Anda di halaman 1dari 27

PEMBERIAN POSISI HEAD UP 30 DERAJAT

PADA PASIEN STROKE


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners di Ruang RPD 1

Disusun Oleh :

Kelompok C

1. Ikhlas Bekti D. 2021.04.0

2. Chusnul Chotimah 2021.04.0

3. Angraini Wulandari 2021.04.011

4. Ameliya Susanti 2021.04.00

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Literature Review Analisis pemberian Terapi Head Up 30° Pada Pasien Stroke yang disusun
oleh :

1. Ikhlas Bekti D. 2021.04.0

2. Chusnul Chotimah 2021.04.0

3. Angraini Wulandari 2021.04.011

4. Ameliya Susanti 2021.04.00

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas Praktik profesi ners Literature
Review ini telah disetujui. Pada Tanggal,..................

Mengetahui,

Dosen Pembimbing PLKK


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat saat

ini. Stroke semakin menjadi masalah yang serius yang dihadapi hampir seluruh

dunia. Hal tersebut dikarenakan stroke yang menyerang secara mendadak dapat

mengakibatkan kekacauan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun

lanjut usia. Banyaknya jumlah penderita yang terus meningkat, seseorang yang

menderita stroke paling banyak disebabkan oleh karena individual yang memiliki

perilaku atau gaya hidup yang tidak sehat seperti mengonsumsi makanan tinggi

lemak, kurang aktivitas fisik dan kurang olahraga yang dapat memicu terjadinya

stroke (Junaidi, 2017). Stroke terjadi karena hilangnya fungsi otak secara

mendadak karena gangguan suplai darah ke bagian otak (Bunner & Suddarth,

2018). Akibatya fungsi otak berhenti dan terjadi penurunan fungsi otak atau

gangguan perfusi jaringan serebral (Batacia, 2016). Gangguan perfusi jaringan

serebral adalah suatu penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan

untuk memelihara jaringan pada tingkat perifer.

Angka kejadian stroke di dunia masih sangat tinggi yaitu sekitar 795.000

jiwa setiap tahun, serangan stroke pertama terjadi pada 610.000 jiwa dan 185.000

jiwa mengalami stroke berulang (American Heart Association, 2018). Menurut

World Health Organisation (WHO) tahun 2018 terdapat 15 juta orang menderita

stroke setiap tahun. Sekitar 5 juta dari mereka meninggal dan 9 juta di antaranya

menderita kecacatan berat, yang lebih memprihatinkan lagi 0% di antaranya yang


terserang stroke mengalami kematian (Fitriani, 2017). Kejadian terbanyak dari

permasalahan penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama hampir di

seluruh RS di Indonesia, sekitar 15,6%. Hasil dari riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2017 menunjukkan telah terjadi prevelensi stroke

di Indonesia dari 8,3 per mil (tahun 2017) menjadi 12,1 per mil (tahun 2018).

Prevalensi penyakit stroke juga meningkat seiring bertambahnya usia. Kasus

stroke tertinggi adalah usia 75 tahun ke atas (43,1%) dan lebih banyak pria (7,1%)

dibandigkan dengan wanita (6,8%) (Kemenkes RI, 2018).

Stroke hemoragik adalah kebocoran atau pecahnya pembuluh darah di

otak dikarenakan melemahnya dinding pembuluh darah (Mary Digiulio, 2015).

Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral dan perdarahan

subaraknoid yang biasanya terjadi pada siang hari, waktu beraktivitas, dan saat

emosi (Nugroho, 2015). Darah yang keluar akan merembes dan masuk ke suatu

daerah di otak, kurangnya aliran darah ke otak akan menyebabkan beberapa

reaksi biokimia yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak sehingga dapat

menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan serebral (Baticaca, 2016). Impart

dari stroke dengan gangguan perfusi jaringan serebral adalah berkurangnya suplai

darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada factor seperti

lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap

area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat (Arif Muttagin,2016).

Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukannya penanganan utama pada

penderita cedera kepala dengan menerapkan intervensi Head Up 30o (Soemarno,

2018).

Posisi head 30 derajat adalah merupakan cara memposisikan kepala


seseorang lebih tinggi sekitar 30 derajat dari tempat tidur dengan posisi tubuh

sejajar dan kaki lurus tidak menekuk. Upaya untuk menurunkan stimuli untuk

mencapai koping yang adaptif dalam masalah gangguan perfusi jaringan serebral,

yaitu dengan cara memberikan posisi klien terlentang dan kepala agak ditinggikan

sekitar 30 derajat. Evaluasi terhadap masalah gangguan perfusi jaringan serebral

dilakukan secara non invasive dengan melihat (tekanan darah, nadi, suhu tubuh,

GCS). Posisi head up merupakan posisi untuk meningkatan aliran darah ke otak

dan mencegah dan terjadinya peningkatan tekanan intracranial dan gangguan

perfusi jaringan serebral dapat teratasi (Solikilin, 2016). Jika Tekanan Intra

Kranial (TIK) tidak segera diatasi akan menyebabkan herniasi kea rah batang otak

sehingga mengakibatkan gangguan pusat pengaturan organ vital, gangguan

pernafasan, hemodinamik dan kesadaran akan menurun (Anurogo, 2017).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan literature

review pemberian posisi head up 30° pada pasien stroke.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hasil review pemberian posisi head up 30° pada pasien stroke?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Diketahuinya hasil review pemberian posisi head up 30° pada pasien
stroke.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis


Hasil review ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi
tentang intervensi yang dilakukan pemberian posisi head up 30° pada
pasien stroke.

1.4.2 Manfaat Praktisi


1. Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini mampu memberikan masukan bagi profesi


keperawatan dalam mengembangkan perencanaan keperawatan yang
akan di lakukan pemberian posisi head up 30° pada pasien stroke.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk dapat melanjutkan


atau mengembangkan penelitian selanjutnya dan juga dapat dapat
dijadikan bahan acuan untuk penelitian selanjutnya yang menggunakan
metore literatur review.

3. Bagi Institusi Kesehatan

Penelitian ini mampu memberikan masukan kepada institusi


kesehatan sebagai bahan referensi dan bermanfaat bagi semua mahasiswa
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan khususnya tentang Penyakit Stroke.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Stroke

A. Definisi Stroke
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak nontraumatik. Bila gangguan peredaran darah otak berlangsung
sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi
kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient
ischaemia attack = TIA) (Mansjoer & dkk, 2007).
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat ischemia atau hemoragik sirkulasi saraf otak
(Nurarif & Kusuma, 2015).
B. Anatomi Fisiologi Otak
Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak
menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh,
dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak bertanggung jawab terhadap
bermacam-macam sensasi atau rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk
melakukan gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk melaksanakan
berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional,
intelegensi, berkomuniasi, sifat atau kepribadian, dan pertimbangan. Berdasarkan
gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak
kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan
jembatan varol (pons varoli) (Russell J. Greene and Norman D.Harris, 2008 ).
Gambar 2.1 Anatomi Otak

a) Otak Besar (Serebrum)

Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar mempunyai fungsi
dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan
(memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terdiri atas Lobus Oksipitalis sebagai pusat
pendengaran, dan Lobus frontalis yang berfungsi sebagai pusat kepribadian dan pusat
komunikasi.

b) Otak Kecil (Serebelum)

Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot, keseimbangan
dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang
normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berfungsi mengkoordinasikan gerakan yang
halus dan cepat.
c) Otak Tengah (Mesensefalon)

Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi penting pada
refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.
d) Otak Depan (Diensefalon)

Terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang dari
reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrien,
penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresif.
e) Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan
kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
C. Etiologi
Stroke di bagi menjadi dua jenis yaitu strokeischemic dan stroke hemoragik.
a. Stroke Ischemic yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah
stroke iscemic.
Stroke iscemic dibagi menjadi 3 jenis :
1) Stroke trombotic: proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
2) Stroke embolic : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3) Hipopervusion sistemic: berkurangnya aliran darah keseluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
b. Stroke Hemoragik yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis yaitu :
1) Hemoragik intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan
otak.
2) Hemoragik subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak). (Nurarif & Kusuma, 2015).
D. Manifestasi Klinis
a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
b. Tiba-tiba hilang rasa peka
c. Bicara pelo
d. Gangguan bicara dan bahasa
e. Gangguan penglihatan
f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
g. Gangguan daya ingat
h. Nyeri kepala hebat
i. Vertigo
j. Kesadaran menurun
k. Proses kencing terganggu
l. Gangguan fungsi otak

E. Patofisiologi
a. Stroke Non Hemoragik
Stroke iskemia disebabkan karena adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
thrombus atau embolus. Trombus pada umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan arteri menjadi
tersumbat, aliran darah ke area thrombus pun menjadi berkurang. Hal ini
menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark
pada jaringan otak. Sedangkan emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju
arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh
darah oleh emboli (Brunner & Suddarth, 2013).
b. Stroke Hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah mengakibatkan darah mengalir ke substansi
atau ruangan subarachnoid yang dapat menyebabkan perubahan komponen
intrakranial yang seharusnya terjadi secara konstan. Akibat adanya perubahan
komponen intrakranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan
peningkatan tekanan intrakranial yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak
sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke ruang
subarachnoid menyebabkan terjadinya edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada
sehingga dapat terjadi nekrosis jaringan otak (Brunner & Suddarth, 2013)
F. Pathway

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi : Faktor yang dapat dimodifikasi :


- Usia - Hipertensi
- Ras - Diabetes Melitus
- Jenis kelamin - Riwayat penyakit jantung (dll)
- Genetik
Terbentuknya thrombus arteri dan emboli
Terbentuknya thrombus arteri dan emboli
Peyumbatan pembuluh darah diotak

Suplay O2 ke otak menurun

Iskemik jaringan pada otak Syok neurologik Risiko Perfusi Serebral


Tidak Efektif

hipoksia

STROKE NON HIMORAGIK

Iskemik pada arteri serebral interior Iskemik pada arteri serebral medial

Gangguan premotor area Terjadi


Gangguan Reflek batuk
Gangguan penumpukan
Brocha’s meningkat
gustatory area spuntum
Kerusakan neuromuskular motorspeech area

Gangguan
Risiko Kerusakan Gangguan Gangguan
Komunikasi Defisit Nutrisi
Intregitas Kulit Mobilitas Fisik Pertukaran Gas
Verbal
G. Komplikasi
a. Dini (0–48 jam pertama): edema seribri, defisit neurologis cenderung memberat,
dapat mengakibatkan peningkatan TIK, dan akhirnya dapat menimbulkan kematian.
Infark miokard, penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
b. Jangka pendek (1 – 14 hari)
 Pneumonia akibat immobilisasi lama
 Infark miokard
 Emboli paru; cenderung terjadi 7–14 hari paska stroke, sering kali terjadi pada
saat penderita mulai mobilisasi
 Stroke rekuren: dapat terjadi setiap saat
c. Jangka panjang (>14 hari)
 Stroke rekuren
 Infark miokard
 Gangguan vaskular lain : penyakit vaskular perifer (Nurarif & Kusuma, 2015)
H. Penatalaksanaan
a. Stadium hiperakut
Tindakan distadium ini dilakukan di instalasi rawat darurat dan merupakan
tindakan resusitasi.Serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar pendarahan di otak tidak
meluas. Pada stadium ini pasien diberi:
1. Oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari cairan dekstrosa atau salin
dalam H2O.
2. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto torak, darah perifer
lengkap, dan jumlah trombosit, protombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit)
3. Jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah.
4. Tindakan lain di instalasi gawat darurat adalah memberikan dukungan minta kepada
pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
b. Stadium akut
1. Stroke iskemik
 Terapi umum:
a) Letakkan kepala pasien pada posisi 30;
b) Kepala dan dada pada satu bidang;
c) Ubah posisi tidur setiap 2 jam;
d) Mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya:
1. Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 L/menit sampai didapatkan hasil analisis gas
darah.
2. Jika perlu dilakukan instubasi.
3. Demam diatasi dengan kompres dan anti piretik, kemudian dicari penyebabnya jika
kandung kemih penuh dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
4. Pemberian nutrisi isotonik, kristaloid/ koloid 1500-2000 ml dan elektrolit sesuai
kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
5. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
6. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sampai 150%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
7. Hipoglikemia (kadar gula darah <60/80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dektrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
8. Nyeri kepala atau muntah diatasi dengan pemberian obat- abatan sesuai dengan
gejala.
9. Tekanan darah tidak perlu langsung diturunkan kecuali tekanan sistolik >220 mmHg
dan diastolik dan 120 mmHg, mean arterial blood pressure (MAP) >130 mmHg (pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard
akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
10. Jika hipotensi yaitu tekanan darah sistolik <90 mmHg dan diastolik <70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500
mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat teratasi. Jika hipotensi belum teratasi
dapat diberikan dopamin 2-20 ug/kg/menit sampai tekanan darah diastolik 110
mmHg.
11. Jika kejang diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama tiga menit, maksimal 100
mg perhari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin).
Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan anti konvulsan per oral jagka
panjang.
12. Jika didapatkan TIK meningkat di berikan manitol bolus iv 0,25 sampai 1 g/kgBB per
30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25 g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternative, dapat diberikan larutan
hipertonik (NaCl 3%)atau furosemid.
 Terapi khusus: ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian dengan anti
platelet seperti aspirin dan anti koagulan atau diajurkan dengan cairan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue plasminogen activator). Dapat juga
diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika di dapatkan
afasia).
2) Stroke hemoragik
1. Terapi umum: pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika folume hematoma
>30 ml, pendarahan intraventrikular dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis selalu
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalov iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg; (pemberian dalam 10
menit) maksimum 300 mg enalapril iv 0,625-1,25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-
25 mg per oral. Jika di dapatkan TIK menigkat posisikan kepala naikan 30, posisi
kepala dan dada satu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg).
2. Terapi khusus: neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator
tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak pendarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya yang memburuk dengan pendarahan sebelum beriameter >3 cm,
hidrosefalus akut akibat pendarahan intraventrikel atau sebelum, dilakukan VP
sunting, dan pendarahan lebar lebih 60 ml dengan tanda peningkatan tekanan
intracranial akut dan ancaman berherniasi. Pada pendarahan subaraknoid, dapat
digunakan antagonis kalsium (nemodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,
ekstirfasi, maupun gama knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi
arteri vena (arteriovenous malformation, AVM).
3. Stadium sub akut
a. Tidakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca
stroke dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memehami dan
melaksanakan progam prefentif primer dan skunder.
b. Terapi pasien subakut antara lain:
 Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
 Penatalasanaan komplikasi
 Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) yaitu fisioterapi, terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi
 Revensi skunder
 Edukasi keluarga dan Discharge planning (Nurarif & Kusuma, 2015).

2.2 Konsep Konsep Head Up 30 Derajat

2.2.1 Pengertian Posisi Head Up 30 Derajat

Pengertian posisi Head Up 30o merupakan posisi untuk menaikkan kepala

dari tempat tidur dengan sudut sekitar 30 derajat dan posisi tubuh dalam keadaan

sejajar (Bahrudin, 2008).

Posisi Head Up 30o ini merupakan cara meposisikan kepala seseorang lebih

tinggi sekitar 30o dari tempat tidur dengan posisi tubuh sejajar dan kaki lurus atau

tidak menekuk. Posisi Head Up 30o bertujuan untuk menurunkan tekanan

intrakranial pada pasien stroke. Selain itu posisi tersebut juga dapat meningkatkan

oksigen ke otak. Penelitian Aditya, (2018) menunjukkan bahwa posisi elevasi kepala

30 derajat dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan memaksimalkan aliran

oksigen ke jaringan otak.

Sedangkan menurut Bahrudin (2008) posisi kepala 30º (elevasi) merupakan

suatu posisi untuk menaikkan kepala dari tempat tidur sekitar 30º dan posisi tubuh

dalam keadaan sejajar. Sedikit berbeda penelitian oleh Khandelwal (2016) posisi

Head Elevation adalah memposisikan pasien dengan punggung lurus dan elevasi

kepala yang bertujuan untuk keamanan pasien dalam kelancaran pemenuhan

kebutuhan oksigen.
2.2.1 Prosedur Posisi Head Up 30 Derajat

Prosedur kerja pengaturan posisi Head Up 30o adalah sebagai berikut:

a) Meletakkan posisi pasien dalam keadaan terlentang.

b) Mengatur posisi kepala lebih tinggidan tubuh dalam keadaan datar.

c) Kaki dalam keadaan lurus dan tidak fleksi.

d) Mengatur ketinggian tempat tidur bagian atas setinggi 30 derajat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalampengaturan posisi Head Up 30o adalah

fleksi, ekstensi dan rotasi kepala akan menghambat venous return sehingga akan

meningkatkan tekanan perfusi serebral yang akan berpengaruh pada peningkatan

TIK (Ekacahyaningtyas, dkk, 2017).


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Strategi Pencarian Literature

3.1.1 Framework yang digunakan (PICO Question)

PICO Pertanyaan Klinis Strategi Pencarian


Patient population Pasien dengan Stroke Stroke
Intervention pemberian posisi head up 30° posisi head up 30°
Comparative Tidak ada -
Outcome kelancaran pemenuhan Pemberian posisi head up
kebutuhan oksigen, dan 30° pada pasien stroke
kualitas tidur.

3.1.2 Kata kunci yang digunakan

Kata kunci yang digunakan dalam literature review ini adalah “posisi
head up 30°”, “Stroke” dan “posisi head up 30° pada pasien stroke”.

3.1.3 Database atau search engine yang digunakan

Peneliti melakukan pencarian data menggunakan 1 database yaitu


Google Scholar.

3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Table 3.2 Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria Inklusi eksklusi


Population Pasien dengan Stroke Selain pasien stroke
Intervention posisi head up 30° Intervensi yang diberikan
pasien selain posisi head
up 30°
Comparison Tidak ada pembanding -
Outcome Intervensi pada pasien Tidak menggambarkan
dengan stroke intervensi pada Penyakit
stroke
Study design and Selain penelitian literature Penelitian dengan
publication type review literature review
Publication years 2016-2021 Sebelum 2016
Language Indonesia Selain bahasa Indonesia

3.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas

3.3.1 Hasil Pencarian dan Seleksi Studi

Artikel keseluruhan yang telah didapatkan oleh peneliti dari kedua


database dilakukan screening terlebih dahulu dengan tujuan memilih artikel
yang sesuai dengan masalah yang diangkat, dan Kriteria inklusi yang telah
ditetapkan oleh peneliti dan penilaian kualitas artikel. Adapun hasil pencarian
artikel tersebut digambarkan sebagai berikut :

Artikel yang didapat dari Google


Schoolar = 68

Pencarian literature database; Google


schoolar
batasaan pencarian : artikel
Identifikasi dan screening judul
dan artikel full text (n=48)

Dikeluarkan (n=25)
1) Analisis tidak spesifik stroke (n=10)
2) Metode penelitian tidak sesuai (n=15)

Artikel akhir yang sesuai criteria inklusi dan ekslusi (n=4)

3.4 Hasil Literature Review


Literature review ini dilakukan pada tanggal 29 September 2021. Pencarian data
dilakukan pada 1 data base Google Scholar dengan basis pencarian jurnal berbahasa
Indonesia. Total keseluruhan yang didapat yaitu 68 artikel dengan data base Google
Scholar.

Jurnal yang sudah terkumpul selanjutnya dilakukan screening berdasarkan criteria


inklusi dan eksklusi yang sudah di tetapkan peneliti dan di dapatkan 4 jurnal dengan
rincian 4 jurnal bahasa Indonesia.

3.5 Analisa

3.5.1 Pemberian Posisi Head Up 30 Derajat pada Pasien Stroke

Hasil literature review didapatkan salah satu terapi yang dapat diberikan
kepada pasien stroke yaitu pemberian posisi head up 30 derajat.

Penelitian yang dilakukan oleh Martina Ekacahyaningtyas, dwi Setyarini,


Wahyu Rima Agustin, Noerma Sovie Rizqiea (2017) yang berjudul “Posisisi Head
Up 30 derajat sebagai upaya untuk meningkatkan saturasi oksigen pada pasien
stroke hemoragik” dari hasil meriview jurnal tersebut menunjukkan status
hemodinamik pada saturasi oksigen terdapat nilai P value =0.009 sehingga terdapat
pengaruh posisi head up 30 derajat terhadap saturasi oksigen pada pasien stroke
sebelum dan setelah tindakan Posisi Head Up 30 derajat.

Penelitian yang dilakukan oleh Sumirah Budi Pertami, Siti Munawaroh, Ni


Wayan dwi Rosmala (2019) yang berjudul “ Pengaruh Elevasi Kepala 30 derajat
terhadap saturasi oksigen dan kualitas tidur pada pasien stroke” dari hasil
mereview jurnal tersebut menunjukkan dalam proses penelitian ini diharapkan
dapat menambahkan Terapi Posisi Head Up 30 derajat dalam pelayanan
keperawatan untuk meningkatkan saturasi oksigen dan kulitas tidur pasien stroke.

Penelitian yang dilakukan oleh Miranty Firs Dini Agustin, Agus Santosa
(2018) yang berjudul "Penerapan Posisi Tidur 30° pada Pasien Stroke Terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Kepala Akibat Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif di
RSUD Dr. R. Goetheng Tarunadibrata Purbalingga" dari hasil penelitian yang
didapat ini menunjukan bahwa rata-rata nilai skala nyeri kepala pada pasien
sebelum dilakukan terapi adalah 6,5 dan sesudah dilakukan terapi penerapan posisi
tidur 30 derajat mengalami penurunan menjadi skala 5,5. Maka, Penerapan posisi
tidur 30 derajat dapat menurunkan tingkat nyeri kepala pada pasien stroke.

Penelitian yang dilakukan oleh Afif Mustikarani, Akhmad Mustofa (2020)


yang berjudul “Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke melalui
Pemberian Posisi Head Up” dari hasil mereview jurnal tersebut menunjukkan hasil
terjadi peningkatan kadar saturasi yang signifikan pada kasus I dan kasus II.
Peningkatan sebesar 96% pada menit ke 15, 98% pada menit ke 30 pada kasus I
dan kasus II terjadi peningkatan sebesar 97% dimenit ke 15 dan 98% dimenit ke
30. Terdapat kenaikan kadar saturasi oksigen yang signifikan sebelum dan sesudah
dilakukan head up 300 pada pasien stroke hemoragik.
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pemberian Posisi Head Up 30 Derajat pada Pasien Stroke


Berdasarkan hasil literature review dari 4 artikel didapatkan beberapa terapi yang
dapat diberikan pada pasien stroke antara lain: head up 30 derajat. 4 artikel tersebut
menunjukkan bahwa keseluruhan hasil penelitian membuktikan adanya pengaruh head up
30 derajat terhadap manajemen pernapasan pasien stroke. Diantara pengaruh yang terjadi
pada pasien setelah diberikan intervensi head up 30 derajat ialah terhadap saturasi
oksigen, kualitas tidur, dan sebagainya, yang dimana outcome-outcome tersebut
berkaitan erat dengan kebutuhan pasien stroke.

Sampel yang digunakan rata-rata 2-34 orang. Sebagian penelitian melakukan


pembagian kelompok intervensi dan kelompok kontrol, beberapa penelitian lain
menggunakan satu kelompok intervensi yang kemudian dilakukan penilaian data sebelum
dan sesudah intervensi dengan metode salah satu jurnal Pengukuran saturasi oksigen
adalah menit ke 0 yaitu sebelum diberikan intervensi, menit ke 15 setelah diberikan
intervensi dan menit ke 30 setelah diberikan intervensi.

Stroke merupakan suatu gangguan fungsi otak lokal maupun luas yang terjadi
secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam, dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain selain vaskuler (Supadi, 2011). Stroke disebabkan gangguan pada
suplai darah otak, biasanya karena pecahnya pembuluh darah atau terjadi sumbatan.
Biasanya pada pasien stroke terjadi oklusi lumen (penyempitan pembuluh darah) yang
disebabkan beberapa faktor antara lain aterosklerosis karena terdapat penyempitan
pembuluh darah maka aliran darah ke jaringan akan menurun. Hal tersebut dapat
menyebabkan ketidakseimbangan cairan diotak dan suplai oksigen ke otak menurun
sehingga menyebabkan otak kekurangan oksigen dan mengalami hipoksia, jika
komplikasi ini tidak segera ditangani maka akan mengalami iskemik otak bahkan
kematian. Untuk itu perlu mengobservasi prosentase oksigen (saturasi oksigen) pasien
pasca serangan stroke untuk mencegah terjadinya keparahan stroke.

Pemberian elevasi kepala 30o dapat meningkatkan saturasi oksigen pada pasien
stroke yang mana pengaturan posisi kepala yang lebih tinggi dari jantung dapat
melancarkan aliran oksigen yang menuju ke otak serta dapat memfasilitasi peningkatan
aliran darah serebral. Hal ini juga dibuktikan dengan teori menurut Summer,dkk. (2009)
menunjukkan bahwa posisi kepala yang lebih tinggi dapat memfasilitasi peningkatan

22
aliran darah serebral dan memaksimalkan oksigenasi jaringan seberal sehingga akan
memicu pada peningkatan nilai saturasi oksigen.

Penelitian yang dikutip Khandelwal,dkk (2016) menambahkan elevasi kepala 30


derajat adalah dengan memposisikan pasien dengan punggung lurus dan elevasi kepala
30 derajat dengan tujuan untuk keamanan pasien dalam kelancaran pemenuhan
oksigenasi. Ketika pembuluh darah otak terhambat oleh emboli atau trombus maka
oksigen dan nutrisi tidak dapat mencapai neuron. Neuron yang kekurangan oksigen dan
glukosa akan melepas glutamat secara berlebihan dari synaptic bulbs. Akibat dari
pelepasan glutamat yang berlebih ini maka akan menjadi racun didalam otak, sehingga
otak yang tidak dialiri oleh oksigen dan glukosa ini menjadi nekrosis karena tidak terjadi
metabolisme pada jaringan tersebut (Nugroho & Ikrar, 2014).

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko stroke yang disebabkan karena pola
hidup yang buruk. Tekanan darah tinggi yang dibiarkan akan menyebabkan pergeseran
dan penebalan arteri dinding pembuluh darah arteri, kondisi ini disebut dengan
ateroskerosis yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, termasuk pembuluh
darah di otak. Hal ini bisa menyebabkan kematian jaringan otak tertentu sehingga akan
mempengaruhi fungsi dari otak tersebut.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Supadi (2008) Hasil uji hubungan
proporsi didapatkan p value 0.032 < α 0.05 artinya ada hubungan yang signifikan antara
posisi tidur semi fowler dengan kualitas tidur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
posisi semifowler yang tepat akan mempengaruhi kualitas tidur klien, posisis elevasi
kepala 30 derajat yang tepat untuk mengatasi pasien dengan gangguan kualitas tidur.
Menurut hidayat (2016), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak
menunjukkan tanda tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam
tidurnya. Tanda tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda
psikologis.

Selain itu kualitas tidur pada penelitian ini dapat dipengaruhi oleh factor
lingkungan, seperti pencahayaan yang terlalu terang, ruangan bangsal yang ramai dan
tidak dibatasi pengunjung, yang menimbulkan suara berisik sehingga mengganggu tidur
pasien. Dengan mengarus posisi tidur, diharapkan pasien dapat terpenuhi kenyamanannya
dan keluhan seperti nyeri kepala dapat teratasi. Dengan tidakan elevasi kepala 300
tersebut diharapkan pasien mendapatkan kenyamanan dan meningkatkan kualitas
tidurnya.

Menurut penelitian Sunarto (2015) yaitu dengan memberikan tindakan mandiri


keperawatan yaitu menggunakan model elevasi kepala 30º dan sesuai melalui tindakan
kolaborasi. Terlihat bahwa pasien merasa lebih nyaman dan dapat beristirahat dengan
nyaman. Hal tersebut dapat membuat haemodinamik pasien lebih stabil. Dimana posisi
head up 30º/elevasi kepala 30º dilakukan selama 30 menit,kemudian melihat saturasi
oksigen yang ada dibedsite monitor terpantau selama 30 menit meningkat dari sebelum
pemberian.

Terapi yang digunakan untuk menangani kasus stroke harus sesuai dengan
kondisi yang dialami oleh penderita. Penggunaan obat-obatan maupun penanganan secara
non farmakologi dapat dilakukan sebagai penatalaksanaan dalam menangani kasus
stroke. Keberhasilan untuk penanganan kasus stroke ditentukan dari lama penggunaan
terapi yang diberikan hingga bisa menurunkan gejala yang dialami oleh penderita. Teknik
head up 30 derajat sangat mudah untuk dilakukan dan tidak membutuhkan alat yang
banyak.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemilihan artikel, analisa, dan pembahasan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1 Terapi yang dapat diberikan pada pasien stroke antara lain terapi non
farmakologis. terapi non farmakologis dapat menggunakan metode pemberian posisi
head up 30 derajat memberikan dampak positif terhadap pasien stroke setelah mereka
menggunakan terapi tersebut secara terus-menerus yaitu dalam waktu 15-30 menit,
dampak positif yang diberikan ialah salah satunya memperbaiki proses bernafas pasien
sehingga pasien mampu bernapas secara normal dan kualitas tidur dapat terpenuhi
dengan baik.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Institusi


Literature Review ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi mengenai
analisis terapi pada pasien stroke.

5.2.2 Bagi Profesi Keperawatan Tenaga kesehatan


Ini dapat memberikan intervensi atau tindakan posisi maupun terapi pada
pasien stroke.
DAFTAR PUSTAKA

XAbdul Kadir Hasan (2018). Gangguan Perfusi Jaringan Serebral dengan penurunan
kesadaran pada stroke hemoragik setelah diberikan Posisi Kepala Elevasi 30
derajat.

Afif Mustikarani, Akhmad Mustofa, (2020). Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien
Stroke melalui Pemberian Posisi Head Up. Ners Muda, Vol 1 No 2. page 114-
119.

Bahrudin M. Posisi Kepala Dalam Sabilisasi Tekanan Intrakranial.2016.

Herman, (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Penerbit Buku


Kedokteran. Jakarta : EGC Randy & Margareth. (2019). Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah dan Penyakit Dalam . Yogyakarta : Yuha Medika

Kemenkes RI.(2018). Profil Kesehatan stroke. Diakses: 29 September 2021.

Marilynn E, Doengoes. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan . Edisi ke-3. Jakarta :


EGC

Martina Ekacahyaningtyas, dwi Setyarini, Wahyu Rima Agustin, Noerma Sovie Rizqiea
(2017), Posisisi Head Up 30 derajat sebagai upaya untuk meningkatkan saturasi
oksigen pada pasien stroke hemoragik.

Price & Wilson, (2017) Fatofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Pujiarto. (2017) Analisis Praktek Keperawatan Medikal Bedah dengan Pendekatan Teori
Adaptasi Persarafan Di RSUPN Dr. Cipto Mangun

Rikesdas, 2018. Info Datin PusatData dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta : Pusdatin Kementerian Kesehata RI.

Sumirah Budi Pertami ,Siti Munawaroh ,Ni Wayan dwi Rosmala (2019) Pengaruh
Elevasi Kepala 30 derajat terhadap saturasi oksigen dan kualitas tidur pada
pasien stroke.
LEMBAR KONSULTASI

TANGGAL REVISI TTD

Anda mungkin juga menyukai