Anda di halaman 1dari 15

No. ID dan Nama Peserta: dr. A.

Nurul Fadilah Iskandar


No. ID dan Nama Wahana: RS Tk. II Pelamonia Makassar
Topik: Demam Typoid
Tanggal (Kasus): 19 Januari 2019
Nama Pasien: Tn. IDH No. RM: 64 49 03
Tanggal Presentasi: Pendamping: dr. A. Asniwati A. Malkab
Tempat Presentasi: RS Tk. II Pelamonia Makassar
Objek Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Pasien Laki-Laki 26 tahun, datang ke IGD RS. Tk. II Pelamonia dengan keluhan demam sejak
± 4 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun terutama pada sore menjelang malam hari.
Disertai Mual, nyeri ulu hati dan sakit kepala. Pasien juga merasakan nafsu makan menurun
sehingga merasa lemas.
Tujuan: Menegakkan diagnosis kasus gawat darurat dan memberikan pertolongan pertama
sesuai kompetensi serta melakukan rujukan yang tepat
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan e-mail Pos
Membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: Tn. IDH No. Registrasi: 64 49 03


Nama Klinik: RS Tk. II Pelamonia Makassar
Data Utama Untuk Bahan Diskusi:
Diagnosis/Gambaran Klinis:
Diagnosis/gambaran klinis: Pasien Laki-Laki 26 tahun, datang ke IGD RS. Tk. II Pelamonia
dengan keluhan demam sejak ± 4 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun terutama pada
sore menjelang malam hari. Disertai Mual, nyeri ulu hati dan sakit kepala. Pasien juga
merasakan nafsu makan menurun sehingga merasa lemas.
Pada Pemeriksaan fisis didapatkan GCS 15, Suhu: 39,3 derajat celcius, HR: 90 x/menit, RR:
20x/menit TD: 110/70 mmHg. Pada pemeriksaan mulut dan tenggorokan didapatkan lidah
kotor, tonsil : T1-T1, faring yang hiperemis. Pada auskultasi didapatkan bunyi pernapasan
vesikuler, dan bunyi tambahan tidak ada. Nyeri tekan epigastrium dan perut kembung
Riwayat Pengobatan:
Riwayat pengobatan : Pasien 1 hari yang lalu dibawa di puskesmas dan diberikan paracetamol
tab 500mg
Riwayat Kesehatan/Penyakit: -
Riwayat Keluarga:
Riwayat penyakit yang sama pada keluarga (-).
Riwayat Pekerjaan/Kebiasaan: Mahasiswa
Lain-lain:
Riwayat Merokok (-)
Daftar Pustaka:

1. American Public Health Association. Typhoid fever in: Control of Communicable

Diseases, An officialreport of the American public health association, 17th edition.

Washington DC: American Public Health Association; 2000.

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis 2nd Ed.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

3. Mansjoer, A. 2000. Demam Tifoid: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FK UI

4. Richard ES, Behrman RM, Ann MA. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta:

EGC; 2000.

5. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu

Penyakit Dalam RSCM. Jakarta : RSUP.Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo

6. Soedarmo SS et al. Demam tifoid dalam Buku ajar infeksi & pediatri tropis, Ed. 2.

Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2008.

7. Vollaard AM et al. Risk factors for typhoid and paratyphoid fever in Jakarta, Indonesia.

JAMA. 2004; 291: 2607-15

8. WHO. 2003. Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The

diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. 7-18.

9. Widodo, Djoko. 2006. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid III.

Jakarta : IPD FKUI.


Hasil Pembelajaran:
1. Penanganan awal dan life saving kasus Demam tifoid
2. Edukasi pasien mengenai Demam Tifoid
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
Diagnosis/Gambaran Klinis:
Diagnosis/gambaran klinis: Pasien Laki-Laki 26 tahun, datang ke IGD RS. Tk. II Pelamonia
dengan keluhan demam sejak ± 4 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun terutama pada
sore menjelang malam hari. Disertai Mual, nyeri ulu hati dan sakit kepala. Pasien juga
merasakan nafsu makan menurun sehingga merasa lemas.
2. Objektif
Pemeriksaan Fisis
 SP: SS/GC/CM
 GCS 15 (E4M6V5)
 HR : 90 x/menit, P = 20 x/menit, S = 39,30C, TD: 110/70
 Pemeriksaan regional:
 Kepala: dalam batas normal, bibir kering, lidah kotor
 Leher: faring hiperemis (-)
 Thorax: Rh -/- Wh -/-
 Jantung: dalam batas normal
 Abdomen: nyeri tekan epigastrium, perut kembung
 Ekstremitas: dalam batas normal
 Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan
 Pemeriksaan fisis neurologis dalam batas normal.
 Laboratorium :
 Assesment
Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan demam sejak ± 4 hari yang lalu,
demam dirasakan naik turun terutama pada sore menjelang malam hari. Disertai Mual, nyeri
ulu hati dan sakit kepala. Pasien juga merasakan nafsu makan menurun sehingga merasa
lemas. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik gejala yang muncul mengarah pada
penyakit demam tifoid. Serta didukung dengan hasil pemeriksaan laboratorium hasil Widal
1/320. Demam Tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S.
typhi), basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen
yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi.
Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen
tersebut.
SUMBER PENULARAN (RESERVOIR)

Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui

makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid.
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran cerna, dan gangguan kesadaran.
Untuk mendiagnosis demam tifoid biasa muncul keluhan seperti :
 Demam naik secara bertahap setiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu
pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi
 Pada anak sering menggigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri
kepala,nyeri perut, diare atau konstipasi, mual, muntah, perut kembung.
 Pada demam tifoid dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan ikterus
Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur
darah. Hasil kultur darah menunjukkan 40-60% positif pada pasien di awal penyakit
dan kultur feses dan urin akan positif setelah minggu pertama infeksi. Hasil kultur
feses kadang-kadang juga positif pada masa inkubasi. Pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid tidak terlalu spesifik.
Pada pemeriksan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, namun dapat
pula terjadi leukositosis atau kadar leukosit normal. Pemeriksaan widal juga
dilakukan dalam membantu penegakan diagnosis demam tifoid. Uji widal dilakukan
dengan mengukur antibodi terhadap antigen O dan H dari Salmonella Typhi, namun
tes ini kurang spesifik dan sensitive. Karena bnyak hasil tes false-negative dan false-
positif terjadi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:6,19
o Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid.

o Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

o Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
 Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (Determinan)


 Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya
penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya
keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental
dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya. Penelitian
yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control ,
mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit
demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak
jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci
tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar
dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
 Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang
dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah
Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit
demam tifoid.
 Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di
daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai
dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang
mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan
penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan
yang masih rendah.
PATOGENESIS DEMAM TIFOID
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi
(S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk
ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa
(IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh
sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat pada makrofag ini masuk
ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikulo endothelial tubuh terutama di hati dan limfa. Di organ
ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan
bakterimia kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus
usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan
hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator
inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental,
dan koagulasi.
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan.
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang
sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding
usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa
usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya
GEJALA KLINIS
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan
penderita dewasa. Pada anak periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-
rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan
dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat.
Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi, dan imunologik pejamu
serta lama sakit dirumahnya.
Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis
yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Masa inkubasi demam tifoid sekitar 10-14 hari, rata-rata 2 minggu. Spektrum klinis
demam tifoid tidak khas dari asimtomatik atau ringan seperti panas disertai diare sampai
dengan klinis yang berat seperti panas tinggi, gejala septik, ensefalopati, atau timbul
komplikasi gastrointestinal berupa perdarahan dan perforasi usus. Hal ini mempersulit
penegakkan diagnosis jika hanya berdasarkan gambaran klinisnya.
Demam merupakan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita demam
tifoid. Demam dapat muncul tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang
menyerupai septikemia karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada Salmonella
typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada malaria. Namun,
demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada 1 penderita. Sakit kepala hebat yang
menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis. Nyeri perut kadang tidak dapat
dibedakan dengan apendiksitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala peritonitis akibat
perforasi usus.
o
Minggu ke-1 penderita mengalami demam (suhu berkisar 39-40 C), nyeri kepala,
epistaksis, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, nyeri perut, nyeri otot, dan
malaise. Minggu ke-2 pasien mengalami demam, lidah khas berwarna putih (lidah kotor),
bradikardia relatif, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, dan bahkan gangguan
kesadaran (delirium, stupor, koma, atau psikosis). 5,19
Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama minggu ke-1,
terutama sore dan malam hari (febris remiten). Pada minggu ke-2 dan ke-3 demam terus-
menerus tinggi (febris kontinyu) kemudian turun secara lisis. Demam tidak hilang
dengan antipiretik, tidak menggigil, tidak berkeringat, dan kadang disertai epistaksis.
Gangguan gastrointestinal meliputi bibir kering dan pecah-pecah disertai lidah kotor,
berselaput putih, dan tepi hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Lien
membesar, lunak, dan nyeri tekan. Pada awal penyakit umumnya terjadi diare kemudian
menjadi obstipasi.
2. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Anak
di Indonesia lebih banyak dijumpai hepatomegali dibandingkan spenomegali. Biasanya
didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan Kesadaran
Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala system
saraf pusat. Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah. Rose spot, suatu ruam
makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm, seringkali dijumpai pada
daerah abdomen, toraks, ekstremitas, dan punggung pada orang dengan kulit putih, tidak
pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10
dan bertahan selama 2-3 hari. Bronchitis banyak dijumpai pada demam tifoid sehingga
buku ajar lama bahkan menganggap sebagai bagian dari penyakit demam tifoid.
Bradikardi relative jarang dijumpai pada anak.
TATALAKSANA
Non Medika Mentosa
a) Tirah baring
Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu. Pasien harus
diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan.
b) Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah
yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak
memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk
mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, basanya
diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.
c) Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.
Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi,
penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit
dan kalori yang optimal. Kebutuhan kalori anak pada infus setara dengan
kebutuhan cairan rumatannya.
d) Kompres air hangat
Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu tubuh
yaitu dengan pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal
ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap
panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh
pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini
menyebabkan pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat
(berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai
keadaan normal kembali. Hal ini sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh
Aden (2010) bahwa tubuh memiliki pusat pengaturan suhu (thermoregulator) di
hipotalamus. Jika suhu tubuh meningkat, maka pusat pengaturan suhu berusaha
menurunkannya begitu juga sebaliknya.
Medika Mentosa
a) Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila
mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah
Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk
menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi saluran
cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan untuk
diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak mampu intake peroral dapat
diberikan via parenteral, obat yang masih dianjurkan adalah yang mengandung
Methamizole Na yaitu antrain atau Novalgin.
b) Antibiotik
Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat Salmonella typhi
setempat. Munculnya galur Salmonella typhi yang resisten terhadap banyak
antibiotik (kelompok MDR) dapat mengurangi pilihan antibiotik yang akan
diberikan. Terdapat 2 kategori resistensi antibiotik yaitu resisten terhadap antibiotik
kelompok chloramphenicol, ampicillin, dan trimethoprimsulfamethoxazole
(kelompok MDR) dan resisten terhadap antibiotik fl uoroquinolone. Nalidixic acid
resistant Salmonella typhi (NARST) merupakan petanda berkurangnya sensitivitas
terhadap fluoroquinolone. Terapi antibiotik yang diberikan untuk demam tifoid tanpa
komplikasi berdasarkan WHO tahun 2003 dapat dilihat pada tabel 118

Antibiotik golongan fl uoroquinolone (ciprofloxacin, ofl oxacin, dan pefl


oxacin) merupakan terapi yang efektif untuk demam tifoid yang disebabkan isolat
tidak resisten terhadap fluoroquinolone dengan angka kesembuhan klinis sebesar
98%, waktu penurunan demam 4 hari, dan angka kekambuhan dan fecal carrier
kurang dari 2%.
Fluoroquinolone memiliki penetrasi ke jaringan yang sangat baik, dapat
membunuh S. typhi intraseluler di dalam monosit/makrofag, serta mencapai kadar
yang tinggi dalam kandung empedu dibandingkan antibiotik lain. Namun,
fluoroquinolone tidak diberikan pada anak-anak karena dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan dan kerusakan sendi.1,2,11
Chloramphenicol sudah sejak lama digunakan dan menjadi terapi standar
pada demam tifoid namun kekurangan dari chloramphenicol adalah angka
kekambuhan yang tinggi (5-7%), angka terjadinya carrier juga tinggi, dan toksis
pada sumsum tulang.11,15
Azithromycin dan cefi xime memiliki angka kesembuhan klinis lebih dari 90%
dengan waktu penurunan demam 5-7 hari, durasi pemberiannya lama (14 hari) dan
angka kekambuhan serta fecal carrier terjadi pada kurang dari 4%.1
Pasien dengan muntah yang menetap, diare berat, distensi abdomen, atau
kesadaran menurun memerlukan rawat inap dan pasien dengan gejala klinis tersebut
diterapi sebagai pasien demam tifoid yang berat. Terapi antibiotik yang diberikan
pada demam tifoid berat menurut WHO tahun 2003 dapat dilihat di tabel 2.18

Walaupun di tabel ini tertera cefotaxime untuk terapi demam tifoid tetapi
sayangnya di Indonesia sampai saat ini tidak terdapat laporan keberhasilan terapi
demam tifoid dengan cefotaxime.
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai
syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit
untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.
Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang-
kadang diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus
segera dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika metronidazol.
 Plan
Diagnosis: Demam Typoid
Terapi:
 Anjuran opname
 IVFD RL 20 Tpm
 Paracetamol 1 gr/8jam/drips IV
 Vastral 1x1
 Antibiotic : ceftriaxone 1gr/12jam/iv
 Ranitidine inj/12jam/iv
Konsultasi: Perlu dilakukan konsultasi ke dokter spesialis interna.
Rujukan: Pada kasus ini, perlu dilakukan konsultasi ke dokter spesialis anauntuk
penanganan pasien lebih lanjut.
Kontrol: Pantau tingkat kesadaran dan tanda vital.
Prognosis: dubia et bonam.

Makassar, 19 Januari 2019

Peserta, Pendamping,

dr. Andi Nurul Fadilah dr. Asniwati A. Malkab

Anda mungkin juga menyukai