Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan yang baik bergantung sebagian pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi
yang memantau atau mencegah peniularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja
perawatan kesehatan dari penyakit. Klien dalam lingkungan perawatan kesehatan beresiko
terkena infeksi karena daya tahan yang menurun terhadap mikroorganisme infeksius,
meninkatnya pejanan terhadap jumlah dan jemis penyakit yang disebakan oleh mikroorganisme
dan prosedur invasive. Dalam fasilitas perawatan akut atau ambulatory klien dapat terpajan
mikroorganisme baru atau berbeda, yang beberapa dari mikroorganisme tersebut dapat juga
resisten terhadap banyak antibiotic. Dengan cara mempraktikan teknik pencegahan dan
pengendalian infeksi, perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme terhadap
klien
Dalam semua lingkungan, kiien dan keluarganya harus mampu mengenali sumber infeksi
dan mampu melakukan tindakan protektif. Penyuluhan klien nharus termasuk informasi
mengenai infeksi, cara-cara penularan dan pencegahan. Petugas perawatan kesehatan dapat
melindungi diri mereka sendiri dari kontak dengan bahan infeksius atau terpajan pada penyakit
menular dengan memiliki pengetahuan tentang proses infeksi dan perlindungan barier yang
tepat. Penyakit seperti hepatitis B, AIDS, dan tuberkolosis telah menyeababkan perhatian yang
lebih besar pada teknik pengontrolaan infeks.
Setiap tahun diperkirakan 2 juta pasien mengalami infeksi saat dirawat di Rumah Sakit. Hal
ini terjadi karena pasien yang dirawat di Rumah Sakit mempunyai daya tahan tubuh yang
melemah sehingga resistensi terhadap mikroorganisme penyebab penyakit menjadi turun,
adanya peningkatan paparan terhadap berbagai mikroorganisme dan dilakukannya prosedur
invasive terhadap pasien di Rumah Sakit.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah konsep medis penyakit infeksi ?
2. Bagaimanakah konsep keperawatan penyakit infeksi ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang menderita penyakit infeksi ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep medis penyakit infeksi
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan penyakit infeksi
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang menderita penyakit infeksi
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit (Potter&Perry,2005). Infeksi nosocomial adalah infeksi yang
diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan.
Infeksi iatrogenic adalah infeksi nosocomial yang diakibatkan oleh prosedur diagnostic
atau tereapeutik. Infeksi nosocomial dapat terjadi secara eksogen atau endogen.
Infeksi secara eksogen didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu yang
bukan merupakan flora normal, contohnya organisme Salmonella. Infeksi endogen terjadi
bila sebagian dari flora normal dari pasien berubah dan terjadi pertumbuhan
berlebihan.contohnya infeksi yang disebabkan enterokokus, ragi dan streptokokus. Flora
normal adalah mikroorganisme yang ada pada lapisan permukaan dan di dalam kulit,
saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal yang pada jumlah tertentu tidak akan
menyebabkan sakit tetapi justru turut berperan dalam memelihara kesehatan. Sementara
resiko infeksi adalah mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
(Herdman,T.Heather, 2012).
Beberapa faktor yang mencetuskan risiko infeksi pada pasien menurut Potter &
Perry (2005) adalah:
a) Agen
Agen itu penyebab infeksinya, yaitu mikroorganisme yang masuk bisa karena
agennya sendiri atau karena toksin yang dilepas.
b) Host
Host itu yang terinfeksi, jadi biarpun ada agen, kalau tidak ada yang bias dikenai,
tidak ada infeksi..Host biasanya orang atau hewan yang sesuai dengan kebutuhan
agen untuk bias bertahan hidup atau berkembang biak.
c) Environment (lingkungan)
Environment itu lingkungan di sekitar agen dan host, seperti suhu, kelembaban, sinar
matahari, oksige dan sebagainya. Ada agen tertentu yang hanya bisa bertahan atau
menginfeksi pada keadaan lingkungan yang tertentu juga.
2. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala yang lazim terjadi, pada infeksi (Smeltzer, 2002) sebagai berikut :
a) Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal yang pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang
mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke
mikrosirkulasi local dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini disebut hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah local karena
peradangan akut.
b) Kalor
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu
37 derajat celcius disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih
banyak daripada ke daerah normal.
c) Dolor
Perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-
ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamine atau bioaktif lainnya dapat merangsang
saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan meninggi akibat pembengkakan
jaringan yang meradang.
d) Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
e) Functio Laesa
Merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara
mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan infeksi antara lain
pemeriksaan darah lengkap yang meliputi: hemoglobin, leukosit, hematokrit, eritrosit,
trombosit, MCH, MCHV, hitung jenis: basofil, eosinofil, batang segmen, limfosit, dan
monosit, kimia klinik: LED,GDS, dan albumin.
4. Penatalaksanaan
a) Aseptic
Tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini dipakai untuk
menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi.
Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik
pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan
aman digunakan.
b) Antiseptic
Upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
c) Dekontaminasi
Tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas kesehatan secara
aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum pencucian dilakukan.
Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan dan sarung tangan yang
terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh disaat tindakan dilakukan.
d) Pencucian
Tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau setiap benda asing seperti
debu dan kotoran.
e) Sterilisasi
Tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur, parasite dan virus)
termasuk bakteri endospore dari benda mati.
f) Desinfeksi
Tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua) mikroorganisme penyebab
penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan merebus atau
menggunakan larutan kimia. Tindakan ini dapat menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospore.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
b) Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Keluhan yang paling dirasakan pasien untuk mencari bantuan
2) Riwayat kesehatan sekarang: Apa yang dirasakan sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu : Apakah kemungkinan pasien belum pernah sakit seperti
ini atau sudah pernah
4) Riwayat kesehatan keluarga: Meliputi penyakit yang turun temurun atau penyakit
tidak menular
c) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual meliputi bernapas, makan, minum, eleminasi,
gerak dan aktivitas, istirahat tidur, kebersihan diri, pengaturan suhu, rasa aman dan
nyaman, sosialisasi dan komunikasi, prestasi dan produktivitas, pengetahuan, rekreasi
dan ibadah.
d) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan umum meliputi: kesan umum, kesadaran, postur tubuh, warna kulit, turgor
kulit, dan kebersihan diri.
2) Gejala Kardinal: suhu, nadi, tekanan darah, dan respirasi.
3) Keadaan Fisik
Keadaan fisik meliputi pemeriksaan dari kepala sampai ekstremitas bawah.
- Inspeksi : kaji kulit, warna membran mukosa, penampilan umum,
keadekuatan sirkulasi sitemik, pola pernapasan, gerakan dinding dada.
- Palpasi : daerah nyeri tekan, meraba benjolan atau aksila dan jaringan
payudara, sirkulasi perifer, adanya nadi perifer, temperatur kulit, warna, dan
pengisian kapiler.
- Perkusi : mengetahui cairan abnormal, udara di paru-paru, atau kerja
diafragma.
- Auskultasi : bunyi yang tidak normal, bunyi murmur, serta bunyi gesekan,
atau suara napas tambahan.
- Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan
dengan infeksi antara lain pemeriksaan darah lengkap yang meliputi:
hemoglobin, leukosit, hematokrit, eritrosit, trombosit, MCH, MCHV, hitung
jenis: basofil, eosinofil, batang segmen, limfosit, dan monosit, kimia klinik:
LED, GDS, dan albumin.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko infeksi
Definisi: mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
Faktor resiko:
o Penyakit kronis ( Diabetes Melitus, Obesitas )
o Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (Gangguan peristaltic, Kerusakan
intregitas kulit, Perubahan sekresi pH, Penurunan kerja siliaris, Pecah ketuban dini,
Pecah ketuban lama, Merokok, Statis cairan tubuh)
o Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
o Vaksinasi tidak adekuat
o Pemajanan terhadap pathogen lingkungan yang meningkat
o Prosedur invasif Malnutrisi
3. Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan,
bagiaman, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana
keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan (santosa NI, 1989, 160)

C. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PENYAKIT INFEKSI (TETANUS)


1. Pengkajian
- Riwayat Kesehatan
a.      Riwayat kesehatan sekarang : biasanya keluarga mengatakan bahwa anak sedang mengalami
demam, kekakuan pada otot yang disertai dengan kusulitan dalam membuka mulut.
b.      Riwayat kesehatan dahulu : keluarga mengatakan bahwa sebelumnya anak tidak pernah
mengalami demam yang disertai dengan kekakuan otot.
c.       Riwayat kesehatan keluarga : keluarga mengatakan bahwa sebelumnya keluarga yang lain tidak
ada yang pernah menderita penyakit tetanus.

2.      Data Obyektif
-          Pemeriksaan Fisik :
a.      Sistem pernafasan            : dipsnea asfiksia dan sianosis
akibat                                                        kontraksi otot pernafasan
b.      Sistem kardiovaskuler     : takikardi, distritmea, suhu tubuh 38-40 C
c.       Sistem neurologis             : adanya kelemahan pada pasien
d.      Sistem perkemihan                       : adanya retensi urin (distensi
pada                                                           kandung kemih dan
urin                                                                                 output/oliguria)
e.       Sistem pencernaan                       : konstipasi akibat tidak
adanya                                                                pergerakan usus
f.        Sistem integumen dan muskuloskeletal : nyeri kesmutan pada tempat   luka, berkeringat. Pada
awalnya di dahului dengan trismus spasme otot muka dengan   meningkatnya kontraksi alis mata, otot
– otot kaku dan kesulitan menelan.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi mukus
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot
mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut
3.      Risiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
4.      Defisit volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang tidak adekuat
C.    Intervensi Keperawatan
Dx 1         : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya                             sekresi
atau produksi mukus
Tujuan    : anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan                            nafas
bersih, tidak ada sekresi
KH           :
1.      Klien tidak sesak, lendir atau sekret berkurang atau tidak ada
2.      Pernafasan 16-18 kali/menit
3.      Tidak ada pernafasan cuping hidung
4.      Tidak ada tambahan otot pernafasan
Intervensi Keperawatan :
1.      Kaji pernafasan, frekuensi, irama setiap 2-4 jam
R/: takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret
2.      Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan sekret
R/: menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan obstruksi
3.      Gunakan sudip lidah saat terjadi kejang
R/: menhindari tergigitnya lidah
4.      Miringkan pasien ke samping untuk drainage
R/: memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan
nafas
5.      Observasi oksigen sesuai program
R/: memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan mencegah hipoksia
6.      Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
R/: memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan
mencegah hipoksia

Dx 2         : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot
mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut
Tujuan    : status nutrisi anak terpenuhi
KH           :
1.      Berat badan sesuai usia
2.      Makanan 90% dapat dikonsumsi
3.      Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak
Intervensi:
1.      Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan
R/: intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh
2.      Kaji bising usus bla perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang
R/: bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui penurunan
absorbsi air
3.      Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein
R/: suplay kalori dan protein yang adekuat akan membantu mempertahankan metabolisme tubuh
4.      Timbang berat badan sesuai protokol
R/: mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

Dx 3       : Risiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang


Tujuan  : Cedera tidak terjadi
KH        :
-          Klien tidak ada cedera
-          Klien tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
Intervensi :
1.      Identifikasi dan hindari faktor pencetus
R/: menhindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang
2.      Temptkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
R/: menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
3.      Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
R: antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi risiko yang dapat memperberat kondisi klien
4.      Lindungi pasien pada saat kejang
R/: mencegah terjadinya benturan/ trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
5.      Catat penyebab mulai terjadinya kejang
R/: pendokumentasian yang akurat, memudahkan pengontrolan dan identifikasi kejang

Dx 4       : defisit volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan  : Anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan
KH        :
-          Membran mukosa lembab
-          Turgor kulit membaik
Intervensi :
1.      Kaji intake dan output cairan setiap 24 jam
R/: memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
2.      Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit
R/: indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
3.      Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi
R/: mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
4.      Monitor berat jenis urin dan pengeluarannya
R/: mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh
5.      Pertahanan kepatenan NGT
R/: penurunan keluaran urin pekat dan peningkatan berat jenis urin diduga adanya dehidrasi/
peningkatan kebutuhan cairan
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Faktor yang mencetuskan risiko infeksi pada pasien menurut Potter & Perry (2005)
adalah agen sebagai penyebab infeksinya, yaitu mikroorganisme yang masuk bisa karena
agennya sendiri atau karena toksin yang dilepas, Host adalah yang terinfeksi, jadi biarpun ada
agen, kalau tidak ada yang bisa dikenai, tidak ada infeksi. Host biasanya orang atau hewan
yang sesuai dengan kebutuhan agen untuk bisa bertahan hidup atau berkembang biak, dan
environment (lingkungan) itu lingkungan di sekitar agen dan host, seperti suhu, kelembaban,
sinar matahari, oksige dan sebagainya. Ada agen tertentu yang hanya bisa bertahan atau
menginfeksi pada keadaan lingkungan yang tertentu juga.
B. SARAN
Penulis sadar dan mengakuinya, masih banyak kesalahan dan kekurangan yang harus
ditutupi. Oleh karena itu penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari para
pembaca guna dan tujuan untuk memperbaiki dan melengkapi apa yang kurang dalam makalah
kami ini.
DAFTAR PUSTAKA

Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.


Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
       Surabaya.
https://karyatulisilmiah.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan -tetanus/
https://pastakyu.wordpress.com/2010/01/21/asuhan-keperawatan-pada-tetanus/

Anda mungkin juga menyukai