Anda di halaman 1dari 29

WAWANCARA PSIKIATRIK

Berdasarkan Autonamnesis dengan pasien.


Keterangan: DM: Dokter Muda ; P: Pasien
DM Assalamualaikum pak , perkenalkan nama saya fitri , saya dokter muda
yang sedang dinas di Poli jiwa RSU Anutapura Palu (sambil jabat
tangan). Permisi pak saya meminta kesediaan bapak untuk diwawancarai
sebentar. Apakah bersedia ?
P Iya silahkan dok
DM Baik nama bapak siapa?
P Saya bapak A
DM Umur bapak berapa?
P Umur saya 37 tahun
DM Alamatnya dimana pak?
P Jl jati
DM Oh iya pak, sehari-hari bapak bekerja apa ?
P Lalu saya bekerja dibalai kota, tapi sekarang hanya dirumah
DM Bagaimana riwayat pendidikan bapak?
P Saya tamat SMA dok
DM Bapak agamnya apa ?
P Islam dok
DM Diantar sama siapa ke RS?
P Diantar oleh saudara
DM Bapak sebelumnya sudah pernah datang berobat disini ?
P Sudah dok ini ke 2 kalinya
DM Sebelumnya bapak ada pergi berobat ke rumah sakit atau ke dokter yang
lain pak?
P Belum pernah dokter
DM Baik pak, Apa keluhan bapak sehingga datang berobat ke poli jiwa
pertama kalinya
P Saya merasa cemas dan takut dokter

1
DM Berapa lama bapak sudah mengalami keluhan seperti itu
P Kurang lebih 5 bulan terakhir dok.
DM Maksud dari cemas dan rasa takut yang bapak rasakan ini bagaimana
pak?
P Iya dok, awalnya rasa cemas yang rasakan ini semenjak setelah kejadian
gempa, saya sering merasa cemas akan terjadi gempa kembali. Tapi pada
saat awal” saya masih bisa mengendalikannya tapi semenjak 5 bulan
terakhir saya sdh sering merasa takut dan sering memimpikan kejadian
gempa 1 tahun yang lalu. Saya juga sering takut apabila mendengar suara
keributan dan mendengar suara mobil truk yang lewat karena suaranya
seperti suara gemuruh. Selain itu saya juga langsung merasa berdebar”
dan berkeringat. Kemudian saya juga merasa sulit tidur.
DM Baik pak, jadi bapak ada mendengar suara-suara yang tidak didengar
oleh orang disekitar bapak?
P Tidak ada dokter.
DM Baik pak, kalau bayangan-bayangan yang tidak dilihat orang lain pak
pernah lihat?
P Tidak pernah juga dok.
DM Maaf pak, jadi keluhannya bpak memberat semenjak 5 bulan terakhir
pak?
P Iya dok, semenjak 5 bulan terakhir ini sy sudah merasa takut dan sering
tidak mau keluar rumah. Saya merasa berada pada kejadian gempa 1
tahun yang lalu
DM Oh iya pak, maaf pak ,apakah pernah berniat atau pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau merasa putus asa karena memikirkan kejadian
gempa?
P Tidak pernah dok, saya cuma merasa takut dan cemas saja dan tidak
pernah berpikir mau bunuh diri
DM keluhan apalagi yang bapak rasakan?
P Saya ada keluhan berdebar-debar, sulit tidur

2
DM Nafsu makannya bagaimana?
P Saya jadi malas makan dok. Kalaupun makan hanya sedikit sekali.
DM Tapi bapak masih bersemangat untuk berkerja?
P Semenjak 5 bulan terakhir sudah kehilangan semangat bekerja dok.
DM Bagaimana hubungan bapak dengan keluarga
P Semuanya baik dok.
DM Apakah bapak memiliki riwayat kecelakaan atau benturan di kepala?
P Tidak ada dok
DM Apakah bapak dari kecil dulu pernah kejang?
P Tidak pernah dok
DM Mohon maaf pak saya mau menanyakan hal yang agak privasi, apakah
bapak merokok atau mengkonsumsi alkohol? Atau pernah memakai obat-
obatan
P Tidak dok.
DM Bapak masih ingat masa kecil bagaimana? Misalnya bagaimana
hubungan bapak dengan keluarga dan teman teman bapak
DM Waktu kecil saya baik baik saja dengan keluarga, saya juga punya banyak
teman
DM Saat ini bapak tinggal dengan siapa?
P Saya tinggal dengan orang tua saya
DM Bagaimana perasaan bapak saat ini?
P Kalau saat ini semenjak saya minum obat perasaan saya sudah mulai
membaik
DM Apakah bapak sadar bahwa bapak sakit?
P Iya dok saya sadar bahwa saya sakit, maka dari itu saya mau berobat dok
DM Oke baik pak mungkin itu saja dulu dari saya, terimakasih banyak atas
waktunya pak, semoga bapak bisa cepat sembuh, yang penting bapak
sehat dulu, makan yang teratur, dan tidur yang cukup.
P Baik dok, terimakasih
DM Assalamualaikum pak , perkenalkan nama saya , saya dokter muda yang

3
sedang dinas di Poli jiwa RSU Anutapura Palu (sambil jabat tangan).
Permisi pak saya meminta kesediaan bapak untuk diwawancarai sebentar.
Apakah bersedia ?
P Iya silahkan dok
DM Baik nama ibu siapa?
P Saya bapak A
DM Umur bapak berapa?
P Umur saya 37 tahun
DM Alamatnya dimana pak?
P Jl jati
DM Oh iya pak, sehari-hari ibu bekerja apa ?
P Lalu saya bekerja dibalai kota, tapi sekarang hanya dirumah
DM Bagaimana riwayat pendidikan bapak?
P Saya tamat SMA dok
DM Bapak agamnya apa ?
P Islam dok
DM Diantar sama siapa ke RS?
P Diantar oleh saudara
DM Bapak sebelumnya sudah pernah datang berobat disini ?
P Sudah dok ini ke 2 kalinya
DM Sebelumnya bapak ada pergi berobat ke rumah sakit atau ke dokter yang
lain pak?
P Belum pernah dokter
DM Baik pak, Apa keluhan bapak sehingga datang berobat ke poli jiwa
pertama kalinya
P Saya merasa cemas dan takut dokter
DM Berapa lama bapak sudah mengalami keluhan seperti itu
P Kurang lebih 5 bulan terakhir dok.
DM Maksud dari cemas dan rasa takut yang bapak rasakan ini bagaimana
pak?

4
P Iya dok, awalnya rasa cemas yang rasakan ini semenjak setelah kejadian
gempa, saya sering merasa cemas akan terjadi gempa kembali. Tapi pada
saat awal” saya masih bisa mengendalikannya tapi semenjak 5 bulan
terakhir saya sdh sering merasa takut dan sering memimpikan kejadian
gempa 1 tahun yang lalu. Saya juga sering takut apabila mendengar suara
keributan dan mendengar suara mobil truk yang lewat karena suaranya
seperti suara gemuruh. Selain itu saya juga langsung merasa berdebar”
dan berkeringat. Kemudian saya juga merasa sulit tidur.
DM Baik pak, jadi bapak ada mendengar suara-suara yang tidak didengar
oleh orang disekitar bapak?
P Tidak ada dokter.
DM Baik ipak, kalau bayangan-bayangan yang tidak dilihat orang lain pak
pernah lihat?
P Tidak pernah juga dok.
DM Maaf pak, jadi keluhannya bpak memberat semenjak 5 bulan terakhir
pak?
P Iya dok, semenjak 5 bulan terakhir ini sy sudah merasa takut dan sering
tidak mau keluar rumah.
DM Oh iya pak, maaf pak ,apakah pernah berniat atau pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau merasa putus asa karena memikirkan kejadian
gempa?
P Tidak pernah dok, saya cuma merasa takut dan cemas saja dan tidak
pernah berpikir mau bunuh diri
DM keluhan apalagi yang bapak rasakan?
P Saya ada keluhan berdebar-debar, sulit tidur
DM Nafsu makannya bagaimana?
P Saya jadi malas makan dok. Kalaupun makan hanya sedikit sekali.
DM Tapi bapak masih bersemangat untuk berkerja?
P Semenjak 5 bulan terakhir sudah kehilangan semangat bekerja dok.
DM Bagaimana hubungan bapak dengan keluarga

5
P Semuanya baik dok.
DM Apakah ibapak memiliki riwayat kecelakaan atau benturan di kepala?
P Tidak ada dok
DM Apakah bapak dari kecil dulu pernah kejang?
P Tidak pernah dok
DM Mohon maaf pak saya mau menanyakah hal yang agak privasi, apakah
bapak merokok atau mengkonsumsi alkohol?
P Tidak dok.
DM Bapak masih ingat masa kecil bagaimana? Misalnya bagaimana
hubungan bapak dengan keluarga dan teman teman bapak
DM Waktu kecil saya baik baik saja dengan keluarga, saya juga punya banyak
teman
DM Saat ini ibu tinggal dengan siapa?
P Saya tinggal dengan orang tua saya
DM Bagaimana perasaan ibu saat ini?
P Kalau saat ini semenjak saya minum obat perasaan saya sudah mulai
membaik
DM Apakah bapak sadar bahwa bapak sakit?
P Iya dok saya sadar bahwa saya sakit, maka dari itu saya mau berobat dok
DM Oke baik pak mungkin itu saja dulu dari saya, terimakasih banyak atas
waktunya pak, semoga bapak bisa cepat sembuh, yang penting ibu sehat
dulu, makan yang teratur, dan tidur yang cukup.
P Baik dok, terimakasih

6
LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Nama : Tn. Abd rasyid

Umur : 37 tahun

Jenis Kelamin : laki”

Alamat : jalan jati

Pekerjaan : tidak ada

Agama : Islam

Status Perkawinan : belum menikah

Pendidikan : SMA

Tanggal Pemeriksaan : 21 Juni 2019

Tempat Pemeriksaan : poli jiwa RSU Anutapura Palu

LAPORAN PSIKIATRIK

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Cemas
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang laki-laki berusia 37 tahun datang ke poli klinik jiwa
RSU anutapura palu dengan keluhan cemas yang dirasakan sejak
kurang lebih 5 bulan terakhir. Perasaan cemas disertai dengan
berdebar-debar, keringat dingin, tangan gemetar, selalu rasa haus,
mulut kering, sulit tidur dan kehilangan nafsu makan. Pasien merasa
takut saat sendirian dengan alasan takut bila terjadi sesuatu . Pasien
juga terkadang merasa khawatir tentang apa yang akan terjadi
padanya.
Awal perasaan cemas ini timbul pasca gempa palu, saat
kejadian gempa, pasien sementara mengendarai motor dan menabrak

7
tembok rumah, yang menyebabkan kendaraannya rusak tapi kondisi
pasien masih baik, dan pada saat kejadian gempa pasien juga
menceritakan bahwa dia melihat orang disekitarnya pada berjatuhan
sampai ada yang tidak sadarkan diri dan ada beberapa orang yang
ditabrak oleh motor. dan pada 5 bulan terakhir pasien mulai mengingat
kembali kejadian tersebut dan merasa jika kejadian tesebut akan
terjadi. Pasien mengatakan dirinya juga sering bermimpi tentang
kejadian gempa tersebut. Pasien juga apa bila mendengar mobil truk
sering merasa takut, karena beranggapan jika bunyi tersebut suara
gempa.
Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial (+)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Penggunaan Waktu Senggang (+)
 Faktor Stressor Psikososial
Kejadian gempa 28 september 2019
 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya.
 Riwayat penyakit fisik pasien
Pasien tidak memiliki riwayat fisik
 Riwayat penyakit psikis pasien
Pasien baru pertama kali mengalami gangguan psikis.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
Tidak ada riwayat kejang, penyakit jantung, infeksi berat dan
trauma capitis, serta gangguan jiwa sebelumnya.
D. Riwayat Kehidupan Peribadi
 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien tidak dapat mengingat riwayat ini dengan jelas.
 Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)
Pasien tidak dapat mengingat riwayat ini dengan jelas.
 Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)

8
Pasien berhenti sekolah setelah lulus SMA dan hanya bekerja
membantu orang tua .
 Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutya,
pasien hanya bekerja membantu orang tua
 Riwayat Perkerjaan
Pasien tidak bekerja
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya
dan saudaranya
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan saudaranya
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan.
Pasien menyadari dirinya sakit secara psikis, dan mau diobati.
II. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT
Pemeriksaan Fisik:
 Tekanan Darah : 100/70 mmHg,
 Denyut Nadi : 68 x/menit
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,6°C.
 Kepala : Normocepal
 Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-),
 Leher : Pembesaran KGB (-/-)
 Dada : Jantung : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur
(-).Paru : Bunyi paru vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),
whizing (-/-),
 Perut : Kesan datar, ikut gerakan nafas, bising usus (+)
 Anggota Gerak : Akral hangat, oedem pretibialis (-)

9
Status Lokalis
 GCS : E4V5M6

Status Neurologis
 Meningeal Sign : (-)
 Refleks Patologis : (-/-)
 Hasil Pemeriksaan nervus cranial : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pemeriksaan sistem motorik : Normal
 Gerakan-gerakan abnormal : (-)

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
 Penampilan:
Tampak seorang laki-laki memakai baju berwarna hitam
Postur tinggi badan pasien sekitar 175 cm, rambut keriting berwarna
hitam , tampakan wajah pasien sesuai dengan umurnya. Perawakan
biasa. Perawatan diri cukup.
 Kesadaran: Compos Mentis
 Perilaku dan aktivitas psikomotor:
a. Pembicaraan : Spontan, intonasi kurang jelas, artikulasi cukup.
jawaban sesuai dengan pertanyaan.
 Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Keadaan afektif
 Mood : anhedonia
 Afek : serasi
 Keserasian : serasi
 Empati : dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
 Daya konsentrasi: cukup

10
 Orientasi : Baik
 Daya ingat
Jangka Pendek : Baik
Jangka sedang : baik
Jangka Panjang : baik
 Pikiran abstrak : baik
 Bakat kreatif :
 Kemampuan menolong diri sendiri: baik
D. Gangguan persepsi
 Halusinasi : Tidak ada
 Ilusi : Tidak ada
 Depersonalisasi : Tidak ada
 Derealisasi : Tidak ada
E. Proses berpikir
 Arus pikiran:
A. Produktivitas : pasien menjawab bila diberi
pertanyaan
B. Kontinuitas : relevan
C. Hendaya berbahasa : tidak ada
 Isi Pikiran
A. preokupasi : tidak ada
B. Gangguan isi pikiran : tidak ada

F. Pengendalian impuls
Baik
G. Daya nilai
 Norma sosial : baik
 Uji daya nilai : baik
 Penilaian Realitas : baik
H. Tilikan (insight)

11
Derajat 4: Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh pengobatan
namun tidak memahami penyebab sakitnya.
I. Taraf dapat dipercaya
Dapat dipercaya

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Pasien ke bagian kesehatan jiwa karena mersa cemas dan takut
 Pasien merasakan gelisah sejak ± 1 tahun lalu. dan memnerat 5 bulan
terakhir
 Pasien merasa cemas dan takut disebabkan oleh ketjadisn genpa 1
tahun yang lalu
 Saat pemeriksaan status mental, pasien terlihat tenang, dapat
berkomunikasi dan kooperatif. Namun saat meceritakan penyebab
kecemasannya, pasien tampak sedih. Pasien tidak memiliki halusinasi
baik auditorik maupun visual. Pasien tidak memiliki gangguan isi pikir
maupun gangguan menilai realita.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I :
 Berdasarkan autoanamnesis didapatkan ada gejala klinik bermakna
dan menimbulkan penderitaan (distress) berupa cemas, rasa takut
dan menimbulkan (disabilitas) berupa hendaya yaitu hendaya
sosial dan pekerjaan dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
Gangguan Jiwa
 Pada pasien tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realita,
serta daya nila norma sosial tidak terganggu, sehingga pasien
didiagnosa Sebagai Gangguan Jiwa non Psikotik.
 Berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status
internus, tidak terdapat adanya kelainan yang mengindikasi
gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak
serta dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini,

12
sehingga pasien didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa non Psikotik
non Organik
 Berdasarkan gambaran kasus dan pemeriksaan status mental
didapatkan gejala stres yaitu cemas dan rasa takut, selain itu
pasien juga selalu memimpikan kejadian gempa palu. sehingga
memenuhi kriteria reaksi terhadap stres berat dan gangguan
penyesuaian F.43
 Berdasarkan kriteria diagnostic PPDGJ III, pasien memiliki gejala
stres yang berlangsung kurang lebih 1 tahun yang lalu dan
memberat 5 bulan terakhir. gejala dirasakan tidak setiap hari, dan
sehingga pasien didiagnosis Gangguan stres Pasca trauma
(F43.1)
 Aksis II
Tidak ada diagnosis Aksis II
 Aksis III
Tidak ada diagnosis aksis III.
 Aksis IV
Masalah berkaitan dengan bencana alam
 Aksis V
GAF scale 60-51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang).

VI. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik
Tidak ditemukan adanya gangguan namun ada ketidakseimbangan
neurotransmitter sehingga pasien ini membutuhkan psikofarmaka.
 Psikologi
Ditemukan adanya masalah/stressor psikososial sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.
 Sosiologi
Ditemukan adanya hendaya sosial, pekerjaan, dan waktu senggang
sehingga pasien memerlukan sosioterapi.

13
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan psikotik akut dan sementara

VII. PROGNOSIS

Dubia ad bonam
 Faktor yang mempengaruhi :
Ada support keluarga
Sudah menikah

Faktor yang memperburuk :

VIII. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi :
- lodomer 0,5 mg
- clobazam 5 mg
- sandepril 12,5 mg
- vit b6 1/2

Curcuma tab 2x1


Alprazolam 0,5 mg 0-1-1
Propanolol 10 mg 0-0-1

 Psikoterapi suportif
 Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega
 Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol
dan minum obat dengan rutin.

14
 Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri dan kemauan pasien untuk
dia sembuh (penyakit terkontrol).

 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan
berkala.

IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta
menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan
munculnya efek samping obat yang diberikan.

X. PEMBAHASAN/ TINJAUAN PUSTAKA


a. Definisi
PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder adalah Gangguan
kejiwaan pada seseorang yang dialami dan berkembang setelah
pengalaman traumatik, atau menyaksikan suatu kejadian yang mengancam
jiwa, mencederai luka, atau ancaman terhadap integritas dari tubuh,
biasanya diiringi dengan ketidakmampuan seseorang untuk beradaptasi.
Pengertian lain dari PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) adalah
kecemasan patologis yang umumnya terjadi setelah seseorang mengalami
atau menyaksikan trauma berat yang mengancam secara fisik dan jiwa
orang tersebut. Pengalaman traumatik ini dapat berupa:
1. Trauma yang disebabkan oleh bencana seperti bencana alam (gempa
bumi, banjir, topan), kecelakan, kebakaran, menyaksikan kecelakaan
atau bunuh diri, kematian anggota keluarga atau sahabat secara
mendadak.
2. Trauma yang disebabkan individu menjadi korban dari interpersonal
attack seperti: korban dari penyimpangan atau pelecehan seksual,

15
penyerangan atau penyiksaan fisik, peristiwa kriminal (perampokan
dengan kekerasan), penculikan, menyaksikan perisiwa penembakan
atau tertembak oleh orang lain.
3. Trauma yang terjadi akibat perang atau konflik bersenjata seperti:
tentara yang mengalami kondisi perang, warga sipil yang menjadi
korban perang atau yang diserang, korban terorisme atau pengeboman,
korban penyiksaan (tawanan perang), sandera, orang yang
menyaksikan atau mengalami kekerasan.
4. Trauma yang disebabkan oleh penyakit berat yang diderita individu
seperti kanker, rheumatoid arthritis, jantung, diabetes, renal failure,
multiple sclerosis, AIDS dan penyakit lain yang mengancam jiwa
penderitanya.
b. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi PTSD pada wanita lebih tinggi dari pria. Prevalensi pada
wanita berkisar 10-12% dan 5-6% pada pria. Walaupun PTSD dapat
muncul pada usia berapapun, tetapi kebanyakan sering terjadi pada dewasa
muda karena cenderung lebih mudah terpapar. Gangguan ini cenderung
terjadi pada orang yang belum memiliki pasangan, bercerai, janda,
dikucilkan dari lingkungan atau sosial ekonomi yang rendah. Faktor risiko
gangguan ini yaitu pada tingkat keparahan trauma, durasi, serta trauma
yang dialami individu. Trauma yang sering muncul pada pria antara lain
kekerasan, sedangkan pada wanita yaitu pemerkosaan
c. FAKTOR RESIKO PTSD
1. Jenis kelamin perempuan, 2 hingga 4 kali lipat dibandingkan pada
laki-laki meskipun laki-laki lebih cenderung mengalami kejadian
traumatik.
2. Gangguan jiwa sebelumnya (preexisting anxiety disorder atau
preexisting major depression) beresiko 2 kali lipat dibandingkan
mereka yang tidak mengalami gangguan jiwa.
3. Adanya gangguan psikiatrik sebelum trauma baik pada individu yang
bersangkutaan maupun keluarganya.

16
4. Adanya trauma masa kanak, seperti kekerasan fisik maupun seksual.
5. Ciri kepribadian ambang, paranoid, dependent, atau antisosial.
6. Mempunyai karakter yang bersifat introvert atau isolasi sosial; adanya
problem menyesuaikan diri.
7. Adanya kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi secara bermakna.
8. Terpapar oleh kejadian-kejadian dalam kehidupan yang luar biasa
sebelumnya baik tunggal maupun ganda dan dirasakan secara
subjektif oleh suatu kondisi atau peristiwa yang menimbulkan
penderitaan bagi dirinya.
d. ETIOLOGI
Respon kognitif dan afektif juga penting dalam menentukkan PTSD
yang dikembangkan. Kejadian traumatik didefinisikan dengan kejadian
yang melibatkan pengalaman atau menyaksikan kejadian nyata yang
mengancam jiwa, cedera berat, atau mengatahui kematian yang
mengenaskan yang melibatkan ketakutan yang mendalam,
ketidakberdayaan, atau kejadian mengerikan.

17
e. PATOFISIOLOGI PTSD

Biologi

Sistem otak : amigdala →merespon


peristiwa traumatik
Perilaku PTSD Stressor
kognitif

 Pengalaman
Pola Asuh
perang
 Penyiksaan,
bencana alam,
 Penyerangan,
perkosaan
 Kecelakaan
serius
 Orang yang mengalaminya - Aktivasi kembali trauma
Tidak mampu memproses pada masa kanak-kanak
 Atau merasionalisasikan
Trauma Pencetus gangguan ini

Faktor kognitif PTSD menyatakan bahwa orang yang

mengalaminya tidak mampu memproses atau merasionalisasikan trauma

pencetus gangguan ini. Penderita terus mengalami stress dan berupaya

menghindarinya. Secara kognitif, konsistensi dengan kemampuan parsial

menghadapi peristiwa tersebut mereka mengalami periode bergantian

memahami dan memblok peristiwa. Faktor perilaku menekankan adanya

dua fase dalam perkembangannya. Pertama, trauma yang menimbulkan

respon takut dan pembelajaran klasik sebagai stimulus yang dipelajari.

Kedua, melalui pembelajaran instrumental, stimulus yang dipelajari

mencetuskan respon takut yang bebas dari stimulus asal yang tidak

18
dipelajari dengan pengembangan pola penghindaran. Sejumlah penerima

bantuan sekunder dari dunia luar (kompensasi keuangan, peningkatan

perhatian/simpati, pemuasan kebutuhan) dapat menyokong gangguan dan

penetapan gangguan.

Faktor Biologis. Gejala-gejala gangguan stress pasca trauma

timbul sebagai akibat dari respon biologik dan psikologik seorang individu

karena aktivitas dari beberapa sistem di otak yang berkaitan dengan

timbulnya perasaan takut pada seseorang. Dalam hal ini, amigdala

merupakan bagian otak yang sangat berperan besar. Amigdala akan

mengaktivasi beberapa neurotransmiter serta bahan-bahan neurokimiawi di

otak jika seseorang menghadapi peristiwa traumatik yang mengancam

nyawa sebagai respon tubuh untuk menghadapi peristiwa tersebut (Robby

dkk 2009):

Gambar 2. Hipokampus dan re-experience ( dikutip dari Sthal, 2013)

Cemas pada PTSD dipicu tidak hanya dari stimulus external tetapi

juga dari memori seseorang. Memori traumatic yang tersimpan pada

hipokampus dapat mengaktivasi amigdala, mengaktivasi region otak yang

19
lain dan menghasilkan respon takut. Ini dinamakan dengan istilah Re-

experiencing yang sering tampak pada gejala dari PTSD (Sthal, 2013).

Gambar 3. Amigdala dan avoidance ( dikutip dari Sthal, 2013)

Perasaan takut bisa di perlihatkan melalui sikap seperti menghindar

(Avoidance) yang diatur oleh amigdala dan periaqueductus gray (PAG)

yang berhubungan secara timbal balik. Avoidance pada kasus ini adalah

respon motorik dan kemungkinan dapat disamakan dengan ancaman.

Sistem Simpatis dan Parasimpatis. Akibat dari perangsangan pada

sistem saraf simpatis segara setelah mengalami peristiwa traumatik, maka

akan terjadi reaksi ‘fight or flight reaction’. Sistem saraf parasimpatis

berupa membatasi reaksi sistem saraf simpatis pada beberapa jaringan

tubuh, namun respon ini bekerja secara bebas dan tidak berkaitan dengan

respon yang diberikan oleh sistem saraf simpatis. Ketekolamin berperan

dalam menyediakan energi yang cukup dari beberapa organ vital tubuh

dalam bereaksi terhadap tekanan tersebut. Katekolamin yang meningkat

ini membuat individu tetap berada dalam kondisi siaga terus menerus.

20
Sejumlah studi menemukan peningkatan konsentrasi epinefrin urin 24 jam

pada veteran dengan PTSD dan peningkatan katekolamin urin pada

perempuan yang mengalami penyiksaan seksual. Pada PTSD, reseptor β-

adrenergik limfosit dan α-trombosit mengalami downregulation,

kemungkinan sebagai respon terhadap peningkatan kronis katekolamin.

Sistem Opioid. Abnormalitas ditemukan dengan penurunan

konsentrasi β-endorfin plasma pada penderita PTSD. Pada veteran perang

yang mengalami PTSD menunjukkan efek analgesik reversibel dengan

nalokson untuk stimulus yang berkaitan dengan perang sehingga

meningkatkan kemungkinan hiperregulasi sistem opioid serupa dengan

hiperregulasi aksis HPA.

Faktor Pelepas Kortikotropin dan Aksis Hipotalamus–Hipofisis–

Adrenal. Hormon kortisol berperan dalam menghentikan aktivasi sistem

saraf simpatik dan beberapa sistem tubuh yang bersifat defentif tadi yang

timbul akibat dari peristiwa traumatik yang dialami oleh individu tersebut.

Dengan kata lain, hormon kortisol berperan dalam proses terminasi dari

respon tubuh dalam menghadapi tekanan. Jika hormon kortisol gagal

menghentikan proses ini, maka aktivitas katekolamin akan tetap tinggi dan

kondisi ini dikaitkan dengan terjadinya ‘konsolidasi berlebihan’ dari

ingatan-ingatan peristiwa traumatik yang dialami.

Sejumlah studi menunjukkan konsentrasi kortisol bebas rendah

pada plasma dan urin penderita PTSD. Terdapat pengingkatan reseptor

glukortikoid pada limfosit dan percobaan dengan corticotropin releasing

21
hormone (CRF) eksogen menunjukkan respon adenocorticotropic

hormone (ACTH) yang tumpul.

Sejumlah studi juga menemukan terjadinya hipersupresi kortisol

pada pasien yang terpajan trauma dan mengalami PTSD dibandingkan

dengan pasien yang terpajan trauma tetapi tidak mengalami PTSD. Secara

keseluruhan hiperregulasi aksis HPA berbeda dengan aktivitas

neuroendokrin yang biasa terlihat selama stress dan gangguan lainnya

seperti depresi. Pada studi hewan, stres berhubungan dengan perubahan

struktural hipokampus dan pada studi pada veteran perang menunjukkan

volume rata-rata yang lebih rendah pada regio hipokampus otak walaupun

masih kontroversial. Perubahan struktural pada amygdala, juga

menunjukkan perubahan area otak yang terkait dengan rasa takut. Studi

pada depresi menunjukkan efek serupa pada amigdala dan korteks

prefrontal.

Sleep Studies. Pada studi didapatkan dua kriteria jelas yang

berhubungan dengan keluhan tidur pada individu dengan PTSD: nightmare

dengan kejadian traumatik, kegagalan untuk memulai dan

mempertahankan tidur, data selanjutnya menggagaskan kesulitan tidur

pada individu dengan PTSD dengan aktivitas motorik yang berlebih dan

awakening with somatic anxiety symptoms. Terdapat juga komplain pada

penggunaan polysomnography pada studi, terutama pada pasien dengan

waktu tidur yang kurang atau efisiensi, dan peningkatan kesadaran pada

pasien PTSD. Terdapat juga dokumentasi pada pasien dengan PTSD

22
dengan gangguan nafas akibat tidur. PTSD juga dikaitkan dengan REM

yang.terfragmentasi.

f. DIAGNOSIS

Diagnosis Post Traumatic Stress Disorder dapat ditegakkan

berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 5th

Edition dan PPDGJ-III. Menurut DSM – 5 Post traumatic Stress Disorder

digolongkan kedalam Traumaand Stressor Related Disorders. Sedangkan

dalam PPDGJ-III gangguan ini dimasukan kedalam golongan Gangguan

Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres pada

kategori Reaksi Terhadap Stres Berat dan gangguan Penyesuaian (F.43).

23
24
Sementara itu penegakan diagnosis untuk Post Traumatic Stress

Disorder dapat melalui kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III yaitu : ·

Diagnosis baru ditegakan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun

waktu 6 bulan setelah kejadian traumatis berat (masa laten yang berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui

6 bulan). Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila

tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu

6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat

25
alternatif kategori gangguan lainnya. · Sebagai bukti tambahan selain

trauma, harus didapatkan bayang - bayang atau mimpi- mimpi dari

kejadian traumatis tersebut secara berulang - ulang kembali ( flashback). ·

Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya

dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas. · Suatu “sequelae” menahun

yang terjad lambat setelah stres yang luar biasa, misalnya saja beberapa

puluh tahun setelah trauma, diklasifikasikan dalam kategori F62.0

(perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami

katasfora).

g. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Penatalaksanaan penderita PTSD dapat dilakukan

dengan farmakoterapi dan Psikoterapi. Pemberian farmakoterapi

merupakan pegobatan penting untuk penderita PTSD dengan disesuaikan

berdasarkan tingkat keparahan gejala dan gejala spesifik yang dialami

penderita.

a. Farmakoterapi Pemberian SSRI atau Selective Serotonin Re- uptake

Inhibitor merupakan obat lini pertama. Obat golongan ini akan bekerja

sebagai penghambat pengambilan kembali serotonin di celah sinaps

sehingga jumlah serotonin dicelah sinaps semakin bertambah.

Sehingga golongan ini efektif untuk semua gejala penderita PTSD dan

memiliki efek samping paling minimal. Ada lima golongan SSRI yang

dapat digunakan untuk penderita PTSD, yaitu Zoloft (setraline), Paxil

26
(paroxetine), Prozac (fluoxetine), Luvox (Fluvoxamine), Celaxa

(citalopram).

Gejala yang dapat obati dengan golongan SSRI antara lain ; Pikiran

yang intrusif, flashback, ketakutan yang berhubungan dengan trauma,

panik, menghindar, emosi tumpul/numbing, gejala disasosiatif, mudah

marah/tersinggung, sulit konsentrasi dan rasa bersalah. Selain itu

terdapat golongan psikotropika lain yang juga diajurkan untuk

mengobati gejala PTSD yang timbul seperti golongan anti-depresi

trisiklik (Amitriptyline dan Imipramine), mood stabilizers, golongan

SNRI (Venlafaxine) dan antiansietas (Benzodiazepine)(Nurtanty,

N.D., 2009)

b. Psikoterapi

Pendekatan psikoterapi setelah mengalami peristiwa traumatis

harus bersamaan dengan edukasi dan pembentukan mekanisme koping

serta penerimaan terhadap peristiwa yang dialami. Ketika mengalami

gangguan PTSD dapat dilakukan dua pendekatan yaitu

membayangkan peristiwa traumatis untuk meningkatkan mekanisme

koping.

Pendekatan kedua yaitu penatalaksanaan stres yang dialami

dengan teknik relaksasi dan pendekatan kognitif. Terapi individual,

terapi kelompok dan terapi keluarga juga efektif dalam

penatalaksanaan PTSD.

27
Penatalaksanaan dengan psikoterapi lainnya yang dapat

digunakan untuk penderita PTSD antara lain, Cognitive Behavioral

Therapy (CBT), Prolonged Exposure, Stress inoculation Training,

Imagery Rehearsal Theraphy (IRT), CPT, EMDR, Psychodinamic

therapy, Hypnosis dan Debriefing. Penatalaksanaan psikoterapi

tersebut menggunakan pendekatan fungsi kognitif pasien untuk

mengurangi gejala yang terjadi pasca trauma.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Saigh, Philip, A., Bremner, J., Douglas. 2013. The history of


posttraumatic stress disorder. American psychological association, 15:
434. Retrived Maret 12, 2015, Available from
http://psycnet.apa.org/psycinfo/2013-06874-001
2. Stahl, Stephen M. 2013. Stahl’s Essential Psychopharmacology
Neuroscientific. Basis and Practical Application Fourth Edition. New
York. Cambrige Medicine Press.
3. American Pcychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder. 5th ed. Washington, DC: American
Pcychiatric Publishing.
4. American Pcychiatric Association. 2000 . Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder. 4th ed. Revisi teks.Washington,
DC:American Pcychiatric Association.
5. Connor, K. M & Butterfield, M.I. 2003. Post Traumatic Stress Disorder,
Focus The Journal of Lifelong Learning in Psychiatry, 1(3), pp: 247-262.
6. Erwina Ira., 2010. Pengaruh Cognitive Behavior Therapy Terhadap
PostTraumatic Stress Disorder Pada Penduduk Pasca Gempa Di
Kelurahan Air Tawar Barat. (Tesis). Jakarta : Universitas Indonesia.

29

Anda mungkin juga menyukai