Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI
 Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

 Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme


individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari
interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009). 

 Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam
(Wilkinson, 2007).

 Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau
suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna
Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip
Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat,2006).

B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman
bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan
terdiri dari:
1. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis
maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan
rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan
mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami
hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan
untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya.
Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat
membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya
komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu
yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak,
karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis,
yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman
sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya
dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan
maupun tergantung pada remaja.
4. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen
antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka
terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru
dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada
dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality). 
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya
menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru
yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan
tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan
orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya
kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian
yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan
gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma
yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.

d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah
sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang
menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh
dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak
dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar.
Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal
ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan
regrasi.
C. POHON MASALAH

Defisit Perawatan Diri (DPD) Halusinasi

Isolasi Sosial: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri: HDR

Mekanisme Koping Tidak Efektif

Faktor predisposisi: Faktor presipitasi:


Kegagalan pada proses
Perpisahan dengan orang
tumbuh kembang
terdekat

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan
wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
E. AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah
(misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya
tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di
mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima
perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang
paling umum adalah halusinasi pendengaran.

F. PETALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya
berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan  dan
perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan
ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin
(amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam
fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi,
gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping
diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang
berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social,
berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan
kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada
SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada
pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi
secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
yang meliputi:
 Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
 Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
 Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.
 Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti
pakaian.
 Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
 Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan
kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan,
rambut, kuku dan lain-lain.
 Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga
keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang
berbahaya tanpa tujuan yang positif.
 Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan
karena sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam
hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana
pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
 Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara
dengan kawannya dan sebagainya.
 Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
 Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
 Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
 Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban
yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
 Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
 Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Isolasi Sosial
Konsep rencana keperawatan klien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri menurut Budi
Anna K adalah sebagai berikut :
a.    Tindakan keperawatan pada klien
1) Tujuan keperawatan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menyadari penyebab isolasi sosial.
c. Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2) Tindakan keperawatan
a)    SP 1 klien : Membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenal
manfaat berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan
mengajarkan klien berkenalan.
(1)   Bina hubungan saling percaya.
(a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
(b) Berkenalan dengan klien : perkenalkan nama lengkap dan nama
panggilan perawat serta tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
klien.
(c) Tanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.
(d) Buat kontrak asuhan : apa yang perawat akan lakukan bersama klien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
(e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi.
(f) Tunjukan sikap empati terhadap klien setiap saat.
(g) Penuhi kebutuhan dasar klien jika mungkin.
(2)   Bantu klien mengenal penyebab isolasi sosial.
(a) Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain.
(b) Tanyakan penyebab klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
(3)   Bantu klien mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara
mendiskusikan manfaat jika klien memiliki banyak teman.
(4)   Bantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
dengan cara :
(a) Diskusikan kerugian jika klien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
(b) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien.
(5)   Bantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
(6)   Ajarkan klien berkenalan.
b)   SP 2 klien     : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan orang pertama/perawat).
c)    SP 3 klien     : Melatih klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan
orang kedua/klien).

b.    Tindakan keperawatan pada keluarga


1)   Tujuan keperawatan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat klien isolasi sosial.
2)   Tindakan keperawatan
a)    SP 1 keluarga    : Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai
masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat klien isolasi
sosial.
(1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
(2) Jelaskan tentang :
(a) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien.
(b) Penyebab isolasi sosial.
(c) Cara-cara merawat klien dengan isolasi sosial, yaitu :
Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara bersikap peduli
dan tidak ingkar janji, berikan semangat dan dorongan kepada klien
untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain (yaitu
dengan tidak mencela kondisi klien dan memberikan pujian yang wajar),
tidak membiarkan klien sendiri di rumah, dan buat rencana atau jadwal
bercakap-cakap dengan klien.
(3) Peragakan cara merawat klien dengan isolasi sosial.
(4) Bantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan masalah yang dihadapi.
(5) Susun perencanaan pulang bersama keluarga.
b)   SP 2 Keluarga   : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien isolasi
sosial langsung di hadapan klien.
c)    SP 3 Keluarga   : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN ISOLASI SOSIAL

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data subjektif:
1) Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
2) Klien mengatakan semua tempat itu angker dan banyak ular juga
hantunya. Besok kalau mati yang mengantar ular dan dikubur bersama
ular.
b. Data objektif:
1) Klien tampak menyendiri
2) Klien terlihat senang duduk di lantai dan mojok
3) Klien selalu menunduk saat bicara
4) Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
3. Tujuan
a. Tujuan Khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
3) Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan dengan
orang lain
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain

B. Proses pelaksanaan tindakan


1. Fase Orentasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat Pagi Pak!” Perkenalkan saya Alfin mahasiswa Ners UMM. Saya
praktek disini mulai dari hari ini sampai tanggal 22 Juli dari jam 08.00-14.00
WIB. Nama bapak siapa? Senang di panggil apa?”
b. Evaluasi/validasi
“ Bagaimana perasaan bapak hari ini ?”
c. Kontrak
1) Topik
“ Senang ya bisa berkenalan dengan bapak hari ini, bagaimana kalau kita
berbincang-bincang mengenai apa yang bapak rasakan?”
2) Waktu
“ berapa lama bapak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya?
Bagaimana kalau 15 menit saja?”
3) Tempat
“ di mana bapak mau berbincang-bincang dengan saya? Ya sudah... di
ruangan ini saja kita berbincang-bincang...”
2. Kerja
“Pak, apa yang bapak rasakan saat ini ? oo..jadi bapak merasa malas dan tidak
mau berbincang-bincang dengan orang lain..
bapak, bapak kan sudah lama berada disini, coba bapak ingat-ingat siapa saja
orang-orang yang bapak kenal? bapak kan pasti juga mempunyai teman yang
terdekat disini, apa bapak masih ingat siapa saja? Nah lalu coba bapak bercerita
tentang teman-teman terdekat bapak.
bapak pernah bercerita dengan teman-teman bapak kan?
Oh jadi dulu sebelum di sini ya?
Lalu kenapa bapak sekarang jadi tidak mau berinteraksi lagi dengan orang lain?
Menurut bapak apa keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain? Kalau bapakbelum tahu, saya akan
memberitahukan keuntungan dari berinteraksi dengan orang lain yaitu bapak
punya banyak teman, saling menolong, saling bercerita, dan tidak selalu sendirian.
Lalu kerugiannnya jika tidak berinteraksi, teman bapak jadi sedikit, tidak ada
teman untuk bercerita, dan tidak ada yang menolong jika ibu butuh bantuan.
3. Evaluasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tadi?”
b. Evaluasi Objektif
“oya , bapak bagus sekali, tadi sudah menyebutkan nama teman-teman bapak
disini, dan sudah bercerita banyak tentang teman-teman terdekat bapak. bapak
juga sudah mengetahui keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang
lain.
c. Tindak Lanjut Klien
“Pak, besuk saya akan mengajarkan bapak cara berkenalan dengan orang lain
dan kita juga akan berlatih. Bila bapak masih merasa malu, bapak bisa berlatih
dengan saya terlebih dahulu.”
b. Kerja(langkah-langkah tindakan keperawatan)
1) Topik
“baiklah... pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan
berbincang-bincang lagi tentang jadwal yang telah kita buat dan
mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain?
2) Waktu
“berapa lama bapak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya
besok? Oh jadi 30 menit ya?”
3) Tempat
“ di mana bapak mau berbincang-bincang dengan saya besok? Ya sudah...
bagaimana kalau besok kita melakukannya di sini lagi saja?”
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 1999. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta
; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta:
Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.
Konsep,
Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar
Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai