Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN KASUS


HIPOGLIKEMIA DI RUMKITAL DR. RAMELAN
SURABAYA

Fasilitator:
Christina Yuliastuti, S.Kep.,Ns.,M.Kep.
NIP. 03017

Disusun oleh:
Kurrotul Aini
NIM. 1930046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
T.A. 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN KASUS
HIPOGLIKEMIA DI RUMKITAL DR. RAMELAN
SURABAYA

KURROTUL AINI

(1930046)

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
HIPOGLIKEMIA

A. KONSEP PENYAKIT HIPOGLIKEMIA


1. Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran, yang
menyalurkan sekresi hormonnya langsung kedalam darah. Hormon tersebut
memberikan efeknya ke organ atau jaringan target. Beberapa hormon seperti
insulin dan tiroksin mempunyai banyak organ target. Hormon lain seperti
kalsitonin dan beberapa hormon kelenjar hipofisis, hanya memiliki satu atau
beberapa organ target. Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf,
mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama
bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Bila sistem endokrin
umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja melalui
neurotransmiteryang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf (Syaifuddin, 2011).
Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar
atau organ, yang bertindak sebagai “pembawa pesan” untuk dibawa ke berbagai
sel tubuh, kemudian “pesan” itu diterjemahkan menjadi suatu tindakan. Hormon
dalam jumlah yang sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas.
Hormon yang dihasilkannya itu dalam jumlah sedikit pada saat dibutuhkan dan
dialirkan ke organ sasaran melalui pembuluh darah. Dalam hal struktur kimianya,
hormon diklasifikasikan sebagai hormon yang larut dalam air atau yang larut
dalam lemak. Hormon yang larut dalam air termasuk polipeptida (misal insulin,
glukagon, hormon adrenokortikotropik (ACTH), gastrin) dan katekolamin (misal
dopamin, norepinefrin, epinefrin). Hormonyang larut dalam lemak termasuk
steroid (misal estrogen, progesteron, testosteron, glukokortikoid, aldosteron) dan
tironin (misal tiroksin). Hormon yang larut dalam air bekerja melalui sistem
mesenger-kedua, sementara hormon steroid dapat menembus membran sel
dengan bebas (Aini & Aridiana, 2016).
Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan
endokrin. Bagian eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim
pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna. Diantara
sel-sel eksokrin di seluruh pankreas tersebar kelompok-kelompok atau “pulau” sel
endokrin yang dikenal sebagai pulau (islets) Langerhans. Sel endokrin pankreas
yang terbanyak adalah sel β (beta), tempat sintesis dan sekresi insulin, dan sel α
(alfa) yang menghasilkan glukagon. Sel D (delta), yang lebih jarang adalah tempat
sintesis somatostatin (Sherwood, 2014)

Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan


protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan asam amino
darah serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul
nutrien ini masuk ke darah selama keadaan absorptif, insulin mendorong
penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing menjadi
glikogen, trigliserida dan protein. Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan
mempengaruhi transpor nutrien darah spesifik masuk ke dalam sel atau
mengubah aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam jalur-jalur metabolik
tertentu (Sherwood, 2014).
Peristiwa glukoneogenesis berperan penting dalam penyediaan energi bagi
kebutuhan tubuh, khususnya sistem saraf dan peredaran darah (eritrosit).
Kegagalan glukoneogenesis berakibat fatal, yaitu terjadinya disfungsi otak yang
berakibat koma dan kematian. Hal ini terjadi bilamana kadar glukosa darah
berada di bawah nilai kritis. Nilai normal laboratoris dari glukosa dalam darah
ialah: 65-110 ml/dL atau 3,6-6,1 mmol/L. Setelah penyerapan makanan kadar
glukosa darah pada manusia berkisar antara 4,5-5,5 mmol/L. Jika orang tersebut
makan karbohidrat kadarnya akan naik menjadi sekitar 6,5-7,2 mmol/L. Saat
puasa kadar glukosa darah turun berkisar 3,3-3,9 mmol/L (Sherwood, 2014).
Pengaturan kadar glukosa darah dilakukan melalui mekanisme metabolik dan
hormonal. pengaturan tersebut termasuk bagian dari homeostatik. Aktivitas
metabolik yang mengatur kadar glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain:
a. Mutu dan Jumlah Glikolisis dan glukoneogenesis
b. Aktivitas enzim-enzim, seperti glukokinase dan heksokinase.
Hormon penting yang memainkan peranan sentral dalam pengaturan kadar
glukosa darah adalah insulin. Insulin dihasilkan dari sel-sel b dari pulau-pulau
langerhans pankreas dan disekresikan langsung ke dalam darah sebagai reaksi
langsung bila keadaan hiperglikemia (Sherwood, 2014).
2. Definisi Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan penyakit yang disebabakan oleh kadar gula darah
(glukosa) yang di bawah normal. Dalam keadaan normal, tubuh akan
mempertahankan kadar gula darah antara 70-11- mg/dl (Lestari & Sunaryo,
2016).
Hipoglikemia adalah salah satu komplikasi akut pada penderita diabetes
mellitus. Hipoglikemia disebut juga sebagai penurunan kadar gula darah yang
merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal. Hal
tersebut dapat disebabkan karena ketidakseimbangan antara makanan yang
dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia
ditandai dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar,
pandangan menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat
dan terkadang sampai hilang kesadaran (Shufyani, Wahyuni, & Armal, 2017).
3. Etiologi Hipoglikemia
Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:
a. Dosis suntikan insulin terlalu banyak
Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat yang
anda suntik sesuai dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya, terkadang
pasien tidak dapat memantau kadar gula darahnya sebelum disuntik, sehingga
dosis yang disuntikan tidak sesuai dengan kadar gula darah saat itu. Memang
sebaiknya bila menggunakan insulin suntik, pasien harus memiliki monitor
atau alat pemeriksa gula darah sendiri.
b. Lupa makan atau makan terlalu sedikit.
Jika makanan yang anda konsumsi kurang maka keseimbangan ini terganggu
dan terjadilah hipoglikemia.
c. Aktifitas terlalu berat
Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan
insulin. Saat berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang
banyak sehingga kadar glukosa darah akan menurun. Maka dari itu, olah raga
merupakan cara terbaik untuk menurunkan kadar glukosa darah tanpa
menggunakan insulin.
d.  Minum alkohol tanpa disertai makan
Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa
darah akan menurun.
e. Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari
Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda
mengkonsumsi obat diabetes pada malam hari terutama yang bekerja secara
lambat. Jika anda salah mengkonsumsi obat misalnya anda meminum obat
insulin kerja cepat di malam hari maka saat bangun pagi, anda akan
mengalami hipoglikemia.
f. Penebalan di lokasi suntikan.
Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar merubah
lokasi suntikan setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam waktu lama
pada lokasi yang sama akan menyebabkan penebalan jaringan. Penebalan ini
akan menyebabkan penyerapan insulin menjadi lambat.
g. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan.
Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang dianjurkan.
Anda harus mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan obat sebaiknya
disuntik atau diminum sehingga kadar glukosa darah menjadi seimbang.
h. Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa.
Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan
glukosa oleh usus. Hal ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran darah
dibandingan dengan glukosa. Insulin yang kadung beredar ini akan
menyebabkan kadar glukosa darah menurun sebelum glukosa yang baru
menggantikannya.
i. Gangguan hormonal
Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon glukagon.
Hormon ini berguna untuk meningkatkan kadar gula darah. Tanpa hormon ini
maka pengendalian kadar gula darah menjadi terganggu.
j. Pemakaian aspirin dosis tinggi.
Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi dosis
80 mg.
k. Riwayat hipoglikemia sebelumnya.
Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa
dalam beberapa waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan tetapi
belum menjamin tidak akan mengalami hipoglikemia lagi.
4. Klasifikasi Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Hipoglikemi ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL)
Terjadi jika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala
seperti tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
b. Hipoglikemi sedang (glukosa darah >50 mg/dL)
Penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan sel-sel otak tidak
memperoleh bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda- tanda
gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup keetidakmampuan
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, bicara
pelo, gerakan tidak terkoordinasi, penglihatan ganda dan perasaan ingin
pingsan.
c. Hipoglikemi berat (glukosa darah <35 mg/dL)
Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat sehingga pasien memerlukan
pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikeminya. Gejalanya
mencakup disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan
kehilangan kesadaran.
5. Patofisiologi Hipoglikemia
Matabolisme otak bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan
bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari
penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja.
Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai
glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam
system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut. Oleh karena itu,
jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan
mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental
seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65
mg/dl. Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl, sebagian
besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menyebabkan koma.
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein, lemak, ada tiga gambaran klinis yang penting
pada diabetes ketoasidosis adalah dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula, di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali, kedua faktor ini akan menimbulkan hipoglikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotik yang di tandai oleh urinaria berlebihan (poliuria) ini
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 liter
air, natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam. Akibat defisiensi
insulin yang lain adalah pemecahan lemak (liposis) menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliseral. Asam lemak bebas akan di ubah menjadi badan keton oleh
hati, pada keton asidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah
timbulnya keadaan tersebut, badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk
dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
Pada hipoglikemia ringan ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf
simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan
gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel
otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-
tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidak mampuan
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, pati rasa di
daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan
emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin
pingsan. Kombinasi dari gejala ini (di samping gejala adrenergik) dapat terjadi
pada hipoglikemia sedang. Pada hipoglikemia berat fungsi sistem saraf pusat
mengalami gangguan yang sangat berat, sehingga pasien memerlukan
pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang di deritanya.
Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan
kejang, sulit di bangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
6. Web of Caution
Terlampir
7. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari dua fase antara lain:
a. Fase pertama yaitu gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat
autonom di hipotalamus sehingga dilepaskannya hormon epinefrin.
Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan,
rasa lapar dan mual (glukosa turun 50 mg%).
b. Fase kedua yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai
terjadinya gangguan fungsi otak, gejalanya berupa pusing, pandangan
kabur, ketajaman mental menurun, hilangnya ketrampilan motorik yang
halus, penurunan kesadaran, kejang- kejang dan koma (glukosa darah 20
mg%).
8. Komplikasi
Kondisi hipoglikemia yang semakin memburuk dapat menyebabkan:
a. Gangguan pernafasan
b. Kerusakan otak akkut
c. Gangguan neuropsikologis sedang hingga gangguan neuropsikologis berat
d. Kerusakan otak permanen
e. Koma
9. Penatalaksanaan
Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah
penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun
minum jus buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami
hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet
glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang
konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula
diikuti dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama
(misalnya roti atau biskuit). Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama
serta tidak mungkin untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka
diberikan glukosa intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius.
a. Glukosa oral
Sesudah diagnosis hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa
darah kapiler, 10-20 gram glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya
dalam bentuk tablet, jelly atau 150-200 ml minuman yang mengandung
glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis
tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat mengabsorbsi glukosa.
Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-
20 gram karbohidrat kompleks. Bila pasien mengalami kesulitan menelan
dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian gawat, pemberian madu atau gel
glukosa lewat mukosa rongga hidung dapat dicoba.
b. Glukosa intramuskular
Glukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak
dalam 10 menit. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau
pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari
cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk
suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15
menit. Kecepatan kerja glukagon tersebut sama dengan pemberian glukosa
intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan
pemberian glukosa oral 20 gram (4 sendok makan) dan dilanjutkan dengan
pemberian 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung seperti crakers dan
biscuit untuk mempertahankan pemulihan, mengingat kerja 1 mg glucagon
yang singkat (awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung
selama 12 hingga 27 menit). Reaksi insulin dapt pulih dalam waktu 5
sampai 15 menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemi yang
di induksi alkohol, pemberian glukagon mungkin tidak efektif. Efektifitas
glukagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.
c. Glukosa intravena
Glukosa intravena harus dberikan dengan berhati- hati. Pemberian glukosa
dengan konsentrasi 40% IV sebanyak 10-25 cc setiap 10-20 menit sampai
pasien sadar disertai infuse dekstrosa 10% 6 kolf/jam.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPOGLIKEMIA
1. Pengkajian
1) Primary Survey
a. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas,
ataukah ada secret yang menghalangi jalan nafas. Jika ada obstruksi lakukan
head tilt chin lift, jaw trust, suction, guedel airway, atau intubasi trakea
disesuaikan kondisi pasien.
b. Breathing
a) Look: Pada pasien hipoglikemia beresiko mengalami gangguan
pernafasan dikarenakan suplai gula darah menurun. Kaji apakah
terdapat perubahan pola nafas seperti dyspnea, hiperventilasi, stridor,
ataksis, dan sesak.
b) Listen: Terdengar suara nafas vesikuler. Apabila terdapat sumbatan
akan ditemukan snoring, gargling, wheezing atau crowing.
c) Feel: Terasa hembusan nafas.
c. Circulation
Akral teraba dingin, basah, dan pucat. Capillary Refill Time (CRT) >3
detik. Pada pasien hipoglikemia menyebabkan menurunnya kadar gula darah
ke jaringan dapat menyebabkan palpitasi, tremor, takikardi atau bradikardi.
nadi perifer melemah, hipertensi atau hipotensi, aritmia, dan kardiomegali.
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu meliputi tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil (isokor, anisokor, atau midriasis). Pasien dengan
hipoglikemia dapat mengalami penurunan kesadaran hingga tidak sadar
(koma) yang digambarkan dengan nilai GCS. Disorientasi, mengantuk,
stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun,
aktifitas kejang.
e. Exposure
Melakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa apakah
terdapat jejas, kelainan jaringan, dan keluhan lain.
2) Secondary Survey
a. Anamnesa
- Identitas pasien: hipoglikemia bisa menyerang laki-laki atau perempuan
dan usia berapapun, terutama pasien yang mempunyai riwayat diabetes
mellitus atau yang sedang menjalankan pengobatan DM.
- Keluhan utama: pasien mengeluh pusing, penglihatan kabur, merasa
lemas, tremor dan keringat dingin.
- Riwayat penyakit sekarang: pasien mengeluh lemas, pusing dan
pandangan kabur hingga penurunan kesadaran.
- Riwayat penyakit sebelumnya: DM, hipertensi, kebiasaan merokok,
pekerjaan, stress.
- Riwayat penyakit keluarga: jantung, DM, hipertensi, ginjal.
b. Pemeriksaan fisik
B4 (bladder): Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine serta panas atau sakit
saat berkemih.
B5 (bowel): Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
B6 (bone): Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
2. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2018)
a. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan energi
b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d hipoglikemia
c. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d. Perfusi perifer tidak efektif b/d disfungsi sistem saraf pusat akibat
hipoglikemia
e. Hipovolemia b/d peningkatan permeabilitas kapiler
3. Intervensi Keperawatan (SIKI, 2018 dan SLKI, 2018)
a. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan energi
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 jam
diharapkan pola nafas tidak efektif menurun dengan kriteria hasil:
- Frekuensi nafas membaik
- Kedalaman nafas membaik
- Dispnea menurun
- Penggunaan otot bantu nafas menurun
Intervensi:
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
Rasional: mendeteksi adanya kelainan pola nafas
2) Monitor pola nafas dan auskultasi suara nafas
Rasional: mendeteksi pola nafas abnormal serta adanya suara nafas
tambahan
3) Monitor bunyi nafas tambahan
Rasional: adanya sumbatan jalan nafas mengakibatkan jalan nafas
tidak paten
4) Posisikan pasien pada posisi yang nyaman (semi fowler atau fowlwe)
Rasional: memaksimalkan kenyamanan pasien serta membantu
ekspansi paru
5) Berikan terapi oksigen sesuai advice
Rasional: mambantu mensuplai oksigen dan mengurangi dyspnea
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
Rasional: Membantu kepatenan jalan nafas
b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d disfungsi pankreas, retensi insulin
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 jam
diharapkan ketidakstabilan kadar glukosa darah menurun dengan kriteria
hasil:
- Kadar glukosa dalam darah membaik
- Kesadaran meningkat
- Koordinasi meningkat
- Pusing menurun
- Lelah/lesu menurun
Intervensi:
1) Identifikasi tanda gejala hiperglikemi atau hipoglikemi
Rasional: memantau gejala secara dini dalam menentukan tindakan
2) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi atau hipoglikemi
Rasional: mengetahui faktor apasaja yang menyebabkan
ketidakstabilan gula darah
3) Monitor kadar glukosa darah
Rasional: mengetahui keadaan glukosa serum selama program
4) Monitor intake dan output cairan
Rasional: mencegah dehidasi akibat peningkatan osmotik
5) Jika pasien hipoglikemi berikan karbohidrat kompleks dan protein
sesuai diet
Rasional: mencegah penurunan kesadaran akibat penurunan energi
6) Pertahankan kepatenan jalan nafas
Rasional: agar tidak terjadi hipoksia
7) Anjurkan kepada keluarga untuk monitor kadar glukosa darah secara
mandiri apabila dirumah
Rasional: untuk memantau kestabilan kadar glukosa darah
8) Ajarkan kepada keluarga pengelolaan diabetes (mis. pemggunaan
insulin, obat oral, monitor asupan pengganti karbohidrat)
Rasional: keluarga mengetahui cara menjaga keseimbangan gula
darah, serta memahami asupan yang baik untuk pasien diabetes
melitus
9) Kolaborasi pemberian insulin apabila pasien hiperglikemi
Rasional: untuk mengurangi kadar glukosa darah
10) Kolaborai pemberian dekstrose apabila pasien mengalami hipoglikemi
Rasional: untuk memenuhi sumber dan mencegah komplikasi seperti
penurunan kesadaran
c. Hipovolemia b/d peningkatan permeabilitas kapiler
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 jam
diharapkan hypovolemia menurun dengan kriteria hasil:
- Frekuensi nadi membaik
- Tekanan darah membaik
- Tekanan nadi membaik
- Membran mukosa membaik
- Kadar Hb. Ht membaik
Intervensi:
1) Periksa tanda gejala hypovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit
meningkat, haus dan lemah)
Rasional: mencegah komplikasi yang lebih serius
2) Monitore intake dan output cairan
Rasional: menjaga keseimbangan cairan tubuh yang masuk dan
keluar dalam tubuh pasien
3) Hitung kebutuhan cairan
Rasional: mengetahui keadaan hidrasi pasien
4) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Rasional: mencegah dehidrasi
5) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCL, RL)
Rasional: mencegah kehilangan cairan yang berlebih
6) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2.5%, NaCl
0.4%)
Rasional: pemberian energi serta kehilangan cairan berlebih

d. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien


Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan diharapkan defisit nutrisi meningkat dengan kriteria hasil:
- Pasien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Nafsu makan membaik
- Frekuensi makan membaik
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi:
1) Identifikasi status nutrisi
Rasional: untuk menilai nutrisi yang dibutuhkan pasien
2) Observasi dan catat asupan pasien
Rasional: mengidentifikasi asupan nuutrisi pasien
3) Lakukan oral hygiene sebelum makan
Rasional: untuk membersihkan bahteri serta mengurangi rasa pahit
yang dapat memicu mual
4) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada saat makan
Rasional: lingkungan yang nyaman akan membantu meningkatkan
nafsu makan
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentuan jumlah kalori dan jenis
nutrien pasien
Rasional: untuk memenuhi nutrisi pasien
WEB OF CAUTION (WOC)
Pola Makan Bahan kima dan obat Pola Hidup
Obesitas Faktor Genetik Penyakit dan Infeksi
meningkat
pankreas Tidak Olah raga
peningkatan timbunan Gen Penyebab Iritasi Pankreas
Metabolisme tubuh
lemak pada sel Fungsi pancreas Perkembangan Kalori
menurun Mutasi gen pada Inflmasi Pankreas
adiposa menurun terhambat
Aktivitas menurun Kromosom Fungsi Pankreas
Asam lemak bebas Penghancuran sel-sel Peingkatan tmbunan
Disfungsi Glund menurun
Gangguan meningkat beta lemak pada sel adiposa
pembentukan energi Hormon Resisten Produksi insulin tidak
Resistensi Insulin Defisiensi Insulin Asam lemak bebesa
meningkat adekuat
Produksi insulin tidak meningkat
Daya kerja insulin
adekuat Resistensi insulin Transportasi glukosa
menurun Resistensi insulin
dalam sel turun
Transportasi gula
dalam sel turun Gula darah menurun Daya kerja insulin
menurun
Gula darah meningkat

HIPOGLIKEMIA

B1 (Breath) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder)


B5 (Bowel) B6 (Bone) Integumen
gluconeogenesis Penurunan fungsi Diuresis as. laktat Osmotik meningkat
Pemecahan Protein, Penurunan aktivtitas Pembuluh darah
meningkat pankreas
Lemak besar tersumbat
Peningkatan badan Peningkatan Kelemahan
lipolysis meningkat Defisit insulin keton permeabilitas kapiler
Asam lemak bebas Thrombosis
Kekakuan
As. lemak bebas Transpor glukosa Viskositas darah Poliuria meningkat Otot/Kontraktur Okulasi pada darah
meningkat menurun meningkat
Dehidrasi BUN meningkat MK: Gangguan Gangguan Sirkulasi
as lemak teroksidasi Cadangan glikogen Iskemi jaringan
Mual, Muntah Mobilitas Fisik
berkurang MK: Hipovolemia MK: Risiko
Ketoasidosis Kesadaran turun Gangguan
Peningkatan MK: Defisit Nutrisi
Asidosis Metabolik MK: Resiko Jatuh Integritas Kulit
glukoneogenesis
PH Menurun MK: Ketidakstabilan
Kadar Glukosa Darah
Mk: Pola Nafas Tidak
Efektif
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., & Aridiana, L. M. (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin
dengan Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta: Salemba Medika.
Lestari, S., & Sunaryo, T. (2016). Model Self Management Education (SME)
dalam Meningkatkan Kemampuan Deteksi Dini Hipoglikemia Pada
Diabetesi di RSUD dr. Moerwardi Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan, Volume 5(Nomor 2), Halaman 110-237. Retrieved from
http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/233/208
PPNI, S. D. (2018). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, S. D. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan (Ed. 1). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, S. D. (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (Ed. 1). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem (8th ed.). Jakarta:
EGC.
Shufyani, F., Wahyuni, F. S., & Armal, K. (2017). Evaluasi Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2, 7(1), 12–19.
Syaifuddin, H. (2011). Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasais Kompetensi
untuk Keperawatan dan Kebidanan. In M. Ester (Ed.) (Ed. 4). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai