Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
Luka adalah terganggunya (distrupsion) integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya.
Trau`ma dapat terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, luka dapat terbuka atau tertutup, bersih
atau terkontaminasi, superficial atau dalam (Kozier, 1992). Menurut Perry & Potter 2005 Luka
adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari
internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu.
Sedangkan Walf dkk (1979) dalam (Agustina,....) mengatakan luka adalah istilah cedera atau
trauma. Cedera pada jaringan dapat terjadi karena bermacam-macam sebab seperti tekanan pada
tubuh atau kekerasan, suhu yang amat sangat (panas atau dingin); zat-zat kimia, reaksi atau luka
mungkin terbuka atau tertutup. Luka mungkin karena kecelakaan atau disengaja.
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal
dari intenal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus, 1994) dalam
(Agustina,.....)

Jenis-jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana  cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997) dalam (Agustina,....)
Berdasarkan tingkat kontaminasi (Kozier, 1992) luka dibedakan menjadi:
1.      Clean Wounds (Luka bersih)
2.      Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi)
3.      Contamined Wounds (luka terkontaminasi)
4.      Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi)

Dalam makalah ini akan diuraikan tentang luka kotor atau luka terinfeksi.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang menyebabkan infeksi
pascaoperatif terdapat dalam lapang operatif sebelum pembedahan. Hal ini mencakup luka
traumatik yang sudah lama dengan jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang
melibatkan infeksi klinis yang sudah ada atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan
relatif infeksi luka adalah lebih dari 27 %. Potter and Perry.(2005. Dampak yang terjadi
apabila luka kotor dibiarkan atau tidak ditanggulangi dengan tepat maka akan berdampak pada
pembusukan pada daerah luka, selain daripada itu terjadinya penambahan daerah luka atau
pelebaran akan menimbulkan masalah yang serius, dan juga dapat menimbulkan infeksi secara
sistemik.
Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi
mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat
akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi.
Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai
infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.
Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama
seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum,
pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam
menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit,
dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru
disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi
endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan
berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara
infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah
sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.
Dengan demikian, diperlukan ASKEP dalam penanganan mengenai luka kotor ini agar
masalah mengenai luka kotor dapat di tangani oleh seorang perawat, oleh karena itu kelompok
perlu menyajikan makalah ini ASKEP mengenai luka kotor/ luka infeksi agar teman-teman
sejawat dapat mengambil sejumlah ilmu dan dapat mengaplikasikannya dalam dunia
kesehatan.

B.     Etiologi
Penyebab infeksi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
1.      Bakteri
Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. menurut Utama 2006, Bakteri dapat
ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan bakteri disini
sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa
kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah
terhadap mikroorganisme.
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun
endemik.
a.       Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangren.
b.      Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung
dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta
seringkali telah resisten terhadap antibiotika.
c.       Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus,
Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air
yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram
negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
d.      Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru,
dan peritoneum
2.      Virus
Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus masuk dalam sel hidup
untuk diproduksi.
Menurut Utama, 2006 bahwa banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh
berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari
transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi.Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus,
dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral.
Rute penularan virus melalui Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit
kulit dan dari darah.
3.      Fungi dan Parasit
Fungiterdiri dari ragi dan jamur,kelompok jamur dan parasit ini dapat timbul selama
pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida
albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium ( Utama, 2006 ).

C.    Patofisiologi

D.    Manifestaasi Klinik
Tanda-Tanda Infeksi
1.      Calor (panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih
banyak darah yang disalurkan ke area terkena infksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-
jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan
perubahan.
2.      Dolor (rasa sakit)
Dolor dapatditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentuseperti histamin atau zat kimia bioaktif
lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.
3.      Rubor (Kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi
peradangan mulai timbulmaka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan
demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler
yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah.
Keadaan iniyang dinamakan hiperemia atau kongesti.
4.      Tumor (pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah
kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut
eksudat.
5.      Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai sirkulasi
dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam
menjalankan fungsinya secara normal.

E.     Perawatan Luka
Pengkajian
Riwayat keperawatan
Pada pengkajan riwayat keperawatan, perawat mengkaji segala keluhan klien yang
menunjukan adanya infeksi serta menilai sejauh mana klien beresiko mengalami infeksi.
Pengkajian tersebut meliputi:
1.      Riwayat imunisasi
2.      Riwayat infeksi akut atau kronis: gambaran spesifik, kaitan antara tanda dan gejala
infeksi, frekuensi dan durasi infeksi.
3.      Terapi yang sedang dijalani (misal: kortikosteroid, terapi neoplasma)
4.      Stresor emosional: ekspresi verbal dan nonverbal, gaya hidup.
5.      Proses penyakit yang terlihat pada klien dan keluhan fisik
6.      Status nutrisi: gizi tidak seimbang (malnutrisi atau kelebihan berat badan)

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa data laboratorium yang menunjukan adanya infeksi meliputi:
peningkatan leukosit (normalnya 4500-11000/ ml), peningkatan laju endap darah (LED),
leukositosis, serta kultur urine, darah dan sekret yang menunjukan adanya mikroorganisme
patogen

Perencanaan dan implementasi


Tujuan utama asuhan keperawatan pada klien yang rentan mengalami infeksi adalah
mempertahankan atau mengembalikan daya tahan tubuh, mencegah penyebaran infeksi, serta
mengurangi atau mengatasi masalah yang terkait dengan infeksi.
1.      Risiko infeksi
Yang berhubungan dengan:
a.       Gangguan pertahanan hospes, sekunder akibat penyakit kronis, imunosupresi,
imunodefisiensi, insufisiensi leukosit, perubahan sistem integumen, terapi medikasi, terapi
radiasi, malnutrisi, stress, imobilitas yang lama.
b.      Ganggguan sirkulasi, sekunder akibat limfedema, obesitas, penyakit vaskulerperifer
c.       Area invasi organisme, sekunder akibat pembedahan, dialisis, TPN, infus IV, pemberian
makan enteral, trauma, cedera termal, periode pasca partum, area yang lembab dan hangat.
d.      Kontak dengan agens menular.
e.       Meningkatnya kerentanan, sekunder akibat rendahnya imunitas, kondisi yang lemah,
penurunan respons imun, penyakit kronis.

Intervensi umum
a.       Kaji adanya faktor prediktif (misal: pembedahan abdomen atau toraks,dan lain-lain)
b.      Kaji adanya faktor penyulit (misal: usia kurang dari satu tahun atau lebih dari 65 tahun,
obesitas, status nutrisi, penyakit utama seperti diabetes, jantung, dan lain-lain).
c.       Identivikasi individu yang beresiko tinggi mengalami infeksi (mempunyai satu atau
lebih faktor pengganggu dan satu atau lebih faktor prediktif)
d.      Kurangi masuknya organisme kedalam tubuh individu.
e.       Lindungi individu yang mengalami imunodifisiensi dari infeksi.
f.       Lakukan penyuluhan kesehatan dan rujukan sesuai indikasi.

Rasional
a.       Faktor prediktif atau prediktor adalah faktor terkontrol yang sudah teridentifikasi
mampu meningkatkan resiko infeksi dengan mengganggu atau menurunkan pertahanan
hospes. Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk mengontrol atau mempengaruhi derajat
resiko yang berkaitan dengan faktor tersebut (Owen & grier, 1987.
b.      Faktor penyulit dapat memperbesar resiko infeksi. Faktor tersebut tidak benar-benar
dapat dikontrol selama hospitalisasi, namun dapat meningkatkan resiko prediktif pada individu
(Owen & grier, 1987).
c.       Perawat harus menggunakan tindakan kewaspadaan pada saat menangani darah dan
cairan tubuh yang berasal dari semua klien untuk melindungi diri mereka dari pajanan
organisme penyebab infeksi (Center for Disease Control, 1989).
         Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen.
         Anggap bahwa darah yang berasal dari semua klien berpotensi menularkan infeksi.
         Kenakan sarung tangan apabila kemungkinan terjadi kontak dengan darah dan cairan
tubuh.
         Buang spuit bekas ssecepatnya pada wadah tak-permeabel, jangan mencoba menutup
atau memeanipulasi jarum.
         Kenakan kacamata pelindung dan masker jika kemungkinan terjadi percikan darah
atau cairan tubuh lainnya (misal: bronkoskopi, bedah mulut).
         Gunakan skort untuk mengantisipasi percikan darah atau percikan cairan tubuh
lainnya.
         Anggap bahwa semualinen yang telah terkena darah atau sekresi tubuh lainnya
berpotensi menyebabkan infeksi.
         Tangani semua spesimen untuk pemeriksaan laboratorium sebagai materi yang
berpotensi menularkan infeksi.
         Kenakan masker pada saat menangani klien dengan tuberkulosis dan organisme
pernapasan lainnya (HIV tidak menular melalui udara).
         Sediakan peralatan resusitasi jika kemungkinan terjadi henti nafas.
         Gunakan pelindung sepatu atau topi beda atau tutup kepala untuk mengantisipasi
kontaminasi yang mungkin terjadi (misal: otopsi, pembedahan ortopedik, obstetrik)
d.      Pemberian antibiotik pada rentang waktu yang tepat dapat membantu mempertahankan
kadar terapeutik obat.
e.       Mencuci tangan dapat mengurangi resiko kontaminasi silang.
f.       Perubahan kecil pada tanda-tanda vital mungkin merupakan tanda awal sepsisi, terutama
sekali demam.
g.      Pada proses penyembuhan luka melelui intensi primer, diperlukan balutan untuk
melindungi luka dari kontaminasi sampai tepi luka penutup (biasanya 24 jam). Sedangkan
pada proses penyembuhan dengan intensi sekunder, balutan diperlukan untuk
mempertahankan hidrasi yang adekuat, balutan tidak lagi diperlukan setelah tepi luka
menutup.
h.      Untuk memperbaiki kondisi jaringan, tubuh memerlukan tambahan asupan protein dan
karbohidrat serta hidrasi yang adekuat untuk transfor vaskular oksigen dan zat-zat sisa.
                                                   
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang menyebabkan infeksi
pascaoperatif terdapat dalam lapang operatif sebelum pembedahan. Hal ini mencakup luka
traumatik yang sudah lama dengan jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang
melibatkan infeksi klinis yang sudah ada atau visera yang mengalami perforasi.

B.     SARAN
1.      Seorang perawat harus menguasai ilmu dan inovasi produk perawat supaya optimal
dalam melakukan perawatan.
2.      Seorang perawat harus mengkaji luka secara komperehensif.
3.      Seorang perawat harus menguasai pengetahuan dan keterampilan klinik

                                                   

DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahit Ikbal & Nurul Cahyatina. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori
& Aplikasi dalam Praktek. Jakarta: Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai