Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK

OLEH :
I GUSTI AYU NGURAH VIOLA UTAMI DEWI
NIM. P07120217031
SEMESTER VI/TINGKAT III

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI SARJANA TERAPAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK

A. PENGERTIAN
1. CVA (Cerebro Vaskuler Accident) atau yang lebih dikenal dengan stroke adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddart, 2002).
2. Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global
akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa
tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.
Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron).
Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).
3. Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
4. Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
system suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 ).
5. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain:
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
6. Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis
stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak
dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan
berakhir dengan kelumpuhan.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan di dalam otak yang disebabkan
oleh trauma (cedera otak) atau kelainan pembuluh darah (aneurisma atau
angioma). Jika tidak disebabkan oleh salah satu kondisi tersebut, paling sering
disebabkan oleh tekanan darah tinggi kronis. Perdarahan intraserebral
menyumbang sekitar 10% dari semua stroke, tetapi memiliki persentase tertinggi
penyebab kematian akibat stroke.
PIS menurut cepatnya gejala klinis memburuk dibagi menjadi :
a) Akut, dan cepat memburuk dalam 24 jam.
b) Subakut, dengan krisis terjadi antara 3-7 hari.
c) Subkronis, bila krisisnya 7 hari.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab
lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti
hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
2. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara
otak dan selaput otak (rongga subaraknoid) diantara lapisan dalam (pia
mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan
otak (meninges). Subarachnoidhemorrhage adalah gangguan yang mengancam
nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah
satu-satunya jenis stroke yang lebih umum diantara wanita. Perdarahan
subrakhnoid dibagi menjadi 2 yaitu:
a) PSA spontan primer, yakni PSA yang bukan akibat trauma atau perdarahan
intraserebral.
b) PSA sekunder, yakni perdarahan yang berasal di luar subaraknoid umpamanya
dari perdarahan intraserebral atau dari tumor otak.
Perbedaan PIS dan PSA :

Gejala Klinis Stroke Hemoragic


PIS PSA
Gejala defisit lokal Berat Ringan
SIS sebelumnya Amat jarang -
Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Muntah pada awalnya Sering Sering
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang sebentar
Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada
permulaan
Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada
Deviasi mata Bisa ada Tidak ada
Gangguan bicara likour Sering berdarah Selalu berdarah
Perdarahan subhialoid Tak ada Bisa ada
Paresis/ gangguan N III - Mungkin (+)

B. TANDA DAN GEJALA


Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
b. Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b) Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi
labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh
ke sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi

Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik menurut Amin Huda Nurarif
(2015):
Gejala klinis Stroke hemoragik Stroke non
PIS PSA
hemoragik
Gejala deficit local Berat Ringan Berat/ringan
SIS sebelumnya Amat jarang - +/biasa
Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan(jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Muntah pada Sering Sering Tidak,kecuali lesi
awalnya dibatang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang sebentar Dapat hilang
Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal
Deviasi mata Bisa ada Tidak ada Mungkin ada
Gangguan bicara Sering Jarang Sering
Likuor Sering berdarah Selalu berdarah Jernih
Perdarahan Tidak ada bisa ada Tak ada
subhlaloid
Paresis/gangguan - Mungkin (+) -
N. III
C. PATHWAY STROKE HEMORAGIK

Malformasi arteri venosa Hipertensi Aneurisma


di otak

Meningkatkan viskositas Adanya titik lemah dalam


Vena tidak mampu darah dinding arteri serebral
menerima tingginya
tekanan darah dari arteri
Tekanan intravaskuler Rupture aneurisma
meningkat
Pembuluh darah pecah

Perdarahan araknoid/ventrikel

Perdarahan intraserebral Perdarahan subaraknoid Risiko perfusi Suplai darah ke otak menurun
serebral tidak
efektif CBF 15- CBF 15- CBF
Darah masuk ke Peningkatan TIK 20ml/100g/m 20ml/100g/mn <6ml/100g/
dalam jaringan otak nt t mnt
Vasospasme pembuluh
Hematoma serebral Gangguan ggn membran 8-12 jam
darah serebral elektrik pada sel (ionic neuron
CBF kurang dari EEG (isoelektrik) pump : K, Na mengecil,
Peningkatan TIK 25ml/100g/menit dan Ca) sitoplasma,
Disfungsi otak global Disfungsi otak fokal nukleus rusak
& sel mati
Herniasi serebral Iskemik serebral
Nyeri kepala Penurunan
kesadaran Respon seluler

Nyeri akut
Kegagalan glikolisis anaerobic, fosfokreatin dan ATP
Herniasi serebral Kegagalan glikolisis anaerobic, fosfokreatin dan ATP

Disfungsi otak fokal Kegagalan glikolisis anaerobic, fosfokreatin dan ATP

Kegagalan ATP pump


Gangguan Afasia Gangguan
hemisfer hemisensorik

Gangguan Ggn keseimbangan elektrolit


Gangguan Gangguan komunikasi intrasel (Na, Ca, air masuk ke
N I ( penurunan N XII (reflek
hemisfer kanan hemisfer kiri verbal sel) dan pH ↓
daya penciuman) mengunyah
N II, III, IV, VI menurun )
Cytotoxic edema
(penurunan daya
Hemiparesis Hemiparesis penglihatan )
/plegi kiri /plegi kanan N IX (penurunan Tersedak
Multiple infark lacunar di
daya pengecap)
periventrikel lateral dan
N VIII
Obstruksi lobus parietalis sinistra
Kelumpuhan (penurunan daya
sebagian tubuh jalan nafas
pendengaran dan
keseimbangan Deficit neurologis
tubuh
Bersihan jalan
Defisit Gangguan Tirah baring nafas tidak
perawatan diri mobilitas fisik lama efektif

Gangguan persepsi
Dekubitus sensori

Ganguan integritas
kulit/jaringan
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Brunner & Suddarth (2002), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
adalah :
1. Pemeriksaan radiologi
a) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,atau
menyebar ke permukaan otak
b) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
d) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satutanda hipertensi kronis pada
penderita stroke.
2. Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.
d) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Machfoed (2011), terapi konservatif pada pasien perdarahan intraserebral
adalah pasien perdarahan intraserebral dengan perdarahan kecil (<10 cc) atau defisit
neurologi minimal, pasien perdarahan intraserebral dengan GCS <4; kecuali pasien
perdarahan serebellar disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Terapi konservatif ini meliputi :
1. Terapi umum : menjaga dan mengevaluasi ABCD (Airway, Breathing, Circulation,
and Neurological Deficit).
2. Terapi khusus :
a) Hipertensi
Bila tekanan darah sistol > 220 diastol >140 mmHg, atau MAP rerata >145
mmHg dapat diberikan antihipertensi parenteral dengan nikardipin, diltiazem, atau
labetalol. Bila tekanan darah sistol 180-220 mmHg atau diastol 105-140 mmHg
atau MAP rerata 130 mmHg dapat diberikan juga obat antihipertensi seperti di
atas. Bila tekanan darah sistol <180 mmHg diastole <105, tangguhkan pemberian
antihipertensi. Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20-
25% dari MAP dalam 1 jam pertama.
b) Kejang
Pada status kejang; pada saat kejang diberikan injeksi diazepam bolus lambat
intravena 5-20 mg diikuti fenitoin loading dose 15-20 mg/kg/menit dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit dan diberikan dosis pemeliharaan 5
mg/kg/hari. Apabila kejang tidak teratasi perlu dirawat di ICU.
c) Peningkatan tekanan intrakranial
Akibat penekanan massa hematom yang besar pada jaringan otak yang
berdekatan. Biasanya timbul dalam 48 jam pertama dan dapat berlangsung dalam
2 mingu setelah perdarahan awal. Ditandai dengan perburukan gejala neurologis
dan gambaran CT Scan ulangan adanya gambaran impending herniasi. Langkah-
langkah yang dapat ditempuh adalah :
1) Non medikamentosa :
a. Posisi kepala dan tubuh berbaring 20-300
b. Pemberian O2 dan membuat hiperventilasi (PaO2 30- 35)
c. Menghindari pemberian cairan glukosa/hipotonik 4; Posisi pasien
menghindari penekanan vena jugular 5; Pemasangan urine kateter
d. Mencegah konstipasi
e. Menurunkan metabolisme dengan membuat hipotermi.
2) Medikamentosa :
Obat hiperosmolar manitol dosis 0.25-1 g/kg bolus, dilanjutkan dengan 0.25-
0.5 g/kg diulang setiap 4-6 jam sekali.

Terapi operatif dilakukan pada kasus perdarahan intraserebral cerebellar dengan


diameter >3 cm dengan perburukan klinis dan penekanan pada batang otak
menyebabkan hidrosephalus akibat obstruksi ventrikel IV; perdarahan intraserebral
dengan lesi struktural seperti aneurisma, malformasi AV, atau angioma kavernosa,
yang mempunyai harapan keluaran yang baik dan lesi strukturalnya terjangkau; pasien
usia muda dengan perdarahan lobar sedang-besar yang memburuk.
Sedangkan penatalaksanaan untuk perdarahan subaraknoid biasanya berupa
medikamentosa seperti berikut :
1. Monitor dan kontrol tekanan darah untuk mencegah risiko perdarahan ulang dan
menjaga tekanan perfusi serebral. Tekanan darah dipertahankan dengan MAP <110
mmHg atau tekanan darah <160/90 mmHg.
2. Pemberian terapi dini antifibrinolitik jangka pendek yang dikombinasi dengan terapi
aneurisma, serta dilanjutkan dengan upaya pencegahan hipovolemia dan vasospasme.
Terapi antifibrinolitik hanya diberikan pada kondisi tertentu, yaitu pada penderita
yang memiliki risiko rendah terjadinya vasospasme sambil menunggu tindakan
operasi.
2. Penatalaksanaan vasospasme serebral
a) Nimodipin (calcium channel blocker) oral 60 mg tiap 4 jam dapat menurunkan
outcome jelek pada kasus perdarahan subaraknoid aneurisma. Obat ini diberikan
selama 21 hari. Bila terjadi hipotensi, maka dapat dilakukan penyesuaian dosis.
b) Memelihara sirkulasi volume darah normal dan menghindari terjadinya
hipovolemia.
c) Terapi triple H (Hipertensi, Hemodilusi, Hipervolemia).
1) Mempertahankan cerebral venous pressure (CVP) pada kisaran 10-12 mmHg
dan hematokrit pada kisaran 30- 35%.
2) Mempertahankan tekanan darah sistolik pada kisaran 160-200 mmHg.
d) Angioplasty serebral dan/atau vasodilator intrakranial selektif merupakan terapi
alternatif.
3. Pemberian profilaksis antikejang dilakukan segera setelah periode perdarahan.
Profilaksis antikejang diberikan pada penderita dengan resiko berupa riwayat kejang
sebelumnya, perdarahan parenkim, infark parenkim atau adanya aneurisma pada arteri
serebri media.
4. Pencegahan hiponatremia
a) Pemberian cairan hipotonis dan cairan penarik cairan ke dalam intravaskuler
dalam jumlah besar hendaknya dihindari pada kasus perdarahan subaraknoid.
b) Monitor status volume cairan penderita perdarahan subaraknoid dengan
menggubakan kombinasi central venous pressure, pulmonary artery wedge
pressure, keseimbangan cairan, serta berat badan penderita. Cairan yang diberikan
adalah cairan isotonis.
c) Penggunaan fludrocortisones acetate dan salin hipertonis ditujukan untuk
mengkoreksi hiponatremia.
5. Mengurangi keluhan penderita dengan memberikan analgetik adekuat, sedasi ringan
dan pelunak feses.

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian menurut Wilkinson & Skinner (2000), pada klien dengan kegawatdarutan
stroke antara lain:
a. Identitas Klien : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, tanggal masuk RS,
alasan masuk.
b. Initial Survey : A (alertness), V (verbal), P (pain), U (unrespons).
c. Primary Survey :
Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain :
1. Circulation
Wilkinson & Skinner (2000), shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya
perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Diagnosis shock didasarkan pada
temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas
dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Pengkajian
circulation menurut Muttaqin (2008) pada klien stroke biasanya didapatkan
renjatan (syok) hipovolemik, tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan
bisa terdapat hipertensi massif dengan TD >200 mmHg.
2. Airway maintenance
Menurut Thygerson (2011), periksa responsivitas pasien dengan mengajak
pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien
terbuka. Menurut Wilkinson & Skinner (2000), pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Obstruksi jalan nafas
paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar.
Perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kepatenan jalan nafas pasien.
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1. Adanya snoring atau gurgling
2. Agitasi (hipoksia)
3. Penggunaan otot bantu pernafasan
4. Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
e. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
1. Chin lift/jaw thrust
2. Lakukan suction (jika tersedia)
3. Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
4. Lakukan intubasi
3. Breathing dan oxygenation
Menurut Wilkinson & Skinner (2000), pada kasus stroke mungkin terjadi
akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi
infeksi di saluran napas. Pedoman konsensus mengharuskan monitoring
saturasi O2 dan mempertahankannya di atas 95% (94-98%). Pada pasien stroke
yang mengalami gangguan pengendalian respiratorik atau peningkatan TIK,
kadang diperlukan untuk melakukan ventilasi.
4. Disability - pemeriksaan neurologis.
Menurut Muttaqin (2008), tingkat kesadaran klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut, tingkat
kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma, maka penilaian GCS
sangat penting untung menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk pemantauan pemberian asuhan.
d. Secondary Survey :
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam
artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Riwayat Kesehatan
a. RKD (Riwayat Kesehatan Dahulu)
b. RKS (Riwayat Kesehatan Sekarang)
2. Riwayat dan Mekanisme Trauma
Anamnesis meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga:
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat).
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian).
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cidera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama).
3. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
a. Kulit kepala
Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi,
perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala.
b. Mata
Ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana refleks
cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,
apakah konjungtivanya anemis atau tidak.
c. Hidung
Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan penciuman.
d. Telinga
Periksa adanya nyeri, penurunan atau hilangnya pendengaran.
e. Mulut
Inspeksi pada bagian mukosa terhadap tekstur, warna, kelembaban.
f. Toraks
Inspeksi: peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mentis.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.
Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma. Tidak didapatkan bunyi nafas
tambahan pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis.
g. Abdomen
Inspeksi : adakah distensi abdomen, asites.
Auskultasi : bising usus.
Perkusi : untuk mendapatkan nyeri lepas (ringan).
Palpasi : untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali, splenomegali.
h. Ektremitas
Pada saat inspeksi lihat adanya edema, gerakan, dan sensasi harus
diperhatikan, paralisis, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat
s/d 5-15 detik).
i. Neurologis
1) Syaraf Olfaktorius (N.I)
Biasanya tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Syaraf Optikus (N.II)
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
sering terlihat pada klien dengan hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Syaraf Okulomotorius (N.III), Trokealis (N.IV), dan Abdusens (N.VI)
Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot- otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
4) Syaraf Trigeminalis (N.V)
Pada beberapa keadaan stroke mengakibatkan paralisi saraf trigeminus,
didapatkan penurunan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot
pterigoidus internus dan eksternus.
5) Syaraf Fasialis (N.VII)
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Syaraf Vestibulokoklear (N.VIII)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7) Syaraf Glosofaringeus (N.IX) dan Vagus (N.X)
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
8) Syaraf Asesorius Spinal (N.XI)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf Hipoglossus (N.XII)
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pasien dengan masalah stroke hemoragik yang dapat
muncul antara lain :
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
e. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas
f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskular
g. Gangguan persepsi sensori behubungan dengan trauma akibat stroke
h. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
(SDKI-PPNI Edisi 1)
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko Perfusi Serebral Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Tekanan
Tidak Efektif keperawatan selama ….x…. Intracranial
jam diharapkan pasien observasi ;
memenuhi kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab
peningkatan TIK (mis.lesi
Luaran : menepati ruang, gangguan
Perfusi Serebral metabolisme, edema
1. Tingkat kesadaran serebral, peningkatan teknan
meningkat 5 vena, obstuksi aliran cairan
2. Tekanan intracranial serebrospinal, hipertensi
menurun 5 intracranial idiopatik)
3. Sakit kepala menurun 5 2. Monitor peningkatan TD
4. Gelisah menurun 5 3. Monitor pelebaran tekanan
5. Kecemasan menurun 5 nadi( selisih TDS dan TDD)
6. Agitasi menurun 5 4. Monitor penurunan frekuensi
7. Demam menurun 5 jantung
8. Tekanan darah sistolik 5. Monitor ireguleritas irama
membaik 5 napas
9. Tekanan darah diastolik 6. Monitor penurunan tingkat
membaik 5 kesadaran
10. Refleks saraf membaik 5 7. Monitor perlambatan atau
ketidaksimetris respon pupil
8. Monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalam rentang
yang diindikadikan
9. Monitor tekanan perfusi
serebral
10. Monitor jumlah, kecepatan,
karakteristik drainase cairan
serebrospinal
11. Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
1. Ambil sampel drainase
cairan serebrospinal
2. Pertahankan sterilitas sistem
pemantauan
3. Pertahankan posisi kepala
dan leher netral
4. Bilas sistem pemantauan,
jika perlu
5. Atur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien
6. Dokumentsikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
keperawatan selama …x… Observasi :
jam diharapkan pasien dapat 1. Lokasi, karakteristik, durasi,
memenuhi kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
Luaran : 2. Identifikasi skala nyeri
Tingkat Nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non
1. Kemampuan menuntaskan verbal
aktifitas meningkat 5 4. Identifikasi faktor yang
2. Keluhan nyeri menurun 5 memperberat dan
3. Meringis menurun 5 memperingan nyeri
4. Sikap protektif menurun 5 5. Identifikasi pengetahuan dan
5. Gelisah menurun 5 keyakinan tentang nyeri
6. Kesulitan tidur menurun 5 6. Identifikasi pengaruh budaya
7. Menarik diri menurun 5 terhadap respon nyeri
8. Berfokus pada diri sendiri 7. Identifikasi pengaruh nyeri
menurun 5 pada kualitas hidup
9. Diaforesis menurun 5 8. Monitor keberhasilan terapi
10. Perasaan depresi komplementer yang sudah
(tertekan) menurun 5 diberikan
11. Perasaan takut mengalami 9. Monitor efek samping
cedera berulang menurun penggunaan analgetik
5 Terapeutik :
12. Anoreksia menurun 5 1. Berikan teknik
13. Ketegangan otot menurun nonfarmakologis untuk
5 mengurangi rasa nyeri (mis.
14. Pupil dilatasi menurun 5 TENS, hypnosis, akupresur,
15. Pola napas membaik 5 terapi musik, biofeedback,
16. Tekanan darah membaik 5 terapi pijat, aroma terapi,
17. Proses berpikir membaik teknik imajinasi terbimbing,
5 kompres hangat/dingin,
18. Fokus membaik 5 terapi bermain)
19. Fungsi berkemih 2. Control lingkungan yang
membaik 5 memperberat rasa nyeri (mis.
20. Perilaku membaik 5 Suhu ruangan, pencahayaan,
21. Nafsu makan membaik 5 kebisingan)
22. Pola tidur membaik 5 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

Pemberian Analgetik
Observasi :
1. Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi
obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
4. Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi :
1. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
2. Kolaborasi
3. Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan asuhan Dukung Perawatan Diri
keperawatan selama …x… Observasi :
jam diharapkan pasien dapat 1. Identifikasi kebiasaan
memenuhi kriteria hasil : aktivitas perawatan diri
sesuai usia
Luaran : 2. Monitor tingkat kemandirian
Perawatan diri 3. Identifikasi tingkat
1. Kemampuan mandi kebutuhan atal bantu
meningkat 5 kebersihan diri, berpakaian,
2. Kemampuan berhias, dan makan
menggunakakan pakaian Terapeutik :
meningkat 5 1. Sediakan lingkungan yang
3. Kemampuan manakan terapeutik (mis. Suasana
meningkat 5 hangat, rileks, privasi)
4. Kemampuan ketoilet 2. Siapkan keperluan pribadi
meningkat 5 (mis. Parfum, sikat gigi, dan
5. Verbalisasi keinginan sabun mandi)
melakukan perawatan diri 3. Damping dalam melakukan
meningkat 5 perawatan diri sampai
6. Minat melakukan mandiri
perawatan diri meningkat 4. Fasilitasi untuk menerima
5 keadaan ketergantungan
7. Mempertahankan 5. Fasilitasi kemandirian, bantu
kebersihan diri meningkat jika tidak mampu melakukan
5 perawatan diri
8. Mempertahankan 6. Jadwalkan rutinitas
kebersihan mulut perawatan diri
meningkat 5 Edukasi :
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan asuhan Gangguan Mobilitas Fisik
keperawatan selama …x… Observasi :
jam diharapkan pasien dapat 1. Identifikasi adanya nyeri
memenuhi kriteria hasil : atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik
Luaran : melakukan pergerakan
Mobilitas fisik 3. Monitor frekuensi jantung
1. Pergerakan ekstremitas dan tekanan darah sebelum
meningkat 5 memulai aktifitas
2. Kekuatan otot meningkat 4. Monitor kondisi umum
5 selama melakukan
3. Rentang gerak (ROM) mobilisasi
meningkat 5 Terapeutik :
4. Nyeri menurun 5 1. Fasilitasi aktifitas mobilisai
5. Kecemasan menurun 5 dengan alat bantu (mis.pagar
6. Kaku sendi menurun 5 tempat tidur)
7. Gerakan tidak 2. Fasilitasi melakukan
terkoordinasi menurun 5 pergerakan, jika perlu
8. Gerakan terbatas menurun 3. Libatkan keluarga untuk
5 membantu pasien dalam
9. Kelemahan fisik menurun meningkatkan pergerakan
5 Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan(mis. Duduk
ditempat tidur, pidah dari
tempat tidur ke kursi, duduk
di sisi tempat tidur)
Gangguan Integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan keperawatan selama…x…. Observasi
jam diharapkan pasien dapat 1. Identifikasi penyebab
memenuhi kriteria hasil : gangguan integritas kulit
(mis. perubahan sirkulasi,
Luaran : perubahan status nutrisi,
Integritas kulit dan penurunan kelembaban,
jaringan suhulingkungan ekstrem,
1. Elastisitas meningkat 5 penurunan mobilitas)
2. Hidrasi meningkat 5 Terapeutik
3. Perfusi jaringan 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika
meningkat 5 tirah baring
4. Kerusakan jaringan 2. Lakukan pemijatan pada area
menurun 5 penonjolan tulang, jika perlu
5. Kerusakan jaringan kulit 3. Bersihkan perineal dengan
menurun 5 air hangat, terutama selama
6. Nyeri menurun 5 periode diare
7. Perdarahan menurun 5 4. Gunakan produk berbahan
8. Kemerahan menurun 5 petroleum atau minyak pada
9. Hematoma menurun 5 kulit kering
10. Pigmentasi abnormal 5. Gunakan produk berbahan
menurun 5 ringan/ alami dan
11. Jaringan parut menurun 5 hipoalergik pada kulit
12. Nekrosis menurun 5 sensitive
13. Abrasi kornea menuerun 5 6. Hindari produk berbahan
14. Suhu kulit membaik5 dasar alcohol pada kulit
15. Senasi membaik 5 kering
16. Tekstur membaik 5 Edukasi
17. Pertumbuhan rambut 1. Anjurkan menggunakan
membaik 5 pelembab (mis. lotion,
serum)
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Ajurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
5. Anjurkan mengkindari
terpapar suhu ekstrem
6. Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
Gangguan Komunikasi Setelah dilakukan asuhan Promosi Komunikasi : Deficit
Verbal keperawatan selama …x… Bicara
diharapkan pasien dapat Observasi :
memenuhi kritera hasil : 1. Monitor kecepatan, tekanan,
kuantitas, volume, dan diksi
Luaran : bicara
Komunikasi verbal 2. Monitor proses kognitif,
1. Kemampuan berbicara anatomis, dan fisiologis yang
meningkat 5 berkaitan dengan bicara
2. Kemampuan mendengar 3. Monitor frustasi, marah,
meningkat 5 depresi, atau hal lainnya
3. Kesesuaian ekspresi yang mengganggu bicara
wajah atau tubuh 4. Identifikasi prilaku
meningkat 5 emosional dan fisik sebagai
4. Kontak mata meningkat 5 bentuk komunikasi
5. Afasia menurun 5 Terapeutik :
6. Disfasia menurun 5 1. Gunakan metode komunikasi
7. Apraksia menurun 5 alternatif (mis. Menulis,
8. Disatria menurun5 mata berkedip)
9. Afonia menurun 5 2. Modifikasi lingkungan untuk
10. Dislalia menurun 5 meminimalkan bantuan
11. Pelo menurun 5 3. Ulangi apa yang
12. Gagap menurun 5 disampaikan pasien
13. Respons prilaku membaik 4. Gunakan juru bicara jika
5 perlu
14. Pemahaman komunikasi Edukasi :
membaik 5 1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan kelauarga pasien
proses kognitif, anatomis,
dan anatomis yang
berhubungan dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi :
1. Rujuk keahli patologis bicara
atau terapis
Gangguan Persepsi Sensori Setelah dilakukan asuhan Manajmen Perilaku
keperawatan selama …x… Observasi :
jam diharapkan pasien 1. Identifikasi harapan untuk
memenuhi kriteria hasil: mengendalikan prilaku
Terapeutik :
Luaran : 1. Diskusikan tanggung jawab
Persepsi Sensori terhadap prilaku
1. Verbalisasi mendengar 2. Jadwalkan kegiatan
bisikan meningkat 5 terstruktur
2. Verbalisasi melihat 3. Ciptakan dan pertahankan
bayangan meningkat 5 lingkungan dan kegiatan
3. Verbalisasi merasakan perawatan konsisten setiap
sesuatu melalui indra dinas
perabaan meningkat 5 4. Tingkatkan aktifitas fisik
4. Verbalisasi merasakan sesuai kemampuan
sesuatu melalui indra 5. Batasi jumlah pengunjung
penciuman meningkat 5 6. Bicara dengan nada rendah
5. Verbalisasi merasakan dan tenang
sesuatu melalui indra 7. Lakukan kegiatan
perabaan meningkat 5 pengalihan terhadap sumber
6. Verbalisasi merasakan agitasi
sesuatu melalui indra 8. Cegah prilaku pasif dan
pengecapan meningkat 5 agresif
7. Distori sensori meningkat 9. Beri penguatan positif
5 terhadap keberhasilan
8. Prilaku halusinasi mengendalikan prilaku
meningkat 5 10. Lakukan pengekangan fisik
9. Menarik diri meningkat 5 sesuai indikasi
10. Melamun meningkat 5 11. Hindari sikap menyudutkan
11. Curiga meningkat 5 dan mrnghentikan
12. Mondar mandir pembicaraan
meningkat 5 12. Hindari sikap mengancam
13. Respons sesuai stimulus dan berdebat
membaik 5 13. Hindari berdebat atau
14. Konsentrasi membaik 5 menawar batas prilaku yang
15. Orientasi membaik 5 telah di tetapkan
Edukasi :
1. Informasikan keluarga
bahwa keluarga sebagai
dasar pembentukan kognitif
Bersihan Jalan Nafas Tidak Setelah diberikan asuhan Lakukan Batuk Efektif
Efektif keperawatan selama …x… 1. Identifikasi kemampuan
jam diharapkan masalah batuk
pasien teratasi dengan kriteria 2. Monitor adanya retensi
hasil : sputum
3. Monitor tanda dan gejala
Luaran : infeksi saluran napas
Bersihan Jalan Napas 4. Monitor input dan output
1. Batuk efektif 5 meningkat cairan (mis. Jumlah dan
2. Produksi sputum 5 karakteristik)
menurun 5. Atur posisi semi fowler atau
3. Mengi 5 menurun fowler
4. Wheezing 5 menurun 6. Pasang perlak dant empat
5. Mekonium (pada sputum
neonates) 5 menurun 7. Jelaskan tujuan dan prosedur
6. Dispnea 5 menurun batuk efektif
7. Ortopnea 5 menurun 8. Anjurkan tarik napas dalam
8. Sulit bicara 5 menurun melalui hidung selama 4
9. Sianosis 5 menurun detik, ditahan selama 2 detik,
10. Gelisah 5 menurun kemudian keluarkan dari
11. Frekuensi napas 5 mulut dengan bibir mencucu
menurun (dibulatkan) selama 8 detik
12. Pola napas 5 menurun 9. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
10. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah Tarik napas
dalam yang ke-3
11. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jikaperlu

Manajemen Jalan Napas


1. Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
2. Monitor bunyi napas
tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi)
3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
4. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust) jika
curiga trauma servikal
5. Posisikan semi-fowler atau
fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
8. Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenas
sebelum penghisapan
endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu
12. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
14. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti
bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksi)
3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
11. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
12. Dokumentasi hasil
pemantauan
13. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
14. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Sumber : SDKI, SLKI, SIKI

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
Proses evaluasi dibagi menjadi 2 tahap yaitu :
a. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap
klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis analisis mengenai
status kesehatan klien terhadap waktu)

G. REFERENSI
Adib, M., 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung, dan
Stroke. Yogyakarta : Dianloka Printika.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.
Jakarta: EGC
Junaidi, Iskandar., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI.

Machfoed, Moh. Hasan, dkk.2011. Buku Ajar Penyakit Saraf. Pusat Penerbitan dan
Percetakan Unair:SurabayaWilkinson & Skinner (2000).
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.  Jakarta : Salemba Medika

Nurarif, min Huda; Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Sylvia A. Price dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit alih bahasa Brahm U. EGC : JakartaRia Artiani, 2009).
Thygerson, Alton. 2011. Pertolongan Pertama Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Negara, .................................2020
Nama Pembimbing/CT Nama Mahasiswa

………………………………………… I Gusti Ayu Ngurah Viola Utami Dewi


NIP………………………………… NIM. P07120217031

Anda mungkin juga menyukai