Anda di halaman 1dari 25

i

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN KASUS
PENYAKIT GASTROENTERITIS DENGAN DEHIDRASI
DI RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA

Fasilitator:
Christina Yuliastuti, S.Kep.,Ns.,M.Kep.
NIP. 03017

Disusun oleh:
Amelia Kristina Merry Pitaloka
NIM. 1930008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
T.A. 2019/2020
ii

LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN KASUS
PENYAKIT GASTROENTERITIS DENGAN DEHIDRASI
DI RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA

Amelia Kristina Merry Pitaloka


(1930008)

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

GASTROENTERITIS DENGAN DEHIDRASI

A. Anatomi Fisiologi

Rondhianto (2016) menjelaskan bahwa sus halus memiliki panjang sekitar

6-8 meter. Usus halus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu duodenum (± 25 cm),

jejunum (± 2,5 m), dan ileum (± 3,6 m). Fungsi usus halus adalah mengabsorbsi

makanan. Di usus halus terdapat pencernaan kimiawi, yaitu senyawa yang

dihasilkan usus halus dan dari pankreas.

Senyawa yang dihasilkan oleh usus halus adalah :

 Disakaridase, menguraikan disakarida menjadi monosakarida,

 Erepsinogen, erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin,

erepsin mengubah pepton menjadi asam amino,

 Hormon Sekretin, merangsang kelenjar pankreas mengeluarkan senyawa kimia

yang dihasilkan ke usus halus, dan

 Hormon CCK (kolesistokinin), erangsang hati untuk mengeluarkan cairan

empedu ke dalam usus halus.

 Selain itu, senyawa kimia yang dihasilkan kelenjar pankreas adalah :

 Bikarbonat, menetralkan suasana asam dari makanan yang berasal dari

lambung,

 Enterokinase, mengaktifkan erepsinogen menjadi erepsin serta mengaktifkan

tripsinogen menjadi tripsin, tripsin mengubah pepton menjadi asam amino,

 Amilase, mengubah amilum menjadi disakarida,

 Lipase Mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol,


 Tripsinogen, merupakan tripsin yang belum aktif,

 Kimotripsin, mengubah pepton menjadi asam amino,

 Nuklease, menguraikan nukleotida menjadi nukleosida dan gugus pospat,

 Hormon Insulin, menurunkan kadar gula dalam darah sampai menjadi kadar

normal, dan

 Hormon Glukagon, menaikkan kadar gula darah sampai menjadi kadar normal.

Gambar 1. Anatomi Usus Halus

Usus besar berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar dibagi menjadi

tiga daerah, yaitu kolon asenden, kolon transversum, dan kolon desenden.

Fungsi kolon adalah :

 menyerap air selama proses pencernaan,

 tempat dihasilkannya vitamin K dan vitamin H (Biotin) sebagai hasil simbiosis

dengan bakteri usus, misalnya E.coli,

 membentuk massa feses,

 mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari tubuh, dan

 pengeluaran feses dari tubuh defekasi.


Gambar 2. Anatomi Usus Besar

Rektum adalah penampungan feses setelah dari usus besar. Apabila feses sudah

siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan

anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada dua, yaitu otot polos dan otot

lurik. Sedangkan anus adalah saluran pembuangan feses setelah dari rektum.

Gambar 3. Anatomi Rektum & Anus

B. Definisi Penyakit

Diare adalah keadaan buang air besar yang berbentuk cair (mencret)

sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam) yang disebabkan oleh

organisme parasit. WHO (1980) menjelaskan bahwa diare adalah buang air besar
dengan konsistensi cair sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam) dalam

Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan milik Kementerian Kesehatan

Repubik Indonesia (2011). Menurut Soenarto, S. S. (2011) diare merupakan suatu

kumpulan dari gejala infeksi pada saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh

beberapa organisme seperti bakteri, virus dan parasit. Beberapa organisme

tersebut biasanya menginfeksi saluran pencernaan manusia melalui makanan dan

minuman yang telah tercemar oleh organisme tersebut (food borne disease).

C. Etiologi

Menurut Soenarto, S. S. (2011) diare merupakan suatu kumpulan dari gejala

infeksi pada saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh beberapa organisme

seperti bakteri, virus dan parasit. Beberapa organisme tersebut biasanya

menginfeksi saluran pencernaan manusia melalui makanan dan minuman yang

telah tercemar oleh organisme tersebut (food borne disease).

Beberapa jenis diare tersebut sering disebabkan oleh organisme renik seperti

bakteri dan virus. Bakteri patogen seperti E.coli, Shigella, Campylobacter,

Salmonella dan Vibrio cholera merupakan beberapa contoh bakteri patogen yang

menyebabkan epidemi diare pada anak. Kolera merupakan salah satu contoh kasus

epidemik dan sering diidentikkan dengan penyebabkan kematian utama pada

anak. Namun sebagian besar kejadian diare yang disebabkan oleh kolera terjadi

pada dewasa dan anak dengan usia yang lebih besar. Diare cair pada anak

sebagian besar disebabkan oleh infeksi rotavirus , V. cholera dan E.coli. Diare

berdarah paling sering disebabkan oleh Shigela (UNICEF dan WHO, 2009).

Sedangkan diare cair akut pada anak di bawah lima tahun paling banyak
disebabkan oleh infeksi rotavirus. Penularan rotavirus terjadi melalui faecal-oral.

Rotavirus akan menginfeksi dan merusak sel-sel yang membatasi usus halus dan

menyebabkan diare cair akut dengan masa inkubasi 24-72 jam.

D. Klasifikasi

Diare dibedakan menjadi dua, yaitu diare akut dan diare kronis. Diare akut

adalah diare yang terjadi 3 kali atau lebih dalam satu hari sampai kurang dari dua

minggu. Sedangkan diare kronis adalah diare yang terjadi selama lebih dari dua

minggu.

Menurut Soenarto, S. S. (2011) organisme penyebab diare biasanya

berbentuk renik dan mampu menimbulkan diare yang dapat dibedakan menjadi

tiga jenis berdasarkan gejala klinisnya. Jenis yang pertama adalah diare cair akut

dimana pasien akan kehilangan cairan tubuh dalam jumlah yang besar sehingga

mampu menyebabkan dehidrasi dalam waktu yang cepat. Jenis kedua adalah diare

akut berdarah yang sering disebut dengan disentri. Diare ini ditandai dengan

adanya darah dalam tinja yang disebabkan akibat kerusakan usus. Pasien yang

menderita diare berdarah akan menyebabkan kehilangan zat gizi yang berdampak

pada penurunan status gizi. Jenis yang ketiga adalah diare persisten dimana

kejadian diare dapat berlangsung ≥14 hari. Diare jenis ini sering terjadi pada anak

dengan status gizi rendah, AIDS, dan anak dalam kondisi infeksi (WHO, 2010).

E. Patofisiologi

Menurut Soenarto, S. S. (2011) mekanisme terjadinya diare oleh infeksi

rotavirus meliputi malabsorbsi akibat kerusakan sel usus (enterosit), toksin,


perangsangan saraf enterik serta adanya iskemik pada vilus. Rotavirus yang tidak

ternetralkan oleh asam lambung akan masuk ke dalam bagian proksimal usus.

Rotavirus kemudian akan masuk ke sel epitel dengan masa inkubasi 18-36 jam,

dimana pada saat ini virus akan menghasilkan enterotoksin NSP-4. Enterotoksin

ini akan menyebabkan kerusakan permukaan epitel pada vili, menurunkan sekresi

enzim pencernaan usus halus, menurunkan aktivitas Na+ kotransporter serta

menstimulasi syaraf enterik yang menyebabkan diare (Ramig, 2004).

F. WOC

Faktor Infeksi Faktor Malabsorbsi Faktor Makana Faktor Psikologi


KH,Lemak,Protein

Masuk Tek. Osmotik Meningkat Toksin Cemas


& Berkembang Dlm Usus

Hipersekresi Air Pergeseran Air Dan Hiperperistaltik


Dan Elektrolit Elektrolit Ke Rongga
( Isi Rongga Usus) Usus Menurunya Kesempatan
Usus Menyerap Makanan

Hipertermi DIARE

Frekuensi BAB Meningkat Distensi Abdomen

Kehilangan Cairan & Gg. Integritas Kulit


Elektrolit Berlebihan Perianal

Gg. Kes. Cairan & Elektrolit Asidosis Metabolik Mual, Muntah

Resiko Hipovolemi Syok Sesak Nafsu Makan Menurun

Gagguan Oksigenasi Perubahan Nutrisi


G. Manifestasi Klinis

Menurut Soenarto, S. S. (2011) penularan rotavirus terjadi melalui faecal-

oral. Rotavirus akan menginfeksi dan merusak sel-sel yang membatasi usus halus

dan menyebabkan diare cair akut dengan masa inkubasi 24-72 jam. Gejala yang

timbul bervariasi dari ringan sampai berat, didahului oleh muntah-muntah yang

diikuti 4-8 hari diare hebat yang dapat menyebabkan dehidrasi berat dan berujung

pada kematian.

Soenarto, S. S. (2011) juga menjelaskan sebuah studi yang dilakukan oleh

Sungkapalee et al. (2006) pada 103 anak positif rotavirus menunjukkan bahwa

gejala klinis dari infeksi rotavirus meliputi diare cair akut (79,6%), demam

(81,5%), mual atau muntah (80,6%). Nguyen et al. (2004) menunjukkan bahwa

gejala klinis dari infeksi rotavirus adalah gabungan antara demam, muntah dan

dehidrasi (42%), muntah-dehidrasi (20%) dan demam-dehidrasi (14%). Studi

yang dilakukan oleh Soenarto et al. (2009) menunjukkan hal yang hampir sama

bahwa anak dengan infeksi rotavirus mengalami dehidrasi dan muntah yang lebih

tinggi secara bermakna dibanding dengan anak diare yang tidak ditemukan

rotavirus pada tinjanya.

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan diare adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Tinja

 Makroskopis dan mikroskopis

 PH dan kadar gula dalam tinja

 Uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan

menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah

3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal

4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfat.

I. Penatalaksanaan

a) Farmakologi

Pemberian cairan per oral berupa cairan NaCl dan NaHCO3 dan

glukosa pada diare ringan. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan

larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena

banyak mengandung NaCl dan sukrosa. Pada diare sedang hingga berat

dapat diberikan obat melalui parenteral, seperti ondansentron, dioctahedral

smectite, racecordil, nifuroxazide, dan obstipansia. Pemberian obat

parenteral, yaitu sebagai berikut :

 Zat-zat penekan peristaltik usus, seperti atropin, belladonnae ekstrak,

difenoksilat, dan loperamid

 Adstringensia untuk menurunkan produksi selaput lendir usus, seperti

garam-garam bismuth dan aluminium tanin

 Adsorbensia untuk menyerap zat-zat beracun yang berada dalam usus,

seperti carbo adsorben (norit)

b) Non Farmakologi

Pemberian pendidikan kesehatan mengenai cara memberikan cairan

dan obat di rumah saat terjadi diare. Pengobatan diet etik dengan pemberian
ASI, susu rendah laktosa, dan suplemen zinc pada bayi umur kurang dari

satu bulan.

J. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Primer

a. Airway

Klien dengan gastroenteritis biasanya didapatkan kondisi dengan

karakteristik adanya mual dan muntah dan diare yang disebabkan oleh

infeksi, alergi atau keracunan zat makanan

Emergency treatment :

 Pastikan kepatenan jalan napas

 Kaji adanya penyumbatan jalan napas seperti air ludah, muntahan, dan

secret.

 Pasien dimiringkan ke kanan untuk mencegah aspirasi ludah atau

muntahan.

 Lidah dijaga agar tidak menghalangi jalan nafas atau tergigit.

 Siapkan alat bantu untuk menolong jalan napas jika perlu

 Jika terjadi perburukan jalan napas segera hubungi ahli anestesi dan

bawa ke ICU

b. Breathing

Pada klien GED dapat ditemkan abnormalitas metabolik atau ketidak

seimbangan asam basa yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan.

Emergency treatment:
 Kaji respiratory rate

 Kaji saturasi oksigen

 Berikan oksigen jika ada hypoksia untuk mempertahankan saturasi >

92%

 Auskultasi dada

 Lakukan pemeriksaan rontgent

c. Circulation

Pada klien GED ditemukan penurunan kadar kalium darah di bawah

3,0 mEq / liter (SI : 3 mmol / L) sehingga menyebabkan disritmia jantung

(talukardio atrium dan ventrikel, febrilasi ventrikel dan kontraksi ventrikel

prematur).

Emergency treatment:

 Kaji denyut jantung

 Monitor tekanan darah

 Kaji lama pengisian kapiller

 Pasang infuse, berikan ciaran jika pasien dehidrasi

 Periksakan dara lengkap, urin dan elektrolit

 Catat temperature

 Lakukan kultur jika pyreksia

 Lakukan monitoring ketat

 Berikan cairan per oral

 Jika ada mual dan muntah, berikan antiemetik IV.


d. Disability

Pada klien GED terjadi penurunan tingkat kesadaran karena dehidrasi

dengan gejala seperti gelisah, kulit yang lembab, lengket dan dingin dan

berkeringat tidak muncul sampai total volume darah yang hilang sebesar 10-

20% sehingga dapat menyebapkan terjadinya syok hipovolemik.

Emergency treatment :

 Pantau tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, curah jantung, refleks

korneal, batuk dan muntah, tonus otot dan pergerakan motorik.

 Perhatikan perubahan pasien sebagai respon terhadap stimulus.

 Tinggikan bagian kepala sampai 45 derajat, bergantung pada kondisi

pasien.

e. Exposure

Klien GED biasanya mengalami dehidrasi akibatnya dapat terjadi

peningkatan suhu tubuh karena proses infeksi sekunder.

Emergency treatment:

 Kaji riwayat sedetil mungkin

 Kaji makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya

 Kaji tentang waktu sampai adanya gejala

 Kaji apakah ada anggota keluarga atau teman yang terkena

 Apakah sebelumnya baru mengadakan perjalanan?

 Lakukan pemeriksaan abdomen

 Lakukan pemeriksaan roentgen abdominal


 Ambil samper feses untuk pemeriksan mikroskopi, kultur dan

sensitivitas

 Berikan anti diare seperi codein atau loperamide sampai hasil kultur

diketahui

 Jangan dulu berikan antibiotic sampai dengan hasil kultur diketahui

 Laporkan jika mengalami keracunanan makanan

2.      Pengkajian Sekunder

a. Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun

pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.

Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini

membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih

besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.

Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric

menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi

juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .

b. Keluhan Utama

BAB lebih dari 3 x

c. Riwayat Penyakit Sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir

saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5

hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari

(diare kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau

kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit

menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

e. Riwayat Nutrisi

Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang

dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan

susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara

pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi

makanan, kebiasan cuci tangan,

f. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

g. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,

lingkungan tempat tinggal.

h. Pemeriksaan Fisik

1) Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan

mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,

2) Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran

menurun.

3) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada

anak umur 1 tahun lebih

4) Mata : cekung, kering, sangat cekung


5) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,

peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual

muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan

haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum

6) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena

asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)

7) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi

menurun pada diare sedang .

8) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu

meningkat > 375 0


c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),

capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah

perianal.

9) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400

ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

10) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami

stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap

tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,

dan kemudian menerima.

i. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium :

 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida

 Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi

 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2

meningkat, HCO3 menurun )


 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)

2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

j. Terapi

Rehidrasi

 Jenis cairan

Cara rehidrasi oral :

 Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali,

pedyalit setiap kali diare.

 Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)

 Cara parenteral

 Cairan I : RL dan NS

 Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL

D5 : RL = 4 : 1 + KCL

D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL

 HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia

> 3 bulan.

 Jalan pemberian

 Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)

 Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)

 Jumlah Cairan ; tergantung pada :

 Defisit ( derajat dehidrasi)

 Kehilangan sesaat (concurrent less)

 Rumatan (maintenance).

 Jadwal / kecepatan cairan


 Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat

badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :

BB (kg) x 50 cc

BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.

Terapi standar pada anak dengan diare sedang : + 50 cc/kg/3 jam atau

5 tetes/kg/mnt

K. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif

2. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan.

3. Gangguan integritas kulit b.d kekurangan volume cairan


Intervensi Keperawatan

Perencanaan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil
1. Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala 1. Penurunan sirkulasi volume cairan menyebapkan
volume perawatan selama 3 jam kekurangan cairan dan elektrolit kekeringan mukosa dan pemekat urine. Deteksi dini
cairan b.d pasien dapat mencukupi memungkinkan terapi pergantian cairan segera
kehilangan kebutuhan cairan untuk memperbaiki defisit.
cairan aktif dengan kriteria hasil :
 Tanda vital dalam 2. Pantau intake dan output 2. Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi
batas normal (N: 120- glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk
60 x/mnt, S; 36-37,50 membersihkan sisa metabolisme.
c, RR : < 40 x/mnt )
 Turgor elastik , 3. Timbang berat badan setiap hari 3. Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB
membran mukosa sama dengan kehilangan cairan 1 lt
bibir basah, mata
tidak cowong, UUB 4. Anjurkan keluarga untuk 4. Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara
tidak cekung. memberi minum banyak pada oral
 Konsistensi BAB kien, 2-3 lt/hr
lembek, frekwensi 1
kali perhari 5. Kolaborasi : 5. Koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN
a. Pemeriksaan laboratorium serum untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan
b. Cairan parenteral ( IV line ) cepat.
sesuai dengan umur
Anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan
c. Obat-obatan : (antisekresin, elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk
antispasmolitik, antibiotik) proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti
bakteri berspektrum luas untuk menghambat
endotoksin.
2. Defisit Setelah dilakukan 1. Diskusikan dan jelaskan tentang 1. Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat
nutrisi b.d perawatan selama 3 pembatasan diet (makanan merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
kurangnya jam kebutuhan nutrisi berserat tinggi, berlemak dan air
asupan pasien terpenuhi terlalu panas atau dingin)
makanan. dengan kriteria hasil :
 Nafsu makan 2. Ciptakan lingkungan yang bersih, 2. Situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu
meningkat jauh dari bau yang tak sedap atau makan.
 Porsi makanan yang sampah, sajikan makanan dalam
dihabiskan keadaan hangat
meningkat
 Nyeri abdomen 3. Berikan jam istirahat (tidur) serta 3. Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
menurun kurangi kegiatan yang berlebihan
 Diare menurun
 Berat badan 4. Monitor intake dan out put dalam 4. Mengetahui jumlah output dapat merencenakan
membaik 24 jam jumlah makanan.
 Bising usus
membaik 5. Kolaborasi dengan tim kesehtaan 5. Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses
lain : pertumbuhan
 Membran mukosa
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah
membaik
serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Diskusikan dan jelaskan 1. Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
integritas perawatan selama 3 jam pentingnya menjaga tempat tidur
kulit b.d gangguan integritas 2. Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak
kekurangan kulit tidak terjadi 2. Demontrasikan serta libatkan diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
volume dengan kriteria hasil keluarga dalam merawat perianal feces
cairan  Elastisitas (bila basah dan mengganti
meningkat pakaian bawah serta alasnya)
 Hidrasi meningkat
 Kerusakan lapisan 3. Atur posisi tidur atau duduk 3. Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan
kulit menurun dengan selang waktu 2-3 jam yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi
 Nyeri menurun
 Kemerahan 4. Bersihkan perineal dengan air 4. Untuk mengurangi iritasi pada kulit
menurun hangat, terutama selama periode
 Suhu kulit diare
membaik
5. Monitor tanda-tanda infeksi 5. Untuk mengetahui adanya luka pada area perianal
karena diare
Derajat Dehidrasi

Derajat dehidrasi merupakan pemeriksaan terpenting dalam penanganan

diare (Gastroenteritis). Tanda-tanda dehidrasi yang perlu diperhatikan adalah

turgor kulit perut menurun, akral dingin, penurunan tekanan darah, peningkatan

denyut nadi, tangan keriput, mata cekung tidak, penurunan kesadaran (syok

hipovolemik), nyeri tekan abdomen, kualitas bising usus hiperperistaltik. cekung

ubun-ubun kepala.

Pada tanda vital lain dapat ditemukan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksi), nadi

dan pernapasan cepat. Pemeriksaan derajat dehidrasi adalah sebagai berikut :

Gejala Derajat Dehidrasi


Minimal ( <3% Ringan – Sedang ( < Berat ( > 9% dari
dari 3-9% dari berat badan )
berat badan ) berat badan )
Status Baik, sadarpenuh Normal, lemas,atau Apatis, letargi,tidak
Mental gelisah,iritabel sadar
Rasa haus Minum normal – Sangat haus, sangat Tidak dapat minum
mungkin ingin minum
menolak minum
Denyut Normal Normal Takikardi, pada kasus
Jantung meningkat berat bradikardi
Kualitas Normal Normal – Menurun Lemah atau tidak
denyut nadi teraba
Pernapasan Normal Normal – Cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut dan Basah Kering Pecah – pecah
Lidah
Air mata Ada Menurun Tidak ada
Turgor Baik < 2 detik > 2 detik
kulit
Isian Normal Memanjang Memanjang –
Kapiler Minimal
Ektermitas Hangat Dingin Dingin
Output Normal – Menurun Minimal
Urin Menurun
Metode Pierce :

1. Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x Berat badan (kg)

2. Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat badan (kg)

3. Dehidrasi berat, Kebutuhan cairan = 10% x Berat badan (kg)

Metode Daldiyono Berdasarkan Skor Klinis

Tabel  Skor Penilaian Klinis Dehidrasi Skor Klinis


Rasa hasus/ muntah 1
Tekanan Darah sistolik 60 -90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik <60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 x/menit 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2
Frekuensi napas > 30x/ menit 1
Facies Cholerica 2
Vox Cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer   woman’s   hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50 –60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat dehidrasinya, pasien ditangani

dengan langkah sebagai berikut :

1. Menentukan jenis cairan yang akan digunakan

Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang hipotonik

dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2.5 g Natrium bikarbonat dan 1.5

KCl setiap liter. Cairan ini diberikan secara oral atau lewat selang nasogastrik.

Cairan lain adalah cairan ringer laktat dan NaCl 0.9% yang diberikan secara

intravena.
2. Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan

Prinsip dalam menentukan jumlah cairan inisial yang dibutuhkan adalah :

BJ plasma dengan rumus :

 Defisit cairan : Bj plasma –1,025 X Berat badan X 4 ml 0,001

 Kebutuhan cairan = Skor X 10% X kgBB X 1 liter 15

4. Menentukan jadwal pemberian cairan :

1. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan

menurut BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2

jam ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.

2. Satu jam berikutnya/ jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian diberikan

berdasarkan kehilangan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial

sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor daldiyono kurang dari 3

dapat diganti cairan per oral.

3. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan

cairan melalui tinja dan insensible water loss.

Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut apabila

ditemukan :

1. Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus dianalisa lebih

lanjut.

2. Pasien dengan tanda-tanda toksik (Nyeri abdomen, disentri yang berat

pada pasien usia di atas 50 tahun )

3. Pasien usia lanjut

4. Muntah yang persisten


5. Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable.

6. Terjadinya outbreak pada komunitas

7. Pada pasien yang immunocompromised

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn. Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC, 2009.


Doengoes, E Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 Jakarta; EGC.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Buletin Jendela Data &
Informasi Kesehatan. Volume 2 Triwulan 2. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta; EGC.
Nursalam Dr. et. Al. 2005 Asuhann Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi I Jakarta :
Salemba Medika.
Rondhianto. (2016). Pemeriksaan Fisik Sistem Pencernaan. Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Jember.
Smeltzer C Suzanne, Brenda G Bare, Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta; EGC.
Soenarto, S. S. (2011). Vaksin Rotavirus untuk Pencegahan Diare. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Sudoyo, W. Aru, dkk., Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2 Edisi IV, Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006

Anda mungkin juga menyukai