Anda di halaman 1dari 8

REFLEKSI KASUS

Penyusun :

Nordiansyah Putra, S.Ked

(1118011086)

Pembimbing :

dr. Handayani Dwi Utami, M.Kes, Sp.F

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROPINSI LAMPUNG
2016

1
REFLEKSI KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Nama Dokter Muda / NPM : Nordiansyah putra / 1118011086


Stase : Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Identitas Pasien
Nama / Inisial : Nn. NA No. RM : 443422
Umur : 14 tahun Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : tidak dilakukan berdasarkan permintaan penyidik No. B/213/Serse/IV/2016
tanggal 11 April 2016 asal kepolisian Sektor Kedaton--------------------------------------------------------------

A. Jenis Kasus
Kasus yang akan dibahas dan direfleksikan oleh penulis pada kesempatan ini yaitu
TINDAK ASUSILA. Kasus ini bukanlah kasus yang sederhana, namun penulis akan
membahas secara ringkas dan mengambil hal-hal penting yang berguna kedepannya bagi
pembaca secara umum dan bagi penulis sendiri secara khususnya.

Korban datang dengan ditemani keluargnya pada tanggal dua mei dua ribu enam belas
pukul dua puluh tiga empat puluh lima menit Waktu Indonesia Barat ke Instalasi
Forensik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Korban daatang mengenakan baju lengan pendek
dengan warna merah. Celana jeans panjang sepatu hitam rambut diurai. Korban mengaku
telah mengalami persetubuhan sebanyak tiga kali dengan orang yang dikenal.

Kejadian bermula pada tanggal tiga maret tahun dua ribu lima belas. Korban diajak
pelaku untuk bermain dirumah pelaku. Korban tiba sekira pukul dua puluh tiga lewat
lima belas menit menit waktu indonesia barat. Korban kemudiian berbincang dengan
pelaku di lantai satu rumah pelaku. Kemudian korban diajak pelaku ke lantai dua rumah
kedalam kamar pelaku. Pada awalnya korban dan pelaku hanya berbincang. Kemudian
pelaku mematikan lampu kamar dan mendorong korban ke kasur. Korban menolak
dengan menendang pelaku namun korban dipaksa berbaring hingga korban merasa
lemas. Setelah itu korban dicium pada bibirnya dan celananya dibuka oleh pelaku dan
pelaku langsung memasukkan kemaluan pelaku ke kemaluan korban selama kurang lebih
tiga menit. Korban lalu merasa ada cairan yang keluar didalam kemaluan. Setelah itu,
pelaku menenangkan korban agar tidak takut. Sekitar setengah bulan setalah kejaadian
pertama, korban yang khawatir hamil menghubungi pelaku dan pelaku meminta korban
kerumahnya untuk mencegah kehamilan. Ketika korban kerumah pelaku, korban diajak

2
pelaku kekamarnya dan dipaksa berbaring sehingga keduanya melakukan hubungan
seksual dengan hanya melepaskan celana dan hanya menggunakan baju selama lima
menit. Seminggu kemudian pelaku dan korban kembali melakukan hubungan seksual
tersebut tanpa paksaan tanpa menggunakan baju berlangsung selama sekitar sepuluh
menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Selaput dara robek lama pada pukul enam dan
tujuh. Pada pemeriksaan laboratorium uji kehamilan, hasil negative, pada pemeriksaan
laboratorium apusan lender vagina hasil tidak ditemukan spermatozoa.

B. Alasan Memilih Kasus


Pemilihan dilakukan penulis dikarenakan kasus ini sering terjadi di kehidupan kita sehari
– hari, dan banyaknya kasus anak muda yang sering melakukan hubungan diluar nikah
baik dengan atau tanpa paksaan. Kasus ini terjadi kurang lebih dua minggu yang lalu saat
penulis sedang menjalani kepaniteraan klinik kedokteran forensik dan medikolegal di
RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Makin lama, kasus kekerasan seksual makin lama makin bertambah banyak sesuai
dengan data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) sejak tahun 1998 sampai 2010 tercatat 93.960 kasus kekerasan seksual
terhadap perempuan di seluruh Indonesia. Kasus yang terdaftar masih belum ditambah
dengan kasus yang tidak dilaporkan. Dengan demikian perlu perhatian serius baik dari
diri sendiri, keluarga maupun lingkungan sekitar untuk mencegah hal ini tidak makin
bertambah banyak.

C. Analisis Kasus :

1. Aspek Etika

Seorang wanita datang meminta dokter untuk memvisum dirinya dikarenakan dirinya
telah mengalami perkosaan. Wanita ini ingin mengetahui apakah dia hamil dan
siapakah yang harus bertanggung jawab. Dalam hal ini dokter harus memegang 4
prinsip dasar bioetika kedokteran, yaitu Beneficence (berbuat baik), non-maleficence
(tidak berbuat yang merugikan), Justice (keadilan), respect for person/autonomy
(menghormati martabat manusia). Dalam menentukan sikapnya, dokter harus
menyatukan prinsip satu dengan prinsip yang lain. Namun, pada kasus tertentu karena
kondisi yang berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan
dengan mengorbankan prinsip yang lain.

3
a. Beneficence
Dalam hal ini, visum bagi Nn.NA yang merupakan korban persetubuhan dilakukan
dengan didasari niatan agar diketahui apakah dia hamil. Dengan kita ramah,
menjawab pertanyaan yang dibberikan menghargai sesama melakukan anamnesa dan
pemeriksaan yang sesuai merupakan bentuk dari nilai benificience.

b. Non-maleficence
Suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien dan tidak membahayakan pasien. Dalam kasus ini, dokter
memberitahukan apa saja tindakan yang akan dilakukan saat visum, meskipun pasien
agak terganggu karena ada bagian tubuh yang dibuka, tetapi pasien harus kooperatif
untuk mendapatkan hasil yang seobjektif mungkin dan tindakan tersebut tidak akan
memperburuk keadaan pasien ataupun mengganggu janin yang di kandungnya.

c. Justice
Prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan asil untuk kebahagiaan
dan kenyamanan pasien tersebut, menghargai hak sehat pasien, dan menghargai hak
hukum pasien. Dalam kasus ini dokter tidak membedakan sama sekali hak yang harus
didapatkan pasien dan kewajiban yang harus dokter lakukan pada pasien tersebut.
Apakah pasien merupakan pasien dari golongan kaya atau miskin dokter sama sekali
tidak membedakannya.

d. respect for person/ autonomy


Prinsip dimana seorang dokter menghormati martabat manusia. Dalam hal ini pasien
diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy
bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela dan membiarkan
pasien demi dirinya sendiri. Dalam kasus ini, dokter harus menghargai hak pasien
untuk mendapatkan izin untuk visum, melakukan visum dan mengetahui umur
kehamilannya.

2. Aspek Budaya/ Norma Tradisi di Masyarakat


Berdasarkan budaya dan norma yang ada di indonesia, hamil di luar nikah
termasuk masalah yang dapat mencoreng diri sendiri, orang tua bahkan keluarga
besar. Orang-orang di sekitar akan menganggap korban merasa “hina”, “jijik” dan
merasa korban “wanita murahan”, terlebih lagi korban masih bersekolah di

4
Sekolah Menengah Atas yang pastinya teman-teman korban merasa ada yang aneh
di diri korban dan melihat perutnya yang semakin lama semakin membesar dan itu
akan membuat korban dikucilkan. Sebaiknya, pasien di edukasi agar tidak terlalu
sedih berlebihan karena itu akan memperberat masa-masa kehamilannya dan
meminta agar pelaku segera bertanggung jawab kepada korban.

3. Aspek Hukum

Dalam aspek hukum, menjagan kerahasiaan tentang penyakit pasien adalah hak
yang dimiliki oleh masing-masing pasien. Sehingga dokter diharapkan untuk
menjaga kerahasian hasil pemeriksaan dan hanya memberikannya kepada yang
seharusnya.

Pemeriksaan kasus persetubuhan yang merupakan tindak pidana hendaknya


dilakukan dengan teliti dan waspada. Pemeriksa harus yakin akan hasil-hasil yang
ditemukannya. Tetapi dalam melaksanakan kewajiban ini, dokter jangan sampai
meletakkan kepentingan sikorban. Visum et Repertum yang dihasilkan mungkin
menjadi dasar untuk membebaskan terdakwa dari penuntutan atau sebaliknya.
Penundaan pemeriksaan dapat memberikan hasil yang kurang memuaskan.
Hal –hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan adalah:
 Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan
tertulis penyidik yang berwenang.
 Korban harus diantar polisi karena tubuh korban merupakan barang bukti.
 VeR harus dibuat sesuai keadaan yang didapat pada pemeriksaan
 Dokter harus didampingi perwat/bidan
 Tidak boleh menunda pemeriksaan

Berkaitan dengan kasus ini, dilihat dari aspek hukum terdapat adanya pelanggaran
yang melibatkan pelaku pemerkosaan terhadap Nn. NA yang masih berumur 14
tahun. Berdasarkan pengertian pemerkosaan adalah tindakan menyetubuhi seorang
wanita yang bukan istrinya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Korban
mengaku telah dipaksa oleh pelaku untuk melakukan persetubuhan, padahal status
pelaku dan korban bukan suami istri. Didalam KUHP memberikan batasan anak di
bawah umur adalah lima belas tahun, sedangkan dalam KHA memberikan batasan
anak di bawah umur adalah delapan belas tahun. Jadi dalam kasus ini pelaku dapat

5
dikenakan sanksi berupa pemerkosaan, pemerkosaan terhadap anak berdasarkan
pasal 285 KUHP dan persetubuhan dibawah umur berdasarkan pasal 287 KUHP.

Pasal 285 KUHP

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan


yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan
hukuman penjara selama – lamanya 12 tahun

Pasal 287 KUHP


(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas
tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum
sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan
pasal 294.

DAFTAR PUSTAKA

6
Budiyanto, A,dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. P147-50

Centers for Disease Control and Prevention, Child Maltreatment Surveillance: Uniform
Definitions for Public Health and Recommended Data Elements di akses tanggal 25
Januari 2016 dari http://www.cdc.gov/violenceprevention/pdf/CM_Surveillance-
a.pdf.2010

Kusuma, S.E dan Yudianto, A. 2007. Kejahatan Seksual. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Universitas Airlangga Surabaya

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Umpan balik dari pembimbing

7
Bandar Lampung, 29 Mei 2016
Dokter Pembimbing Dokter Muda

dr. Handayani Dwi Utami, M.Kes, Sp.F Nordiansyah putra

Anda mungkin juga menyukai