Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN STROKE NON HAEMORAGIK

OLEH:
NI KADEK SINTA MUTIARA DEWI
NIM. P07120321019
PRODI NERS KELAS A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2021

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN STROKE NON HAEMORAGIK

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Pengertian
Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral,
baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24
jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan
vaskuler.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary hemorrhagic
strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes).
1. Menurut Padila (2012), stroke non haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri
cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
2. Menurut Arif Muttaqin (2008), stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya
iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan.
Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder.
Jadi, dari beberapa pengertian stroke di atas, disimpulkan stroke non hemoragik
adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya pembuluh
darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis, trombus dan embolus.
B. Faktor Predisposisi
Faktor risiko stroke adalah faktor yang memperbesar kemungkinan seseorang
untuk menderita stroke. Ada 2 kelompok utama faktor risiko stroke. Kelompok pertama
ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal sehingga
tidak dapat dimodifikasi. Yang termasuk kelompok ini adalah usia, jenis kelamin, ras,
riwayat stroke dalam keluarga dan serangan Transient Ischemic Attack atau stroke
sebelumnya. Kelompok yang kedua merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan
dapat dimodifikasi. Faktor risiko utama yang termasuk kelompok kedua adalah
hipertensi, diabetes mellitus, merokok, hiperlipidemia dan intoksikasi alkohol
(Bounameaux, et al., 1999). Adanya faktor risiko stroke ini membuktikan bahwa stroke
adalah suatu penyakit yang dapat diramalkan sebelumnya dan bukan merupakan suatu
hal yang terjadi begitu saja, sehingga istilah cerebrovascular accident telah ditinggalkan.
Penelitian epidemiologis membuktikan bahwa pengendalian faktor risiko dapat
menurunkan risiko seseorang untuk menderita stroke (Hankey, 2002).
Menurut Israr (2008) ada beberapa macam faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya stroke yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi merupakan faktor yang
dapat dicegah terjadinya suatu penyakit dengan cara memberikan intervensi. Faktor
risiko ini dipengaruhi oleh banyak hal terutama perilaku. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi meliputi hipertensi, stress, diabetes melitus, penyakit jantung, merokok, dan
konsumsi alkohol. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor risiko yang tidak
dapat dirubah walaupun dilakukan intervensi karena termasuk karakteristik seseorang
mulai dari awal kehidupannya.
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia, termasuk anak-anak.
Kejadian penderita stroke iskemik biasanya berusia lanjut (60 tahun keatas) dan resiko
stroke meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan mengalaminya degeneratif
organ-organ dalam tubuh (Amin & Hardhi, 2013). Sedangkan menurut Pinzon dan
Asanti (2008) stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% stroke terjadi
pada usia di atas 65 tahun. Perubahan struktur pembuluh darah karena penuaan dapat
menjadi salah satu faktor terjadi serangan stroke (Masood dkk, 2010).
Riset Kesehatan Dasar Daerah Istemewa Yogyakarta (2014) mengemukan
berdasarkan diagnosa dokter dan tenaga kesehatan atau gejala pengelompokan stroke
menurut usia, pada usia >15- 24 tahun sebanyak 1,7%. Usia 25-34 tahun sebanyak 3,3%
sedangkan, usia 35-44 tahun sebanyak 8,1% pada usia seseorang 45-54 tahun sebanyak
16,4%. Usia sekitar 55-64 tahun sebanyak 37,4%, untuk usia 65-74 tahun sebanyak
59,5% sedangkan pada usia >75 tahun sebanyak 70,3%. Menurut Potter dan Perry
(2010) berdasarkan klasifikasi usia bahwa pada usia 20-40 tahun memasuki usia dewasa
awal, pada usia 41-60 tahun memasuki usia dewasa tengah dan ketika pada usia >60
tahun memasuki kategori usia lanjut.
b. Jenis Kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia dewasa
awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1. Insiden stroke lebih tinggi
terjadi pada lakilaki daripada perempuan dengan rata-rata 25%-30% Walaupun para pria
lebih rawan daripada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan
menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hal ini, hormon merupakan yang
berperan dapat melindungi wanita sampai mereka melewati masa-masa melahirkan anak
(Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani, 2012).
Usia dewasa awal (18-40 Tahun) perempuan memiliki peluang yang sama juga
dengan laki-laki untuk terserang stroke. Hal ini membuktikan bahwa resiko laki-laki dan
perempuan untuk terserang stroke pada usia dewasa awal adalah sama. Pria memiliki
risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20%
daripada wanita. Namun, wanita memiliki resiko perdarahan subaraknoid sekitar 50%.
Sehingga baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama
untuk terkena stroke pada usia dewasa awal 18-40 Tahun (Handayani, 2013).
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
a. Stres
Pengaruh stres yang dapat ditimbulkan oleh faktor stres pada proses aterisklerosis
melalui peningkatan pengeluaran hormon seperti hormon kortisol, epinefrin, adernaline
dan ketokolamin. Dikeluarkanya hormon kartisol, hormon adernaline atau hormon
kewaspadaan lainya secara berlebihan akan berefek pada peningkatan tekanan darah dan
denyut jantung. Sehingga bila terlalu sering dapat merusak dinding pembuluh darah dan
menyebabkan terjadinya plak. Jika sudah terbentuk plak akan menghambat atau
berhentinya peredaran darah ke bagian otak sehingga menyebabkan suplai darah atau
oksigen tidak adekuat (Junaidi, 2011).
b. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal dimana tekanan darah
sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan distolik diatas 90 mmHg. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak, sedangkan
penyempitan pembuluh darah dapat mengurangi suplai darah otak dan menyebabkan
kematian sel-sel otak. Hipertensi mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah
arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga
mempercepat proses arterisklerosis, melalui efek penekanan pada sel endotel atau
lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak pada pembuluh darah
semakin cepat (Junaidi, 2011).
Menurut Burhanuddin, Wahidudin, dan Jumriani (2012) mengemukakan hipertensi
sering disebut sebagai penyebab utama terjadinya stroke. Hal ini disebabkan peningkatan
tekanan darah dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang dapat mengakibatkan
terjadinya stroke. Hipertensi menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah karena
adanya tekanan darah yang melebihi batas normal dan pelepasan kolagen. Endotel yang
terkelupas menyebabkan membran basal bermuatan positif menarik trombosit yang
bermuatan negatif sehingga terjadi agregasi trombosit. Selain itu, terdapat pelepasan
trombokinase sehingga menyebabkan gumpalan darah yang stabil dan bila pembuluh
darah tidak kuat lagi menahan tekanan darah yang tinggi akan berakibat fatal pecahnya
pembuluh darah pada otak maka terjadilah stroke.
c. Diabetes Melitus
Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada pembuluh
darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah otak dan jantung. Kadar
glukosa darah yang tinggi akan menghambat aliran darah dikarenakan pada kadar gula
darah tinggi terjadinya pengentalan darah sehingga menghamabat aliran darah ke otak.
Hiperglikemia dapat menurunkan sintesis prostasiklin yang berfungsi melebarkan
saluran arteri, meningkatkanya pembentukan trombosis dan menyebabkan glikolisis
protein pada dinding arteri (Wang, 2005). Diabetes melitus juga dapat menimbulkan
perubahan pada sistem vaskular (pembuluh darah dan jantung), diabetes melitus
mempercepat terjadinya arteriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar sehingga risiko
penderita stroke meninggal lebih besar. Pasien yang memiliki riwayat diabetes melitus
dan menderita stroke mungkin diakibatkan karena riwayat diabetes mellitus diturunkan
secara genetik dari keluarga dan diperparah dengan pola hidup yang kurang sehat seperti
banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan makanan siap saji yang tidak diimbangi
dengan berolahraga teratur atau cenderung malas bergerak (Burhanuddin, Wahidudin,
Jumriani, 2012).
d. Hiperkolestrolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol sekitar 1000 mg
setiap hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak dipenuhi kolesterol jika
mengkonsumsi makanan berbasis hewani, kolesterol inilah yang menempel pada
permukaan dinding pembuluh darah yang semakin hari semakin menebal dan dapat
menyebabkan penyempitan dinding pembuluh darah yang disebut aterosklerosis. Bila di
daerah pembuluh darah menuju ke otot jantung terhalang karena penumpukan kolesterol
maka akan terjadi serangan jantung. Sementara bila yang tersumbat adalah pembuluh
darah pada bagian otak maka sering disebut stroke (Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani,
2012). Kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi kolestrol
semakin besar kolestrol tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan
saluran pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah ke
otak. Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL (lemak jahat) yang akan mengakibatkan
terbentuknya arterosklerosis yang kemudian diikuti dengan penurunan elastisitas
pembuluh darah yang akan menghambat aliran darah (Junaidi, 2011).

e. Merokok
Merokok adalah salah satu faktor resiko terbentuknya lesi aterosklerosis yang
paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran darah ke eksterminitas dan meningkatkan
frekuensi jantung atau tekanan darah dengan menstimulasi sistem saraf simpatis.
Merokok dapat menurunkan elastisitas pembuluh darah yang disebabkan oleh
kandungan nikotin di rokok dan terganggunya konsentrasi fibrinogen, kondisi ini
mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan
kekentalan darah (Priyanto, 2008).
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih banyak terjadi pada
usia dewasa awal dibandingkan lebih tua. Risiko stroke akan menurun setelah berhenti
merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu
diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih
banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis (Pizon & Asanti, 2010).
Arterisklerosis dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah yang
lambat karena terjadi viskositas (kekentalan). Sehingga dapat menimbulkan tekanan
pembuluh darah atau pembekuaan darah pada bagian dimana aliran melambat dan
menyempit.
Merokok meningkatkan juga oksidasi lemak yang berperan pada perkembangan
arteriskelorosis dan menurunkan jumlah HDL (kolestrol baik) atau menurunkan
kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan (Burhanuddin,
Wahidudin, Jumriani, 2012).
f. Konsumsi Alkohol
Alkohol merupakan faktor resiko untuk stroke iskemik dan kemungkinan juga
terkena serangan stroke hemoragik. Minuman beralkohol dalam waktu 24 jam sebelum
serangan stroke merupakan faktor resiko untuk terjadinya perdarahan subarakhnoid.
Alkohol merupakan racun untuk otak dan apabila seseorang mengkonsumsi alkohol akan
mengakibatkan otak akan berhenti berfungsi (Priyanto, 2008).
C. PATHWAY
D. Klasifikasi
1. Stroke Iskemik
Stroke Iskemik (non hemoragic) adalah penurunan aliran darah ke bagian otak
yang disebakan karena vasokontriksi akibat penyumbatan pada pembuluh darah arteri
sehingga suplai darah ke otak mengalami penurunan (Mardjono & Sidharta, 2008).
Stroke iskemik merupakan suatu penyakit yang diawali dengan terjadinya serangkain
perubahan dalam otak yang terserang, apabila tidak ditangani akan segera berakhir
dengan kematian di bagian otak. Stroke ini sering diakibatkan oleh trombosis akibat plak
aterosklerosis arteri otak atau suatu emboli dari pembuluh darah di luar otak yang
tersangkut di arteri otak. Jenis stroke ini merupakan jenis stroke yang paling sering
menyerang seseorang sekitar 80% dari semua stroke (Junaidi, 2011).
Berdasarkan manifestasi klinis menurut ESO excecutive committe dan ESO
writting committee (2008) dan Jauch dkk (2013) yaitu:
a. TIA (transient ischemic attack) atau serangan stroke sementara: gejala defisit
neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam. TIA menyebabkan penurunan
jangka pendek dalam aliran darah ke suatu bagian dari otak. TIA biasanya
berlangsung selama 10-30 menit.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit): gejala defisit neurologi yang akan
menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi gejala akan menghilang
tidak lebih dari 7 hari.
c. Stroke evaluasi (Progressing Stroke): kelainan atau defisit neurologi yang
berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang berat sehingga makin
lama makin berat.
d. Stroke komplit (Completed Stroke): kelainan neurologis yang sudah menetap dan
tidak berkembang lagi.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena adanya
perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak dan gangguan
fungsi saraf. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk kedalam jaringan otak
sehingga terjadi hematoma (Junaidi, 2011). Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke
hemoragik di kelompokan sebagai berikut:
a. PIS (Perdarahan intraserebral) Perdarahan intraserebral disebabkan karena adanya
pembuluh darah intraserebral yang pecah sehingga darah keluar dari pembuluh
darah dan masuk ke dalam jaringan otak. Keadaan tersebut menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial atau intraserebral sehingga terjadi penekanan
pada pembuluh darah otak sehingga menyebabkan penurunan aliran darah otak dan
berujung pada kematian sel sehingga mengakibatkan defisit neurologi (Smeltzer &
Bare, 2005). Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal
dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi dan penyakit darah seperti
hemofilia (Pizon & Asanti, 2010).
b. PSA (Pendarahan subarakhnoid) Pendarahan subarakhnoid merupakan masuknya
darah ke ruang subrakhnoid baik dari tempat lain (pendarahan subarakhnoid
sekunder) atau sumber perdarahan berasal dari rongga subrakhnoid itu sendiri
(pendarahan subarakhnoid) (Junaidi, 2011). Perdarahan subarakhnoidal (PSA)
merupakan perdarahan yang terjadi masuknya darah ke dalam ruangan
subarakhnoid (Pizon & Asanti, 2010).
E. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis (tanda dan gejala) dari stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah sebagai berikut:
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan
control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang
lain.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara): ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekspresif atau reseptif.
3. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual
spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk :
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
 Mengalami hemiparese kanan  Hemiparese sebelah kiri tubuh
 Perilaku lambat dan hati-hati  Penilaian buruk
 Kelainan lapan pandang kanan  Mempunyai kerentanan terhadap
 Disfagia global sisi kontralateral sehingga
 Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi yang

 Mudah frustasi berlawanan tersebut

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah
sebagai berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan tidak mengandung
darah atau jernih.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. (Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.)
d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat
tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6) Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
H. Komplikasi
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:
1. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring,
seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan
menyebabkan infeksi.
2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang lumpuh
dan penumpukan cairan.
3. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan kekauan
pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot.
Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas
mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya
paparan terhadap sinar matahari.
5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur
sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi
pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,
kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
7. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu
pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand
syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke. Stroke tidak hanya menyerang orang
yang sakit saja tetapi juga dapat menyerang orang secara fisik yang sehat juga.
Stroke datangnya secara tiba-tiba dalam waktu sejenak, beberapa menit, jam atau
setengah hari. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya stress
yang tinggi (Smeltzer, Bare, 2005 & Junaidi, 2011). Stres dan depresi merupakan
gangguan emosi yang paling sering dikaitan dengan stroke dan mengalami
kehilangan kontrol pada diri sendiri, mengalami gangguan daya fikir, penurunan
memori dan penampilan sangat turun sehingga menyebabkan timbul rasa sedih,
marah dan tak berdaya terhadap hidupnya (Giaquinto, 2010)
Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe (2008) dan Stroke
National clinical guideline for diagnosis and initial management of acute stroke and
transite ischemic attack (2014), daerah- daerah (domain) neurologis yang mengalami
gangguan akibat stroke dapat dikelompokkan yaitu:
1. Motorik: gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan yang
disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan, dan kaki
maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh. Biasanya manifestasi stroke
seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh), hilang atau
menurunnya refleks tendon. Hemiparesis adalah kekuatan otot yang berkurang
pada sebagian tubuh dimana lengan dan tungkai sisi lumpuh sama beratnya
ataupun dimana lengan sisi lebih lumpuh dari tungkai atau sebaliknya sedangkan
hemiplegia adalah kekuatan otot yang hilang.
2. Sensori: defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer sampai
kehilangan persepsi yang sifatnya lebih kompleks. Penderita mungkin
menyatakannya sebagai perasaan kesemutan, rasa baal, atau gangguan sensitivitas.
3. Penglihatan: stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara monokuler,
hemianopsia homonim, atau kebutaan kortikal.
4. Bicara dan bahasa: disfasia mungkin tampak sebagai gangguan komprehensi, lupa
akan nama-nama, adanya repetisi, dan gangguan membaca dan menulis. Kira-kira
30% penderita stroke menunjukkan gangguan bicara. Kelainan bicara dan bahasa
dapat mengganggu kemampuan penderita untuk kembali ke kehidupan mandiri
seperti sebelum sakit.
5. Kognitif: kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi, orientasi, dan
hilangnya kemampuan menghitung. Sekitar 15-25% penderita stroke menunjukkan
gangguaun kognitif yang nyata setelah mengalami serangan akut iskemik.
6. Afek: gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai stroke.
Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah serangan dan jarang pada saat
akut.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE
NON HAEMORAGIK
A. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Distres pernafasan
c) Tanda – tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara nafas melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
d) Kelainan dinding thoraks
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembapan kulit
d) Tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
e) Suhu akral perifer dan CRT
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS (Glasgow Coma Scale)
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e) Refleks fisiologis dan patologis
f) Kekuatan otot
5) Eksposure
a) Kaji : Tanda-tanda trauma jika ada
B. Pengkajian Sekunder
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan
kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan
serta dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan
berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang
pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang
sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas
psikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu tidur → diransang bangun
lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
- Spontan (4)
- Dengan perintah (3)
- Dengan nyeri (2)
- Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
- Berorientasi (5)
- Bicara membingungkan (4)
- Kata-kata tidak tepat (3)
- Suara tidak dapat dimengerti (2)
- Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
- Dengan perintah (6)
- Melokalisasi nyeri (5)
- Menarik area yang nyeri (4)
- Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
- Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
- Tidak berespon (1)
8. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi
ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka.

e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral
sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada
stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia
global, afasia, dan mudah frustrasi.
9. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
10. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari
otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
11. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan. Observasi cara berjalan,
kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh sampai
kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan otot dinyatakan
dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya
dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
c. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain
di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian
kepala klien di fleksikan kedada secara pasif. Brudzinsky I positif
(+)
3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350
terhadap tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit tibia ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan aneurisma serebri
2. Gangguan mobilitas fisik  berhubungan dengan gangguan neuromuskular
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler
D. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama :
Efektif (D.0017) keperawatan selama …….x……. 1. Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I. 09325)
Definisi: maka Perfusi Serebral Meningkat Observasi
Berisiko mengalami penurunan (L. 02014) dengan kriteria hasil :  Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan
sirkulasi daerah otak.  Tingkat kesadaran meningkat (5) metabolisme, edema serebral)
Faktor Risiko  Kognitif meningkat (5)  Monitor tanda /gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah
 Keabnormalan masa  Sakit kepala menurun (5) meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardi, pola nafas ireguler,
prothrombin dan/atau masa  Gelisah menurun (5) kesadaran menurun)
tromboplastin parsial  Kecemasan menurun (5)  Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
 Penurunan kinerja ventrikel kiri  Agitasi menurun (5)  Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
 Aterosklerosis aorta  Demam menurun (5)  Monitor PAWP, jika perlu
 Diseksi arteri  Tekanan arteri rata-rata membaik (5)  Monitor PAP , jika perlu
 Fibrilasi atrium  Tekanan intra kranial membaik (5)  Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
 Tumor otak  Tekanan darah sistolik membaik (5)  Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
 Stenosis karotis  Tekanan darah diastolit membaik (5)  Monitor gelombang ICP
 Miksoma atrium  Reflex saraf membaik (5)  Monitor setatus pernapasan
 Aneurisma serebri  Monitor intake dan ouput cairan
 Koagulopati (mis.anemia sel  Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
sabit) Terapeutik
 Dilatasi kardiomiopati  Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
 Koagulasi intravaskuler  Berikan posisi semi Fowler
diseminata  Hindari maneuver valsava
 Embolisme  Cegah terjadinya kejang
 Cedera kepala  Hindari penggunaan PEEP
 Hiperkolesteronemia  Hindari pemberian cairan IV hipotonik
 Hipertensi  Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Endocarditis infektif  Pertahankan suhu tubuh normal
 Katup prostetik mekanis Kolaborasi
 Stenosis mitral  Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
 Neoplasma otak  Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
 Infark miokard akut  Kolaborasi pemberian pelunak tinja , jika perlu
 Sindrom sick sinus 2. Pemantauan Tekanan Intrakranial (I. 06198)
 Penyalahgunaan zat Observasi
 Terapi tombolitik  Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi menempati
 Efek samping tindakan (mis. ruang, gangguan metabolisme, edema serebraltekann vena,
Tindakan operasi bypass) obstruksi aliran cairan serebrospinal, hipertensi, intracranial
idiopatik)
Kondisi Klinis Terkait:  Monitor peningkatan TD
 Stroke  Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
 Cedera kepala  Monitor penurunan frekuensi jantung
 Aterosklerotik aortic  Monitor ireguleritas irama napas
 Infark miokard akut  Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Diseksi arteri  Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
 Embolisme  Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang
 Endocarditis infektif diindikasikan
 Fibrilasi atrium  Monitor tekanan perfusi serebral
 Hiperkolesterolemia  Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan
 Hipertensi serebrospinal
 Dilatasi kardiomiopati  Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK

 Koagulasi intravascular Terapeutik


diseminata  Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
 Miksoma atrium  Kalibrasi transduser
 Neoplasma otak  Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
 Segmen ventrikel kiri akinetic  Pertahankan posisi kepala dan leher netral
 Sindrom sick sinus  Bilas sistem pemantauan, jika perlu
 Stenosis karotid  Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
 Stenosis mitral  Dokumentasikan hasil pemantauan
 Hidrosefalus Edukasi
 Infeksi otak (mis. Meningitis,  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
ensefalitis, abses serebri)  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama :
(D.0054) keperawatan selama …x… maka 1. Dukungan Mobilisasi (I. 05173)
Definisi : Mobilitas Fisik Meningkat (L. 05042) Observasi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dengan kriteria hasil:  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
dari satu atau lebih ekstremitas □ Pergerakkan ekstremitas  Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
secara mandiri. meningkat (5)  Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
Penyebab : □ Kekuatan otot meningkat (5) mobilisasi
□ Kerusakan integritas struktur □ Rentang gerak (ROM)  Memonitor kondisi umum selama mobilisasi
tulang meningkat (5) Terapeutik
□ Perubahan metabolisme □ Nyeri menurun (5)  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar tempat
□ Ketidakbugaran fisik □ Kecemasan menurun (5) tidur)
□ Penurunan kendali otot □ Kaku sendi menurun (5)  Fasilitasi melakukan pergerakan , jika perlu
□ Penurunan massa otot □ Gerakan tidak terkoordinasi  Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
□ Penurunan kekuatan otot menurun (5) pergerakan
□ Keterlambatan perkemangan □ Gerakan terbatas menurun (5) Edukasi
□ Kekakuan sendi □ Kelemahan fisik menurun (5)  Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
□ Konraktur  Anjurkan melakukan mobilisasi dini
□ Malnutrisi  Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan ( mis. Duduk
□ Ganguan muskuloskeletal di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat

□ Gangguan neruomuskular tidur, tidur miring kanan/kiri)

□ Indeks masa tubuh diatas 2. Dukungan Ambulasi (I. 06171)


Observasi
persentil ke-72 sesuai usia
□ Efek agen farmakologis  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

□ Program pembatasan gerak  Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

□ Nyeri  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai


ambulasi
□ Kurang terpapar informasi
 Monitor kondisi umum sealama melakukan ambulasi
tentang aktivitas fisik
Terapeutik
□ Kecemasan
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. Tongkat,
□ Gangguan kognitif
kruk)
□ Keenganan melakukan
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
pergerakan
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
□ Gangguan sensori persepsi
ambulasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Edukasi
□ Mengeluh sulit  Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
menggerakkan ekstremitas  Anjurkan melakukan ambulasi dini
Objektif  Ajarkan ambulasi sedehrana yang harus dilakukan
□ Kekuatan otot menurun
□ Rentang gerak (ROM)
menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
□ Nyeri saat bergerak
□ Enggan melakukan
pergerakan
□ Merasa cemas saat bergerak
Objektif
□ Sendi kaku
□ Gerakan tidak terkoordinasi
□ Gerakan terbatas
□ Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait
□ Stroke
□ Cedera medula spinalis
□ Trauma
□ Fraktur
□ Osteoarthritis
□ Ostemalasia
□ Keganasan
3. Gangguan Integritas Kulit / Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Utama :
Jaringan (D.0129) selama ....x .... jam diharapkan 1. Perawatan Integritas Kulit (L.11353)
Definisi : Integritas Kulit dan Jaringan Observasi
Kerusakan kulit (dermis atau Meningkat (L. 14125) dengan kriteria  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
epidermis) atau jaringan hasil : sirkualsi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
(membrane mukosa, kornea, fasi, □ Elastisitas meningkat (5) lingkunagn ekstrim, penurunan mobilitas)
otot, tendon, tulang, kartilago, □ Hidrasi meningkat (5) Terapeutik
kapsul sendi atau ligament) □ Perfusi jaringan meningkat (5)  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Penyebab : □ Kerusakan jaringan menurun (5)  Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
 Perubahan sirkulasi □ Kerusakan lapisan kulit menurun  Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode
 Perubahan status nutrisi (5) diare
 Kekurangan atau kelebihan □ Nyeri menurun (5)  Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit
cairan □ Perdarahan menurun (5) kering
 Penurunan mobilitas □ Kemerahan menurun (5)  Gunakan produk berhbahan ringan/ alami dan hipoalergik pada
 Bahan kimia iritatif □ Hematoma menurun (5) kulit sensitive
 Suhu lingkungan yang ekstrem □ Pigmentasi abnormal menurun (5)  Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
 Faktor mekanis (mis. □ Jaringan parut menurun (5) anjurkan menggunakan pelembab (mis.lotion, serum)
Penekanan pada penonjolan □ Nekrosis menurun (5) Edukasi
tulang, atau gesekan) atau □ Abrasi kornea menurun (5)  Anjurkan minum air yang cukup
faktor elektriks □ Suhu kulit membaik (5)  Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
 Efek samping terapi radiasi □ Sensasi tidak terganggu  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
□ Sensasi membaik (5)
 Kelembaban  Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
□ Tekstur membaik (5)
 Proses penuaan  Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
□ Pertumbuhan rambut membaik (5)
 Neuropati perifer  Anjurkan mengguanakn SFP minimal 30 saat berada di luar
 Perubahan pigmentasi ruangan
 Perubahan hormonal  Anjurkan mandi dan mengguanakan sabun secukupnya

 Kurang terpapar informasi 2. Perawatan Luka (L.14564)


tentang upaya mempertahankan Observasi
dan melindungi integritas  Monitor karakteristik luka (mis. drainase, warna, ukuran,bau)
jaringan  Monitor tanda-tanda infeksi
Gejala dan tanda mayor Terapeutik
Objektif :  Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Kerusakan jaringan atau lapisan  Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
kulit  Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
Gejala dan tanda minor kebutuhan
Objektif :  Bersihkan jaringan nekrotik
 Nyeri  Berikan salep sesuai jenis luka prtahankan teknik steril saat
 Perdarahan melakukan perawatan luka
 Hematoma  Ganti balutan sesuai eksudat dan drainase
 Kemerahan  Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
Kondisi Klinis Terkait pasien
 Imobilisasi  Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein
 Gagal jantung 1,25-1,5 g/kgBB/hari
 Gagal ginjal  Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. vitamin A, vitamin
 Diabetes melitus C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi
 AIDS  Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkytancus), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement (mis. enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
4. Defisit Nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Utama :
Definisi : selama …..x...... jam, diharapkan Status 1. Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Asupan nutrisi tidak cukup untuk Nutrisi Membaik (L. 03030) dengan Observasi
memenuhi kebutuhan kriteria hasil:  Identifikasi nutrisi
metabolisme  Berat badan membaik (5)  Identifikasi alergi dan intolerasni makanan
Penyebab :  Indeks Massa Tubuh (IMT)  Identifikasi makanan yang disukai
 Ketidakmampuan menelan membaik (5)  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
makanan  Nafsu makan membaik (5)  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
 Ketidakmampuan mncerna  Bising usus membaik (5)  Monitor asupan makanan
makanan  Membrane mukosa membaik (5)  Monitor berat badan
 Ketidakmampuan  Diare menurun (5)  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
mengabsorbsi nutrient  Perasaan cepat kenyang menurun Terapeutik
 Peningkatan kebutuhan (5)  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
metabolism  Porsi makanan yang dihabiskan  Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Faktor ekonomi (mis. finansial meningkat (5)  Sajkan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
tidak mencukupi)
 Faktor psikologis (mis. stress,  Kekuatan otot pengunyah  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
keengganan untuk makan) meningkat (5)  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Gejala dan Tanda Mayor  Kekuatan otot menelan  Berikan suplemen makanan, jika perlu
Subjektif meningkat (5)  Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastric jika
(Tidak tersedia) asupan oral dapat ditoleransi
Objektif Edukasi
 Berat badan menurun minimal  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
10% di bawah rentang ideal  Ajarkan diet yang diprogramkan
Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi
Subjektif
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda
 Cepat kenyang setelah makan nyeri, antimetik), jika perlu
 Kram/nyeri abdomen  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
 Nafsu makan menurun jenis nutrient yang dibutuhkan
Objektif
 Bising usus hiperaktif
 Otot pengunyah lemah
 Otot menelan lemah
 Membrane mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebihan
 Diare

Kondisi Klinis Terkait


 Stroke
 Parkinson
 Mobius syndrome
 Cerebral palsy
 Cleft lip
 Cleft palate
 Amvotropic lateral sclerosis
 Luka bakar
 Kanker
 Infeksi
 AIDS
 Penyakit Crohn’s
 Enterokolitis
 Fibrosis kistik
5. Gangguan Komunikasi Verbal Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Utama :
(D.0119) selama x jam, diharapkan 1. Promosi Komunikasi : Defisit Bicara (I. 13492)
Definisi : Komunikasi Verbal Meningkat (L. Observasi
Penurunan, perlambatan atau 13118) dengan kriteria hasil yaitu □ Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dasn diksi
ketiadaan kemampuan untuk sebagai berikut: bicara
menerima, memproses, mengirim  Kemampuan berbicara meningkat □ Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
dan atau menggunakan sistem (5) berkaitan dengan bicara
simbol.  Kemampuan mendengar meningkat □ Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang menganggu
Penyebab : (5) bicara
 Penurunan sirkulasi serebral  Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh □ Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
 Gangguan neuromuskuler meningkat (5) komunikasi
 Gangguan pendengaran  Kontak mata meningkat (5) Terapeutik
 Gangguan muskuloskeletal  Afasia menurun (5) □ Gunakan metode Komunikasi alternative (mis: menulis,
 Kelainan palatum  Disfasia menurun (5) berkedip, papan Komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat
 Hambatan fisik (mis.terpasang  Apraksia menurun (5) tangan, dan computer)
trakheostomi, intubasi,  Disleksia menurun (5) □ Sesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di
krikotiroidektomi)  Afonia menurun (5) depan pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu
 Hambatan individu (mis.  Dislalia menurun (5) gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan
ketakutan, kecemasan, merasa  Pelo menurun (5) sambil menghindari teriakan, gunakan Komunikasi tertulis, atau
malu, emosional, kurang  Gagap menurun (5) meminta bantuan keluarga untuk memahami ucapan pasien.
privasi)  Respons perilaku membaik (5) □ Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
 Hambatan psikologis
(mis.  Pemahaman komunikasi membaik □ Ulangi apa yang disampaikan pasien
gangguan psikotik, gangguan (5) □ Berikan dukungan psikologis
konsep diri, harga di rendah, □ Gunakan juru bicara, jika perlu
gangguan emosi) Edukasi
 Hambatan lingkungan (mis. □ Anjurkan berbicara perlahan
ketidakcukupan informasi, □ Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan
ketiadaan orang terdekat,
fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan berbicara
ketidaksesuaian budaya, bahasa
Kolaborasi
asing)
□ Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : -
Objektif :
 Tidak mampu berbicara atau
mendengar
 Menunjukkan respon tidak
sesuai
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : -
Objektif :
 Afasia
 Disfasia
 Apraksia
 Disleksia
 Disartria
 Afonia
 Dislalia
 Pelo
 Gagap
 Tidak ada kontak mata
 Sulit memahami komunikasi
 Sulit mempertahankan
komunikasi
 Sulit menggunakan ekspresi
wajah atau tubuh
 Tidak mampu menggunakan
ekspresi wajah atau tubuh
 Sulit menyusun kalimat
 Verbalisasi tidak tepat
 Sulit mengungkapkan kata-kata
 Disorientasi orang, ruang,
waktu
 Defisit penglihatan
 Delusi
Kondisi Klinis Terkait :
 Stroke
 Cedera kepala
 Trauma wajah
 Peningkatan tekanan
intrakranial
 Hipoksia kronis
 Tumor
 Miastenia gravis
 Sklerosis multipel
 Distropi muskuler
 Penyakit Alzheimer
 Kuadriplegia
 Labiopalatoskizis
 Infeksi laring
 Fraktur rahang
 Skizofrenia
 Delusi
 Paranoid
 Autisme
DAFTAR PUSTAKA
Bounameaux H, Cornuz J, Darioli R, Le Floch-Rohr J, Lyrer Ph, Mattle H, et.al.
1999. Introduction to the Management of Stroke. In: Bougousslavsky J. ed. Stroke
Prevention by the Practitioner. Cerebrovasc Dis 1999; 9 (suppl 4): 1- 68
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2
Penerbit Jakarta: EGC
Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Gloria, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.
Amerika: Elsevier Mosby
Hankey GJ. 2002. Stroke: Your Questions Answered. Edinburg: Churchill
Livingstoke.
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 25 Oktober 2021


Nama Pembimbing/CI Nama Mahasiswa

Ns. I A Putu Dewi Pradnyani, S.Kep Ni Kadek Sinta Mutiara Dewi


NIP. 197502181996032003 NIM. P07120321019

Nama Pembimbing/CT

(............................................................)
NIP.

Anda mungkin juga menyukai