menurut data
Kementerian Agama RI, dari banyaknya kasus perceraian yang terjadi pada tahun
2014-2016 diperkirakan 80% perceraian itu terjadi pada pernikahan di bawah usia
lima tahun dan 70% perceraian diajukan oleh istri. Hasil data ini didukung dengan
pendapat dari Walgito (2011) yang mengatakan bahwa angka perceraian tertinggi
adalah fakor usia muda, faktor ekonomi, faktor belum memiliki keturunan dan
faktor suami sering berlaku kasar. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan
memiliki kebahagiaan serta kepuasan, karena pada masa itu adalah masa paling
indah bagi pasangan yang masih dipenuhi oleh perasaan cinta dan gairah (Barash,
2012).
yang mudah, karena setiap kehidupan pernikahan akan selalu ada masalah yang
memicu terjadi perbedaan pendapat dan konflik (Olson, DeFrain & Skogrand,
2010). Hal ini didukung dengan pendapat Walgito (2011) yang mengatakan tahun
3
awal (Early Years) mencakup kurang lebih 10 tahun pertama pernikahan, dalam
menjalani hubungan tahun pertama biasanya sangat sulit untuk dilalui karena
tidak dapat mengantisipasi ketegangan atau tekanan yang timbul. Dalam hal ini,
satunya adalah self efficacy. Menurut penelitian di Iran bahwa sikap self efficacy
dirasakan oleh suami istri (Mashal pour fard, Kavoosi, Ebadi, & Moussavi, 2016).
memotivasi dirinya untuk melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk
suatu kognisi seseorang tentang apakah dia mampu melakukan tindakan untuk
menghasilkan hasil yang diinginkan (Mashal pour fard, Kavoosi, Ebadi, &
Moussavi, 2016).
pour fard, Kavoosi, Ebadi, & Moussavi, 2016). Dampak yang terjadi apabila
seorang wanita memiliki self efficacy yang tinggi pada pernikahannya adalah
wanita akan yakin bahwa dirinya dapat mengontrol situasi dan mampu mengatasi
konflik yang menjadikannya tantangan untuk dapat mencapai tujuan yang sudah
4
Wanita yang merasa dapat mengontrol situasi hubungannya dapat menjadi
depresi ketika tidak dapat mengendalikan agresi verbal atau fisik pasangannya.
bangga untuk mencapai apa pun yang mereka inginkan (Mashal pour fard,
Kavoosi, Ebadi, & Moussavi, 2016). Begitu juga sebaliknya, wanita yang
memiliki self efficacy rendah akan mudah putus asa, cenderung pesimis dalam
adalah apakah ada hubungan antara Self Efficacy dengan Kepuasan Pernikahan
5
1.4 Manfaat Penelitian
sosial.
a. Wanita Menikah
terutama pada periode awal pernikahan dan sebagai wawasan tambahan untuk
b. Peneliti
c. Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan bahan dasar
tersebut tentunya dapat mendukung hasil penelitian ini nantinya, namun dari
penelitian ini tentunya memiliki perbedaan dalam teori, subjek, variabel dan lain
6
1.5.1 Keaslian Topik
Penelitian lain oleh M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita Suminta (2017) dengan
yang dilakukan Siti Fatimah (2018) dengan topik Hubungan Cinta Komitmen
yang dilakukan Putri Soraiya, Maya Khairani, Risana Rachmatan, Kartika Sari
dan Arum Sulistyani (2016) dengan topik Kelekatan Dan Kepuasan Pernikahan
Pada Dewasa Awal Di Kota Banda Aceh. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti
memilih topik Hubungan Self Efficacy dengan Kepuasan Pernikahan Wanita Pada
Religiusitas dengan Kepuasan Perkawinan adalah teori dari Glock dan Stark
(1970) untuk kepuasan perkawinan. M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita Suminta
teori dari Corcoran (2007) untuk kepuasan perkawinan. Lalu penelitian yang
dilakukan Siti Fatimah (2018) dengan topik Hubungan Cinta Komitmen dengan
Putri Soraiya, Maya Khairani, Risana Rachmatan, Kartika Sari dan Arum
menggunakan teori dari Fowers dan Olson (1993). Sedangkan dalam penelitian ini
7
peneliti menggunakan teori dari Fowers dan Olson (1993) mengacu pada 10 aspek
kepuasan pernikahan.
Alat ukur yang digunakan Imannatul Istiqomah dan Mukhlis (2015) tentang
Satisfaction (EMS) oleh Fowers dan Olson yang dimodifikasi oleh penulis sendiri
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (1970). M. Nur
Ghufron dan Rini Risnawita Suminta (2017) tentang Komitmen Beragama dan
alat ukur yang digunakan Siti Fatimah (2018) dengan topik Hubungan Cinta
Satisfaction (EMS) oleh Fowers dan Olson yang dikembangkan oleh Fournier dkk
Kartika Sari dan Arum Sulistyani (2016) dengan topik Kelekatan Dan Kepuasan
disusun oleh Fowers dan Olson (1993) versi 15 butir pernyataan. Sedangkan
(EMS) oleh Fowers dan Olson (1993) yang dimodifikasi oleh peneliti sendiri
8
1.5.4 Keaslian Subjek
Kepuasan Perkawinan adalah 208 orang terdiri dari 103 orang laki-laki dan 105
M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita Suminta (2017) tentang Komitmen Beragama
dan Kepuasan Perkawinan adalah 51 sampel pasangan yang telah menikah dan
salah satunya bekerja menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang tinggal di
Kabupaten Ponorogo. Subjek yang digunakan Siti Fatimah (2018) dengan topik
keseluruhan adalah perempuan, spesifikasi subjek pada penelitian ini adalah istri
yang menjalani hubungan pernikahan jarak jauh, khususnya istri dari suami yang
bekerja sebagai TKI di luar negeri. Selanjutnya subjek yang digunakan Putri
Soraiya, Maya Khairani, Risana Rachmatan, Kartika Sari dan Arum Sulistyani
(2016) dengan topik Kelekatan Dan Kepuasan Pernikahan adalah 120 subjek (27
laki-laki dan 93 perempuan) dengan rerata usia 30 tahun, rerata usia pernikahan 5-
7 tahun dan rerata jumlah anak 2 orang. Sedangkan pada penelitian ini peneliti
menggunakan subjek yaitu 100 wanita dewasa dengan rentang usia pernikahan 1-
5 tahun di Jakarta.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang dirasakan secara subyektif oleh individu-individu yang menikah dapat dilihat
dari aspek-aspek yang terdapat dalam kepuasan pernikahan. Olson dan Fowers
perasaan subjektif yang dirasakan pasangan suami istri berkaitan dengan aspek
yang ada dalam suatu perkawinan, seperti rasa bahagia, puas, serta pengalaman
dapat dilihat dari sejauh mana kebutuhan, harapan, dan keinginan suami istri
sendiri. Beda halnya dengan pendapat dari Dowlatabadi, Sadaat dan Jahangiri
10
Dari beberapa pedapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
berdasarkan pada teori yang di kemukakan oleh Fowers dan Olson (1993).
a. Komunikasi (Communication)
11
mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai agama yang dianut kepada
anut.
Aspek ini mengukur persepsi suami istri terhadap suatu masalah serta
yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Aspek ini juga menilai
masalah dalam pernikahan. Konflik dapat muncul jika salah satu pihak
12
f. Orientasi seksual (Sexual Orientation)
Aspek ini berfokus pada refleksi sikap yang berhubungan dengan masalah
Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini
Aspek ini mengukur sikap dan perasaan terhadap tugas mengasuh dan
penting halnya dalam pernikahan. Orang tua biasanya memiliki cita- cita
13
pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat
terwujud.
sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan
rumah, seks, dan peran sebagai orang tua. Suatu peran harus
sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa
malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih
tinggi.
14
(Religius Orientation), Pemecahan masalah (Conflict Resolution), Manajemen
Keluarga dan teman (Family and Friend), Anak-anak dan pengasuhan (Children
(Equalitarium Role).
a. Kekuatan komitmen
Orang yang menikah pada usia dua puluhan memiliki kesempatan lebih
sukses dalam pernikahan, daripada yang menikah pada usia yang lebih
muda.
15
d. Kelenturan dalam menghadapi kesulitan ekonomi
kebutuhan hidup akan dapat tercukupi dengan baik bila pasangan suami-
e. Agama
Orang yang memandang agama sebagai hal yang penting relatif jarang
f. Dukungan Emosional
dari lingkungan.
dalam pernikahan, di sisi lain suami cenderung puas jika istri mereka
menyenangkan.
16
Sedangkan menurut Baron dan Byrne (2005) ada tiga faktor yang
Sejauh mana dua orang percaya bahwa mereka serupa pada hal-hal
serupa.
b. Faktor-faktor kepribadian
paling baik bukan oleh pasangan hidup yang serupa, tetapi oleh seseorang
waktu dan penurunan yang paling cepat terjadi selama empat tahun
pernikahan.
17
4. Tahap-Tahap Periode Pernikahan
agar mengerti tentang konsep perjalanan hidup pasangan serta masa-masa krisis
Masa ini merupakan masa perkenalan dan masa penyesuaian diri bagi
kedua belah pihak, pasangan suami istri berusaha untuk saling mengenal,
tahun keempat pekawinan. Suami istri harus saling belajar satu sama lain
untuk saling mengenal, sebab pada masa ini biasanya terjadi suatu krisis
ketigapuluh dari masa perkawinan. Masa yang terjadi pada tahap ini
adalah “child full phase” yang kemudian diikuti oleh “us aging phase”.
18
pengembangan dan pemeliharaan keluarga, selain itu suami istri harus
Bagi suami istri yang tidak memiliki anak, maka fase ini dapat
yang berarti bahwa suami istri serasa berada dalam sarang kosong
Pasangan suami istri berada dalam peran yang baru, misalnya bertindak
sebagai kakek atau nenek, menikmati hari tua bersama-sama atau hidup
sendiri lagi karena salah satu pasangan telah meninggal lebih dulu.
Masa ini merupakan masa pensiun atau pengunduran diri dari kegiatan-
19
2.2 Self Efficacy
bahwa self efficacy adalah proses kognitif yang mempengaruhi motivasi seseorang
terpenuhinya motif mengarah pada tindakan yang diharapkan sesuai situasi yang
persepsi diri sendiri mengenai seberapa kuat diri dapat bertahan dalam situasi
tidak tergantung pada jenis keterampilan dan keahlian, tetapi lebih berhubungan
20
dengan keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan dengan berbekal
kemampuan diri. Self efficacy lebih penting dari kemampuan yang sebenarnya,
karena hasil penilaian diri akan mempengaruhi cara berfikir, reaksi emosi dan
perilaku individu.
adalah suatu pandangan atau persepsi mengenai keyakinan diri sendiri untuk dapat
dihadapinya.
memiliki Self Efficacy yang berbeda yang berdasarkan tiga dimensi. Berikut tiga
a. Level
atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas
21
kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang
rasakannya.
b. Strength
level, yaitu makin tiggi level taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan
c. Generality
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu
Berdasarkan uraian di atas, tiga dimensi self efficacy pada setiap individu
22
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy
Menurut Bandura (1997), ada empat faktor penting yang digunakan individu
pencapaiannya, yaitu:
semakin tinggi.
tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang memiliki
efficacy.
23
b. Pengalaman Orang lain (Vicarious Experience)
dengan kemampuan yang sama berhasil dalam suatu bidang atau tugas
melalui usaha yang tekun, individu juga akan merasa yakin bahwa dirinya
juga dapat berhasil dalam bidang tersebut dengan usaha yang sama.
berusaha dengan keras, individu juga akan ragu untuk berhasil dalam
dengan mengamati perilaku dan cara berfikir model tersebut akan dapat
24
c. Persuasi Verbal (Verbal Persuasion)
persuasi verbal. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang
ini adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistis dari apa
d. Keadaan Emosional
self efficacy dibidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas dan stres
dapat mengurangi self efficacy, namun bisa juga terjadi peningkatan emosi
tingkah laku dapat terjadi kalau sumber ekspektasi self efficacy berubah.
25
4. Proses-Proses Self Efficacy
Menurut Bandura (1997), ada empat proses psikologis dalam self efficacy
a. Proses Kognitif
terlebih dahulu. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi lebih
b. Proses Motivasi
beberapa hal, yaitu salah satunya menentukan tujuan yang telah ditentukan
c. Proses Afektif
individu akan coping mereka turut mempengaruhi level stres dan depresi
26
seseorang saat mereka menghadapi situasi yang sulit. Persepsi self efficacy
d. Proses Seleksi
Self efficacy pada wanita menikah diharapkan mampu menjadi solusi untuk
memberikan keyakinan dan kemampuan pada setiap konflik yang terjadi dalam
rumah tangga. Dlam hal ini self efficacy dapat diartikan sebagai keyakinan
27
melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu
(Bandura, 1997).
Self efficacy memiliki tiga dimensi, yaitu dimensi level, strength, dan
generality. Menurut Bandura (1997) seseorang yang memiliki self efficacy tinggi
itu, self efficacy dapat membantu wanita menikah memiliki kemampuan dalam
manajemen konflik yang mereka hadapi. Karena jika wanita tidak memiliki
(Fajar, 2016). Hal ini sama dengan yang dikatakan oleh Papalia, Olds, dan
sebagai sejauh mana pasangan yang menikah merasakan dirinya tercukupi dan
akan berdampak pada kepuasan pernikahan, hal tersebut juga didukung oleh hasil
dapat meningkatkan kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh suami istri (Mashal
Mengacu kepada beberapa uraian di atas, jelas ada keterkaitan antara self
28
memiliki self efficacy tinggi akan lebih mampu memecahkan permasalahan rumah
tangga dengan baik, sehingga kondisi tersebut sangat mendukung individu untuk
Gambar 1
Kerangka Berfikir Hubungan antara Self Efficacy dengan Kepuasan
Pernikahan Pada Wanita Periode Awal Pernikahan
Wanita Menikah
(Usia pernikahan 1-5 tahun menikah)
Rendah Tinggi
Keterangan : = Mempunyai
= Mempengaruhi
29
2.4 Hipotesis
teori-teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil suatu hipotesa
yaitu : ada hubungan antara self efficacy dengan kepuasan pernikahan wanita pada
periode awal pernikahan. Ada hubungan positif yaitu semakin tinggi self efficacy
maka semakin tinggi kepuasan pernikahan wanita pada periode awal pernikahan.
Begitu juga sebaliknya, semakin rendah self efficacy maka semakin rendah
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Variabel dapat dikatakan sebagai suatu atribut seseorang, atau obyek yang
mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lainnya, variabel juga dapat
merupakan atribut dari bidang keilmuan dan kegiatan tertentu (Sugiyono, 2016).
Hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain dalam penelitian
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
pernikahan yang dijalankan setiap pasangan, dan dapat memenuhi harapan setiap
31
pasangan. Kepuasan pernikahan dapat menjadi tolak ukur sebagai sebuah
ENRICH Marital Satisfaction yang dikemukakan oleh Fowers dan Olson (1993)
Self efficacy adalah suatu pandangan atau persepsi mengenai keyakinan diri
sendiri untuk dapat menilai sejauh mana diri sendiri mampu menjalani
menggunakan skala terjemahan Bandura, yaitu General Self Efficacy (GSE) dari
Schwarzer dan Jerusalem (1995) berdasarkan tiga dimensi self efficacy yang
32
dikemukakan oleh Bandura (dalam Ghufron dan Risnawita, 2010) yaitu: 1)
3.3.1 Populasi
penelitian ini adalah populasi terhingga, namun jumlahnya terlalu banyak, maka
Berikut data populasi selama 5 tahun terakhir yang didapatkan dari website
data.jakarta.go.id.
Tabel 3.1
Data populasi registrasi pernikahan di DKI Jakarta
Tahun Jumlah
2013 - 2014 57652
2015 - 2016 55969
2017 - 2018 56766
Total 170387
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut, bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan
33
sampel ini didapatkan menggunakan Rumus Slovin. Dimana Rumus Slovin adalah
sebuah rumus atau formula untuk menghitung jumlah sampel minimal apabila
Ket :
n = Sampel
N = Populasi
= Batas toleransi kesalahan (error tolerance)
sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling
(Sugiyono, 2016). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling
siapa saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel, bila ditemukan orang yang kebetulan ditemui itu cocok
34
3.4 Metode Pengumpulan Data
menggunakan skala sikap. Skala sikap menurut Azwar (2011) adalah kumpulan
sehingga respon seseorang terhadap pernyataan tersebut dapat diberi angka (skor)
dan kemudian diinterpretasikan. Jenis skala yang digunakan adalah skala likert,
yang merupakan metode untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
antara konsep diri dengan kepuasan pernikahan wanita pada periode awal
pernikahan.
yang dikemukakan oleh Olson dan Fowers (1993) pada ENRICH Marital
35
(Family and Friend), Anak-anak dan pengasuhan (Children and Parenting),
Jika nilai skala dari aspek tersebut tinggi, maka kepuasan pernikahan tersebut
tinggi, sedangkan jika nilai skala dari aspek tersebut rendah maka kepuasan
Skala ini dikembangkan dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari
jawaban, yaitu : sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS), sesuai (S), dan
SS=1, S=2, TS=3, STS=4. Berikut adalah Blue Print yang menyajikan distribusi
Tabel 3.2
Blue Print Skala Kepuasan Pernikahan Sebelum Uji Coba (Try Out)
36
3.4.2 Skala Self Efficacy
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self efficacy yang
dikembangkan oleh peneliti berdasarkan tiga dimensi dari self efficacy yang
dikemukakan oleh Bandura (dalam Ghufron & Risnawita, 2010), yaitu level,
strength, generality. Jika nilai skala dari dimensi tersebut tinggi, maka self
efficacy tersebut tinggi, sedangkan jika nilai skala dari dimensi tersebut rendah
Skala ini dikembangkan dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari
jawaban, yaitu : sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS), sesuai (S), dan
SS=1, S=2, TS=3, STS=4. Berikut adalah Blue Print yang menyajikan distribusi
Tabel 3.3
Blue Print Skala self efficacy Sebelum Uji Coba (Try Out)
37
3.4.3 Validitas Alat Ukur
Hasil penelitian dikatakan valid apabila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada pada obyek yang diteliti.
Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
hendak diukur. Uji validitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji
validitas internal, yang berupa nontest (mengukur sikap), validitas isi dapat
dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan
yang baik dan terukur nilainya berkisar 0,30 dan nilai ini dianggap bisa
Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat daya diskriminasi aitem/daya
beda aitem korelasi aitem total dari alat ukur untuk digunakan dalam penelitian.
Daya diskriminasi aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara
individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut
yang diukur (Azwar, 2012). Daya diskriminasi aitem memiliki batasan nilai 0,3
38
3.4.5 Reliabelitas Alat Ukur
kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu (Sugiyono, 2016).
kisaran rxx = 0,90. Lebih tinggi lagi adalah lebih baik sehingga dapat diyakini
bahwa eror yang terjadi adalah sangat kecil. Instrumen riset yang hanya dapat
Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau
sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data ini meliputi:
data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan
masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan
(Sugiyono, 2016).
populasi atau menguji ukuran populasi melalui data sampel (Sugiyono, 2016).
39
Statistik inferensial parametris meliputi : uji asumsi dan uji hipotesis. Uji
dianalisis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi terhadap data yang diperoleh,
meliputi :
a. Uji Normalitas
mempunyai distribusi normal atau tidak mendekati normal. Sebaran data normal
atau tidak normal pada penelitian adalah dengan teknik statistik One Sample
b. Uji Linearitas
hubungan yang linear atau tida secara signifikan. Uji linearitas ini dilakukan
korelasi antara variabel independen dengan dependen dan berapa besar serta
40
DAFTA R PUSTAKA
Adicondro, N., & Purnamasari, A. (2011). Efikasi diri, Dukungan Sosial Keluarga
Dan Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII. Humanitas, 3.
Alwisol. (2006). Psikologi Kepribadian (Edisi Revi). Malang: PT. UMM Press.
Barash, S. S. (2012). The Nine Phases of Marriage : How to Make It, Break It,
Keep It. New York: St. Martin’s Press.
Baron, A. R., & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Kesepuluh (10th
ed.). Jakarta: Erlangga.
41
Ghufron, M. N., & Suminta, R. R. (2017). Komitmen Beragama dan Kepuasan
Perkawinan pada Pasangan yang Bekerja Menjadi Tenaga Kerja Indonesia.
Psikohumaniora, 2. https://doi.org/DOI:
http://dx.doi.org/10.21580/pjpp.v2i2.2172
Mashal pour fard, M., Kavoosi, M., Ebadi, Z., & Moussavi, S. (2016). The
Relationship between Self-efficacy and Marital Satisfaction among Married
Students. International Journal of Pediatrics, 4(8), 3315–3321.
https://doi.org/10.22038/IJP.2016.7384
Olson, D., DeFrain, J., & Skogrand, L. (2010). Marriages and Families: Intimacy,
Diversity, and Strengths 7 Edition (7 edition). Boston: McGraw-Hill
Humanities.
Papalia, E. D., Olds, W. S., & Feldman, D. R. (2009). Human Development, Edisi
10 Perkembangan Manusia. (R. Widyaningrum, Ed.) (10th ed.). Jakarta:
Salemba Humanika.
Stutzer, A., & Frey, B. S. (2005). Does Marriage Make People Happy, Or Do
Happy People Get Married?, (1811). Retrieved from
https://psydok.psycharchives.de/jspui/bitstream/20.500.11780/1124/1/dp181
1.pdf
42
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
43
Inisial :
Petunjuk :
Berikut adalah sejumlah pernyataan. Pilihlah satu pilihan jawaban pada setiap
sejujur-jujurnya seseuai dengan apa yang anda pahami pada setiap pernyataan.
adalah baik untuk memeriksanya kembali untuk meninjau apakah ada nomor yang
Silahkan beri tanda ceklis (√) pada salah satu dari empat pilihan di kotak
Contoh :
44
No. Pernyataan SS S TS STS
Saya puas dengan cara kami
1
menyelesaikan masalah dalam hubungan
Saya mendapatkan kepuasan saat
2 melakukan hubungan seksual bersama
suami saya
Saya merasa nyaman saat menyampaikan
3
pendapat kepada suami saya
Sampai saat ini saya dan suami masih
4 belum bisa mengatur keuangan dengan
baik
Saya merasa hubungan seksual saya
5
tidak seperti yang diharapkan
45
Saya merasa puas dengan
16 pembagian peran dalam rumah
tangga
Saya dan suami memiliki
17 pandangan yang berbeda dalam
mengurus anak
Saya dan suami berbicara secara
18 terbuka mengenai hubungan seksual
yang kami alami
Kami bekerjasama dalam mengatasi
19 konflik rumah tangga yang kami
alami
Saya dan suami mempunyai
20 komitmen untuk mengatur keuangan
bersama-sama
Saya puas dengan kesepakatan
21
kami dalam mengurus anak
46
No. Pernyataan SS S TS STS
Saya dapat menyelesaikan masalah yang
1
saya hadapi
Saya tetap melakukan sesuatu di luar batas
2
kemampuan saya
Saya dengan mudah mengetahui batas
3
kemampuan diri saya
Saya cenderung membiarkan masalah dalam
4
rumah tangga saya
5 Saya tetap berusaha walaupun sudah gagal
Saya mampu menjadi seorang istri dan
6
wanita karir disaat bersamaan
Saya mampu memotivasi diri sendiri untuk
7
mencapai tujuan
Saya dengan mudah memotivasi diri untuk
8
dapat memecahkan masalah
Saya dapat melakukan pekerjaan rumah
9
yang biasa dilakukan suami saya
Saya tidak melakukan sesuatu yang
10
melampaui batas kemampuan saya
Saya tidak ragu melakukan sesuatu hal yang
11
belum pernah saya lakukan
Saya dapat menghadapi masalah sesulit
12
apapun
Saya ragu terhadap kemampuan diri saya
13
dalam memecahkan masalah
Saya kurang yakin dengan kemampuan
14
yang saya miliki
Ketika saya dihadapkan dengan beberapa
15 masalah, saya yakin bisa menemukan
solusinya
Saya tetap tenang jika memiliki masalah
16
sesulit apapun
Kegagalan membuat saya berhenti untuk
17
berusaha
Saya tidak yakin untuk melakukans sesuatu
18
yang belum pernah saya kerjakan
Saya tahu apa yang harus dilakukan jika ada
19
masalah dalam rumah tangga
Saya sulit memotivasi diri untuk dapat
20
memecahkan masalah
47