OLEH:
NI KADEK SINTA MUTIARA DEWI
NIM. P07120321019
PRODI NERS KELAS A
e. Merokok
Merokok adalah salah satu faktor resiko terbentuknya lesi aterosklerosis yang
paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran darah ke eksterminitas dan meningkatkan
frekuensi jantung atau tekanan darah dengan menstimulasi sistem saraf simpatis.
Merokok dapat menurunkan elastisitas pembuluh darah yang disebabkan oleh
kandungan nikotin di rokok dan terganggunya konsentrasi fibrinogen, kondisi ini
mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan
kekentalan darah (Priyanto, 2008).
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih banyak terjadi pada
usia dewasa awal dibandingkan lebih tua. Risiko stroke akan menurun setelah berhenti
merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu
diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih
banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis (Pizon & Asanti, 2010).
Arterisklerosis dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah yang
lambat karena terjadi viskositas (kekentalan). Sehingga dapat menimbulkan tekanan
pembuluh darah atau pembekuaan darah pada bagian dimana aliran melambat dan
menyempit.
Merokok meningkatkan juga oksidasi lemak yang berperan pada perkembangan
arteriskelorosis dan menurunkan jumlah HDL (kolestrol baik) atau menurunkan
kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan (Burhanuddin,
Wahidudin, Jumriani, 2012).
f. Konsumsi Alkohol
Alkohol merupakan faktor resiko untuk stroke iskemik dan kemungkinan juga
terkena serangan stroke hemoragik. Minuman beralkohol dalam waktu 24 jam sebelum
serangan stroke merupakan faktor resiko untuk terjadinya perdarahan subarakhnoid.
Alkohol merupakan racun untuk otak dan apabila seseorang mengkonsumsi alkohol akan
mengakibatkan otak akan berhenti berfungsi (Priyanto, 2008).
C. PATHWAY
D. Klasifikasi
1. Stroke Iskemik
Stroke Iskemik (non hemoragic) adalah penurunan aliran darah ke bagian otak
yang disebakan karena vasokontriksi akibat penyumbatan pada pembuluh darah arteri
sehingga suplai darah ke otak mengalami penurunan (Mardjono & Sidharta, 2008).
Stroke iskemik merupakan suatu penyakit yang diawali dengan terjadinya serangkain
perubahan dalam otak yang terserang, apabila tidak ditangani akan segera berakhir
dengan kematian di bagian otak. Stroke ini sering diakibatkan oleh trombosis akibat plak
aterosklerosis arteri otak atau suatu emboli dari pembuluh darah di luar otak yang
tersangkut di arteri otak. Jenis stroke ini merupakan jenis stroke yang paling sering
menyerang seseorang sekitar 80% dari semua stroke (Junaidi, 2011).
Berdasarkan manifestasi klinis menurut ESO excecutive committe dan ESO
writting committee (2008) dan Jauch dkk (2013) yaitu:
a. TIA (transient ischemic attack) atau serangan stroke sementara: gejala defisit
neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam. TIA menyebabkan penurunan
jangka pendek dalam aliran darah ke suatu bagian dari otak. TIA biasanya
berlangsung selama 10-30 menit.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit): gejala defisit neurologi yang akan
menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi gejala akan menghilang
tidak lebih dari 7 hari.
c. Stroke evaluasi (Progressing Stroke): kelainan atau defisit neurologi yang
berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang berat sehingga makin
lama makin berat.
d. Stroke komplit (Completed Stroke): kelainan neurologis yang sudah menetap dan
tidak berkembang lagi.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena adanya
perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak dan gangguan
fungsi saraf. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk kedalam jaringan otak
sehingga terjadi hematoma (Junaidi, 2011). Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke
hemoragik di kelompokan sebagai berikut:
a. PIS (Perdarahan intraserebral) Perdarahan intraserebral disebabkan karena adanya
pembuluh darah intraserebral yang pecah sehingga darah keluar dari pembuluh
darah dan masuk ke dalam jaringan otak. Keadaan tersebut menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial atau intraserebral sehingga terjadi penekanan
pada pembuluh darah otak sehingga menyebabkan penurunan aliran darah otak dan
berujung pada kematian sel sehingga mengakibatkan defisit neurologi (Smeltzer &
Bare, 2005). Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal
dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi dan penyakit darah seperti
hemofilia (Pizon & Asanti, 2010).
b. PSA (Pendarahan subarakhnoid) Pendarahan subarakhnoid merupakan masuknya
darah ke ruang subrakhnoid baik dari tempat lain (pendarahan subarakhnoid
sekunder) atau sumber perdarahan berasal dari rongga subrakhnoid itu sendiri
(pendarahan subarakhnoid) (Junaidi, 2011). Perdarahan subarakhnoidal (PSA)
merupakan perdarahan yang terjadi masuknya darah ke dalam ruangan
subarakhnoid (Pizon & Asanti, 2010).
E. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis (tanda dan gejala) dari stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah sebagai berikut:
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan
control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang
lain.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara): ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekspresif atau reseptif.
3. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual
spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk :
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh
Perilaku lambat dan hati-hati Penilaian buruk
Kelainan lapan pandang kanan Mempunyai kerentanan terhadap
Disfagia global sisi kontralateral sehingga
Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi yang
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah
sebagai berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan tidak mengandung
darah atau jernih.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. (Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.)
d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat
tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6) Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
H. Komplikasi
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:
1. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring,
seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan
menyebabkan infeksi.
2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang lumpuh
dan penumpukan cairan.
3. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan kekauan
pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot.
Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas
mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya
paparan terhadap sinar matahari.
5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur
sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi
pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,
kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
7. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu
pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand
syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke. Stroke tidak hanya menyerang orang
yang sakit saja tetapi juga dapat menyerang orang secara fisik yang sehat juga.
Stroke datangnya secara tiba-tiba dalam waktu sejenak, beberapa menit, jam atau
setengah hari. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya stress
yang tinggi (Smeltzer, Bare, 2005 & Junaidi, 2011). Stres dan depresi merupakan
gangguan emosi yang paling sering dikaitan dengan stroke dan mengalami
kehilangan kontrol pada diri sendiri, mengalami gangguan daya fikir, penurunan
memori dan penampilan sangat turun sehingga menyebabkan timbul rasa sedih,
marah dan tak berdaya terhadap hidupnya (Giaquinto, 2010)
Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe (2008) dan Stroke
National clinical guideline for diagnosis and initial management of acute stroke and
transite ischemic attack (2014), daerah- daerah (domain) neurologis yang mengalami
gangguan akibat stroke dapat dikelompokkan yaitu:
1. Motorik: gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan yang
disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan, dan kaki
maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh. Biasanya manifestasi stroke
seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh), hilang atau
menurunnya refleks tendon. Hemiparesis adalah kekuatan otot yang berkurang
pada sebagian tubuh dimana lengan dan tungkai sisi lumpuh sama beratnya
ataupun dimana lengan sisi lebih lumpuh dari tungkai atau sebaliknya sedangkan
hemiplegia adalah kekuatan otot yang hilang.
2. Sensori: defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer sampai
kehilangan persepsi yang sifatnya lebih kompleks. Penderita mungkin
menyatakannya sebagai perasaan kesemutan, rasa baal, atau gangguan sensitivitas.
3. Penglihatan: stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara monokuler,
hemianopsia homonim, atau kebutaan kortikal.
4. Bicara dan bahasa: disfasia mungkin tampak sebagai gangguan komprehensi, lupa
akan nama-nama, adanya repetisi, dan gangguan membaca dan menulis. Kira-kira
30% penderita stroke menunjukkan gangguan bicara. Kelainan bicara dan bahasa
dapat mengganggu kemampuan penderita untuk kembali ke kehidupan mandiri
seperti sebelum sakit.
5. Kognitif: kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi, orientasi, dan
hilangnya kemampuan menghitung. Sekitar 15-25% penderita stroke menunjukkan
gangguaun kognitif yang nyata setelah mengalami serangan akut iskemik.
6. Afek: gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai stroke.
Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah serangan dan jarang pada saat
akut.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE
NON HAEMORAGIK
A. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Distres pernafasan
c) Tanda – tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara nafas melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
d) Kelainan dinding thoraks
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembapan kulit
d) Tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
e) Suhu akral perifer dan CRT
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS (Glasgow Coma Scale)
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e) Refleks fisiologis dan patologis
f) Kekuatan otot
5) Eksposure
a) Kaji : Tanda-tanda trauma jika ada
B. Pengkajian Sekunder
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan
kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan
serta dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan
berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang
pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang
sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas
psikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu tidur → diransang bangun
lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
- Spontan (4)
- Dengan perintah (3)
- Dengan nyeri (2)
- Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
- Berorientasi (5)
- Bicara membingungkan (4)
- Kata-kata tidak tepat (3)
- Suara tidak dapat dimengerti (2)
- Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
- Dengan perintah (6)
- Melokalisasi nyeri (5)
- Menarik area yang nyeri (4)
- Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
- Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
- Tidak berespon (1)
8. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi
ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral
sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada
stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia
global, afasia, dan mudah frustrasi.
9. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
10. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari
otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
11. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan. Observasi cara berjalan,
kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh sampai
kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan otot dinyatakan
dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya
dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
c. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain
di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian
kepala klien di fleksikan kedada secara pasif. Brudzinsky I positif
(+)
3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350
terhadap tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit tibia ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan aneurisma serebri
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler
D. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama :
Efektif (D.0017) keperawatan selama …….x……. 1. Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I. 09325)
Definisi: maka Perfusi Serebral Meningkat Observasi
Berisiko mengalami penurunan (L. 02014) dengan kriteria hasil : Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan
sirkulasi daerah otak. Tingkat kesadaran meningkat (5) metabolisme, edema serebral)
Faktor Risiko Kognitif meningkat (5) Monitor tanda /gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah
Keabnormalan masa Sakit kepala menurun (5) meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardi, pola nafas ireguler,
prothrombin dan/atau masa Gelisah menurun (5) kesadaran menurun)
tromboplastin parsial Kecemasan menurun (5) Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
Penurunan kinerja ventrikel kiri Agitasi menurun (5) Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
Aterosklerosis aorta Demam menurun (5) Monitor PAWP, jika perlu
Diseksi arteri Tekanan arteri rata-rata membaik (5) Monitor PAP , jika perlu
Fibrilasi atrium Tekanan intra kranial membaik (5) Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
Tumor otak Tekanan darah sistolik membaik (5) Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
Stenosis karotis Tekanan darah diastolit membaik (5) Monitor gelombang ICP
Miksoma atrium Reflex saraf membaik (5) Monitor setatus pernapasan
Aneurisma serebri Monitor intake dan ouput cairan
Koagulopati (mis.anemia sel Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
sabit) Terapeutik
Dilatasi kardiomiopati Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
Koagulasi intravaskuler Berikan posisi semi Fowler
diseminata Hindari maneuver valsava
Embolisme Cegah terjadinya kejang
Cedera kepala Hindari penggunaan PEEP
Hiperkolesteronemia Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Hipertensi Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Endocarditis infektif Pertahankan suhu tubuh normal
Katup prostetik mekanis Kolaborasi
Stenosis mitral Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
Neoplasma otak Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
Infark miokard akut Kolaborasi pemberian pelunak tinja , jika perlu
Sindrom sick sinus 2. Pemantauan Tekanan Intrakranial (I. 06198)
Penyalahgunaan zat Observasi
Terapi tombolitik Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi menempati
Efek samping tindakan (mis. ruang, gangguan metabolisme, edema serebraltekann vena,
Tindakan operasi bypass) obstruksi aliran cairan serebrospinal, hipertensi, intracranial
idiopatik)
Kondisi Klinis Terkait: Monitor peningkatan TD
Stroke Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
Cedera kepala Monitor penurunan frekuensi jantung
Aterosklerotik aortic Monitor ireguleritas irama napas
Infark miokard akut Monitor penurunan tingkat kesadaran
Diseksi arteri Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
Embolisme Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang
Endocarditis infektif diindikasikan
Fibrilasi atrium Monitor tekanan perfusi serebral
Hiperkolesterolemia Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan
Hipertensi serebrospinal
Dilatasi kardiomiopati Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
Nama Pembimbing/CT
(............................................................)
NIP.