Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus Mei 2023

“PENCABULAN”

Disusun Oleh :
Jihan G. Ismail
N 111 21 088

Pembimbing :
dr. Asrawati Azis, Sp. FM

BAGIAN ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Salah satu bentuk kejahatan yang begitu marak terjadi belakangan ini
adalah tindak kejahatan kesusilaan yang mengarah pada tindak kejahatan seksual
(sexual offense) dan lebih khususnya lagi yaitu tindak pidana pencabulan.
Pencabulan merupakan pengalaman yang paling menyakitkan bagi seorang anak,
karena selain mengalami kekerasan fisik, ia juga megalami kekerasan emosional.1
Kejahatan seksual (sexual offences) atau kekerasan seksual merupakan
salah satu bentuk dari kejahatan tubuh yang merugikan kesehatan dan nyawa
manusia. Kekerasan seksual adalah segala kekerasan, baik fisik maupun
psikologis, yang dilakukan dengan cara-cara seksual atau dengan mentargetkan
seksualitas. Definisi kekerasan seksual ini mencakup perbudakan seksual,
penyiksaan seksual, penghinaan seksual di depan umum, pelecehan seksual, dan
perkosaan.2
Adanya keterkaitan antara ilmu kedokteran dengan kejahatan seksual dapat
dipandang sebagai konsekuensi dari pasal-pasal di dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) serta Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), yang memuat ancaman hukuman serta tata cara pembuktian pada
setiap kasus yang termasuk di dalam pengertian kasus kejahatan seksual. Oleh
karena itu Ilmu Kedokteran Forensik erat kaitannya dengan tindakan pencabulan.3
Sesuai data yang telah dihimpun oleh Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak telah tercatat bahwasanya kasus kekerasan
seksual pada tahun 2020 berada pada angka 7.191 kasus. Sedangkan terhitung
dari Juni 2021 dari sistem informasi daring perlindungan perempuan dan anak,
kasus kekerasan seksual pada tahun 2021 telah mencapai 1.902 kasus (Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, 2021). Hingga saat ini kekerasan
seksual di Indonesia yang telah dirasakan anak dibawah umur masih sangat
banyak. Hal ini terlihat dari berita baik media cetak maupun elektronik di
Indonesia yang masih memberikan informasi berkaitan dengan kekerasan seksual.
Kasus kekerasan sesual anak baik secara fisik maupun psikis selalu menjadi
pembicaraan hangat baik di tingkat nasional atau internasional. Hal ini dikareakan
kasus ini telah terjadi sejak manusia ada di muka bumi. Hal ini mungkin akan
terus terjadi hingga dimasa yang akan datang.4
Definisi dan jenis kekerasan seksual yang dianut Indonesia diambil dari
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu dalam Bab XIV tentang
Kejahatan terhadap Kesusilaan. Pasal utama adalah pasal 285 tentang Perkosaan
yang berbunyi, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam
karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun”.5
Peran dokter dalam membantu penyidik memberikan keterangan medis
mengenai keadaan korban perkosaan, hal ini merupakan upaya untuk
mendapatkan bukti atau tanda pada diri korban yang dapat menunjukkan bahwa
telah benar terjadi suatu tindak pidana perkosaan. Keterangan dokter yang
dimaksudkan tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil
pemeriksaan medis yang disebut dengan visum et repertum. Menurut
pengertiannya, visum et repertum diartikan sebagai laporan tertulis untuk
kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang berwenang, yang
dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada
pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan,
serta berdasarkan pengetahuannya yang sebaik-baiknya.1
Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012 (SKDI 2012)
menyatakan bahwa dokter umum sesudah lulus harus mampu membuat visum,
surat keterangan medis dan memenuhi prosedur medikolegal dengan masing –
masing kompetensi 4A. Selain itu lulusan dokter umum juga harus bisa
melakukan secara mandiri teknik-teknik pengambilan sampel yang dapat
digunakan sebagai barang bukti medis, dengan kompetensi 4A.6

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian pencabulan.
2. Mahasiswa diharapkan mampu membuat visum et repertum pada kasus
pencabulan.
3. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan aspek hukum pada kasus
pencabulan.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Kronologis Kejadian


Pasien anak perempuan 15 tahun datang ke Instalasi Kedokteran Forensik
dan Medikolegal RS Daerah Kabupaten Banggai pada tanggal 25 Januari pukul
09.30 WITA. Pasien membawa surat permintaan Visum et Repertum karena
pasien mengaku dirinya dicabuli di Rumah milik teman dari pelaku (Alamat
tidak ketahui) , Kel. Bungin, Kec. Luwuk, Kab. Banggai yang terjadi pada hari
Minggu tanggal 23 April 2023 sekitar pukul 12.30 WITA. Menurut pengakuan
korban, korban saat itu sedang tidur di ruang tengah setelah diajak jalan-jalan
oleh pelaku, lalu pelaku tiba-tiba mendatangi korban dan berbaring diatas korban
sambil membuka pakaiannya dan pakaian bawah korban, dan memasukkan alat
kelamin pelai ke alat kelamin korban, tetapi saat baru masuk sedikit di bibir
kelamin korban, korban mencoba melawan pelaku dengan menendang pelaku,
sehingga pelaku pergi.

2.2. Hasil Pemeriksaan


A. Keadaan Umum
Pasien dengan jenis kelamin perempuan berumur 15 tahun datang ke
Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RS Daerah Kabupaten
Banggai dalam keadaan sadar. Pasien datang dengan menggunakan properti
jilbab warna hitam, baju kemeja lengan panjang warna hitam, celana jeans
panjang warna biru, sendal warna hitam. Pemeriksaan tanda vital didapatkan
keadaan tekanan darah 100/70 mmHg. Denyut nadi 90 x/menit, pernapasan 20
x/menit dan suhu tubuh 36,7oC. HPHT 4 April 2023.
B. Keadaan Bagian Tubuh
Pada pemeriksaan gigi, tampak gigi atas dan bawah, kanan dan kiri
ditemukan gigi geraham masing-masing berjumlah 7 buah. Pada bibir besar
kelamin tidak ditemukan adanya kelainan dan tanda-tanda kekerasan. Pada
bibir kecil kelamin tidak ditemukan adanya kelainan dan tanda-tanda
kekerasan. Pada selaput dara (hymen) ditemukan kemerahan pada arah jam 4
dan tidak ditemukan robekan.
2.3. Dokumentasi

Gambar 1. Foto Seluruh Tubuh. Tampak pasien menggunakan properti jilbab


warna hitam, baju kemeja lengan panjang berwarna hitam, celana jeans panjang
warna biru, dan sendal warna hitam.
Gambar 2. Pemeriksaan pada selaput dara (hymen). ditemukan kemerahan pada
arah jam 4 dan tidak ditemukan robekan
PEMERINTAH KABUPATEN BANGGAI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK &
MEDIKOLEGAL
Jalan Imam BonjolNo. 14 /  ( 0461 ) 21820, E-Mail : rsud_luwuk@yahoo.co.id

VISUM ET REPERTUM
PRO JUSTITIA
No. Reg/Rm : 00 - XXX
Sehubungan dengan surat saudara:-------------------------------------------‘
--------------------------------
Nama: SAFRIN Pangkat: BRIGPOL NRP: 91090199 Jabatan: an. Kepala Kepolisian
Resor Banggai KA SPKT u.b BANIT I, Nomor: VER/ 124 / VI / 2022 / Sulteng/ Res-
Bgi, Alamat: Kompleks Perkantoran Bukit Halimun Luwuk (94717) Tertanggal 25
Januari 2023, Perihal: Permintaan Visum et Revertum, yang kami terima pada
tanggal: 25 April 2023 Pukul 12.30 WITA.-----------------------------------------------------------------
Maka kami:-----------------------------------dr. Asrawati Azis, Sp FM------------------------------------
Sebagai dokter forensik pada Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD
Kabupaten Banggai, menyatakan telah dilakukan pemeriksaan terhadap korban pada
hari Kamis, tanggal 25 April 2023 Pukul 12.30 WITA, di Instalasi Kedokteran dan
Medikolegal RS Umum Daerah Kabupaten Banggai atas korban yang menurut surat
Saudara:----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama : DEVIANA LESTARI-----------------------------------------------------------------
Umur : 15 Tahun--------------------------------------------------------------------------------
Kelamin : Perempuan------------------------------------------------------------------------------
Agama : Islam-------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : Pelajar------------------------------------------------------------------------------------
Alamat : JLN P LABOBO KEL. SIMPONG KEC. LUWUK SELATAN
KAB. BANGGAI.---------------------------------------------------------------------
Anak perempuan tersebut korban PENCABULAN yang terjadi pada hari Minggu, 23
April 2023 di Rumah milik teman dari pelaku (Alamat tidak ketahui), Kel. Bungin,
Kec. Luwuk, Kab. Banggai sekitar pukul 12.30 WITA. Korban tiba di Instalasi
Kedokteran dan Medikolegal RS Umum Daerah Kab. Banggai pada hari Kamis, 27
April 2023 pukul 09.30 WITA.-------------------------------------------------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Luar: -------------------------------------------------------------------------------------------


1. Kesadaran Baik, tekanan darah seratus per tujuh puluh milimeter air raksa,
denyut nadi sembilan puluh per menit, pernapasan dua puluh kali per menit, suhu
tiga puluh enam koma tujuh derajat selsius------------------------------------------------------------
2. Korban berjenis kelamin perempuan, umur lima belas tahun---------------------------------------
3. Properti : korban datang dengan menggunakan properti jilbab berwarna hitam,
baju kemeja lengan panjang berwarna hitam, celana jeans panjang berwarna biru,
sendal berwarna hitam.-----------------------------------------------------------------------------------
4. Kepala:------------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Bentuk: Oval, simetris. Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.--------------
b. Pelipis: Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.---------------------------------
c. Dahi : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.-----------------------------------
d. Pipi: Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.------------------------------------
e. Hidung : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.-------------------------------
f. Dagu : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.----------------------------------
g. Mata : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.----------------------------------
h. Telinga : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.-------------------------------
i. Mulut: Pada gigi atas dan bawah, kanan dan kiri ditemukan gigi geraham
(molar) masing-masing berjumlah tujuh buah-----------------------------------------------------
j. Leher : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.---------------------------------
5. Dada: Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.---------------------------------------
6. Perut: Tampak datar.-------------------------------------------------------------------------------------
7. Pundak : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan. ----------------------------------
8. Punggung : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.--------------------------------
9. Pinggang: Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.----------------------------------
10. Panggul: Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.-----------------------------------
11. Pantat : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.-------------------------------------
12. Anggota gerak atas kanan dan kiri: Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda
kekerasan---------------------------------------------------------------------------------------------------
13. Anggota gerak bawah kanan dan kiri : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda
kekerasan. --------------------------------------------------------------------------------------------------
14. Alat kelamin:
a. Bibir besar kelamin : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.----------------
b. Bibir kecil kelamin : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan. ----------------
c. Selaput dara (hymen) : Ditemukan kemerahan pada arah jam empat dan tidak
ditemukan robekan.-----------------------------------------------------------------------------------
15. Dubur: Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.-------------------------------------

Pemeriksaan Penunjang : Test Kehamilan negatif (-)---------------------------------------------------

Tindakan/Terapi :---------------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN
1. Korban anak perempuan, umur lima belas tahun--------------------------------------------------
2. Pada pemeriksaan fisik ditemukan:-----------------------------------------------------------------
a. Mulut : Pada gigi atas dan bawah, kanan dan kiri ditemukan gigi
geraham (molar) masing-masing berjumlah tujuh buah--------------------------------
b. Bibir besar kelamin : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda
kekerasan--------------------------------------------------------------------------------------
c. Bibir kecil kelamin : Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda
kekerasan--------------------------------------------------------------------------------------
d. Selaput dara (hymen) : Ditemukan kemerahan pada arah jam empat
akibat benda tumpul dan tidak ditemukan robekan-------------------------------------
3. Test Kehamilan : negatif (-)--------------------------------------------------------------------------

Demikian Visum et Repertum ini dibuat menurut pengetahuan sebaik-baiknya


pada waktu itu dan dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan. -----------------------
Dokter Pemeriksa

dr. Asrawati Azis, Sp FM


..........................................
BAB III
PEMBAHASAN
Perkosaan merupakan suatu peristiwa yang sulit dibuktikan walaupun pada
kasus tersebut telah dilakukan pemeriksaan dan pengumpulan barang bukti yang
lengkap. Pasal 285 tentang pemerkosaan berbunyi: Barang siapa dengan kekerasan
atau dengan ancaman kekerasan memaksa orang perempuan di luar perkawinan
bersetubuh dengan dia karena salahnya perkosaan, dihukum dengan hukuman penjara
selamalamanya dua belas tahun. Jadi harus dibuktikan terlebih dahulu adanya suatu
persetubuhan. Bila persetubuhan tidak bisa dibuktikan, maka janggal bila dikatakan
suatu perkosaan. Suatu pembuktian yang jelas bahwa telah terjadi suatu persetubuhan
secara medis adalah mendapatkan sperma laki-laki di liang senggama wanita yang
dimaksud. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah bahwa: (a) sperma hidup dapat
bertahan selama 3x24 jam dalam rongga rahim; (b) sperma mati dapat bertahan
selama 7x24 jam dalam rongga rahim.7
Persetubuhan dengan Wanita di Bawah Umur diatur dalam pasal 287 ayat 1
yang berbunyi, “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan,
padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima
belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.” Dalam pasal 289 – 294
KUHP, diatur pula tentang perbuatan cabul sebagai salah satu kejahatan terhadap
kesusilaan. Perbuatan cabul dimaknai sebagai semua perbuatan yang dilakukan untuk
mendapatkan kenikmatan seksual sekaligus mengganggu kehormatan kesusilaan.
Selain dalam KUHP, pasal tentang kekerasan seksual terdapat pula dalam pasal 81
UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta pasal 5 dan 8 UU RI No.
23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. 5 Undang-
Undang Perlindungan Anak menetapkan dua bentuk kekerasan seksual terhadap anak.
Pertama, kekerasan seksual dengan unsur pidana berupa “melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain”. Kedua, kekerasan seksual dengan unsur pidana “melakukan kekerasan
atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul.7
Informed consent dalam tindakan pemeriksaan kejahatan seksual berperan
untuk menghindari permasalahan yang menyangkut aspek hukum dikemudian hari.
Informed consent juga berperan dalam mencegah dokter pemeriksa untuk melakukan
tindakan yang mengganggu privasi dari pasien dan melakukan tindakan yang tidak
nyaman kepada pasien.6
Adapun tatalaksana ilmu kedokteran forensik pada kasus kekerasan seksual
diantaranya adalah sebagai berikut:8
a. Persiapan di Tempat Kejadian Perkara
Tindakan pada kasus/disangka kasus perkosaan atau perzinahan:
1. Perhatikan apakah korban memerlukan pertolongan pertama akibat kekerasan
yang dideritanya. Perhatikan juga apakah korban telah cukup umur atau belum
selanjutnya lihat skema persetubuhan;
2. Perhatikan apakah pada tubuh korban terdapat tanda-tanda kekerasan
3. Amankan tempat kejadian dan barang bukti
4. Kumpulkan barang bukti sebaik-baiknya seperti noda darah, bercak pada kain,
celana, sprei, dan lain-lain
5. Perhatikan sikap korban, apakah takut, gelisah, malu atau tenang-tenang saja.
6. Perhatikan caranya berpakaian dan berhias, adalah berlebihan atau mengandung
gairah
7. Kirimkan korban/tersangka korban ke rumah sakit pemerintah dengan formulir
visum et repertum model IV tanpa diperkenankan membersihkan badan dahulu.
Korban diantar oleh petugas polisi
8. Jelaskan kepada ahli kebidanan/dokter yang bertugas tentang maksud
pemeriksaan ini.
9. Bila dipandang perlu maka korban dapat diisolasi dengan pengawasan ketat dan
tidak boleh ditemui seorang pun atau berhubungan dengan tamu/keluarga.
b. Pengumpulan alat bukti di tempat kejadian perkara
Untuk kepentingan penyidikan, alat bukti sangat penting. Pengumpulan alat bukti
dilakukan di tempat kejadian perkara, selanjutnya alat bukti tersebut dikirim ke
laboratorium forensik untuk dianalisis. Barang bukti/material kimia, biologik dan
fisik yang ditemukan ditempat kejadian perkara dapat berupa:
1. Material kimia: alkohol, obat-obatan, atau bahan kimia lain yang ditemukan di
tempat kejadian perkara
2. Material fisik: serat pakaian, selimut, kain penyekap korban dan lain sebagainya
3. Material biologik: cairan tubuh, air liur, semen/sperma, darah, rambut dll
c. Persiapan sebelum pemeriksaan korban
Sebelum korban dikirim ke rumah sakit/fasilitas kesehatan untuk dilakukan
pemeriksaan dokter, perlu dijelaskan dengan hati-hati proses pemeriksaan forensik
dengan memaparkan langkah-langkah penyelidikan.
Sebelum pemeriksaan forensik syarat yang harus dipenuhi adalah:
1. Harus ada permintaan tertulis untuk pemeriksaan kasus kekerasan seksual dari
penyidik atau yang berwenang.
2. Korban datang dengan didampingi polisi/penyidik.
3. Memperoleh persetujuan (inform consent) dari korban.
4. Pemeriksaan dilakukan sedini mungkin untuk mencegah hilangnya alat bukti
yang penting bagi pengadilan

d. Aspek anamnesis korban kekerasan seksual


Anamnesis waktu tempat tanggal kejadian berperan penting dalam
pemeriksaan kasus kejahatan seksual. Anamnesis waktu dan tanggal kejadian
membantu dokter dalam menentukan tanda klinis pada tubuh korban seperti bekas
perlukaan dan warna kemerahan pada tubuh korban. Menanyakan waktu dan
tanggal kejadian sangat penting karena apabila kejadian udah melebihi dari lima
hari akan membingungkan dokter dalam hasil pemeriksaan cairan sperma.6
Pemeriksaan HPHT sangat penting dan berguna bagi dokter untuk
memfasilitasi korban yang hamil akibat kasus kejahatan seksual serta untuk
memfasilitasi korban dalam pencegahan penyakit menular seksual yang
diakibatkan oleh pelaku kejahatan seksual. Pemeriksaan HPHT dan riwayat
hubungan seksual sebelumnya penting untuk menghindari kesalahan diagnosis
apakah perlukaan terjadi akibat pasangan seksual yang sah atau akibat dari
perkosaan.6
Tujuan anamnesis kronologis menurut WHO adalah untuk mendapatkan
informasi mengenai latar belakang kejadian secara runut. Dokter dalam melakukan
anamnesis kronologis harus mempersilahkan pasien untuk menceritakan secara
rinci menurut kalimat dan sudut pandang korban. Dokter harus menghindari
penggunaan kata yang bersifat menyudutkan dan menuduh agar pasien cenderung
membuka diri sehingga mau menceritakan secara rinci kronologis kejadian.
Kronologis juga berperan untuk menjadi bukti hukum apabila kasus tersebut
dilanjutkan ke ranah hukum.6
Penting juga menanyakan apa yang dilakukan korban sesudah mengalami
tindakan kejahatan seksual. Pentingnya pemeriksaan ini adalah untuk
mempermudah dokter dalam melacak sampel yang ditinggalkan oleh pelaku
kejahatan seksual. Korban kejahatan seksual biasanya merasa kotor sesudah
mendapat tindakan kejahatan seksual. Menanyakan apa yang dilakukan korban
sesudah mengalami tindakan kejahatan seksual memiliki 2 peran penting yaitu
turut dalam membantu penyelidik mengumpulkan sampel pelaku dari tubuh
korban dan aktivitas yang dilakukan oleh korban tersebut dapat mempengaruhi
hasil interpretasi pemeriksaan laboratorium forensik.6
Identitas pelaku kejahatan seksual yang ditanyakan oleh dokter saat
melakukan anamnesis terhadap korban kejahatan seksual sangat penting dalam
membantu proses hukum dari suatu kasus kejahatan seksual. Menanyakan identitas
pelaku bertujuan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam hukum dan
pembuatan visum et repertum.6
Lokasi dan keadaan sekitar saat terjadinya kejahatan seksual harus ditanyakan
kepada pasien karena memiliki makna yang sangat penting. Pemeriksaan ini harus
dilakukan tanpa memberikan pertanyaan yang bersifat menuduh korban kejahatan
seksual. Menanyakan tempat kejadian sangat penting dan berperan dalam
membantu dokter dalam mengumpulkan barang bukti dan sampel yang terdapat di
tempat kejadian perkara.6
Menanyakan deskripsi kejahatan seksual berperan penting dalam pemeriksaan
kejahatan seksual. Jenis kejahatan seksual ini membantu dokter dalam
pemeriksaan fisik yang dilakukan agar menjadi lebih akurat dan terarah
menanyakan deskripsi kejahatan seksual yang ditanyakan oleh dokter dapat
digunakan sebagai acuan dalam pemeriksaan yang akan dilakukan kepada korban.
Deskripsi ini juga dapat digunakan oleh dokter dalam memberiksan keterangan
saat menjadi saksi ahli kasus kejahatan seksual.6

e. Aspek pemeriksaan fisik korban kekerasan seksual


Aspek pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan tanda vital, top to toe, dan
pemeriksaan anogenital. Pemeriksaan tanda vital memiliki peran penting
diantaranya: (1) dapat mengidentifikasi dari suatu masalah medis yang bersifat
akut, (2) merupakan cara yang paling cepat dalam mengukur besarnya suatu
penyakit dan bagaimana keadaan fisiologis tubuh sebagai hasil dari suatu penyakit.
Semakin buruk tanda vitalnya maka akan semakin parah penyakit yang diderita
oleh pasien, (3) merupakan pertanda dari sebuah penyakit kronis. Peran dokter
dalam melakukan pemeriksaan tanda vital adalah:6
1. Mengukur suhu tubuh pasien dengan metode oral, rectal, dan axiller
2. Mengukur denyut nadi pasien dengan menilai irama nadi dan kekuatan dari
setiap denyutan
3. Mengukur laju pernafasan pasien
4. Mengukur tekanan darah pasien dengan menggunakan monitor aneroid, monitor
digital dan dengan metode finger and wrist blood pressure monitor
Pemeriksaan top to toe memiliki peran penting bagi dokter yaitu membantu
dokter dalam memberikan perawatan/tatalaksana yang harus dilakukan pada
korban. Pemeriksaan top to toe dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan
bukti pada tubuh korban dan didokumentasikan. Hasil dokumentasi ini digunakan
sebagai barang bukti medis dalam proses hukum yang merupakan proses
penyelesaian suatu kasus kejahatan seksual. Pemeriksaan top to toe berperan untuk
menemukan adanya luka – luka yang dialami korban yang akan didokumentasikan
sebagai barang bukti pada proses hukum korban. Apabila terdapat luka pada tubuh
korban harus dideskripsikan secara detail dan didokumentasikan.6
Peneliti forensik harus banyak mengetahui tentang pola trauma non genital
yang terjadi karena kekerasan seksual, untuk dapat menanyakan pertanyaan yang
tepat dan lokasi trauma berdasarkan cerita korban. Tempat yang paling sering
mengalami trauma pada korban kekerasan seksual, termasuk:6
• Memar pada tungkai atas dan paha
• Memar pada leher karena cekikan
• Memar pukulan pada lengan atas
• Memar karena postur bertahan pada sisi lengan luar
Juga yang sering adalah:
• Trauma menyerupai cambuk atau tali pada punggung korban
• Trauma pukulan atau gigitan pada payudara dan puting susu
• Trauma pukulan pada abdomen
• Trauma Pukulan dan tendangan pada paha
• Memar, lecet, dan laserasi pada wajah
Istilah "trauma terpola" berbeda dari istilah yang sama, "pola trauma" yang
disebutkan diatas. Keduanya penting dalam istilah forensik, akan tetapi, "trauma
terpola" adalah trauma dari objek yang digunakan untuk menimbulkan trauma,
yang mudah diindentifikasi melalui pola yang ada pada korban.
Pemeriksaan yang penting dalam kasus kekerasan seksual adalah
pemeriksaan anogenital. Peran dokter menurut WHO dalam pemeriksaan
anogenital ini terdiri dari:6
1. Memeriksa genitalia eksterna dan anus, memeriksa mons pubis, menilai labia
mayora, labia minora, hymen, clitoris dan perineum.
2. Melakukan pemeriksaan dalam dengan menggunakan spekulum apabila
ditemukan adanya darah atau sekret dilakukan swab
3. Memeriksa anus korban dengan menggunakan rectal touche
4. Dokter pemeriksa disarankan untuk melakukan pemeriksaan digital rectal
examination apabila ketika melakukan anamnesis didapatkan dari pengakuan
korban adanya suatu objek yang dimasukkan ke lubang anus.
Pemeriksaan anogenital sangat penting dalam mengumpulkan bukti – bukti
yang selanjutnya didokumentasikan untuk menjadi barang bukti dalam proses
hukum kasus kejahatan seksual. Pemeriksaan Anogenital berperan dalam
menemukan luka yang bersifat akut berupa edema, eritema, petekie, perdarahan
atau laserasi, yang dikonfirmasi dengan menggunakan kolposkopi untuk
dokumentasi yang akan digunakan oleh penyidik dalam proses hukum suatu kasus
kejahatan seksual.6
Trauma genital menunjukkan adanya kontak seksual dan kekerasan. Trauma
genital paling banyak terlihat setelah kekerasan seksual. Akan tetapi, pada kasus
kekerasan seksual seringkali tidak ditemukan bukti trauma genital. Dengan
demikian, tidak adanya trauma genital tidak dapat diinterpretasikan bahwa
hubungan seks yang terjadi atas persetujuan. Dengan kata lain, peneliti forensik
seringkali tidak menemukan bukti trauma genital, dan alasan mengapa ini terjadi
harus dijelaskan di pengadilan. Pola trauma genital yaitu: posterior fourchette
(70%), vagina (11%), labia minora (53%), perineum (11%), hymen (29%), area
periuretral (9%), fossa navicularis (25%), labia majora (7%), anus (15%), rektum
(4%) dan servix (13%).7
Trauma biasanya ditemukan dalam pemerkosaan yang disebabkan oleh tidak
adanya respon human, yaitu:
• Tidak adanya kemiringan pelvik untuk mempersiapkan penetrasi
• Tidak adanya bantuan pasangan dengan memasukkan penis atau objek lain.
• Tidak adanya lubrikasi
• Tidak adanya relaksasi
• Peningkatan kekuatan dari penetrasi
• Disfungsi seksual pria
• Tidak adanya komunikasi
Kesulitan utama yang umumnya dihadapi oleh dokter pemeriksa adalah
pemeriksaan selaput dara. Bentuk dan karakteristik selaput dara sangat bervariasi.
Pada jenis-jenis selaput dara tertentu, adanya lipatan-lipatan dapat menyerupai
robekan. Karena itu, pemeriksaan selaput dara dilakukan dengan traksi lateral dari
labia minora secara perlahan, yang diikuti dengan penelusuran tepi selaput dara
dengan lidi kapas yang kecil untuk membedakan lipatan dengan robekan. Pada
penelusuran tersebut, umumnya lipatan akan menghilang, sedangkan robekan tetap
tampak dengan tepi yang tajam.9
Penetrasi penis ke dalam vagina dapat mengakibatkan robekan selaput dara
atau bila dilakukan dengan kasar dapat merusak selaput lendir daerah vulva dan
vagina ataupun laserasi, terutama daerah posterior fourchette. Robekan selaput
dara akan bermakna jika masih baru, masih menunjukan adanya tanda kemerahan
disekitar robekan. Pada beberapa korban ada yang memiliki selaput dara yang
elastis sehingga tidak mudah robek. Pembuktian persetubuhan akan menghadapi
kendala jika: korban dengan selaput dara yang sebelumnya telah robek lama,
korban diperiksa sudah lama, korban yang memiliki selaput dara elastis, penetrasi
yang tidak lengkap. 9
Gambar 4. Beragam jenis selaput dara 3
Tanda penetrasi menunjukkan waktu persetubuhan tersebut baru (kurang dari
tiga hari sebelum pemeriksaan) jika luka-luka yang ditemui masih menunjukkan
tanda peradangan, seperti kemerahan di sekitar robekan himen. Sebaliknya, jika
tidak ada tanda peradangan di sekitar luka, kemungkinan persetubuhan tersebut
sudah lama terjadi (lebih dari tiga hari sebelum pemeriksaan). Sebagian kecil kasus
merupakan persetubuhan baru, dan terdapat beberapa kasus tidak ditemukan tanda
persetubuhan. Namun tidak semua penetrasi baru menunjukkan tanda peradangan.
Pada kasus tertentu, misalnya pada kasus perzinahan atau persetubuhan diluar
pernikahan, dimana terperiksa sudah sering melakukan persetubuhan atau bahkan
sudah pernah melahirkan, maka tidak akan tampak tanda peradangan walaupun
persetubuhan tersebut terjadi kurang dari tiga hari sebelum pemeriksaan.10
f. Aspek pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan cairan biologis pada tubuh merupakan hal yang sangat penting
hal ini dikarenakan hasil dari pemeriksaan ini digunakan sebagai bukti dalam
sebuah kasus kejahatan seksual. Suatu pembuktian yang jelas bahwa telah terjadi
suatu persetubuhan secara medis adalah mendapatkan sperma laki-laki di liang
senggama wanita yang dimaksud. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah bahwa:
(a) sperma hidup dapat bertahan selama 3x24 jam dalam rongga rahim; (b) sperma
mati dapat bertahan selama 7x24 jam dalam rongga rahim.6
Banyak faktor yang mempengaruhi tanda ejakulasi pada pemeriksaan hapusan
atau bilasan liang sanggama. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan jika ada tanda
penetrasi yang menunjukkan bahwa pernah ada persetubuhan yang dilakukan
korban. Namun pada korban yang tidak ditemukan tanda penetrasi, tidak dilakukan
pemeriksaan hapusan atau bilasan liang sanggama karena pemeriksaan ini bersifat
invasif dan dapat menimbulkan trauma kepada terperiksa, terutama pada anak-
anak.10
Pemeriksaan tanda ejakulasi dapat ditemukan positif atau negatif, tergantung
apakah pelaku memakai kondom atau tidak ketika melakukan persetubuhan, apakah
tindakan yang dilakukan korban setelah persetubuhan, apakah langsung dilakukan
pemeriksaan atau korban sempat membersihkan dirinya terlebih dahulu, dan waktu
pemeriksaan dilakukan segera atau sudah lebih dari tiga hari terhitung sejak waktu
persetubuhan itu terjadi.10
Waktu persetubuhan dapat diketahui dari tanda-tanda persetubuhan yang
diperiksa, dari tanda penetrasi dan tanda ejakulasi. Diperlukan pemeriksaan untuk
melihat tanda ejakulasi. Jika tanda ejakulasi positif ditemukan sel mani dan/atau
komponennya dapat dikatakan persetubuhan tersebut baru terjadi. Sebaliknya,
waktu persetubuhan dikatakan lama apabila pemeriksaan tanda ejakulasi
menunjukkan hasil negatif dan dari tanda penetrasi tidak ditemukan.10
Selain itu, pemeriksaan darah dan urin dapat dilakukan terutama apabila ada
riwayat konsumsi obat – obat dan alkohol. Peran sampel darah dan urin adalah
untuk dilakukan pemeriksaan analisis toksikologi. Pemeriksaan toksikologi ini
sangat dipengaruhi oleh lama waktu ketika korban meminum obat atau alkohol
hingga melapor ke rumah sakit. Semakin lama durasi korban melapor sesudah
meminum obat atau alkohol maka semakin kecil pula zat-zat yang dapat ditemukan
dalam darah akibat proses dari metabolisme tubuh. Pemeriksaan darah berperan
dalam membantu dokter mencegah penyakit menular seksual terutama HIV.
Pemeriksaan darah juga membantu dokter dalam mencegah penularan penyakit
hepatitis B yang ditularkan melalui cairan tubuh.6
Pemeriksaan kehamilan dengan metode β-HCG sangat penting untuk
dilakukan. Pemeriksaan ini digunakan untuk membuktikan apakah korban hamil
akibat dari kasus kejahatan seksual sehingga dokter dapat melakukan tatalaksana
yang tepat untuk kehamilannya. Korban yang dinyatakan hamil akibat kasus
kejahatan seksual dapat dilakukan pemeriksaan DNA dengan menggunakan sampel
dari kehamilan dan fetus dari korban. Hasil pemeriksaan DNA tersebut dapat
digunakan sebagai bukti kasus kejahatan seksual tersebut. Di Indonesia , fungsi dari
pemeriksaan kehamilan adalah sebagai bukti yang ditulis dalam visum et repertum
yang akan digunakan oleh penyidik untuk menindaklanjuti sebuah kasus kejahatan
seksual.6
Pada kasus ini, pasien berusia 15 tahun diantar bersama orang tuanya datang
ke Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RS Daerah Kabupaten Banggai
pada tanggal 27 April pukul 12.30 WITA. Pasien membawa surat permintaan
Visum et Repertum karena mengalami pencabulan. Sebelum dilakukan
pemeriksaan pasien telah memenuhi syarat pemeriksaan pemeriksaan forensik yaitu
membawa surat permintaan visum (SPVR) untuk pemeriksaan kasus kekerasan
seksual dari penyidik atau yang berwenang. Setelah menerima SPVR, kemudian
dilakukan mencocokkan kembali identitas pasien dengan SPVR yang dibawa.
Setelah itu dilakukan informed consent mengenai prosedur pemeriksaan yang akan
dilakukan. Pasien menggunakan properti jilbab warna hitam, kemeja lengan
panjang berwarna hitam, celana jeans panjang warna biru, sendal warna hitam.
Setelah melakukan anamnesis diketahui bahwa pencabulan dilakukan saat korban
itu sedang tidur di ruang tengah setelah diajak jalan-jalan oleh pelaku, lalu pelaku
tiba-tiba mendatangi korban dan berbaring diatas korban sambil membuka
pakaiannya dan pakaian bawah korban, dan memasukkan alat kelamin pelaku ke
alat kelamin korban, tetapi saat baru masuk sedikit di bibir kelamin korban, korban
mencoba melawan pelaku dengan menendang pelaku, sehingga pelaku pergi.
Tempat kejadian di rumah teman pelaku.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan keadaan tekanan darah 100/70
mmHg. Denyut nadi 90 x/menit, pernapasan 20 x/menit dan suhu tubuh 36,7 oC.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, tidak didapatkan tanda-tanda kekerasan pada
daerah non genital. Pada pemeriksaan gigi, tampak gigi atas dan bawah, kanan dan
kiri ditemukan gigi geraham masing-masing berjumlah 7 buah. Pada pemeriksaan
genital tidak ditemukan adanya kelainan dan tanda-tanda kekerasan pada bibir besar
5dan bibir kecil kelamin. Pada selaput dara (hymen) tampak kemerahan di arah jam
4 dan tidak ditemukan robekan.
Pada kasus ini tidak dilakukan plano test pemeriksaan swab vagina. Setelah
pemeriksaan, pasien diperkenankan untuk pulang. Hasil pemeriksaan yang
didapatkan kemudian dituliskan dalam Visum et Repertum guna kepentingan
penyidik dalam menegakkan hukuman tindak pidana pencabulan.
BAB IV
KESIMPULAN
i. Kekerasan seksual pencabulan/pemerkosaan harus dibuktikan dengan adanya
pesetubuhan/penetrasi penis. Suatu pembuktian yang jelas bahwa telah terjadi
suatu persetubuhan secara medis adalah mendapatkan sperma laki-laki di liang
senggama wanita yang dimaksud dan terjadinya kehamilan.
ii. Tindak pidana pemerkosaan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
pasal 285,286, dan 287 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain
dalam KUHP, pasal tentang kekerasan seksual terdapat pula dalam pasal 81 UU
RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta pasal 5 dan 8 UU RI No.
23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
iii. Pada kasus ini, didapatkan tanda kekerasan benda tumpul pada alat kelamin yaitu
kemerahan selaput darah sehingga pada pelaku dikenakan sanksi sesuai KUHP
pasal 287.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lubis MSF. Peranan Visum et Repertum pada tahap penyidikan yang dilakukan
Polres Asahan pada kasus tindak pidana pemerkosaan sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jurnal Pionir LPPM Universitas Asahan.
2017: 2(3); 1-9.
2. Herawati N dan Suryadi T. Pelecehan Seksual Terhadap Anak Di Bawah Umur.
Jurnal Kedokteran Unsyiah. 2021: 43-49.
3. Tampi BM. Perbuatan Cabul dalam Pasal 290 KUH Pidana Sebagai Kejahatan
Kesusilaan. 2015.
4. Paradiaz R, Soponyono E. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan
Seksual. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia. 2022; 4(1): 61-72.
5. Dewi R, Irianto MG, Falamy R, Ramkita N. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan
Aspek Medikolegal Kekerasan Seksual Pada Anak dan Remaja. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. 2017.
6. Samatha SA, Dhanardhono T, Bhima SKL. Aspek Medis Pada Kasus Kejahatan
Seksual. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 2018;7(2): 1012-1029.
7. Kalangit A, Mallo J, Tomuka D. Peran ilmu kedokteran forensic dalam
pembuktian tindak pidana pemerkosaan sebagai kejahatan kekerasan seksual.
Jurnal e-Clinic. 2013: 1(1); 1-11.
8. Hairi PJ. Problem kekerasan seksual: menelaah arah kebijakan pemerintah dalam
penanggulangannya. Negara Hukum. 2015;6(1): 1-16.
9. Meilia I. Prinsip Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Korban (P3K) Kekerasan
Seksual. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 2015.
39(8).
10. Wijaya CK, Henky, Alit IBP. Gambaran bukti medis kasus kejahatan seksual
yang diperiksa di bagian ilmu kedokteran forensic RSUD Sanglah periode Januari
2009-Desember 2013. E-Jurnal Medika. 2017: 6(9); 1-6.
11. Rahardjo P. Ortodonti Dasar Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. 2012

Anda mungkin juga menyukai