Oleh :
Nama : Siti Salmiah, drg
NIP : 132 308 186
ILMU KEDOKTERAN GI
GI ANAK
FAKULTAS KEDOKTER
AN GIGI
UNIVERSITAS SUMATER
A UTARA
MEDAN
2009
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……
…………………… i
……………………
……………...
BABPENDAHULU1
1 AN……………
………………
…………..........
BABTINJAUAN 2
2 MUM CHILD
ABUSE.............
........................
BABKONDISI GIG
14
3 I DAN MULU
T PADA CHIL
D ABUSE.......
BABPENANGANA 23
4 N CHILD AB
USE..................
........................
KESIMPULAN........
....................................
.............................
DAFTAR PUSTAK
A……………………
………………………
…………. 27
Siti Salmiah : Child Abuse, 200
9
BAB I
PENDAHU
LUAN
Anak merup
akan anggot
a masyaraka
t yang tergo
long lemah
baik dari se
gi
fisik maupun
dalam peme
nuhan hak m
eraka. Anak
sebenarnya s
ecara penuh t
elah
menyerahka
n hidupnya
kepada oran
g tua yang
diharapkan
dapat menja
di tempat
bernaung ya
ng aman bag
inya.
Kebutuhan
dasar yang
sangat penti
ng bagi seo
rang anak a
dalah adany
a
hubungan se
hat antara o
rangtua dan
anak. Kebut
uhan anak s
eperti perhat
ian dan
kasih sayan
g terus-
menerus, pe
rhatian, dor
ongan, dan
pemeliharaa
n harus
dipenuhi ole
h orangtua.
Kebutuhan u
mum anak a
dalah perlind
ungan (keam
anan),
kasih sayang
, perhatian, d
an kesempat
an untuk terl
ibat dalam p
engalaman p
ositif
yang dapat
membutuhka
n serta meng
embangkan
kehidupan m
ental yang se
hat.
Salah satu d
ampak dala
m kehidupa
n sebuah ke
luarga deng
an tingkat
ekonomi ya
ng rendah a
dalah sering
terjadi keke
rasan terhad
ap anak. Ti
ndak
kekerasan te
rhadap anak
dapat terjad
i pada semu
a kalangan
masyarakat,
tetapi
faktor ekono
mi merupaka
n faktor pem
icu yang terp
enting untuk
munculnya s
uatu
kekerasan.
Hak perlind
ungan, pend
idikan, kese
hatan dan s
ebagainya m
enjadi
terabaikan. S
elain itu pen
cetus kekera
san terhadap
anak terjadi
akibat stres d
alam
keluarag yan
g berasal dar
i beberapa pe
rmasalahan,
kekerasan ter
hadap anak j
uga
disebabkan o
leh rendahny
a tingkat pen
didikan aga
ma dan mora
l.
Kekerasan a
nak disebut
juga Child
Abuse (CA)
adalah perb
uatan atau
kelalaian ya
ng membah
ayakan fisik
, emosi, dan
perkembang
an anak, se
hingga
anak tersebu
t kehilangan
kesempatan
untuk meng
embangkan
potensinya s
ebagai
manusia.
Dampak CA
terburuk ad
alah kematia
n. Selain itu
dapat meng
alami
komplikasi f
isik serius,
seperti patah
tulang, luka
bakar, buta,
tuli, cacat t
etap,
kerusakan ot
ak, gangguan
perkembang
an jiwa, dll.
Dampak CA
juga dapat te
rjadi
pada rongga
mulut. Hal
tersebut dap
at terlihat a
danya mema
r di lidah,
mukosa
bukal, avuls
i gigi, frakt
ur rahang, d
ll. Lebih da
ri 50% luka
yang diseba
bkan CA
berada pada
daerah kepal
a, leher, mu
ka dan mul
ut. Oleh seb
ab itu dokte
r gigi
sebaiknya m
engetahui da
n melaporka
n serta men
angani anak
yang menga
lami
CA.
Siti Salmiah : Chil
d Abuse, 2009
BAB II
TINJAUAN UMUM CHILD ABUSE
2.1. Definisi Child Abuse
Abuse adalah kata yang biasa diterjem
ahkan menjadi kekerasan,
penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan
yang salah, perilaku tidak layak yang
mengakibatkan kerugian atau bahaya secar
a fisik, psikologis, atau finansial, baik
dialami individu atau kelompok.
Child abuse (CA) adalah istilah yang sering d
igunakan untuk menyebutkan
kekerasan terhadap anak, kadang-kadang dise
but juga sebagai child maltreatment.
Dalam Encyclopedia Article from Encarta,
CA didefinisikan sebagai perbuatan
disengaja yang menimbulkan kerugian at
au bahaya terhadap anak-anak secara
fisik atupun emosional. Istilah CA meliput
i berbagai macam tingkah laku, dari
tindakan ancaman fisik secara langsung oleh
orang tua atau orang dewasa lainnya
sampai pada penelantaran kebutuhan-
kebutuhan dasar anak.
CA didefinisikan juga sebagai tindakan m
elukai yang berulang-ulang
secara fisik dan emosional terhadap anak mel
alui desakan hasrat, hukuman badan
yang tidak terkendali, degradasi, dan cemooh
an permanen atau kekerasan seksual
serta penelantaran (lalai) sehingga anak
kehilangan kesempatan untuk
mengembangkan potensi-potensi uniknya
sebagai manusia secara optimal
(Cameron,1998). Pengertian yang sedikit ber
beda dikemukakan oleh The National
Commision of Inquiry into the Prevention
of Child Abuse, CA adalah segala
sesuatu yang dilakukan oleh individu, inst
itusi atau suatu proses yang secara
langsung maupun tidak langsung menyeba
bkan luka pada anak-anak sehingga
menimbulkan gangguan terhadap masadepan,
keselamatan, dan kesehatan.
CA dalam bidang kedokteran pertama kali dil
aporkan pada tahun 1860 di
Perancis oleh Ambriose Tardieu. Istilah CA d
ijelaskan pertama kali oleh seorang
ahli radiologi USA pada tahun 1946, teta
pi baru pada tahun 1962 istilah ini
digunakan yaitu oleh C.H Kempe dalam a
rtikel JAMA yang berjudul The
Battered Baby Syndrome .
CA terjadi tidak terbatas pada golongan a
tau kelas sosial tertentu. Pada
masyarakat kelas bawah hingga meneng
ah CA terjadi disebabkan oleh
kemiskinan, sedangkan pada masyarakat kela
s menengah ke atas disebabkan oleh
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
ambisi orang tua untuk membentuk anak mereka menurut kehendak mereka
berdasarkan pemahaman bahwa kehendak orang tua adalah yang terbaik utnuk
anak-anak mereka.
CA dapat terjadi pada segala usia, mulai 0-18 tahun dan angka kejadian
tertinggi pada usia kurang dari dua tahun, yaitu 50 %. Kejadian CA dalam
masyarakat bervariasi antara 15-42 kasus per 1000 anak per tahun. Resiko anak
laki-laki dan perempuan, 55% : 45% .
Di Indonesia angka kejadian CA belum diketahui dengan pasti. Data
statistik tidak dapat menunjukkan insidensi kejadian CA. Kasus tersebut
menunjukkan fenomena gunung es (iceberg Phenomenon). Kasus yang nampak
sesungguhnya hanya puncak dari masalah yang lebih besar, yang justru tidak
terlihat. Berdasarkan data yang didapat dari Yayasan Kesejahteraan Anak
Indonesia melalui Centre of Tourism Research and Development Universitas
Gadjah Mada, mengenai berita tentang kekerasan anak yang terjadi dari tahun
1992-2002 di tujuh kota besar, yaitu, Medan, Palembang, Jakarta,
Semarang,Surabaya, Makassar, dan Kupang, ditemukan bahwa terdapat 3969
kasus.
Setiap negara mempunyai aturan tersendiri yang menjelaskan tanggung
jawab legal untuk melaporkan jika terdapat kecurigaan penganiayaan anak.
Kecurigaan penganiayaan anak harus dilaporkan ke lembaga layanan
perlindungan setempat. Pelapor yang diberi mandat untuk melapor adalah
perawat, dokter, dokter gigi, dokter anak. Dokter gigi mempunyai potensi strategis
untuk identifikasi dan melaporkan anak yang mengalami abuse karena dokter gigi
sering berinteraksi dengan anak tersebut atau orang tua dan perawatnya dalam
setiap kunjungan dalam waktu yang panjang (Cameron, 1998).
2.2. Tipe Child Abuse
Terdapat empat tipe utama yang terdapat dalam CA, yaitu physical abuse
(kekerasan fisik), sexual abuse (kekerasan seksual), emotional abuse (kekerasan
emosional), dan neglect (kelalaian) (Cameron, 1998). Eksploitasi anak atau
mempekerjakan anak di bawah umur untuk tujuan komersil dengan
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
mengesampingkan perkembangan fisik, mental dan sosial anak merupakan tipe
lain dari CA.
2.2.1.Physical Abuse
Physical Abuse merupakan kekerasan yang dilakukan terhadap
anak sehingga anak mengalami luka fisik yang bukan disebabkan oleh
kecelakaan. Luka fisik yang bukan karena kecelakaan antara lain adalah
pukulan, luka bakar, gigitan, cekikan, dan pemanasan yang mengakibatkan
memar, bilur, patah tulang, luka parut dan luka dalam yang serius.
Beberapa tipe spesifik dari physical abuse, yaitu kekerasan oleh saudar
kandung atau tiri, goncangan bayi (shaken baby syndrome), pemberian
obat yang salah (Syddro muchausen) dan penggunaan obat-obatan serta
alkohol selama masa kehamilan dan menyusui.
Physical abuse berbeda dengan physical punishment (hukuman fisik),
tetapi hukuman fisik dapat dengan mudah menjadi tidak terkendali
menjadi kekerasan fisik ). Beberapa indikator fisik yang dapat digunakan
untuk melihat suatu tindakan sebagai physical abuse, yaitu:
1) Tanda gigitan
2) Memar yang tidak biasa karena pukulan, tamparan
3) Laserasi
4) Luka bakar karena rokok, air panas, atau benda-benda panas lainnya
5) Insidensi kecelakaan atau frekuensi luka yang tinggi
6) Luka, bengkak pada muka dan ekstremitas
7) Pewarnaan pada kulit
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
Gambar.1. Luka bakar akibat kena rokok
Gambar.2. Anak ditampar begitu keras, outline ja
ri bisa terlihat. Ini adalah petunjuk Child Abuse.
Gambar. 3. Anak menderita luka bakar pola dari p
emantik api.
Luka bakar ini cukup biasa dan umumnya
kebetulan, tetapi luka seperti yang satu ini
sebaiknya membuat anda curiga terhadap
penganiayaan anak
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
Gambar.4. Tanda gigitan pada wajah dan tangan.
Tanda-tanda eksternal physical abuse ter
sebut lebih dari 90% terdapat
pada anak yang mengalami CA.
Anggota keluarga dekat adalah pelaku
pada 55% kasus penyiksaan.
Ayah adalah pelaku yang paling sering (21
%), ibu 21%, teman kencan ibu
9%, pengasuh bayi 8% dan ayah tiri 25%
(Grafik ). Usia rata-rata pelaku
adalah 25 tahun. Beberapa indikator ya
ng dapat digunakan untuk mrlihat
keluarga atau orang tua yang beresik
o melakukan physical abuse
diantaranya adalah :
1) Masalah pribadi perkawinan
2) Tekanan ekonomi
3) Orang tua yang mengalami kekerasan
di masa kecil
4) Nilai moral yang terlalu tinggi
5) Riwayat penggunaan obat-obatan dan a
lkohol
6) Terisolasi secara sosial
7) Memandang anak sebagai penjahat
8) Bermusuhan, curiga dan takut pada ora
ng lain
9) Toleransi frustasi yang rendah
10) Sedikit atau sama sekali tidak tertarik p
ada perkembangan anak
11) Tidak merespon kesakitan anak
12) Tidak konsisten dalam memberi penjel
asan mengenai luka-luka anak
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
13) Memikulkan kesalahan anak
14) Membawa anak ke dokter atau Ru
mah Sakit yang berbeda untuk setiap
luka
2.2.2. Sexual Abuse
Sexual abuse adalah setiap aktivitas
seksual antara orang dewasa
dan anak. Sexual abuse termasuk or
al-genital, genital-genital, genital-
rektal,tangan-genital, tangan-rektal
atau kontak tangan-payudara,
pemaparan anatomi seksual, melihat
dengan paksa anatomi seksual, dan
menunjukkan pornografi. Tindakan
disebut sebagai seksual abuse jika
tindakan tersebut dilakukan oleh an
ggota keluarga, ayah, ibu, pengasuh
,
guru atau orang lain yang berada di lin
gkungan rumah anak. Jika tindakan
dilakukan oleh orang asing maka di
sebut penyerangan seksual (sexual
assault).
Tindakan sexual abuse dapat diba
gi atas tiga kategori yaitu
perkosaan yang biasa terjadi dengan
didahului oleh ancaman pelaku
dengan memperlihatkan kekuatannya
pada anak, insesct didefenisikan
sebagai hubungan seksual antara in
dividu yang mempunyai hubungan
dekat, dan eksploitasi meliputi prost
itusi dan pornografi. Incest, seksual
abuse antara anggota keluarga (ter
masuk saudara kandung, angkat dan
tiri) merupakan kasus sexual abuse ya
ng paling banyak dilaporkan.
Sexual abuse harus dipertimbangkan
sebagai akibat gejala-gejala atau
perilaku fisik yang menyertai.
Gejala-gejala akibat sexual abuse adal
ah:
1) Nyeri vagina, penis dan rektum, per
darahan
2) Disuria kronik, eneuresis, konstip
asi atau gerakan usus yang tidak
disengaja
3) Pubertas prematur pada wanita.
Perilaku spesifik akibat sexual
abuse termasuk aktivitas
seksualisasi dengan orang yang sebaya
, binatang, atau objek, perilaku dan
keingintahuan seksual yang tidak sesu
ai umur.
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
2.2.3. Emotional Abuse
Emotional abuse didefenisikan
sebagai setiap tindakan atau tin
gkah
laku yang mengganggu perkem
bangan mental dan sosial anak.
Emotional
abuse sering juga disebut ver
bal abuse (kekerasan verbal),
mental abuse
(kekerasan mental) atau physi
ological maltreatment. Emotio
nal abuse
hampir selalu terjadi bersamaan
dengan bentuk kekerasan yang l
ain.
Emotional abuse meliputi peng
hardikan, penyampaian kata-
kata kasar dan
kotor, memarahi, mengomel,
membentak dan memaki anak
dengan cara
berlebihan serta merendahka
n martabat anak, memperlih
atkan buku,
gambar atau film pornografi pa
da anak.
Hart dan Brassard (Goldman,
2003) membagi emotional ab
use menjadi
enam bentuk sebagai berikut :
1) Penolakan
2) Menakuti
3) Mengisolasi
4) Mengeksploitasi
5) Mengingkari respon emosi a
nak
6) Penelantaran pendidikan, ke
sehatan, dan mental anak.
2.3.Tanda-tanda Child Abuse
CA dicurigai bila luka tidak terj
elaskan, tidak dapat dijelaskan,
atau tidak
masuk akal. Jika luka tidak
cocok dengan riwayat yan
g diberikan atau
perkembangan anak, pelaku har
us dilaporkan.
Beberapa tanda atau manifest
asi yang dapat digunakan unt
uk menentukan CA,
yaitu :
1) Cedera kulit merupakan
tanda CA yang paling umu
m dan mudah
ditemukan. Bekas gigitan manu
sia tampak sebagai daerah lonjo
ng dengan
bekas gigi, tanda hisapan, atau t
anda dorongan lidah. Memar m
ultipel atau
memar pada tempat-tempat ya
ng tidak terjangkau menunjuk
kan bahwa
anak mengalami penganiayaan.
2) Memar kecelakaan akibat
trauma paling mungkin dit
emukan pada
permukaan utama yang melap
isi tepi permukaan tulang, se
perti tulang
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
betis, lengan bawah, pinggul dan kening. Memar pada pantat, genitalia,
punggung dan punggung tangan kemungkinannya kecil karena kecelakaan.
Selain dipukul atau dilempar, anak juga dapat secara sengaja dibakar,
dilukai atau ditusuk. Bentuk jejas dapat memberi kesan objek yang
digunakan (Gambar) memar berubah warna menurut waktu, warna memar
dapat digunakan untuk memperkirakan waktu terjadinya luka tersebut.
3) Fraktur dan dislokasi yang tidak dapat dijelaskan dapat merupakan tanda
CA. Fraktur paling sering diakibatkan karena luka renggutan atau tarikan
yang mencederai metafisis. Fraktur yang mengakibatkan sudut metafisis
tulang panjang terpecah sampai epifisis dan periosteum merupakan tanda
klasik CA. Fraktur iga posterior dalam berbagai tahap penyembuhan,
fraktur spinal, atau dislokasi karena terpelintirnya ekstremitas merupakan
bukti cidera pada anak yang tidak terjadi secara kebetulan.
4) Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut anak ditarik, atau
dipakai untuk menyeret, atau menyentak anak. Akibatnya dapat
memecahkan pembuluh darah di bawah kulit kulit kepala. Adanya
akumulasi darah membantu membedakan antara kerontokan rambut akibat
penganiayaan atau non penganiayaan.
5) Cedera termal disengaja atau diketahui sebabnya. Luka bakar pencelupan
menimbulkan luka bakar terbatas tegas dan sirkular. Luka bakar rokok
menghasilkan lesi sirkuler, menonjol kemerahan. Luka bakar sirkuler
kecil-kecil dan banyak dalam berbagai tahap penyembuhan, luka bakar
setrikaan, luka bakar daerah popok, luka bakar tali memberikan kesan
adanya tindakan kejahatan yang disengaja.
6) Cedera eksternal pada kepala, muka dan mulut. Luka, perdarahan,
kemerahan atau pembengkakan pada kanal telinga luar, bibir pecah-pecah.
Gigi goyang atau patah, laserasi pada lidah dan kedua mata biru tanpa
trauma pada hidung, semuanya mengindikasikan adanya penganiayaan.
7) Sindroma bayi terguncang. Guncangan pada bayi menyebabkan cidera
ekslersi deselerasi pada otak, menyebabkan regangan dan pecahnya
pembuluh darah, hemoragi retina, trauma intrakranial (hemoragi subdural),
dan edema serebral.
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
8) Jatuh. Jika seorang anak dilaporkan mengalami kejatuhan biasa, namun
yang tampak adalah cidera yang tidak biasa, maka ketidaksesuaian riwayat
dengan trauma yang dialami tersebut menimbulkan kecurigaan terjadinya
CA.
Gambar.5. Luka memar tersebar luas di punggung anak dan luka akibat pencelupan.
Gambar.6. Lukabakar di bagian leher seorang anak laki-laki
berumur 6 tahun di ‘triangle safety’, tempat tidak biasa
untuk luka. Di kasus ini ada keterangan yang tidak
dapat dipercaya.
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
Gambar.7. Tanda cubitan pada anak lalki-laki 7 thn, memar di tempat yang tidak biasa terjadi.
Luka memar kecil terpisah terlihat jelas.
2.4.Etiologi Child Abuse
Pencetus CA terjadi akibat stres dalam keluarga, yang berasal dari
beberapa permasalahan. Pertama, berasal dari faktor anak, yakni anak dengan
mental retardasi, anak hiperaktif, anak dengan gangguan perilaku, penampila
n
fisik anak, anak cacat, kelahiran yang tidak diinginkan, anak adopsi, da
n
sebagainya. Kedua adalah faktor orang tua sebagai pencetus, misalnya
pencandu alkohol, narkotika, kelainan kepribadian, depresi, kelainan jiw
a
seperti skizofrenia, gangguan mental emosional lainnya, orang tua yang
pernah mempunyai pengalaman penganiayaan di masa kecil, orang tua
tunggal, orang tua tiri, faktor pola asuh dan mendidik anak, nilai-nilai
hidup
yang dianut orang tua, serta rendahnya pengetahuan mengenai perkembangan
anak.
Ketiga, faktor situasi keluarga, yakni hubungan kurang harmonis, orang
tua tidak bekerja, keluarga banyak anak, anak yang tidak diinginkan orang tu
a,
anak diasuh baby sitter atau pembantu yang kasar dan pemarah, keterasingan
dari masyarakat, kemiskinan, kepadatan hunian, tekanan hidup akibat masala
h
sosial ekonomi, seperti pengangguran, mutasi, bisnis merugi, selingkuh,
perceraian, perpecahan dalam keluarga, masalah interaksi antara lingkun
gan
ibu dan anak, serta anak terpisah dari orang tua pada perkembangan fa
se
kehidupannya. Terakhir adalah faktor budaya, yaitu adanya kepercayaan/
adat
mengenai pola asuh anak, hak orang tua terhadap anak, dan pengaruh
pergeseran budaya.
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
Secara garis besar tercakup dalam lima faktor penyebab terjadinya CA,
yaitu degradasi moral, rendahnya pendidikan, pola perawatan yang salah,
rendahnya tingkat ekonomi dan media massa.
2.5.Diagnosis Child Abuse
Diagnosis child abuse biasanya didasarkan pada riwayat dan penemuan
fisik. Tingkah laku penderita biasanya mempunyai ciri khas. Kontak mat
a
anak kurang (lack of eye contact), takut sentuhan, bahasa tidak teratur, gelisah
berlebihan, pakaian tidak teratur, dan perubahan suasana hati yang drasti
s.
Anamnesis yang teliti, cermat, hati-hati dan rinci mutlak dilakukan. Selain itu
pula dilakukan pemeriksaan fisik, radiologis dan laboratorium.
Pemeriksaan fisik terhadap anak yang mengalami CA harus dilakukan
dengan tidak tergesa-gesa, dengan upaya untuk membuat anak meras
a
nyaman. Sebelum dilakukan pemeriksaan, anak harus dilindungi dari
percakapan (termasuk medical history) mengenai luka-luka yang dialamin
ya.
Ruangan yang dipakai untuk pemeriksaan harus mempunyai pencahayaan
yang cukup untuk membantu menentukan warna dan tekstur kulit. Palpas
i
pada daerah kepala dilakukan untuk mengetahui hematoma subkutaneus.
Pemeriksaan pada daerah dada, perut dan genital dilakukan dengan
menaggalkan pakaian anak seluruhnya. Palpasi dilakukan dengan lembut,
pemeriksaan abdominal dengan ultrasound serta konsultasi dengan bagian
bedah dilakukan bila dicurigai adanya luka interabdominal. Anak yang
mengalami sexual abuse dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap yait
u
pemeriksaan genital dan anal. Pemeriksaan genital dilakukan dengan
pencahayaan yang memadai, memperhatikan posisi pemeriksaan (posisi si
ku
dan dada), anatomi normal genital dan variasi anatomi genital (dalam ha
l ini
keadaan hymen). Pada anak laki-laki dilakukan pemeriksaan terhadap pen
is,
uretra meatus, skrotum, dan kulit disekitarnya. Pemeriksaan anal meliputi
normal dan variasi anatomi anal serta luka-luka yang ada pada daerah anal.
Pemeriksaan radiologi, seperti foto skeletal, dilakukan bila ada petunjuk
diagnosis yang jelas dari anamnesis atau pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan bila dicurigai terjadi sexual abuse. Pemeriksaan y
ang
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
bisa dilakukan adalah tes serologi untuk sifilis dan HIV, pemeriksaan urin, tes
kehamilan dan untuk anak simptomatik dilakukan tes untuk penyakit infeksi
kelamin lain seperti trichomonas, herpes, condyloma acuminate, Gardrenella
vaginalis, dan kandida.
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
BAB III
KONDISI GI
GI DAN MU
LUT PADA C
HILD ABUS
E
Luka pada da
erah kraniofas
ial, kepala, m
uka dan leher
dan daerah
intraoral terjad
i pada lebih da
ri setengah kas
us CA. Kavitas
oral menjadi fo
kus
sentral dari p
hysical abuse
karena merup
akan daerah y
ang terekspos
dan
mudah diakses
, penting dala
m komunikasi
dan nutrisi, da
n mewakili diri
anak
tersebut. Sem
ua korban ab
use harus dip
eriksa secara
cermat tidak t
erbatas
pada tanda tra
uma oral teta
pi juga melip
uti karies, gin
givitis dan m
asalah
kesehatan oral
lainnya, termas
uk di dalamny
a pemeriksaan
terhadap frenul
um,
gigival, palatu
m lunak dan k
eras, lidah, reg
io sublingual,
mukosa bukkal
dan
faring posterio
r.
Luka pada k
avitas oral b
iasanya diseb
abkan oleh t
rauma secara
langsung atau t
rauma benda t
umpul, seperti
alat-alat pecah
belah, tangan, j
ari-
jari, alat maka
n atau pemberi
an makanan se
cara paksa den
gan botol, air p
anas
atau caustic su
bstances. Abus
e menyebabka
n luka memar,
bakar, atau las
erasi
pada lidah, bi
bir, mukosa b
ukal, palatum
(keras dan lu
nak), mukosa
alveolar
atau frenulum,
fraktur gigi, ra
hang dan tulan
g muka, displa
ced gigi.
Lima puluh e
mpat persen a
buse berdamp
ak pada daera
h bibir, diikut
i
mukosa oral,
gigi, gingival
dan lidah. Lu
ka pada kavit
as oral, lidah,
palatum
dan frenulum,
trauma langsu
ng pada gigi d
an tulang waja
h serta tulang r
ahang
dapat juga dis
ebabkan oleh
trauma yang
berulang terja
di. Pewarnaan
gigi,
sebagai indika
si nekrosis pu
lpa, merupaka
n akibat dari
trauma sebelu
mnya.
Cekikan atau s
umbatan pada
mulut menyeb
abkan memar,
lichenifcation,
atau
luka pada sud
ut bibir. Bebe
rapa luka seri
us pada kavit
as oral termas
uk luka
pada faring p
osterior dan a
bses retrofarin
geal juga dap
at disebabkan
oleh
abuse yang
dilakukan seb
agai tindakan
pengelabuan
atau peniruan
hemoptysis.
Siti Salmiah : Child A
buse, 2009
Gambar.9. Sewaktu pembuktian luka ditemukan,
sebaiknya ditentukan luka akibat
disengaja atau tidak..
Gambar 10. Tanda intraoral memar atau sobek di labial frenulum
Gambar 11. Luka lecet muka di seorang anak berumur 7 tahun
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
3.1.Kondisi Gigi dan Mulut pada Sexual Abuse
Kavitas oral merupakan satu tempat sexual abuse se
ring ditemukan
pada anak-anak, tetapi jarang ditemukan adanya luk
a atau infeksi oral.
Kehadiran gonorrhea oral dan perioral, atau sifilis p
ada anak prepubertal
merupakan pathognomonic dari sexual abuse. Pharyn
geal gonorrhea sering
ditemukan sebagai kasus yang asimptomatik. Apabil
a berdasarkan diagnosis
dicurigai adanya gonorrhea maka lesi harus dicari d
alam kavitas oral dan
dilakukan kultur walaupun tidak ada lesi terdeteksi.
Ketika kontak oral-
genital diketahui berdasarkan riwayat dan pemeriksa
an, pemeriksaan secara
menyeluruh penyakit menular seksual di dalam kavit
as oral merupakan hal
yang kontroversi, seorang klinisi harus mempertimba
ngkan faktor-faktor
resiko yang mungkin terjadi seperti abuse chronic, p
elaku dengan penyakit
menular seksual.
Pemeriksaan semen dalam kavitas oral anak dapat d
ilakukan beberapa
hari setelah kejadian. Selama pemeriksaan terhadap
anak yang mengalami
sexual abuse, cotton swab digunakan menyeka mukosa
bukal dan lidah untuk
mendapatkan lapisan (smear) dari mukosa tersebut s
ehingga dapat dideteksi
ada tidaknya semen. Eritema atau petekie pada palat
um (Gambar), terutama
antara palatum keras dan lunak, dapat menjadi bukti
dari aktivitas seksual.
Anak dengan riwayat seksual abuse akut melakukan
pemeriksaan semen dan
zat lainnya dengan pemeriksaan forensik secara
khusus. Anak yang
mengalami kontak penile-oral, mukosa bukal dan lid
ah diseka dengan kapas
steril, kemudian swab steril, kemudian swab dikerin
gkan dan diperiksa di
laboratorium. Lesi oral lain yang dapat terjadi dite
mukan dalam bentuk
condylomata acuminate.
3.2.Bite Marks (Tanda-tanda gigitan)
Bite marks merupakan lesi yang menunjukkan adan
ya abuse. Bite
marks merupakan satu dari beberapa ekspresi visual
dari anak yang sering
mengalami abuse (Gambar). Lesi tersebut dapat disebab
kan oleh sexual abuse
dan physical abuse. Seorang dokter gigi dapat mem
ainkan peran sebagai
forensic odontologist untuk mengevaluasi dan me
ndeteksi bite marks
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
dihubungkan dengan sexual dan physical abuse. Bite marks dengan bentuk
ovoid atau elip dicurigai sebagai tanda echymosis, abrasi dan laserasi. Bite
marks sebagai echymoses mempunyai daerah sentral yang disebabkan oleh
dua fenomena, tekanan positif dari penggerindaan gigi dengan gangguan pada
pembuluh darah dan tekanan negatif dari penghisapan lidah.
Bite marks harus dapat dibedakan antara gigitan yang disebabkan oleh
hewan atau gigitan yang disebabkan oleh manusia. Gigitan yang disebabkan
oelh hewan, seperti anjing atau hewan karnivora lainnya, cenderung
melakukan pencabikan sehinggamenimbulkan luka terbuka sedangkan gigitan
manusia cenderung meninggalkan luka yang disebabkan oleh tekanan, seperti
lecet, memar dan laserasi. Jarak normal antara gigi kaninus orang dewasa 2,5-
4 cm, merupakan jarak pada gigi caninus rahang atas. Gigitan gigi kaninus
merupakan gigitan yang paling menonjol dan dalam dari semua gigitan. Jika
jarak antara gigi kaninus kurang dari 2,5 cm, gigitan disebabkan oleh anak
kecil, jika antara 2,5-3 cm disebabkan oleh remaja, jika lebih dari 3 cm
disebabkan oleh gigitan orang dewasa.
3.3.Peranan Dokter Gigi dalam Penanganan Child Abuse
Dokter gigi mempunyai hubungan yang erat dengan CA dan berada
dalam posisi yang strategis untuk mengetahui dan melaporkan serta
menangani anak yang mengalami CA (Cameron, 1998). Dokter gigi berperan
dalam melakukan deteksi, dokumentasi, perawatan dan pemberitahuan pada
pihak yang berwenang. Dokter gigi melakukan pendeteksian
mempertimbangkan indikator tingkah laku anak, riwayat anak, orang yang
bertanggung jawab terhadap anak, dan fisik .
Indikator tingkah laku anak yang mengalami abuse :
1) Kontak mata yang lemah
2) Berhati-hati terhadap orang tua dan wali
3) Takut sentuhan
4) Bahasa yang tidak sesuai
5) Sering meminta maaf
6) Pakaian yang tidak wajar
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
7) Perubahan suasana hati yang dramatis
8) Percobaan bunuh diri
9) Percobaan melarikan diri
Riwayat sosial dan pengobatan anak :
1) Penghasilan keluarga yang rendah
2) Luka tidak terjelaskan
3) Penundaan perawatan
4) Tuduhan spesifik dari anak
5) Anak dengan penyakit kronis
6) Premature child
7) Hidup dalam lingkungan terisolasi
8) Anak yang dipandang “berbeda”
9) Anak dengan kebutuhan khusus
10) Anak dengan orang tua disipli berleihan
11) Anak mengalami abuse lebih dari 8 kali
mengalami karies yang tidak
terawat.
Indikator penanggung jawab :
1) Memberikan penjelasan yang tidak konsiste
n dan tidak sesuai dengan fakta
2) Memberikan cerita yang samar-samar, tidak
detail
3) Mengurangi kejadian
4) Terlambat memberikan perawatan
5) Pemakai obat atau peminum alkohol
6) Agresif atau bermusuhan
7) Tinggal dengan pasangan hidup
8) Tingkah laku compulsive
9) Tingkah laku tidak fleksibel
10) Mempunyai harapan yang tidak beralasan te
rhadap anak
11) Mempunyai riwayat kekerasan sebelumnya
12) Menyalakahkan pihak ketiga
13) Pasif dan dependen
14) Sering ke Rumah Sakit
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
Indikator fisik dan gigi :
1) Hemorargi retina
2) Fraktur gigi insisifus
3) Luka bakar pada gigi
4) Memar pada frenulum
5) Sifilis dan gonorrhea oral
dan perioral
6) Condyloma acuminata
7) Petechiae atau erythema pa
latum
8) Bite marks
9) Memar dalam berbagai tah
ap penyembuhan.
Menentukan umur memar ber
dasarkan warna :
1) 0-2 hari : bengkak dan lun
ak
2) 2-5 hari : merah dan biru
3) 5-7 hari : hijau
4) 7-9 hari : kuning
5) Lebih dari 9 hari : coklat, k
emudian menghilang
Penanganan CA harus melib
atkan semua pihak, dokter,
dokter anak, dokter
gigi, ahli hukum, tenaga pendi
dik, pekerja sosial dan pemeri
ntah.
3.4.Dampak Child Abuse Pa
da Anak
Masyarakat pada umumnya tid
ak menyadari bahwa CA mem
punyai dampak
yang sangat luas dan dapat
menghancurkan. CA dapat
menyebabkan anak
kehilangan hal-hal paling m
endasar dalam kehidupannya
dan berdampak sangat
serius pada kehidupan anak
di kemudian hari. Selain itu
dapat mengakibatkan
gangguan bio-psiko-sosial ana
k.
Dampak CA terhadap anak ju
ga dipengaruhi oleh berbagai f
aktor sebagai berikut :
1. Umur anak ketika abus
e terjadi. Anak yang lebih
muda biasanya
berdampak lebih berbahaya,
dampak yang berbeda terj
adi pula
berhubungan dengan periode p
erkembangan yang berbeda
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
2. Perilaku abuse. Dampak yang timbul biasanya lebih buruk jika pelaku
adalah orang tua, orang tua tiri, atau orang dewasa terpercaya yang lebih
kuat dari anak.
3. Keterbukaan anak. Anak yang menceritakan pengalaman abusenya kepada
orang lain akan menimbulkan reaksi dari orang tersebut. Meragukan,
menolak, menyalahkan dan malu merupakan reaksi yang lebih berbahaya.
4. Kekerasan yang terjadi seberapa berat
5. Lama abuse terjadi.
Dampak paling buruk dari CA adalah kematian. 5% anak mengalami
kematian dan 35% mengalami komplikasi fisik serius seperti patah tulang, luka
bakar, buta, tuli dan cacat tetap. Luka fisik seperti memar, goresan hingga
kerusakan otak merupakan akibat umum dari CA. Kerusakan otak mengakibatkan
kejang, hidrosefalus, retardasi mental dan masalah dalam perkembangan motorik.
Fraktur tertentu pada anak ditetapkan sebagai akibat abuse dibandingkan yang
lain (Gambar)
Indikator yang perlu dipertimbangkan akibat CA dapat dilihat pada tabel.
Indikator fisik Indikator Perilaku
Physical abuse
Kerusakan kulit Physical abuse
1. Memar dengan berbagai tingkat 1. Takut kontak dengan orang
penyembuhan dewasa
2. Luka bakar 2. Prihatin jika ada anak menangis
3. Waspada/ketakutan
3. Lecet dan goresan
Kerusakan skeletal 4. Agresif/pasif/menarik diri
1. Fraktur
2. Luka pada mulut, bibir, rahang,
mata, perineal
Sexual abuse
1. Sukar jalam dan duduk
2. Pakaian dalam berdarah, 3. Disfungsi kognitif dan motorik
bernoda
3. Genital gatal
4. Memar dan berdarah pada 5. Lari dari rumah
daerah perineal 6. Ketergantungan obat
5. Penyakit kelamin 7. Ide bunuh diri dan depresi
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
6. Ketergantungan obat
7. Pertumbuhan dan
perkembangan terhambat
8. Hamil pada usia remaja Emotional abuse
Emotional pasif sampai
1. Perilaku
abuse kstrim :
agresif
1. Gagal dalam perkem 2. Kebiasaan yang tergant
bangan ung atau
2. Pertumbuhan fisik te destruktif
rtinggal 3. Percobaan bunuh diri
3. Gangguan bicara
3.5.Dampak Child Abuse terhadap Kejiwaan Anak
Dampak CA terhadap kejiwaan atau psikologis anak
bisa seumur hidup.
Kecerdasan anak dapat mengalami gangguan, suat
u penelitian melaporkan
terdapat terdapat keterlambatan dalam perkembangan ko
gnitif, bahasa, membaca,
menulis, dan kesulitan belajar secara menyeluruh. H
arga diri yang rendah,
ketidakmampuan berhubungan dengan teman sebaya,
masa perhatian tereduksi
merupakan efek psikologis yang lain.
Pada beberapa kasus, CA dapat menyebabkan ga
ngguan-gangguan
kejiwaan (psychiatric disorders) seperti depresi,kec
emasan berlebihan, atau
gangguan disosiatif dan bertambahnya resiko bunuh
diri (suicide). Masalah
tingkah laku sering muncul setelah tindakan abuse, term
asuk kekerasan (violence)
dan tindakan kriminal.
Moore mengatakan bahwa CA mempunyai dampak luas
dan secara umum
dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Bebe
rapa anak menjadi negatif
dan agresif serta mudah frustasi, pasif dan apatis, ti
dak mempunyai kepribadian
sendiri (semua perbuatan dilakukan hanya untuk me
menuhi keinginan orang
tuanya (parentral extension), mereka tidak mampu m
enghargai diri sendiri
(chronically low self-esteem), sulit menjalin relasi deng
an individu lain, dan yang
paling parah adalah timbul rasa benci luar biasa ter
hadap diri sendiri (self-hate)
karena merasa hanya dirinya yang bersalah sehingga
menyebabkan penyiksaan
terhadap dirinya. Rasa benci terhadap diri sendiri ini me
nimbulkan tindakan untuk
menyakiti diri sendiri.
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
Pemukulan yang bersifat fisik dapat menyebabkan kerusakan emosional
anak. Hoffeler dan La Rossa menjelaskan bahwa anak-anak yang masih kec
il
sering susah tidur dan bangun di tengah malam menjerit ketakutan. Beberapa ana
k
menderita psikosomatik, misalnya asma dan perasaan sangat sedih, sehingga
sering muntah setelah makan dan berat badan turun drastis. Anak laki-laki
cenderung menjadi sangat agresif dan bermusuhan dengan orang lain, seme
ntara
anak perempuan sering mengalami kemunduran dan menarik diri ke dalam dunia
fantasi sendiri.
Anak yang mengalami sexual abuse sering menunjukkan sikap
ketertarikan yang tidak biasa dalam hal seks. Mereka sering memperlihatka
n
tingkah laku yang abnormal seperti public masturbation atau memperlihatkan alat
genital mereka. Dampak jangka panjang adalah depresi, rendah diri dan masal
ah
seksual seperti menghindari kontak seksual, kebingungan mengenai seks, ser
ta
terjerumus pada prostitusi.
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
BAB IV
PENANGAN
AN CHILD A
BUSE
4.1.Perlindun
gan Anak
Pencegahan da
n penanggulan
gan anak korb
an CA merupa
kan tanggung
jawab semua
pihak. Penceg
ahan dapat di
lakukan denga
n identifikasi
orang tua
yang mempun
yai faktor resi
ko yang tingg
i untuk melak
ukan kekerasa
n terhadap
anaknya. Beb
erapa faktor y
ang disebut s
ebagai resiko t
inggi, antara la
in befrasal
dari keluarga
yang penuh k
ekerasan, depr
esi, ketergant
ungan obat,
masalah
kesulitan ekon
om, pasangan
usia muda da
n orang tua t
unggal. Penan
ggulangan
anak korban
CA dilakukan
dengan mem
berikan berba
gai perlindung
an hukum,
pelayanan sosi
al dan penanga
nan medis. Pe
nanganan anak
korban CA me
libatkan
banyak pihak,
yaitu pekerja s
osial, psikotera
pi, pekerja me
dis (dokter,do
kter anak,
dokter gigi),
keluarga anak
, sustitute car
e, battered w
omen’s servic
e serta aparat
hukum.
4.2.Perlindun
gan Hukum
Manifestasi k
ekerasan terha
dap anak me
mang tampak
begitu tidak j
elas,
tetapi dampa
knya bagi a
nak dapat di
rasakan seum
ur hidup. M
engingat
ketidakmatang
an fisik dan
mental, dibut
uhkan perlind
ungan dan p
erawatan
khusus, terma
suk perlindun
gan hukum y
ang layak ter
hadap anak.
Pasal 3 UU
No.23 tahun
2002 tentang
perlindungan
anak menyebu
tkan perlindun
gan anak
bertujuan untu
k menjamin t
erpenuhinya h
ak-hak anak a
gar dapt hidu
p, tumbuh
dan berkemba
ng, dan berpa
rtisipasi secar
a optimal, ses
uai dengan ha
rkat dan
martabat kem
anusiaan, sert
a mendapat
perlindungan
dari kekerasa
n dan
diskriminasi d
emi terwujudn
ya anak Indon
esia yang berk
ualitas, berakh
lak mulia
dan sejahtera.
Kehadiran un
dang-undang t
ersebut dihara
pkan dapat m
emberikan
perlindungan s
ecara menyelu
ruh bagi seluru
h anak Indones
ia. Masalah an
ak-anak
yang membutu
hkan perlindun
gan khusus me
nandai perkem
bangan masala
h anak.
Direktorat Bin
a Pelayanan
Sosial Anak
Departemen S
osial RI telah
menyusun
avuan strategi
dan manjemen
perlindungan a
nak, memuat p
rogram-
program untuk
anak yang me
mbutuhkan per
lindungan khu
sus, mencakup
:
Siti Salmiah : Child A
buse, 2009
Program dan kegiatan pelayanan langsung untuk anak-anak yang membutuhkan
perlindungan khusus:
1) Penarikan (removal) anak-anak dalam situasi sulit. Penarikan dilakukan
dengan pendekatan manusiawi atau dengan tindakan hukum oleh lembaga
yang berwenang.
2) Perlindungan sementara bagi anak-anak yang membutuhkan karena situasi
darurat atau setelah dilepaskan dari situasi tereksploitasi. Pelayanan yang
diberikan berupa penyediaan pangan, sandang, perumahan, pelayanan
kesehatan, psikososial dan pendidikan.
3) Penyembuhan dan pemulihan (rehabilitasi) mencakup kegiatan pelayanan
penyembuhan dan pemulihan fisik, mental dan sosial.
4) Pembelaan pada anak yang mengalami eksploitasi atau konflik dengan hukum.
5) Penyatuan kembali (reintegrasi/reunifikasi) anak dengan keluarga, baik
keluarga asli atau keluarga pengganti bila keluarga asli tidak ada.
6) Tindak lanjut yaitu pelayanan lanjutan untuk memperkuat atau
mempertahankan kondisi yang telah dicapai anak dalam kondisi barunya
melalui pemantauan rutin.
Program tidak langsung :
1) Penyediaan perangkat-perangkat hukum seperti peraturan pemerintah (PP) atau
Keppres.
2) Penegakan hukum oleh aparat penegak hukum.
3) Advokasi mengenai perubahan-perubahan kebijakan dan program bagi upaya
pencegahan dan penanganan CA.
4) Pengembangan sistem informasi yang menyediakan berbagai data dan informai
perlindungan anak yang terus menerus diperbaharui dan berbagai laporan kasus
pelanggaran hak anak.
5) Pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi para penyedia pelayanan
perlindungan anak.
6) Penyadaran masyarakat agar mempunyai daya tanggap dan tindakan dalam
upaya mencegah dan melindungi anak.
7) Pendidikan orang tua melalui penyuluhan, bimbingan, maupun pelatihan
8) Pengembagan jaringan kerja dengan berbagai lembaga pemerintah, LSM,
maupun perguruan tinggi.
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
4.3.Penanganan psikososial
Penanganan masalah psikososial
dilakukan secara menyeluruh terh
adap
korban dan keluarga, serta pelak
unya. Anak yang mengalami abu
se untuk
sementara dapat diasuh orang lain
atau lembaga perlindungan anak. P
emberitaan
CA diikuti oleh artikel-artikel pe
ncegahan dan penanganannya. D
ampak pada
anak baik jangka pendek atau panja
ng diberitakan agar program pence
gahan lebih
ditekankan.
Kedekatan anak dan orang tua seja
k lahir dapat diwujudkan sejak dari
ruang
bersalin dengan cara menyusui b
ayi dari awal sesaat setelah bayi
lahir. Rawat
gabung (Rooming-in) juga memb
antu kedekatan psikologis antara
bayi dengan
ibunya sejak awal. Bayi-bayi pre
matur harus lebih mendapatkan
kontak fisik
dengan ibunya, juga diajarkan cara
-cara yang tepat untuk mendiamka
n bayi yang
menangis.
4.4.Penanganan Medis
Pada kasus CA penanganan med
is diutamakan terhadap keadaan
yang
mengancam jiwa, kalau perlu dil
akukan pemeriksaan penunjang y
ang lengkap
seperti tes laboratorium, radiogra
fi, HIV. Bone X-Ray dilakukan
pada setiap
kasus yang dicurigai sebagai phy
sical abuse meliputi semua tulan
g termasuk
tulang tengkorak, X-ray dilakukan
untuk melihat fraktur yang tersemb
unyi, sudah
lama atau dalam tahap penyemb
uhan. MRI atau CT scan pada k
epala atau perut
dilakukan apabila ada fraktur ten
gkorak, perdarahan pada mata,
muntah tidak
jelas, memar pada wajah, kepala
atau perut, atau simptom neurogi
cal yang tidak
jelas, sakit kepala, atau hilang kesa
daran.
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009
BAB V
KESIMPUL
AN
1. Child Ab
use ( CA) m
erupakan kas
us yang ban
yak terjadi p
ada masyara
kat
Indonesia de
ngan tingkat
penanganan r
endah dan ti
dak terkoordi
nasi serta
tidak adanya
kerjasama dar
i bidang terka
it.
2. CA dapat
berdampak
buruk terhad
ap kehidupan
anak mulai
dari kegagala
n
pertumbuhan
dan perkemb
angan, kerus
akan otak, fr
aktur tulang,
retardasi
mental, gangg
uan kejiwaan
sampai kemat
ian.
3. CA memp
unyai dampak
yang spesifik
terhadap gigi
dan mulut sep
erti fraktur
gigi insisivus
, lecet, mem
ar, laserasi d
an luka baka
r pada frenul
um, gingiva
dan bibir.
4. Dokter gi
gi berperan d
alam penanga
nan, perawata
n dan pelapor
an kasus CA.
Siti Salmiah : Child
Abuse, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Cameron, A.2003. Pediatric
Dentistry. 2nd Ed. Toronto :
Mosby
Mc. Donald, 2004. Dentistr
y for the Child and Adole
scent. 8th Ed. St.Louis,
Missouri.
Pinkham, 1988, Pediatric De
ntistry, 4th Ed, St. Louis, Els
evier Saunders.
Siti Salmiah : Child Abuse, 2009