Anda di halaman 1dari 7

PSYCHOPOLYTAN (Jurnal Psikologi)

MAKSIMAL 15 HALAMAN
Psychopolytan : Jurnal Psikologi ISSN CETAK : 2614-5227
VOL. 3 No. 1, Agustus 2019 ISSN ONLINE : 2654-3672

GAMBARAN AGRESIVITAS PADA REMAJA AWAL YANG BERMAIN


GAME ONLINE

Nama Penulis1, Nama penulis2, Nama Penulis3 (12pt Bold)


1
Fakultas Psikologi, Universitas Abdurrab,
Jl. Riau Ujung No. 73 , Pekanbaru, Indonesia 28282 (10pt Normal Italic)
2
Afiliasiku ditulis di sini
Ini alamat afiliasiku dituliskan lengkap di sini

penuliskorespondensi@email.com

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyajikan gambaran yang jelas tentang agresivitas di kalangan gamer
online remaja awal. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Data penelitian ini berasal dari wawancara, observasi, dan tinjauan pustaka. Temuan ini
menunjukkan bahwa game online yang berisi kekerasan dapat meningkatkan agresi pada remaja awal. Agresi
fisik, agresi verbal, dan perilaku yang merusak barang milik orang lain merupakan contoh perilaku agresif.

Kata kunci: Agresivitas; Remaja Awal; Game Online

Abstract
The goal of this study is to present a clear picture of hostility among early adolescent internet gamers. The
research method employed was qualitative research with a descriptive approach. This study's data came from
interviews, observations, and a review of the literature. The findings indicate that violent online games might
enhance the aggression of early adolescents. Physical aggression, verbal aggression, and behavior that
damages other people's property are all examples of aggressive behavior.

Keywords: Aggression; Early Adolescents; Online Gaming

PENDAHULUAN

Munculnya produk-produk teknologi merupakan suatu bentuk dari adanya


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Produk-produk teknologi ini beragam jenis
dan kegunaannya. Pengenalan video game dan permainan internet merupakan salah satu
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan statistik We Are Social, Indonesia
memiliki jumlah pemain video game tertinggi ketiga di dunia, hanya tertinggal dari Filipina
dan Thailand. Setidaknya terdapat 94,5% pengguna internet di Indonesia yang bermain video
game. 68,1% dari mereka menggunakan smartphone untuk bermain video game dan sisanya
menggunakan perangkat lain (Dihini, 2022). Data tersebut menunjukkan bahwa game online
paling banyak diakses dengan menggunakan smartphone dibandingkan dengan PC game. Hal
tersebut terjadi karena smartphone paling mudah untuk digunakan serta diaksesnya. Selain itu
melalui smartphone, game online dapat didownload secara gratis, dapat digunakan oleh
siapapun, serta dapat dibawa kemana saja oleh penggunanya.
Menurut survei yang dilakukan oleh APJI, 42,23% orang-orang menuntaskan waktu
lebih dari 4 jam per hari untuk bermain game online. 27,46% bermain game online selama 3-4
231 nama penulis – Judul Tulisan: Singkat dan
Padat
Psychopolytan : Jurnal Psikologi ISSN CETAK : 2614-5227
VOL. 3 No. 1, Agustus 2019 ISSN ONLINE : 2654-3672

jam per hari, 11,94% bermain game online selama 2-3 jam per hari dan sisanya 11,10%
menghabiskan 1-2 jam per hari untuk bermain game online (Muhamad, 2023). Game online
diartikan sebagai permainan digital yang digunakan dengan memanfaatkan jaringan internet
agar bisa terhubung antara pemain yang satu dengan yang lainnya di waktu yang bersamaan
(Setiawati & Gunado, 2019).
Jika dilihat dari usia, pengguna game online rata-rata merupakan remaja yang berada
direntang usia 12-16 tahun. Hal tersebut terjadi karena remaja pada usia 12-16 tahun lebih
menyenangi melakukan kegiatan yang memberikan mereka kesenangan, sehingga dikatakan
remaja yang berada pada usia tersebut masih pada masa rentan (Mais, Rompas, & Gannika,
2020). Oleh karena itu, game online telah menjadi salah satu jenis hiburan paling populer di
masyarakat teknologi yang berkembang pesat saat ini, khususnya di kalangan remaja awal.
Namun fenomena game online di kalangan remaja tersebut dapat memunculkan dampak
positif dan dampak negatif.
Menurut Griffiths dan Hussain dalam Anggraeni, Agustiani, Novianti, & Ninin (2021)
mengungkapkan dampak positif dari game online antara lain yakni dapat mengurangi rasa
kesepian, frustasi, bahkan hingga stress. Selain itu, game online bisa membuat pengguanya
dapat melatih perencanaan dan strategi. Akan tetapi, di samping itu game online juga dapat
berdampak negatif bagi penggunanya jika dimainkan secara berlebihan. Salah satu dampak
negatifnya adalah pengguna mengalami kecanduan bermain game online.
Menurut Gurusinga dalam Fembi, Nelista, & Vianitati (2022) menyebutkan remaja di
Indonesia yang mengalami kecanduan game online berada di rentang usia 15-18 tahun. Data
menunjukkan 77,5% terjadi pada remaja laki-laki dan sisanya 22,5% dialami oleh remaja
perempuan. Menurut Weinstein, kecanduan game online dijumpai dengan individu bermain
game secara berlebihan mempunyai dampak yang merugikan bagi para pemain game itu
sendiri. (Febriandari, Nauli, & HD, 2016).
Game online tak saja menyediakan pengalaman intermezo, tapi juga menciptakan
lingkungan virtual yang dapat mempengaruhi perilaku dan emosi pemain, terutama dalam
konteks agresivitas. Perilaku agresif pada remaja ini disebabkan oleh kecanduan terhadap
game online. Perilaku agresif diartikan sebagai sebuah perilaku yang menyebabkan luka fisik
maupun psikologis pada orang lain dan mengakibatkan kerusakan pada benda (Putri, 2019).
Contoh perilaku agresif itu sendiri seperti suka melawan, tidak stabil, gelisah, dan tingkah
laku negatif lainnya. Agresivitas sering kali terjadi pada remaja awal karena dari segi
kematangan emosi mereka masih cenderung untuk sulit dikontrol dan masih belum stabil.
Selain itu, remaja awal masih mempunyai kesulitan untuk mengerti dan dimengerti orang lain.
Tanjung dalam Trimawati & Wakhid (2020) Dijelaskan bahwa game online memiliki
unsur yang mungkin berdampak pada agresi. Game online yang sering kali mencakup tema-
tema yang melibatkan kekerasan dan konflik. Contohnya game yang bergenre First Person
Shooter (FPS) dapat memunculkan perilaku agresif bagi penggunanya, terutama pada remaja
awal. Hal tersebut dapat terjadi karena adegan kekerasan yang dipertontonkan dapat dibuat
teladan, Alhasil, model yang melakukan kekerasan tersebut mengalami proses pembelajaran.
Selain itu, perilaku kekerasan mungkin berkembang ketika karakter game dikalahkan. Dimana
tindakan agresif yang kerap timbul seperti berbicara kasar, membanting keyboard, dan
sebagainya (Ramadhani, 2013).
Adanya keterkaitan sebab akibat terlihat ketika terjadi kecanduan permainan daring,
yang pada gilirannya dapat menginduksi perilaku agresif pada para pelajar. Hal ini disebabkan
oleh kecenderungan para siswa yang sering terlibat dalam aktivitas bermain permainan daring
dengan muatan kekerasan, seperti Free Fire, PUBG, dan Mobile Legends. Perilaku agresif

232 nama penulis – Judul Tulisan: Singkat dan


Padat
Psychopolytan : Jurnal Psikologi ISSN CETAK : 2614-5227
VOL. 3 No. 1, Agustus 2019 ISSN ONLINE : 2654-3672

yang muncul mencakup tindakan fisik, seperti sering melakukan pukulan kepada teman ketika
merasa kesal, terlibat dalam pertengkaran fisik, dan kesulitan untuk mengendalikan dorongan
untuk menggunakan kekerasan. Di samping agresi fisik, pelajar juga menunjukkan perilaku
agresif verbal, seperti menggunakan kata-kata kasar atau makian (Rondo, Wungouw, &
Onibala, 2019).
Menurut Linda dalam Putri (2019), perilaku agresivitas pada remaja dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yakni faktor turunan (gen, sistem otak, dan kimia darah) serta faktor
sekitar (pengaruh teman sebaya, amarah, kemiskinan, dan aninomitas). Agresivitas pada
remaja awal menjadi perhatian serius dalam konteks sosial dan psikologis karena dapat
mempunyai dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan individu dan masyarakat.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa paparan terus-menerus terhadap konten agresif
di dalam game dapat berkontribusi pada peningkatan tingkat agresivitas pada remaja awal.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai
tingkat agresivitas pada remaja awal yang aktif bermain game online.
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat ditemukan wawasan yang lebih mendalam
tentang bagaimana bermain game berkontribusi pada tingkat agresivitas remaja awalTemuan
penelitian ini diyakini dapat menjadi landasan untuk merancang strategi intervensi yang lebih
efektif dan membantu mendukung perkembangan positif remaja di tengah era teknologi ini.
Dengan memahami gambaran agresivitas pada remaja yang bermain game, kita dapat
mengambil tindakan yang lebih efisien dalam membentuk pengalaman bermain yang positif
dan memastikan kesejahteraan mental dan emosional remaja awal.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan


deskriptif. Ini berusaha untuk memahami dan mengkarakterisasi kejadian maupun kejadian
tertentu secara mendalam dan rinci tanpa mencoba untuk menyimpulkan atau menguji
hubungan sebab dan akibat (Sekaran & Bougie, 2016). Dalam proses pendapatan data,
penelitian ini didapatkan dari wawancara pada tiga remaja yakni AS (12 tahun), SS (13
tahun), dan HR (15 tahun). Mereka dipilih sebagai informan karena mereka masuk ke dalam
kategori remaja awal (early adolescene) yaitu dari usia 12 hingga 15 tahun (Sarwono, 2006).
Selain wawancara, data penelitian ini dikumpulkan melalui observasi dan tinjauan pustaka.
Jika penelitiannya mengenai perilaku manusia, proses kerja, atau kejadian alam, dan tidak
terlalu banyak orang yang diamati, maka yang digunakan adalah observasi. (Sugiyono, 2015).
Sedangkan studi literatur adalah cara mengumpulkan data yang melibatkan pemahaman dan
penelitian teori dari berbagai karya sastra seperti buku, jurnal, dan lainnya yang memiliki
hubungan dengan topik penelitian (Adlini, Dinda, Yulinda, Chotimah, & Merliyana, 2022).

HASIL

Masa remaja merupakan tahap antara masa kanak-kanak dan kedewasaan. Masa remaja
berlangsung antara 12 dan 21 tahun untuk wanita dan 13 hingga 22 tahun untuk pria. Masa
remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa remaja akhir
(18-22 tahun) merupakan tiga fase masa remaja (Ramadhani, 2013). Penelitian ini akan
melihat bagaimana remaja awal yang bermain game online menggambarkan agresi mereka.
Berikut data informan yang digunakan dalam penelitian ini:
233 nama penulis – Judul Tulisan: Singkat dan
Padat
Psychopolytan : Jurnal Psikologi ISSN CETAK : 2614-5227
VOL. 3 No. 1, Agustus 2019 ISSN ONLINE : 2654-3672

Tabel 1.
Data Informan
Inisial Usia Jenis Kelamin Jenis Game Online
AS 12 Perempuan Mobile Legends
SS 13 Laki-laki Mobile Legends
HR 15 Laki-laki Free Fire
Sumber: Data diolah peneliti (2023)

Remaja awal yang aktif bermain game online telah menjadi kelompok signifikan dalam
masyarakat kontemporer. Fenomena ini tercermin dalam partisipasi intens mereka dalam
berbagai permainan daring yang mencakup berbagai genre, seperti tembak-menembak
(shooter), permainan pertarungan (battle royale), dan strategi daring. Berdasarkan tabel 1
informan pada penelitian ini memainkan game online seperti mobile legends dan free fire.
Mobile Legends: Bang Bang merupakan game multiplayer online battle arena (MOBA) yang
populer. Game besutan Moonton ini ditujukan untuk dimainkan pada platform perangkat
seluler (Ramadhan & Ramadan, 2023). Dalam konflik 5 lawan 5, pengguna membentuk tim
dengan pemain lain untuk bersaing dengan tim musuh. Sedangkan Garena Free Fire atau biasa
disebut Free Fire merupakan game battle royale besutan Garena. Game yang dirancang untuk
dimainkan di perangkat seluler ini mempertemukan 50 pemain dengan tujuan menjadi pemain
terakhir yang tersisa.
Wawancara yang dilakukan pada tiga informan terkait dengan frekuensi bermain game
online, Rata-rata AS menghabiskan tiga jam setiap hari untuk bermain game online. HR
menghabiskan lebih dari 5 jam per hari untuk bermain game online, sedangkan SS
menghabiskan 3-4 jam setiap hari. Intensitas remaja awal bermain game internet dalam jangka
waktu yang lama mungkin menimbulkan konsekuensi yang berbahaya. Salah satunya adalah
desensitisasi terhadap kekerasan. Paparan terus-menerus terhadap konten kekerasan dalam
permainan dapat menyebabkan desensitisasi terhadap kekerasan. Remaja mungkin menjadi
kurang sensitif terhadap dampak negatif perilaku agresif. Beberapa penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa semakin lama waktu yang dihabiskan bermain game, terutama game
yang mengandung unsur kekerasan, semakin tinggi risiko menunjukkan perilaku agresif.
Paparan berlebihan terhadap kekerasan dalam game dapat mempengaruhi respons emosional
dan perilaku.
Seperti wawancara yang dilakukan oleh AS ketika bermain game online tanpa sadar
sering mengeluarkan bahasa kasar sertai makian kepada rekannya jika tidak bermain secara
baik. Hal tersebut juga terjadi pada SS dan HR yang juga sering menggunakan bahasa kasar
saat bermain game online. Selain itu, informan AS, SS, dam HR juga mengaku sering
melampiaskan kemarahan mereka pada benda disekitarnya seperti dengan sengaja
menghentak-hentakan keyboard, memukul-mukul meja, bahkan hingga tanpa sadar memukul
temannya karena kesal saat kalah bermain game online.

DISKUSI

Agresivitas adalah tindakan kasar secara fisik dan verbal yang ditujukan kepada orang
lain maupun objek-objek lainnya. Sehingga dalam konteks ini, agresivitas pada remaja dapat
diartikan sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh remaja seperti melukai, menyakiti, atau
234 nama penulis – Judul Tulisan: Singkat dan
Padat
Psychopolytan : Jurnal Psikologi ISSN CETAK : 2614-5227
VOL. 3 No. 1, Agustus 2019 ISSN ONLINE : 2654-3672

merugikan orang lain, baik itu dilakukan secara verbal maupun fisik (Putri, 2019). Agresivitas
rawan dialami oleh remaja awal karena usia 12-15 tahun adalah periode awal dari masa
remaja, yang sering disertai dengan perubahan hormonal yang signifikan. Fluktuasi hormon
dapat mempengaruhi suasana hati dan respon emosional, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan potensi agresivitas. Oleh karena itu, paparan terhadap konten kekerasan
melalui media, termasuk game online, dapat mempengaruhi cara remaja merespon situasi
konflik. Paparan berlebihan terhadap kekerasan bisa memperbesar kemungkinan perilaku
agresif.
Menurut Atkinson dan Hilgard dalam Putri (2019) memaparkan setidaknya terdapat tiga
aspek agresivitas yaitu agresivitas fisik, agresivitas verbal, dan merusak harta benda milik
orang lain. Berikut paparan dari tiga aspek tersebut:
1. Agresivitas fisik
Agresivitas fisik diartikan sebagai penggunaan kekerasan fisik untuk
mengungkapkan kemarahan dan perasaannya, yang ditujukan kepada orang lain yang
dianggap sebagai sumber kemarahan/emosi yang tidak menyenangkan atau menyinggung
(Putri, 2019). Remaja awal yang intensif bermain game online mungkin menunjukkan
perilaku agresif fisik, seperti kecenderungan untuk memukul atau menyerang teman atau
lawan dalam permainan. Hal ini dapat menciptakan situasi ketegangan di dunia nyata.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada informan AS, SS, dan HR
menunjukkan bahwa mereka sering kali melakukan agresivitas fisik kepada teman saat
bermain game online. Agresivitas fisik yang mereka lakukan seperti memukul teman. Hal
tersebut terkadang dilakukan tanpa mereka sadari.

2. Agresivitas verbal
Agresivitas verbal diartikan sebagai kata-kata yang ditujukan kepada orang lain yang
dianggap menyinggung, penghinaan (makian), dan perilaku yang terkesan menyalahkan
orang lain merupakan contoh perilaku seperti ini yang dapat menimbulkan kerugian
psikologis bagi sasarannya (Putri, 2019). Selain agresi fisik, agresivitas verbal juga dapat
muncul. Remaja mungkin menggunakan kata-kata kasar, makian, atau ancaman verbal
terhadap sesama pemain atau bahkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan pada AS, SS, dan HR menunjukkan bahwa mereka sering
kali menggunakan kata-kata kasar yang mengandung umpatan atau makian pada orang
lain.

3. Merusak harta benda milik orang lain


Perilaku tersebut seperti melakukan perusakan harta benda miliki orang lain dan
secara tidak langsung melukai orang lain (Putri, 2019). Remaja awal mungkin mengalami
tingkat frustrasi atau kecaman yang tinggi ketika bermain game online, terutama jika
mereka mengalami kekalahan atau kesulitan dalam mencapai tujuan tertentu dalam
permainan. Merusak harta benda di dunia nyata bisa menjadi cara mereka
mengekspresikan emosi negatif ini. Seperti halnya yang terjadi pada HR yang kadang kala
menghentak-hentakan keyboard ketika kalah bermain game online.
Paparan tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa
semakin sering remaja bermain game online bertema kekerasan, maka semakin sering pula
remaja menyaksikan perilaku kekerasan yang ditampilkan dalam game tersebut, sehingga
berdampak pada berkembangnya pola pikir tentang tindakan kekerasan dan peningkatan
perilaku agresif di dalamnya (Trimawati & Wakhid, 2020). Pernyataan tersebut

235 nama penulis – Judul Tulisan: Singkat dan


Padat
Psychopolytan : Jurnal Psikologi ISSN CETAK : 2614-5227
VOL. 3 No. 1, Agustus 2019 ISSN ONLINE : 2654-3672

mencerminkan keprihatinan sejumlah penelitian dan pandangan di lapangan yang mengaitkan


paparan terus-menerus terhadap Perilaku agresif remaja meningkat ketika mereka memainkan
game internet yang mengandung kekerasan khususnya pada remaja awal.
Paparan terus-menerus terhadap kekerasan dalam game online dapat merangsang atau
meningkatkan kecenderungan agresif pada pemain. Ini mungkin tercermin dalam peningkatan
perilaku agresif baik dalam konteks permainan maupun di kehidupan sehari-hari. Remaja
awal mungkin kurang dapat membedakan antara dunia virtual dan dunia nyata, terutama jika
mereka terpapar terus-menerus pada konten yang menggambarkan kekerasan. Hal ini dapat
mempengaruhi pemahaman mereka tentang konsekuensi nyata dari tindakan agresif.

KESIMPULAN

Paparan game online yang mengandung kekerasan dapat meningkatkan kecenderungan


agresivitas pada remaja awal. Agresivitas yang dapat terjadi yaitu agresivitas fisik, agresivitas
verbal, dan perilaku merusak harta benda orang lain. Sehingga dapat ditarik simpulan.
Semakin sering remaja awal memainkan game online yang berisi kekerasan, semakin besar
kemungkinan mereka menunjukkan perilaku agresif. Peran orang tua dalam mengawasi
kegiatan sangatlah penting bermain game online anak-anak mereka. Pendidikan orang tua
mengenai pengaruh game dan batasan waktu bermain dapat membantu mengurangi dampak
negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Adlini, M. N., Dinda, A. H., Yulinda, S., Chotimah, O., & Merliyana, S. J. (2022). Metode
Penelitian Kualitatif Studi Pustaka. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 6(1), 974–980.
https://doi.org/10.33487/edumaspul.v6i1.3394

Anggraeni, N., Agustiani, H., Novianti, L. E., & Ninin, R. H. (2021). The Description of
Internet Game Online Addiction Among Teenagers. JPPP - Jurnal Penelitian Dan
Pengukuran Psikologi, 10(1), 5–17. https://doi.org/10.21009/jppp.101.02

Dihini, V. A. (2022). Jumlah Gamers Indonesia Terbanyak Ketiga di Dunia. Retrieved


November 15, 2023, from databoks.katadata.co.id website:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/16/jumlah-gamers-indonesia-
terbanyak-ketiga-di-dunia.

Febriandari, D., Nauli, F. A., & HD, S. R. (2016). Hubungan Kecanduan Bermain Game
Online Terhadap Identitas Diri Remaja. Jurnal Keperawatan Jiwa, 4(1), 50–56.

Fembi, P. N., Nelista, Y., & Vianitati, P. (2022). Kecanduan Bermain Game Online
Smartphone Dengan Kualitas Tidur Siswa-Siswi di SMPK Hewerbura Watublapi
Kabupaten Sikka. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(15), 679–688.

Mais, F. R., Rompas, S. S. J., & Gannika, L. (2020). Kecanduan Game Online Dengan
Insomnia Pada Remaja. Jurnal Keperawatan, 8(2), 18.
https://doi.org/10.35790/jkp.v8i2.32318

236 nama penulis – Judul Tulisan: Singkat dan


Padat
Psychopolytan : Jurnal Psikologi ISSN CETAK : 2614-5227
VOL. 3 No. 1, Agustus 2019 ISSN ONLINE : 2654-3672

Muhamad, N. (2023). Mayoritas Konsumen Game Online Main Lebih dari 4 Jam Sehar.
Retrieved November 15, 2023, from databoks.katadata.co.id website:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/06/15/mayoritas-konsumen-game-
online-main-lebih-dari-4-jam-sehari.%0A

Putri, A. F. (2019). Konsep Perilaku Agresif Siswa. SCHOULID: Indonesian Journal of


School Counseling, 4(1), 28. https://doi.org/10.23916/08416011

Ramadhan, N. S., & Ramadan, H. (2023). Analisis Dampak Negatif Kecanduan Game Online
Mobile Legend pada Siswa. 4(2), 430–441. https://doi.org/10.37985/murhum.v4i2.343

Ramadhani, A. (2013). Hubungan Motif Bermain Game Online Dengan Perilaku Agresivitas
Remaja Awal (Studi Kasus Di Warnet Zerowings, Kandela Dan Mutant Di Samarinda).
EJournal Ilmu Komunikasi, 1(1), 136–158.

Rondo, A. A. A., Wungouw, H. I. S., & Onibala, F. (2019). Hubungan Kecanduan Game
Online Dengan Perilaku Agresif Siswa Di Sma N 2 Ratahan. Jurnal Keperawatan, 7(1).
https://doi.org/10.35790/jkp.v7i1.24324

Sarwono, S. W. (2006). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research Methods for Business: A Skill-Building
Approach (7 Edition). United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.

Setiawati, O. R., & Gunado, A. (2019). Perilaku Agresif Pada Siswa Smp Yang Bermain
Game Online. Jurnal Psikologi Malahayati, 1(1), 30–34.
https://doi.org/10.33024/jpm.v1i1.1413

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. In Metode Penelitian Pendidikan


(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).

Trimawati, & Wakhid, A. (2020). Gambaran Perilaku Agresif Pada Remaja Yang Mengalami
Kecanduan Game Online. Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(4), 567–570. Retrieved from
https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/download/763/416/2951

237 nama penulis – Judul Tulisan: Singkat dan


Padat

Anda mungkin juga menyukai