Anda di halaman 1dari 110

CONTOH PROPOSAL PAUD (TEORI

BAHASA DAN KREATIVITAS)
MENGALAMI KESULITAN MEMBUAT PROPOSAL, HUBUNGI 081337999117
(PEKANBARU)

BAB I

PENDAHULUAN

1. A.          Latar Belakang Masalah


            Pendidikan usia dini memegang peran yang sangat penting dalam
perkembangan anak karena merupakan pondasi dasar dalam kepribadian anak. Anak
yang berusia 5-6 tahun memiliki masa perkembangan kecerdasan yang sangat pesat
sehingga masa ini disebut golden age (masa emas). Masa ini merupakan masa dasar
pertama dalam mengembangkan berbagai kegiatan dalam rangka pengembangan
potensi anak sejak usia dini. Potensi yang tidak kalah pentingnya bagi perkembangan
kecerdasan anak yaitu kreativitas berbahasa lisan anak.

            Kreativitas berbahasa anak meliputi kemampuan berkomunikasi secara


efektif, mendengarkan, berbicara, menulis, dan membaca, hal ini berkaitan dengan
pendapat Ali Nugraha dan Yeni Rachmawati (2006:7.12)

            Kreativitas berbahasa, terutama berbicara (berbahasa lisan) diperlukan


sebagai dasar bagi anak untuk berinteraksi dengan orang lain, baik dengan orang
tuanya maupun dengan teman seusianya serta orang lebih dewasa dari segi umurnya.
Kreativitas bahasa lisan merupakan perkembangan yang sangat penting bagi anak
usia dini, karena bahasa bukanlah sekedar pengucapan kata-kata atau bunyi, tetapi
merupakan suatu alat untuk mengekspresikan, mengatakan, menyampaikan atau
mengkomunikasikan pikiran, ide maupun perasaan. Tujuan berbahasa lisan adalah
untuk memberitahukan, melaporkan, menghibur, membujuk dan meyakinkan
seseorang. Secara umum kreativitas bahasa lisan  anak usia 5-6 tahun sudah dapat
menyebut berbagai bunyi atau suara tertentu, menirukan 4-5 urutan kata,
menyebutkan nama diri, nama orang tua, jenis kelamin, alamat rumah secara
sederhana dan sudah dapat menjawab pertanyaan tentang keterangan/informasi
secara sederhana.

            Berdasarkan pengamatan penulis, tingkat kreativitas berbahasa lisan atau


daya serap anak TK Tunas Baru Ranah Air Tiris Kecamatan Kampar Kabupaten
Kampar sangat bervariasi. Artinya ada anak yang mampu berbahasa lisan dan ada
yang sedang serta ada yang sulit untuk berbahasa lisan. Padahal inti berbahasa lisan
mengeluarkan ide, gagasan, atau pendapat kepada orang lain. Oleh sebab itu seorang
guru TK harus berusaha dengan berbagai cara untuk meningkatkan kreativitas
berbahasa lisan anak. Peningkatan kualitas pendidikan di TK, ditentukan beberapa
faktor penentu keberhasilan, yaitu melalui Permainan Permata Tersembunyi untuk
Meningkatkan Kreativitas Berbahasa Lisan Anak.

            Permainan Permata Tersembunyi merupakan permainan yang sangat menarik


bagi anak karena permainan ini menggunakan gambar-gambar yang terdapat
didalam permata. Permainan ini sangat memotivasi anak untuk mencari permata
yang tersembunyi tersebut. Permainan ini dilakukan didalam ruangan dengan
menggunakan wadah plastik yang berukuran besar, didalamnya terdapat pasir dan
permata-permata yang berisikan gambar-gambar. Permainan permata tersembunyi
adalah sebuah aktivitas terobosan bahwa anak-anak menghadapi beberapa
permasalahan sensorik atau liquisik ketika mereka hendak menyusupkan tangan
mereka ke dalam wadah plastik yang berisi pasir dan mereka berusaha mendapatkan
permata yang tersembunyi didalam wadah. Setelah anak berhasil menemukan
permata yang dicarinya, anak secara tidak langsung mengeluarkan ekspresi sehingga
anak terdorong untuk menceritakan benda yang telah ditemukannya. Dalam
permainan ini anak diharuskan untuk menceritakan apa yang terdapat didalam
permata tersebut sehingga dapat melatih kreativitas berbahasa lisan anak.

            Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan peran guru di TK Tunas


Baru Ranah Air Tiris Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar menunjukkan bahwa
sebagian besar anak masih rendah kreativitas berbahasanya,terutama bahasa
lisannya hal ini terlihat anak belum mampu menyebutkan kembali 4-5 kata.
Disamping itu anak belum dapat menyebutkan benda-benda yang ada disekitarnya,
selain itu anak belum bisa menunjukkan kreativitasnya dalam menyanyi, memimpin
doa, memimpin barisan, bercerita dan berbicara dengan teman-temannya dan jika
disuruh tampil di depan kelas, sangat minim sekali anak yang berani menunjukkan
kreativitas berbahasanya (bahasa lisan) di depan teman-temannya.

            Fenomena di atas dapat menyimpulkan pertanyaan mengapa anak-anak


belum mampu berbahasa lisan dengan baik. Dari kondisi tersebut sudah selayaknya
seorang guru TK untuk melakukan usaha perbaikan, salah satu usaha yang dapat
dilakukan guru adalah memilih salah satu strategi pembelajaran yang tepat. Peneliti
berencana menggunakan pembelajaran melalui Permainan Permata Tersembunyi
untuk Meningkatkan Kreativitas Berbahasa Lisan Anak

            Dari uraian di atas peneliti merasa perlu mengadakan penelitian tentang
“Meningkatkan Kreativitas Berbahasa Lisan Anak Usia 5-6 Melalui Permainan
Permata Tersembunyi di TK Tunas Baru Ranah Air Tiris Kecamatan Kampar
Kabupaten Kampar “.

1. B.           Identifikasi Masalah
            Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka identifikasi
masalah antara lain :

1. Anak belum dapat berkomunikasi, berbicara lancar secara lisan dalam


permainan permata tersembunyi
2. Anak belum mampu menceritakan isi gambar yang di temukan dalam
permainan permata tersembunyi
3. Anak belum maksimal mengekspresikan kreativitas berbahasa lisan seperti
mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya dalam permainan permata
tersembunyi
 

1. C.          Pembatasan Masalah
            Penelitian ini difokuskan pada meningkatkan kreativitas berbahasa lisan anak
usia 5-6 melalui permainan permata tersembunyi di TK Tunas Baru Ranah Air Tiris
Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar.

1. D.          Perumusan Masalah
            Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka masalah dalam penelitian ini
adalah: Apakah kreativitas berbahasa lisan anak usia 5-6 dapat ditingkatkan melalui
permainan permata tersembunyi di TK Tunas Baru Ranah Air Tiris Kecamatan
Kampar Kabupaten Kampar?.

1. E.           Tujuan Penelitian
            Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka disimpulkan tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kreativitas berbahasa lisan anak
usia 5-6 tahun melalui permainan permata tersembunyi di TK Tunas Baru Air Tiris
Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar.

1. F.           Manfaat Penelitian
2. Manfaat Teoretis
            Hasil penelitian diharapkan dapat pengetahuan ilmiah dan sebagai
pengembangan ilmu pengetahuan dalam meningkatkan kreativitas berbahasa lisan
anak usia 5-6 melalui permainan permata tersembunyi di TK Tunas Baru Ranah Air
Tiris Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar.

1. Manfaat Praktis
            Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik bagi anak, guru,
serta sekolah antara lain:

1. Bagi Anak
            Bermanfaat untuk meningkatkan kreativitas berbahasa lisan anak melalui
Permainan Permata Tersembunyi

1. Bagi Guru
            Bemanfaat sebagai pedoman bagi guru TK Tunas Baru Ranah Air Tiris
Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar dalam meningkatkan kreativitas berbahasa
lisan, terutama berbahasa lisan.

1. Bagi Sekolah
            Bermanfaat untuk meningkatkan prestasi TK Tunas Baru Ranah yang dapat
dilihat dari meningkatnya kreativitas berbahasa lisan anak usia 5-6 tahun.

 
 

BAB II

DESKRIPSI TEORETIS

1. A.          Kreativitas Berbahasa Anak


2. 1.      Pengertian Kreativitas Anak
            Menurut Anna Craft (2000:11) kreativitas anak adalah berkaitan dengan
imajinasi atau manifestasi kecerdikan dalam pencarian yang bernilai. Menurut
Nurchasanah (2006:6) Kreativitas berbahasa lisan anak usia prasekolah berbeda
dengan orang dewasa. Kreativitas mereka tidak dapat diukur dari kualitas kebenaran
bahasa yang diungkapkan, maupun variasi, dan kebaruannya. Kreativitas mereka
masih dalam taraf yang sederhana. Kemauan mereka berbahasa, mengungkapkan
gagasan, dan perasaan secara lisan, sudah menunjukkan bahwa mereka kreatif.
Kreativitas berbahasa lisan mereka dapat terlihat dari indikator-indikator berikut: (1)
kemauan bertanya, (2) kemauan menjawab pertanyaan, (3) kemauan bercerita, (4)
kemauan menginformasikan sesuatu kepada orang lain, teman, atau guru.

            Kreativitas anak disebut kemampuan yang mencerminkan kelancaran,


keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan, memperkaya) suatu gagasan (Utami Munandar, 1977:50).
Kreativitas menurut Zainal Abidin (2010:2) didefinisikan secara berbeda-beda oleh
pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing. Perbedaan dalam sudut pandang
ini menghasilkan berbagai kreativitas dengan penekanan yang berbeda-beda seperti
berikut ini:

1. Barron mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan


sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru di sini bukan berarti harus sama sekali
baru, tetapi dapat juga sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada
sebelumnya.
2. Guilford menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang
menandai ciri-ciri seorang kreatif.
3. Utami Munandar mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta
kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan.
4. Rogers mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru
ke dalam suatu tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu
yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun
keadaan hidupnya.
5. Drevdal mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi
komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat beruwujud aktivitas
imajinatif atau sintetis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru
dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang
sudah ada pada situasi sekarang.
            Dari definisi-definisi di atas disimpulkan bahwa kreativitas adalah
kemampuan untuk menciptakan atau menemukan sesuatu yang baru, dan atau
memodifikasi sesuatu yang sudah ada sehingga manfaatnya bernilai lebih dibanding
sebelumnnya.

1. 2.      Ciri-ciri Kreativitas Anak


            Menurut Paul Torrance dalam Kodarni (2011:24) mengemukakan ciri-ciri
tindakan kreatif anak prasekolah:

1. Anak prasekolah yang kreatif belajar dengan cara yang kreatif, yaitu dimana
anak belajar untuk memenuhi kebutuhannya melalui eksperimen, eksplorasi,
manipulasi dan permainan.
2. Anak prasekolah yang kreatif memiliki rentang perhatian yang panjang
terhadap hal membutuhkan usaha kreatif. Anak yang kreatif tidak mudah
bosan terhadap sesuatu yang baru, seperti mainan, biasanya ketertarikannya
lebih dari 60 menit bahkan lama.
3. Anak yang kreatif memiliki sesuatu yang menakjubkan, seperti kegiatan
memimpin, mengorganisasi teman-temannya.
4. Anak prasekolah kreatif belajar banyak melalui fantasi dan memecahkan
permasalahan dengan menggunakan pengalamannya.
5. Anak kreatif menikmati permainan dengan kata-kata dan tempat sebagai
pencerita yang alamiah.
Menurut Munandar (Alex Sobur, 2009: 187) ciri-ciri kreativitas adalah sebagai
berikut:

1. Dorongan ingin tahu besar


2. Sering mengajukan pertanyaan yang baik
3. Memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah
4. Bebas dalam menyatakan pendapat
5. Mempunyai rasa keindahan
6. Menonjol dalam salah satu bidang seni
7. Mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya, tidak mudah
terpengaruh orang lain
8. Rasa humor tinggi, memiliki daya imajinasi baik
9. Keaslian (orisinalitas) tinggi (tampak dalam ungkapan gagasan, karangan, dan
sebagainya; dalam pemecahan masalah menggunakan cara-cara orisinalitas,
yang jarang diperlihatkan anak-anak lain)
10. Dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal baru
11. Kemampuan mengembangkan atau merinci suatu gagasan (kemampuan
elaborasi).
Utami Munandar (2002: 3) mengemukakan ciri-ciri kreativitas antara lain sebagai
berikut:

1. Senang mencari pengalaman baru


2. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit
3. Memiliki inisiatif
4. Memiliki ketekunan yang tinggi
5. Cenderung kritis terhadap orang lain
6. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya
7. Selalu ingin tahu
8. Peka atau perasa
9. Enerjik dan ulet
10. Menyukai tugas-tugas yang majemuk
11. Percaya kepada diri sendiri
12. Mempunyai rasa humor
13. Memiliki rasa keindahan
14. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi
Proses kreatif berlangsung mengikuti tahap-tahap tertentu, tidak mudah
mengindentifikasi secara persis pada tahap manakah suatu proses kreatif itu sedang
berlangsung, yang dapat diamati adalah gejalanya berupa perilaku yang ditampilkan
oleh individu.

1. 3.      Aspek-aspek yang Mempengaruhi Kreativitas Anak


            Menurut Martini (2006:66) aspek-aspek yang mempengaruhi kreativitas
adalah sebagai berikut:

1. Aspek Kemampuan Kognitif (Berpikir)


            Kemampuan kognitif (kemampuan berpikir) merupakan salah satu aspek yang
berpengaruh terhadap munculnya kreativitas seseorang. Kemampuan berpikir yang
dapat mengembangkan kreativitas adalah kemampuan berpikir secara divergen,
yaitu kemampuan untuk memikirkan berbagai alternatif pemecahan suatu masalah.

1. Aspek Intuisi dan Imajinasi


            Kreativitas berkaitan dengan aktivitas belahan otak kanan. Oleh sebab itu,
intuitif dan imajinatif merupakan aspek lain yang mempengaruhi munculnya
kreativitas.

1. Aspek Penginderaan
Kreativitas dipengaruhi oleh aspek kemampuan melakukan penginderaan, yaitu
kemampuan menggunakan pancaindera secara peka. Kepekaan dalam penginderaan
ini menyebabkan seseorang dapat menemukan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau
dipikirkan oleh orang lain.

1. Aspek Kecerdasan Emosi


            Kecerdasan emosi adalah aspek yang berkaitan dengan keuletan, kesabaran,
dan ketabahan dalam menghadapi ketidakpastian dan berbagai masalah yang
berkaitan dengan kreativitas.

Menurut Clark dalam Zainal Abidin (2010:3) yang mengkategorikan faktor-faktor


yang mempengaruhi kreativitas yaitu :

Faktor yang mendukung perkembangan kreativitas adalah sebagai berikut:

1. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.


2. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak pertanyaan.
3. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.
4. Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian.
5. Situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya,
merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan,
menguji hasil perkiraan dan mengkomunikasikan.
6. Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi kreativitas
secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih
bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu
mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnnya yang
dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.
7. Posisi kelahiran (berdasarkan tes kreativitas, anak sulung laki-laki lebih kreatif
daripada anak laki-laki yang lahir kemudian).
8. Perhatian dari orang tua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan
sekolah, dan motivasi diri.
 
 

1. 4.      Kreativitas Berbahasa Lisan


            Menurut Ali Nugraha dan Yeni Rachmawati (2006:7.12) kreativitas berbahasa
ditunjukkan dengan keterampilan berkomunikasi secara efektif, mendengarkan,
berkomunikasi dengan berbicara, menulis dan membaca.

            Sisca Puspitasari (2006:11) mengatakan sering kali kita menemukan anak-
anak taman kanak-kanak berbicara. Mereka sering berbicara tentang apa yang terjadi
baik pada dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka sering berbicara untuk
mengeluarkan apa yang ada dalam pikiran mereka. Sikap ini mendorong
meningkatkan penggunaan bahasa dan dialog dengan yang lain. Salah satu jalan bagi
mereka untuk menggunakan bahasa adalah ekspresi perasaan. Sebagian anak
mengalami kesulitan mengungkapkan perasaan dengan kata-kata dan
menunjukkannya dengan perbuatan, terkadang mereka lebih mudah
mengekspresikan perasaan bonekanya sendiri daripada perasaan mereka sendiri.

            Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain.


Dalam pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran
dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan
suatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat bilangan,
lukisan, dan mimik muka. Sedangkan fungsi utama bahasa pada anak yaitu 1) meniru
ucapan orang dewasa, 2) membayangkan situasi (terutama dialog), 3) mengatur
permainan. Tiga fungsi kegiatan berbahasa lisan ini dapat dilakukan di taman kanak-
kanak melalui kegiatan mendongeng, menceritakan kembali kisah yang telah
didengarkan, berbagi pengalaman, sosiodrama maupun mengarang cerita dan sajak.
Dengan kegiatan tersebut diharapkan kreativitas dan kemampuan berbahasa lisan
anak dapat terkembangkan lebih optimal. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa kreativitas berbahasa lisan anak dapat diketahui dengan indikator 1)
keterampilan berkomunikasi secara efektif, 2) mendengarkan, 3) berkomunikasi
dengan berbicara, 4) menulis dan 5) membaca.

1. 5.      Konsep Berbahasa Anak


            Menurut  Asrori (2007:141) Perkembangan bahasa individu, terutama bahasa
lisan merupakan kemampuan khas manusia yang paling kompleks. Perkembangan
bahasa lisan lebih cepat dari perkembangan aspek lainya, meskipun sebagaian anak
ada yang perkembangan motoriknya lebih cepat dibandingkan perkembangan
bahasanya. Ahli piskologi menyatakan bahwa perkembangan bahasa lisan
merupakan kemampuan individu menguasai kosa kata, ucapan, gramatikal dan etika
pengucapan dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan perkembangan umum
kronologisnya.

            Karakteristik kemampuan bahasa lisan anak usia 5-6 tahun anatara lain
(Imam ,2010:163.)

1. Dapat menguasai kosa kata 4-5 suku kata, meyerupai bunyi suara tertentu.
2. Dapat berkomunikasi/berbicara secara lisan, menyebutkan nama diri, jenis
kelamin serta alamat rumah secara sederhana.
3. Dapat mengatakan bermacam-macam kata benda yang berada di lingkungan
sekitar.
4. Dapat menceritakan isi gambar atau isi cerita sederhana menghubungkan
gambar/benda dengan kata.
5. Dapat mengurutkan tulisan sederhana dengan mengenal bentuk-bentuk
simbol yang melambangkan.
            Depdiknas (2007:15) mengemukakan bahwa kemampuan berbicara
merupakan kemampuan anak untuk berkomunikasi secara lisan dengan orang lain.
Kemampuan/kesanggupan anak menyusun kosa kata menjadi suatu rangkaian
pembicaraan secara berstruktur dapat dilatih agar mereka biasa berinteraksi dengan
yang lainnya, serta anak dapat memberikan keterangan / informasi tentang suatu hal
secara sederhana. Vygotsky dalam Rita Kurnia (2009:47) menjelaskan tiga tahap
perkembangan berbahasa lisan anak yang berhubungan erat terhadap perkembangan
berpikir anak yaitu:

1. Tahap eksternal, hal ini terjadi karena anak berbicara, sumber berpikir anak
berasal dari luar diri anak. Artinya sumber pikiran anak berasal dari orang
dewasa yang memberikan informasi/pengarahan.
2. Tahap internal, dimana proses pemikiran anak telah mengalami penghayatan
sepenuhnya, kemampuan berbahasa lisan anak secara lisan berurutan dengan
benar, dapat menceritakan kembali cerita sederhana yang mudah dipahami,
mengucapkan lebih dari tiga kalimat serta mengenal tulisan sederhana.
3. Tahap egosentris, dimana anak berbicara sesuai dengan jalan pikirannya dan
pembicaraan orang dewasa bukan lagi menjadi prasyarat.
 

1. B.           Bermain
1. 1.      Pengertian Bermain
            Bermain merupakan suatu fenomena yang sangat menarik perhatian para
pendidik, psikologi ahli filsafat dan lain sebagainya. Mereka lebih tertantang untuk
lebih memahami arti bermain yang dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Bermain
merupakan pengertian yang sulit dipahami karena muncul dalam beraneka macam
bentuk.  Kehidupan sehari-hari kegiatan bermain begitu mudah dipahami namun
dalam beberapa situasi sulit dibedakan dengan kegiatan yang bukan bermain.

            Scwartzman (dalam Soemiarti Patmonodewo, 2000:102) rnengemukakan


suatu batasan bermain sebagai berikut:

            “Bermain bukan bekerja; bermain adalah pura-pura; bermain bukan sesuatu
kegiatan yang produktif dan sebagainya…..bekerjapun dapat diartikan bermain
sementara kadang-kadang bermain dapat dipahami sebagai bekerja; demikian pula
anak-anak yang sedang bermain dapat membentuk dunianya sehingga seringkali
dianggap nyata sungguh sungguh, produktif dan menyerupai kehidupan yang
sebenarnya”.

            Sementara Soemiarti Patmonodewo (2000:102) mengatakan bahwa bermain


dalam tatanan sekolah dapat digambarkan sebagai suatu rentang rangkaian kesatuan
yang berujung pada bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan berakhir pada
bermain yang diarahkan. Dalam bermain bebas dapat didefenisikan sebagai suatu
kegiatan bermain dimana anak mendapat kesempatan melakukan berbagai pilihan
alat dan mereka memilih bagaimana menggunakan alat-alat, sedangkan kegiatan
bermain dengan bimbingan, guru memilih alat permainan dan diharapkan anak-
anak dapat memilih guna menemukan suatu konsep.

            Bambang dan Yuliani (2005:104) mengemukakan bahwa kegiatan bermain


adalah proses sosialisasi yang sangat efektif melalui permainan anak belajar
menjalankan suatu peran tertentu dapat menerima pandangan orang lain dan
melatih cara berkomunikasi. Montolalu (2007:12) mengatakan bahwa dunia anak
adalah dunia bermain. Bermain terungkap dalam berbagai bentuk. Bermain dapat
berupa gerak seperti berlari, melempar bola dan memanjat, bermain juga dapat
berupa  kegiatan berfikir, seperti menyusun puzzle atau mengingat kata-kata sebuah
lagu, dan juga berupa kreativitas dengan menggunakan krayon, plastisin atau tanah
liat.

1. 2.      Manfaat Bermain
            Hasil penelitian yang telah dilakukan para ilmuwan menyatakan bahwa
bermain bagi anak mempunyai arti yang sangat penting karena melaui bermain anak
dapat menyalurkan segala keinginan dan kepuasan kreativitas serta imajinasinya.
Melalui bermain anak dapat melakukan kegiatan-kegiatan fisik belajar bergaul
dengan teman sebaya, membina sikap hidup positif, mengembangkan peran sesuai
dengan jenis kelamin, menambah perbendaharaan kata dan menyalurkan perasaan
tertekan .

            Berikut ini akan diuraikan satu persatu manfaat bermain bagi anak di TK
(Montolalu, 2007 :1I5-1I8).

1. Bermain Memicu Kreativitas


            Hasil penelitian mendukung dugaan bahwa bermain dan kreatifitas saling
berkaitan karena baik bermain maupun kreativitas rnengandalkan kemampuan anak
menggunakan simbol-simbol (Spodek & Sarcho, 1988). Kreativitas dapat dipandang
sebagai suatu aspek dari pemecahan masalah yang mempunyai arti dalam bermain.
Saat anak menggunakan daya khayalnya dalam bermain, dengan menggunakan alat
atau tanpa alat mereka lebih kreatif.

2. Bermain Bermanfaat Mencerdaskan Otak


            Salah satu contoh permainaan yang dapat mencerdaskan otak adalah bermain
dokter-dokteran. Dalam permainan ini si anak berpura-pura menjadi dokter dan
menjadi pasien. Sebagai pasien si anak bebas menggunakan imajinasinya dan
segenap pengetahuannnya tentang seorang yang sedang sakit. Demikian juga halnya
dengan anak yang berperan sebagai dokter, anak dengan bebas mengungkapkan
segenap pengetahuannya tentang seorang dokter, mulai dari sikapnya, gaya
bicaranya dan jenis obat-obatan yang dapat menyembuhkan penyakit.

1. Bermain Bermanfaat Menanggulangi Konflik


            Pada usia TK tingkah laku yang sering muncul ke permukaan adalah tingkah
laku menolak, bersaing, agesit bertengkar, meniru, kerjasama, egois, simpatik,
marah, ngambek, dan berkeinginan untuk diterima oleh lingkungan sosial mereka.
TK memberi peluang bagi anak melalui bermain dalam kelompok besar maupun
kelompok kecil untuk mengatasi konflik yang terjadi. Sandiwara boneka, bermain
dramatisasi bebas dan bercerita dengan berbagai metode, merupakan beberapa
kegiatan bermain.

4. Bermain Bermanfaat untuk Melatih Empati


            Empati adalah pengenalan perasaan, pikiran, dan sikap orang lain, dapat juga
dikatakan pengenalan jiwa orang lain, dengan kata lain empati adalah keadaan
mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam
keadaan perasaan atau pikiran dan sikap yang sama dengan orang atau kelompok
lain. Empati merupakan suatu faktor yang berperan dalam perkembangan sosial
anak karena dengan empati anak dapat merasakan penderitaan orang lain. Dengan
mengembangkan empati, anak akan pandai menempatkan dirinya dan perasaannya
pada diri dan perasaan orang lain dan akan mengembangkan tenggang rasa. Melalui
bermain sandiwara boneka atau dramatisasi terpimpin sikap empati dapat
dikembangkan di TK.

5. Bermain Bermanfaat Mengasah Panca lndera


            Banyak jenis permainan TK yang menunjang perkembangan kepekaan panca
indera seperti “permainan kotak” aroma untuk latihan indera penciuman, permainan
“suara apa” untuk latihan indera pendengaran, gambar-gambar di buku untuk
latihan indera penglihatan, dan permainan merasakan berbagai rasa makanan
dengan mata tertutup untuk melatih indera pengecapan dan lain-lain.

1. Bermain Sebagai Media Terapi


            “Sigmund Freud”, Bapak psikoanalisis mengemukakan bahwa anak
melakukan  bermain sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah konflik dan
kecemasannya. Berawal dari teori ini para ahli ilmu jiwa mendapat ilham untuk
menggunakan bermain sebagai alat diagnosis mengobati anak yang bermasalah, yang
dikenal di kalangan para ahli dengan terapi bermain. Namun tidak semua orang
dapat melakukannya karena ini memerlukan keahlian khusus dari mereka yang
mendapat pendidikan dan pelatihan khusus untuk itu.

1. Bermain Melakukan Penemuan


            Anak akan bertanya, jika ada sesuatu yang ia butuhkan/pahami saat bermain.
Bagi guru yang berpengalaman, anak-anak yang sedang bermain sering dilihat,
seperti sedang melakukan penemuan-penemuan setiap waktu. Penemuan tersebut
bisa saja kebetulan, seperti dalam bermain di bak air. Ketika anak pertama kali
menemukan bahwa jumlah air yang sama dapat mengisi tiga wadah, seperti botol ada
caranya, air bila dipukul dengan tangan akan memercik ke mana-mana, lain dengan
pasir. Penemuan ini sangat menyenangkan anak.

            Hurlock dalam Hibana (2005:85) menegemukakan manfaat bermain bagi


perkembangan anak yaitu sebagai berikut:

1. Perkembangan fisik. Bermain berguna untuk mengembangkan otot dan


melatih seluruh bagian tubuh. Bermain juga berfungsi untuk menyalurkan
tenaga  yang berguna bagi kesehatan fisik dan mental anak.
2. Dorongan berkomunikasi. Melalui aktivitas bermain, anak terdorong untuk
berbicara dan berkomunikasi dengan teman lain, tanpa disadari anak belajar
mengungkapkan pikiran dan perasaannya pada orang lain.
3. Penyaluran energi emosional yang terpendam. Bermain merupakan sarana
bagi anak untuk menyalurkan berbagai ketegangan emosional. Dengan
demikian bermain merupakan terapi cepat dan murah bagi pengembalian
kondisi fisik yang terganggu.
4. Penyaluran dari keinginan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Tidak semua
keinginan dan kebutuhan anak dapat terpenuhi. Keinginan yang tidak
terpenuhi dalam dunia real dapat diaplikasikan melalui kegiatan bermain
5. Sumber belajar. Melalui kegiatan bermain, anak belajar menghargai hal, baik
bersifat fisik maupun pengembangan mental.
6. Rangsangan kreatifitas. Dalam bermain, anak bebas memilih dan
bereksplorasi, maka bermain dapat mengembangkan kreativitas anak.
7. Belajar standar moral. Melalui kegiatan bermain, anak belajar hal-hal yang
dapat diterima oleh lingkungan, dan hal-hal yang ditolak.
8. Mengembangkan kepribadian. Secara pelan dan pasti kepribadian anak akan
terbentuk melalui kegiatan bermain.
 
3. Jenis-jenis Alat Bermain
            Alat permainan pada usia anak TK sangat bermanfaat dalam membantu
mengembangkan seluruh dimensi perkembangan anak, yaitu bagi perkembangan
motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, sosial, perkembangan emosional bagi anak TK.
Bahan dan peralatan yang disediakan hendaknya merupakan sumber belajar yang
dapat membantu mengembangkan seluruh dimensi perkembangan anak seusia TK,
yaitu bagi perkembangan motorik, kognitif, kreativitas, bahasa sosial, dan
perkembangan emosional bagi anak TK. Sebagaimana dikemukakan oleh
Moeslichatoen (1999:50) bahwa bahan dan peralatan bagi anak TK harus
memperhatikan:

1. Pengembangan Dimensi Perkembangan Motorik Anak Tk


Anak usia TK adalah anak yang selalu aktif. Oleh karena itu, sebagian besar alat
bermain diperuntukkan bagi pengembangan koordinasi gerakan otot kasar.
Misalnya, kegiatan turun naik tangga meluncur dengan kecepatan dan kekuatan,
kegiatan akrobatik, memanjat, berayun-ayun dengan menggunakan papan
keseimbangan.

1. Pengembangan Kognitif Anak Usia TK


Kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain
kemampuan mengenal, mengingat, berfikir konvergen, divergen, memberi penilaian.
Bahan dan peralatan yang dibutuhkan bagaimana terdapat dalam “Pedoman
penggunaan alat peraga Taman Kanak-Kanak, yaitu papan pasak kecil, papan pasak
berjenjang, papan tongkat, warna, menara gelang bujur sangkar, balok ukur dan
papan hitung.

3. Pengembangan Kreativitas Anak TK


Kemampuan kreatif yang dapat dikembangkan melaui bermacam ragam kegiatan
bermain. Bermacam bahan yang bersifat manipulatif dapat dipergunakan: tanah liat
cat, krayon, kertas, balok-balok, air, pasir, dan bahan yang dapat digerakkan.

4. Pengembangan Bahasa Lisan Anak Usia TK


Kemampuan berbahasa lisan yang dapat dikembangkan melaui kegiatan bermain
bertujuan untuk:

1. Menguasai bahasa resetif: memahami perintah, menjawab pertanyaan dan


mengikuti urutan peristiwa.
2. Menguasai bahasa ekspresif yang meliputi: menguasai kata-kata baru dan
menggunakan pola bicara orang dewasa.
3. Berkormunikasi secara verbal dengan orang lain: berbicara sendiri atau
berbicara kepada orang lain.
4. Keasyikan menggunakan bahasa secara lisan.
5. Pengembangan Sosial Anak Usia TK
Kemampuan sosial yang dapat dikembangkan melaui kegiatan bermain yang
bertujuan untuk membina hubungan dengan anak lain dan belajar bertingkah laku
yang dapat diterima dan sesuai dengan harapan anak. Bahan dan peralatan yang
dapat digunakan untuk kegiatan ini adalah tempat air yang digunakan secara
bergiliran, buku cerita buku bergambar, bahan teka teki, kuda-kudaan, sepeda roda
tigan bersadel rangkap, telepon mainan, beberapa topi pemadam kebakaran, dan
sebagainya.

6. Pengembangan Emosi Anak Usia TK


Pengembangan emosi anak TK adalah:

1. Kemampuan memahami perasaan


2. Kemampuan berlatih membuat pertimbangan
3. Kemampuan memahami perubahan
4. Menyenangi diri sendiri
            Sedangkan bahan dan peralatan yang dipergunakan untuk mengembangkan
keterampilan emosi ini antara lain: tanah liat atau lumpur, balok balok memelihara
hewan peliharaan, bermain drama, cerita dan buku-buku yang menggambarkan
perwatakan dan situasi dalam rentangan perasaan yang sangat luas.

1. 4.      Nilai-nilai Bermain
            Para peneliti telah menemukan bahwa nilai bermain bagi anak sangat luas dan
meliputi seluruh aspek perkembangan anak, baik fisik, kognitif bahasa sosial
emosional maupun kreativitas. Berikut ini akan diuraikan nilai-nilai bermain bagi
tiap-tiap aspek perkembangan anak, yaitu bagi aspek pertumbuhan dan
perkembangan fisik, kognitif dan bahasa, sosial dan emosional (Montolalu,
2007:112).

1. Nilai Bermain Bagi Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik


Melalui permainan, aspek motorik kasar anak dapat dikembangkan. Kegiatan
bermain dapat merangsang anak untuk menggunakan anggota-anggota tubuhnya.
Kegiatan dalam bentuk bermain bebas, seperti berjalan, berlari, melompat,
merangkak, melempar, mendorong, berayun, meluncur, meniti dan sebagainya
sangat besar nilainya bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Dalam
kegiatan fisik ini seluruh tubuh anak aktif. Otot-otot besar dan otot-otot kecil
memperoleh latihan, termasuk koodinasi otot-otot tersebut. Anak dapat
menyalurkan energinya yang berlebihan melalui bermain yang mengandung
gerakan-gerakan kasar dan kuat. Peredaran darah, kerja pencernaan makanan dan
pernapasan anak menjadi teratur. Disamping itu kegiatan anak yang
mempergunakan banyak tenaga dapat menimbulkan nafsu makan dan tidur yang
sehat dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.

2. Nilai Bermain Bagi Perkembangan Kognitif


Bermain merupakan media yang amat diperlukan untuk proses berfikir karena
menunjang perkembangan intelektual melalui pengalaman yang memperkaya cara
berfikir anak. Bermain merupakan kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi,
mengadakan penelitian-penelitian, melakukan  percobaan-percobaaan untuk
memperoleh pengetahuan. Bermain juga membuka kesempatan bagi anak untuk
berkreasi, menemukan serta membentuk dan membangun saat mereka menggambar,
bermain air, bermain dengan tanah liat atau plastisin dan bermain balok.

3. Nilai Bermain Bagi Perkembangan Sosial


TK didirikan dengan maksud sebagai pengantar anak memasuki SD dengan
memberikan kesempatan pada anak bersosialisasi melaui cara yang sesuai dengan
sifat alamiah anak yaitu bermain. Itu sebabnya di TK kegiatan bermain tidak bisa
dikurangkan apalagi ditiadakan dengan sengaja atau tidak sengaja sering terjadi di
TK. Dalam situasi bermain anak-anak akan belajar menyesuaikan diri dengan orang
lain, dengan keadaan kadang-kadang jumlah alat permainan yang sedikit memakasa
anak untuk saling berbagi dengan temannya. Anak belajar menunggu giliran/antri,
belajar bekerja sama, saling tolong menolong dan juga belajar menaati peraturan-
peraturan bermain yang dimainkan bersama.

4. Nilai Bermain Bagi Perkembangan Emosional


Bermain bersama anak mengalami pertengkaran dan berebut mainan. Hal ini biasa
terjadi dalam proses menyesuaikan diri. Secara berangsur-angsur anak mendapat
kesempatan unfuk mengontrol emosinya, belajar menahan diri dan bersabar.
Disamping itu dari pengalaman pertengkaran yang terjadi, anak akan memperoleh
konsep moral, seperti salah, benar, baik, buruk, jujur, adil, curang, fair dan
sebagainya.
 

5. Proses/Tahap Bermain
            Sri Ratna Dyah (2009:6) menerangkan bahwa proses bermain itu kaya akan
makna, disitulah terjadi tranformasi dari jati diri objek serta situasi mejadi sifat-sifat
pribadi, objek serta kejadian-kejadian yang hanya ada dalam khayalan anak-anak.
Proses bermain anak diberi kegiatan yang sangat berharga untuk mempraktekkan
keterampilan sosial dan kognitif. Pelaksanaan kelompok bermain ialah suatu
kegiatan yang menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengaturan, dan pelaksanaan
kepada unsur-unsurnya (uang, orang dan barang) yang kegiatannya mengarah pada
tujuan kelompok bermain yang hendak dicapai.

            Montolalu (2007:214) mengatakan bahwa agar dapat memberi bimbingan


kepada anak TK dengan sebaik-baiknya guru perlu mengetahui bahwa pada
umunnya anak-anak melalui tingkatan-tingkatan atau tahap-tahap (proses) bermain
sebagai berikut:

1. Tahap Manipulatif
Yaitu, suatu proses pada saat anak berusia 2-3 tahun. Dengan menggunakan alat-alat
atau benda yang ia pegang, anak akan melakukan penyelidikan dengan cara
membolak-balik meraba, bahkan menjatuhkan lalu melempar dan memungut
kembali, dan sebagainya.

2. Tahap Simbolis
Tahap dari manipulatif ke tahap simbolis hampir tidak terlihat. Tahap ini, anak
melakukan kembali apa yarng pernah ia lakukan pada tahap manipulatif, contohnya
kadang berbicara sendiri.

3. Tahap Eksplorasi
Pada tahap ini anak bermain sendiri, ia lebih senang tidak berteman dalam bermain.
Permainannya lebih banyak ke arah yang berhubungan dengan pasir, seperti
mengayak pasir, menuangkannya dan meletakkan kembali dalam wadah.

4. Tahap Eksperimen
Tahap ini, dimana anak mulai melakukan percobaan, yang berarti mereka memasuki
tahap eksperirnen.

5. Tahap dapat Dikenal


Anak usia 5-6 tahun pada umumnya telah mencapai tahapan bermain ini, yaitu
membangun bentuk-bentuk yang realistis, bentuk-bentuk yang sudah dikenal atau
dilihat anak dalam kehidupannya.

1. C.          Permainan Permata Tersembunyi


            Permainan permata tersembunyi dapat dilakukan dengan perlengkapan
sebagai berikut:

1. Pasir di wadah plastik yang besar atau kotak pasir di halaman (pilihan lain:
beras, kacang, atau pasir ukuran kecil di dalam karung, plastik besar di dalam
baskom,  jika aktivitas ini lakukan di dalam ruangan).
2. Kotak kecil yang berbentuk permata dari plastik
3. Gambar-gambar yang disesuaikan dengan tema pembelajaran
Adapun cara melaksanakan permainan tersebut adalah sebagai berikut:

a)      Sembunyikan seluruh permata yang berisikan gambar-gambar di dalam pasir


dan mulailah pencarian dengan menggali untuk menemukan permata tersembunyi

b)      Katakan (jika diperlukan, gunakan isyarat dengan jari) jumlah permata yang
tersembuyi di dalam pasir. Kemudian katakan “ada lima permata tersembunyi di
dalam pasir, Arsya bisakah kamu temukan semuanya?”

c)      Berikan dorongan kepada anak untuk menyusupkan tangannya ke dalam pasir,
alih-alih menyingkirkan pasir itu, untuk mencari permata itu

d)     Menyuruh anak menceritakan sesuatu mengenai permata yang telah


ditemukannya
e)      Mintalah anak meletakkan permata yang ditemukannya ke dalam sebuah wadah
supaya dia dapat menghitung, dan menyebutkan nama-nama gambar yang terdapat
di dalam permata tersebut.

            Menurut Tara Delaney (2010:38) jika guru melakukan permainan di dalam
ruangan dan tak punya kesempatan untuk membuat kotak pasir maka sembunyikan
permata yang sangat menarik bagi anak itu ke dalam wadah plastik yang sangat
cekung, isi setengahnya dengan beras atau kecang, atau yang lainnya dan
sembunyikan permata di dalamnya, jika ruangan mencukupi, guru dapat
menggunakan wadah yang cukup besar sehingga anak dapat duduk di dalamnya
sambil mencari permata tersebut.

            Adapun tujuan dari permainan ini adalah:

1. Anak dapat menjawab pertanyaan dari guru tentang gambar yang ditemukan
dalam permata.
2. Anak dapat berbicara dengan kalimat sederhana ketika bercerita tentang
permainan permata tersembunyi yang dilakukannya
3. Anak dapat bercerita tentang isi permata yang tersembunyi
4. Anak dapat mengucapkan sajak tentang gambar yang didapatkannya dalam
permata.
5. Anak dapat menyebutkan sebanyak-banyaknya kegunaan dari gambar yang
ditemukan dalam permata.
 

1. D.      Kerangka Berpikir
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa kreativitas anak adalah berkaitan dengan
imajinasi atau manifestasi kecerdasan dalam pencarian yang bernilai. Proses kreatif
berlangsung mengikuti tahap-tahap tertentu, tidak mudah mengindentifikasi secara
persis pada tahap manakah suatu proses kreatif itu sedang berlangsung, yang dapat
diamati adalah gejalanya berupa perilaku yang ditampilkan oleh individu. Salah satu
kreativitas yang perlu ditingkatkan adalah kreativitas anak dalam berbahasa lisan.
Menurut Ali Nugraha dan Yeni Rachmawati (2006:7.12) kreativitas berbahasa
ditunjukkan dengan keterampilan berkomunikasi secara efektif, mendengarkan,
berkomunikasi dengan berbicara, menulis dan membaca.

Kreativitas berbahasa lisan dapat ditingkatkan melalui permainan Permata


Tersembunyi. Permainan Permata Tersembunyi adalah sebuah aktivitas terobosan,
dalam hal linguistik. Adapun kerangka berpikir pada penelitian ini meliputi 2
indikator, yaitu indikator yang berkaitan dengan permata tersembunyi dan indikator
kreativitas berbahasa lisan yang meliputi item berikut ini.

Tabel 2.1 : Indikator Variabel Penelitian

Permata Tersembunyi Kreativitas Berbahasa Lisan

-    Anak memasukkan tangannya ke dalam -    Anak dapat menjawab pertanyaan
bak pasir dari guru tentang gambar yang
didapatkannya dalam permata

-    Anak mencari permata di dalam pasir -      Anak dapat berkomunikasi,
berbicara lancar ketika menceritakan
isi permata

-    Anak dapat menemukan permata yang -      Anak mengucapkan sajak
tersembunyi di dalam pasir tentang gambar yang didapatkannya
dalam permata

-      Anak dapat bekerja sendiri untuk -      Anak berani mengungkapkan
menemukan permata yang tersembunyi di pendapat dan keyakinannya dalam
dalam pasir permainan permata tersembunyi

-       Anak menikmati permainan permata -      Anak kritis terhadap pendapat
tersembunyi yang ditandai dengan orang lain dalam permainan permata
keasyikan anak dalam bermain tersembunyi

  -        Anak dapat menyebutkan


nama-nama gambar dan kegunaannya
yang terdapat di dalam permata

1. E.     Hipotesis
            Hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan berbahasa lisan anak usia
5-6 Tahun dapat ditingkatkan melalui permainan permata tersembunyi di TK Tunas
Baru Ranah – Air Tiris Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar.
 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. A.          Jenis Penelitian
            Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, sebagaimana
dikemukakan oleh Wardani (2002:14) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas
adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi
diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga
kemampuan anak dalam berbahasa lisan dapat ditingkatkan.

            Rochiati (2005:24) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah


kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh
sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran,
berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil tindakan-tindakan yang telah
ditetapkan.

1. B.           Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Variabel


            Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu :

1. Permainanan permata tersembunyi (Variabel Y), merupakan permainan di


dalam ruangan dan tidak punya kesempatan untuk membuat kotak pasir.
2. Kreativitas Berbahasa lisan (Variabel X), kreativitas mengacu pada
kemampuan yang menandai ciri-ciri seorang anak yang kreatif berbahasa
secara lisan.
            
 

1. C.          Rencana dan Prosedur Penelitian


            Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, adapun setiap siklus dilakukan dalam 4 kali
pertemuan. Adapun  tahapan-tahapan yang dilalui dalam penelitian tindakan kelas,
yaitu: 1) Perencanaan atau persiapan tindakan, 2) Pelaksanaan tindakan, 3)
Observasi dan interpretasi, 4) Analisis data, refleksi. Tempat dilaksanakan penelitian
ini adalah di TK Tunas Baru Ranah. Jumlah anak sebanyak 50 orang anak.

            Suharsimi Arikunto dkk (2006:16) mengemukakan bahwa penelitian tindakan


kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki
atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran. Dalam rangka meningkatkan
berbahasa lisan anak, dan diamati oleh observer. Penelitian ini dilakukan dalam dua
siklus, daur siklus penelitian tindakan kelas (PTK) menurut Suharsimi Arikunto
(2006:16) adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Daur Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

a)      Perencanaan

            Rencana tindakan kelas, berisikan kegiatan yang akan dilakukan untuk
memperbaiki, meningkatkan atau perubahan tingkah laku dan sikap sebagai solusi.
Perencanaan ini dimulai dengan menetapkan kelas sebagai tempat penelitian.
Menyiapkan perangkat pembelajaran mulai dari silabus, Rencana Kegiatan harian,
lembaran observasi guru dan anak, tes kemampuan berbahasa lisan.

b)     Pelaksanaan

            Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan melakukan mempelajari kompetensi


dasar, hasil belajar dan indikator setiap bidang pengembangan untuk masing-masing
kelompok usia, mengidentifikasi tema dan sub tema dan memetakannya dalam jaring
tema, mengidentifikasi indikator pada setiap kompetensi bidang pengembangan
melalui tema dan sub tema, menentukan kegiatan pada setiap bidang pengembangan
dengan mengacu pada indikator yang akan dicapai dan subtema yang dipilih.
Pelaksanaan pembelajaran dengan kreativitas berbahasa lisan dilaksanakan guru
dengan cara:

1. Sembunyikan seluruh permata (terkubur) di dalam pasir dan mulailah


pencarian dengan menggali untuk menemukan “permata” tersembunyi.
2. Katakan (jika diperlukan, gunakan isyarat dengan jari) jumlah permata yang
tersembunyi di dalam pasir. Kemudian katakan “ada lima permata
tersembunyi di dalam pasir, Arshya, bisakah kamu temukan semuanya?”.
3. Berikan dorongan kepada anak untuk menyusupkan tangannya ke dalam pasir,
alih-alih menyingkirkan pasir itu, untuk mencari permata itu
4. Menyuruh anak menceritakan sesuatu mengenai permata yang telah
ditemukannya
5. Mintalah anak meletakkan permata yang ditemukannya ke dalam sebuah
wadah supaya dia dapat menghitung, dan menyebutkan nama-nama gambar
yang terdapat di dalam permata tersebut.
c)      Pengamatan

Mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan
terhadap anak. Tujuannya untuk mengetahui kualitas pelaksanaan tindakan. Waktu
pelaksanaan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan dengan
melibatkan seorang guru lain sebagai pengamat yang menggunakan lembaran
observasi.

d)     Refleksi

            Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak
dari tindakan dari berbagai kriteria. Tujuannya adalah mengetahui kekuatan dan
kelemahan dari tindakan yang dilakukan untuk dapat diperbaiki pada siklus
berikutnya. Untuk merencanakan perbaikan pada siklus I terlebih dahulu perlu
dilakukan identifikasi masalah serta analisis dan perumusan masalah. Identifikasi
masalah dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan pada diri sendiri tentang
pembelajaran yang dikelola. Setelah masalah teridentifikasi, masalah perlu dianalisis
dengan cara melakukan refleksi dan menelaah berbagai dokumen terkait. Dari hasil
analisis, dipilih dan dirumuskan masalah yang paling mendesak dan mungkin
dipecahkan oleh guru. Masalah kemudian dijabarkan secara operasional agar dapat
memandu usaha perbaikan pada siklus ke II. Setelah masalah dijabarkan, langkah
berikutnya adalah mencari, mengembangkan cara perbaikan, yang dilakukan dengan
mengkaji teori, berdiskusi dengan teman sejawat dan pakar, serta menggali
pengalaman sendiri.

1. D.          Subjek Penelitian
            Dalam penelitian ini subjek adalah anak  TK Tunas Baru Ranah – Air Tiris
Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar dengan jumlah anak 50 orang pada tahun
ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 2 kelas, adapun 2 kelas tersebut adalah kelompok
B1, berjumlah 23 anak dan kelompok B2 berjumlah 27 anak.

1. E.           Teknik Pengumpulan Data


Adapun data dalam penelitian ini adalah data tentang kreativitas berbahasa lisan
yang diperoleh dari hasil pengamatan (lembaran observasi).

Tabel.3.1

Kategori Penilaian Kreativitas Berbahasa Lisan Anak

Aspek yang dinilai BB MB BSH BSB

-       Anak dapat menjawab pertanyaan dari guru tentang        


gambar yang didapatkannya dalam permata

-       Anak dapat berkomunikasi, berbicara lancar ketika


menceritakan isi permata

-       Anak mengucapkan sajak tentang gambar yang


didapatkannya dalam permata
-       Anak berani mengungkapkan pendapat dan
keyakinannya dalam permainan permata tersembunyi

-       Anak kritis terhadap pendapat orang lain dalam


permainan permata tersembunyi

-       Anak dapat menyebutkan nama-nama gambar dan


kegunaannya yang terdapat di dalam permata

Kemudian untuk menilai permainan permata tersembunyi anak dapat diperhatikan


pada tabel berikut ini.

Tabel.  3.2

Kategori Penilaian Aktivitas Anak dalam

Pelaksanaan Permainan Permata Tersembunyi

Aspek yang dinilai BB MB BSH BSB

-       Anak memasukkan tangannya ke dalam bak pasir        

-       Anak mencari permata di dalam pasir

-       Anak dapat menemukan permata yang tersembunyi


di dalam pasir

-       Anak dapat bekerja sendiri untuk menemukan


permata yang tersembunyi di dalam pasir

-       Anak menikmati permainan permata tersembunyi


yang ditandai dengan keasyikan anak dalam bermain

Keterangan:

1. BB = Belum berkembang, diberi skor 1 apabila anak tidak memiliki kreativitas


berbahasa lisan dengan baik dengan simbol bintang
2. MB = Mulai berkembang, diberi skor 2 apabila anak kurang kreativitas
berbahasa lisan dengan baik dengan simbol bintang
3. BSH = Berkembang sesuai harapan, diberi skor 3 apabila anak memiliki
kreativitas berbahasa lisan dengan baik dengan simbol bintang
4. BSB = Berkembang sangat baik, diberi skor 4 apabila anak memiliki kreativitas
berbahasa lisan dengan baik sekali dengan simbol bintang
 

1. F.           Analisis Data
            Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data tentang kemampuan
berbahasa lisan, diolah dengan teknik analisis deskriptif yang bersifat kuantitatif.
Analisis data yang dilakukan secara deskriptif bertujuan untuk menggambarkan data
tentang aktivitas guru dan anak selama proses pembelajaran, dan data peningkatan
kemampuan berbahasa lisan pada anak, selanjutnya penelitian terhadap kreativitas
berbahasa lisan anak menggunakan ketentuan penilaian menurut Pedoman Penilaian
Taman Kanak-kanak dengan menggunakan simbol bintang sebagaimana telah
dijelaskan di atas.

            Kemudian, menurut Anas Sudijono (2004:43) untuk menentukan


keberhasilan aktivitas guru dan kreativitas berbahasa lisan anak selama proses
pembelajaran diolah dengan menggunakan rumus persentase, yaitu sebagai berikut : 

Keterangan:

F          = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya

N         = Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)

p          = Angka persentase

100%   = Bilangan Tetap

            Dalam menentukan kriteria, maka dilakukan pengelompokkan atas 4 kriteria


penilaian (Arikunto: 2002.246) sebagai berikut:
1. 76% – 100% tergolong baik
2. 56% – 75% tergolong cukup baik
3. 40% – 55% tergolong kurang baik
4. 40% kebawah tergolong tidak baik”.
Leave a comment
Filed under CONTOH PROPOSAL
APRIL 29, 2013 · 9:03 AM

CONTOH PROPOSAL BK
(INDIKATOR EMOSI MARAH,
SENANG, SEDIH, DAN TAKUT)
MENGALAMI KESULITAN MEMBUAT PROPOSAL, HUBUNGI 081337999117
(PEKANBARU)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah melewati usia
dewasa, masa remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka.
Kenangan terhadap saat remaja adalah kenangan yang tidak mudah dilupakan sebaik
atau seburuk apapun pada saat itu. Sementara itu banyak orang tua yang memiliki
anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak
konflik yang dihadapi oleh orang tua dan remaja itu sendiri. Banyak orang yang tetap
menganggap anak remaja mereka masih perlu dilindungi. Sebaliknya bagi para
remaja, tuntutan internal membawa mereka pada keinginan untuk mencari identitas
atau jati diri yang mandiri dari pengaruh orang tua dan guru.Masa remaja
merupakan pula masa berkembangnya rasa kebangsaan,karena itu pada masa peka
ini dipergunakan sebaik-baiknya untuk menanamkan semangat patriotic kepada
mereka (Sumadi Suryabrata, 1984:23).
G. Stanley Hall adalah ahli psikologi dan pendidikan yang merupakan salah seorang
“Father of Adolesence”. Dia meyakini melalui mekanisme evolusi,remaja dapat
memperoleh sifat-sifat tertentu melalui pengalaman hidupnya yang kritis.Sifat-
sifat tersebut dapat ditransmisi (diteruskan) melalui keturunan pada masa konsepsi.
Apabila remaja berkembang dalam lingkungan yang kondusif,mereka akan
memperoleh sifat-sifat yang mengembangkan nilai-nilai insaninya.       
Hall berpendapat bahwa remaja merupaka masa “Strum and Drung” yaitu sebagai
periode yang berada dalam 2 (dua) situasi antara kegoncangan, penderitaan,
asmara,   dan pemberontakan dengan otoritas orang dewasa, (Syamsu Yusuf, 2002:
195).  

Apabila remaja kurang mendapat bimbingan keagamaan dalam keluarga,kondisi


keluarga yang kurang harmonis, orang tua yang kurang memberikan kasih sayang
dan berteman dengan kelompok teman sebaya yang kurang menghargai nilai-nilai
agama maka kondisi diatas akan menjadi pemicu berkembangnya sikap dan perilaku
remaja yang kurang baik atau asusila seperti pergaulan bebas (free sex),minum-
minuman ke  ras, mengisap ganja dan menjadi trouble maker (pengganggu
ketertiban/ pembuat onar) dalam masyarakat.

Remaja sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi
(becoming) yaitu berkembang kearah kematangan atau kemandirian. Untuk
mencapai kematangan tersebut, remaja memerlukan bimbingan karena mereka
masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan
lingkungannya,juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya.

Iklim lingkungan yang tidak sehat cendrung memberikan dampak yang kurang baik
bagi perkembangan remaja dan sangat mungkin mereka akan mengalami kehidupan
yang tidak nyaman, stress, dan depresi.Dalam kondisi seperti inilah banyak remaja
yang meresponnya dengan sikap dan perikalu yang kurang wajar dan bahkan amoral
seperti kriminalitas,penyalah gunaan obat terlarang,tawuran dan minum-minuman
keras.
Kehidupan sosial pada jenjang remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi inte
lektual dan emosional (H. Sunarto dan B. Agung Hartono.1995:129)
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi kanak-kanak. Jenis emosi
yang secara normal dialami adalah cinta/ kasih sayang,gembira, amarah, takut dan
cemas, cemburu, sedih dan lain-lain. Perbedaan terletak pada macam dan derajat
ransangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang
dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.

Emosi adalah pengalaman efektif yang disertai penyesuaian diri dalam diri individu
tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.     
Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat su lit
bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio emosional
lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Apabila
lingkungan tersebut kondusif,dalam arti kondisinya diwarnai oleh hubungan yang
harmonis, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab, maka
remaja cenderung dapat mencapai kematangan emosionalnya. Sebaliknya apabila
kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan kurang mendapatkan
perhatian  dan kasih sayang dari orang tua atau pengakuan dari teman sebaya,
mereka cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan tertekan atau
ketidaknyamanan emosional.

Dalam menghadapi emosional tersebut,tidak sedikit remaja yang mereaksinya se


cara defensif, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya.Reaksi itu tampil 
galam tingkah laku malasuai, seperti:

1. Agresif :melawan, keras kepala, bertengkar, berkelahi, dan senang


mengganggu.
2. Melarikan diri dari kenyataan :melamun, pendiam, senang menyendiri, dan
meminum minuman keras atau obat-obatan terlarang.
Berdasarkan pengamatan penulis di SMP N 25 .Pekan Baru terlihat/terdapat ber
macam-macam emosional anak yang menunjukkan perkembangan anak yang dalam
proses perkembangannya.yaitu sebagai berikut:
1. Sering marah terhadap keinginan atau rencana dan niat yang ingin
dilakukannya mendapat rintangann
2. Sering sedih apabila kehilangan sesuatu yang dicintainya.
3. Senang apabila mendengar atau adanya sesuatu yang datangnya tiba-tiba atau
tidak diduga.
4. Sering takut dalam berbagai hal yang berhubungan dengan diri atau status
seperti takut gagal,takut dicemoohkan dan sebagainya.
5. Sering malu seperti dalam penarikan diri dengan orang lain yang tidak dikenal
atau tidak sering berjumpa.
6. Sering cemburu dan tidak tentram dalam hubungannya dengan orang yang
dicintai dan takut kehilangan status dalam hubungan kasih sayang. Dan
sebagainya.
Berdasarkan fenomena-fenomena diatas ,maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan juduL:

 
            SURVEY TENTANG JENIS-JENIS EMOSI PADA REMAJA LAKI-LAKI DAN
PEREMPUAN KELAS VIII PADA SMP NEGERI 25 PEKANBARU TAHUN
PELAJARAN 2009 – 2010.

B.PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah,maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai


berikut:

1. Jenis-jenis emosi senang apa sajakah yang dialami oleh remaja  laki Laki dan
perempuan di SMP NEGERI 25 Pekan Baru.
2. Jenis-jenis emosi sedih apa sajakah yang dialami oleh remaja laki-laki dan
perempuan di SMP N 25 Pekan Baru.
3. Jenis-jenis emosi takut apa sajakah yang dialami oleh remaja laki-laki dan
perempuan di SMP NEGERI 25 Pekan Baru.
4. Jenis-jenis emosi marah apa sajakah yang dialami oleh remaja laki-laki dan
perempuan    di SMP NEGERI 25 Pekan Baru.
5. Bagaimanakah gambaran latar belakang keluarga dari remaja tersebut.
       

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran jenis emosi senang pada remaja laki-laki dan
perempuan di SMP NEGERI 25 Pekan Baru.
2. Untuk mengetahui gambaran jenis emosi sedih pada remaja laki-laki dan
perempuan di SMP NEGERI 25  Pekan Baru.
3. Untuk mengetahui gambaran jenis emosi takut pada remaja laki-laki dan
perempuan di SMP NEGERI 25 Pekan Baru.
4. Untuk mengetahui gambaran jenis emosi marah pada remaja laki-laki dan
perempuan di SMP NEGERI  Pekan Baru.25 Pekan Baru.
5. Untuk mengetahui gambaran latar belakang keluarga remaja tersebut.
D. DEFINISI OPERASIONAL

Untuk kemudahan memahami dan menghindari penafsiran yang keliru terhadap


istilah istilah yang digunakan dalam penelitian ini ,maka penulis merasa perlu untuk
mem berikan definisi operasional sebagai berikut:           

PENGERTIAN EMOSI

Perbuatan atau perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-
perasaan tertentu, seperti perasaan senang. Perasaan senang atau tidak senang yang
terlalui menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna efektif. Warna
efektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak
jelas (samar-samar). Dalam warna efektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan
menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini
disebut EMOSI (Sarlito, 1982:59). Di samping perasaan senang atau tidak senang,
beberapa contoh macam emosi yang lain adalah, cinta, marah, takut, cemas dan
benci.

JENIS-JENIS EMOSI

            Dalam penelitian ini jenis- jenis emosi yang dipakai sebagai landasan teori
adalah pendapat Zulfan Saam (2009 : 98 ).

Menurut ZULFAN SAAM ,Emosi dasar digolongkan menjadi empat golongan yakni:
1. senang. 2. sedih. 3. takut. 4 marah

1.Emosi senang adalah gambaran rasa senang yang dialami seseorang. Emosi  senang
ini terdiri dari misalnya: gembira, bahagia, cinta, suka, riang, sayang takjub, kagum,
dan damai.

2.Emosi sedih adalah gambaran rasa tidak senang yang dialami seseorang.EmosiIni


seperti :pilu, duka, lara, kecewa, hampa, merana, putus asa, galau, gundah,  frustasi,
dan rindu.
3.Emosi takut adalah gambaran rasa tidak senang yang dialami seseorang , baik ter
hadapobjek dari luar diri maupun dari dalam diri orang tersebut.Objek dari luar diri
misalnya: takut pada pencuri, takut pada harimau, dan perampok.Sedang kan rasa
takut yang objeknya dalam diri orang tersebut misalnya:takut tidak lu lus, takut
berbuat salah, dan sebagainya.
4.Emosi marah merupakan gambaran perasaan terhadap sesuatu objek seperti peris
Tiwa, perilaku orang, hubungan sosial, dan keadaan lingkungan.

Emosi Dasar (Zulfan Saam 2009  :98)

   
   
 

 
 

C. PENGERTIAN REMAJA

Sebagai pedoman umum untuk remaja Indonesia dapat digunakan batasan usia
antara 11 tahun sampai 24 tahun dan belum menikah..

Menurut Hurlock. 1964. Prof. Dr. H .Sunarto. Dra.Ny. B.Agung Hartono:57).


Rentangan usia remaja itu antara 13- 21 tahun,yang dibagi pula dalam usia remaja
awal 13 atau 14 sampai 17 tahun, dan remaja akhir 17 sampai 21 tahun.Kemudian
dalam penelitian remaja yang diteliti adalah berusia antara 12- 16 tahun (remaja
awal.)
D. LATAR BELAKANG KELUARGA.

            Dalam penelitian ini latar belakang keluarga yang diteliti terdiri dari:

1. Tingkat pendidikan orang tua


-tamat SD/tidak tamat SD, tamat SMP/tidak tamat SMP, tamat SMA/tidak
tamat SMA,tamat perguruan tinggi/tidak tamat perguruan tinggi, pasca
sarjana/tidak tamat pasca sarjana

1. Jenis pekerjaan orang tua.


-PNS ( pegawai pemda / pegawai pemko / ABRI / guru / kandepag / dinas
pendidikan )

-Wiraswasta  ( buruh, pedagang, petani)

1. Keluarga utuh atau keluarga tidak utuh.


- masih utuh, kedua orang tua masih ada

- keluarga tidak utuh / salah satu orang tua sudah meninggal

- keluarga broken home ( orang tua sudah bercerai )

1. Anak keberapa dalam keluarga tersebut.


- anak pertama / anak kedua / anak ketiga / anak bungsu

            5.   Status anak dalam keluarga.

-anak kandung / anak tiri / anak angkat / anak tunggal

1. Keluarga besar atau keluarga kecil.


-Didalam keluarga tersebut ada nenek, kakek, tante, paman dan yang lainnya

1. Keluarga yang  sibuk dan keluarga yang tidak sibuk.


-orang tua selalu pulang kerja larut malam / pulang seminggu sekali / pulang sebulan
sekali / 6 bulan sekali / setahun sekali.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN REMAJA

Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa remaja individu dalam proses 
pertumbuhannya yang telah mencapai kematangan. Masa ini menunjukkan suatu
masa  kehidupan dimana kita sulit untuk memandang remaja itu sebagai kanak-
kanak, tapi tidak juga sebagai orang dewasa. Masa ini disebut periode transisi atau
peralihan dari kehidupan masa kanak-kanak kemasa dewasa.

Masa remaja merupakan periode yang meliputi masa pertumbuhan seseorang atau
masa transisi dari anak-anak kemasa dewasa.(Zakiah darajat,1993:23).

Masa remaja dapat ditinjau sejak seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas  dan
belum berlanjut hingga tercapainya  kematangan seksual.

Masa remaja menurut Mappiare 1982, M. Ali. M . Asrori:9),berlangsung antara umur


12 thn sampai dengan 21 thn bagi wanita, dan 13 – 22 tahun bagi pria.

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin
Adolescere yang artinya”tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”.

Perkembangan lebih lanjut,istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas,


mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik(Hurlock 1991,M. ali M.
Asrori: 9). Pandangan ini didukung oleh Piaget(Hurlock, 1991,)yang mengatakan
bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi
terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa
bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa
sama,atau paling tidak Sejajar.

Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak ter
masuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk
termasuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa.
Oleh karena itu , remaja seringkali dikenal dengan fase”mencari jati diri” atau fase”
topan dan badai” Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan 
secara maksimal

   fungsi fisik maupun psikisnya(Monks dkk. Dalam M. Ali. M Asrori :10).

Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan makna remaja, antara lain
adalah Puberteit, Adolecentia, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula
dikatakan Pubertas atau Remaja. Istilah  puberty (Inggris) atau puberteit (Belanda)
berasal dari bahasa latin: Pubertas yang berarti usia kedewasaan (the age of
manhood). Istilah

Ini berkaitan dengan kata latin lainnya Pubercere yang berarti masa pertumbuhan
rambut di daerah tulang “pusic” (diwilayah kemaluan). Pubercere dan puberty sering
diar tikan sebagai masa tercapainya kematangan seksual .

Di Indonesia baik istilah pubertas maupun adolescentia dipakai dalam arti umum
dengan istilah yang sama yaitu Remaja.

Remaja itu sulit didefinisikan secara mutlak. Oleh karena itu,dicoba untuk
memahami remaja menurut berbagai menurut berbagai sudut pandangan, antara
lain menurut hukum, perkembangan fisik, WHO, sosio psikilogi, dan pengertian
remaja menurut pandangan masyarakat Indonesia.

1. Remaja menurut hukum.                                                                                            


Dalam hubungan dengan hukum, tampaknya hanya undang-undang perkawinan sa

Ja yang mengenal konsep “remaja” walaupun tidak secara terbuka.Usia minimal


untuk suatu perkawinan menurut undang-undang disebutkan 16 tahun untuk wanita
dan 19 tahun untuk pria (pasal 7 undang-undang No. 1/ 1974 tentang perkawinan.
1. Remaja ditijau dari sudut perkembangan fisik
Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait, remaja dikenal sebagai suatu
tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai
kematangannya. Pada pematangan fisik ini berjalan lebih kurang 2 tahun dan
biasanya dihitung mulai menstruasi pertama pada anak wanita ata sejak anak pria
mengalami mimpi basah yang pertama.

1. Batasan remaja menurut Who


Remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan dimana:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda


seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri
4. Remaja ditinjau dari faktor sosial psikologis.
Salah satu ciri remaja disamping tanda-tanda seksualnya adalah : “perkembangan
psokologis dan pada identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa”. Puncak
perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya prosesperubahan dari kondisi
“entropy” ke kondisi “negentropy.(Sarlito 1991:11).( H. Sunarto. Ny

B. Agung Hartono)

Entropy adalah keadaan dimana kesadaran manusia masih belum


tersusunrapi.Isi kesadaran saling bertentangan ,saling tidak berhubungan sehingga
mengurangi kerjanya dan menimbulkan pengalaman yang kurang menyenangkan
buat orang yang bersangkutan.
Selama masa remaja, kondisi entropy ini secara bertahap disusun ,diarahkan,
distrukturkan kembali, sehingga lambat laun terjadi kondisi “negentropy”

Kondisi negetropy adalah keadaan dimana isi kesadaran tersusun dengan


baik,pengetahuan yang satu terkait dengan perasaan atau sikap.Orang dalam
keadaan negentropy merasa dirinya sebagai kesatuan yang utuh dan bisa bertindak
dengan tujuan yang jelas,ia tidak perlu dibimbing lagiuntuk bisa mempunyai
tanggung jawab dan semangat kerja yang tinggi.
1. Definisi remaja untuk Masyarakat Indonesia
Tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam dan berlaku secara
nasional.Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam
suku,adat, dan tingkatan sosial ekonomi,maupun pendidikan.(Sarlito 1991 : 11 )

. H. Sunarto. Ny. B. Agung Hartono)


Sebagai pedoman umum untuk remaja Indonesia dapat digunakan batasan usia 11-24
tahun dan belum menikah.

Menurut Hurlock 1964.rentang usia remaja itu antara 13 – 21 tahun,yang dibagi pula
dalam usia remaja awal 13, 14 sampai 17 tahun, dan remaja akhir 17 – 21 tahun.

Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa. Atau
tubuhnya kelihatan sudah dewasa, akan tetapi bila diperlakukan seperti orang
dewasa ia gagal menunjukkan kedewasaannya.

Para remaja sering terlihat adanya:

1. Kegelisahan : Keadaan yang tidak tenang menguasai diri siremaja.


2. Pertentangan :Pertentangan yang menimbulkan kebingungan bagi diri
mereka.
3. Berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya.
4. Keinginan untuk menjajaki ke alam sekitar yang lebih luas,seperti melibatkan
diri dalam kegiatan-kegiatan pramuka atau himpunan pencinta alam.(HPA).
5. Menghayal dan berfantasi: Khayalan dan fantasi remaja banyak berkisar
mengenai prestasi dan tangga karir.
6. Aktifitas kelompok:Untuk menemukan  jalan keluar dari kesulitan-
kesulitannyadengan berkumpul melakukan kegiatan bersama. Keinginan
berkelompok ini tumbuh sedemikian besar dan dapat dikatakan merupakan
ciri masa remaja.
 

B. PENGERTIAN EMOSI.

Perbuatan atau perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-  
perasaan tertentu,seperti perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau
tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut
warna efektif.Warna efektif ini kadang-kadang kuat,kadang-kadang lemah,atau
kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna efektif tersebut kuat,
maka perasaan-perasaan menjadi lebih dalam,lebih luas dan lebih terarah. Perasaan-
perasaan ini disebut emosi. (Sarlito ,1982:59)
Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda.Tetapi perbedaan antara keduanya
tidak dapat dinyatakan dengan tegas.Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala
emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya.
Chaplin 1989(M. Ali. M. Asrori:62 membedakan emosi dengan perasaan,dan dia
mendefinisikan perasaan(feeling)adalah pengalaman disadari yang diaktifkan oleh
peransang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.

Emosi adalah suatu respon terhadap suatu peransang yang menyebabkan perubahan
fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk
meletus.Rwspon demikian terjadi baik terhadap peransang eksternal maupun
internal. (Soegarda Poerbakawaca,1982. M Ali. M. Asrori:630

Dengan definisi ini semakin jelas perbedaan antara emosi dengan perasaan,bahkan
tampak jelas bahwa perasaan termasuk ke dalam emosi atau menjadi bagian dari
emosi.

Sesungguhnya ada ratusan emosi bersama dengan variasi, campuran, mutasi, dan
nuansanya sehinggamakna yang dikandung lebih banyak,lebih kompleks, dan lebih
halus dari pada kata dan definisi yang digunakan untuk menjelaskan emosi.

C. JENIS-JENIS EMOSI

DANIEL GOLEMAN 1995. M.Ali. M.Asrori (2004 : 63)Mendefinisika sejumlah


kelompok emosi, yaitu:1.Amarah. 2.Kesedihan. 3.Rasatakut. 4.Kenikmatan. 5.Cinta.
6.Terkejut. 7.Jengkel. 8.Malu.

Jadi emosi adalah Setiap pergolakan pikiran ,perasaan dan nafsu atau setiap keadaan
mental yang hebat dan meluap-luap.Karena berada pada masa peralihan antara masa
anak-anak dan masa dewasa,status remaja agak kabur,baik bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya.

Conny Semiawan 1989.(M. A li. M. Asrori (2004 :67 ) )mengibaratkan :Terlalu besar
untuk serbet,terlalu kecil untuk taplak meja. Karena sudah bukan anak-anak
lagi,tetapi juga belum dewasa.masa remaja biasanya memiliki energi yang
besar,emosi berkobar- kobar,sedangkan pengendalian diri belum sempurna.Remaja
juga sering mengalami  perasaan tidak aman, tidak tenang dan khawatir kesepian.
 

BAB III

  PROSEDUR PENELITIAN
 

 A.  ASUMSI

            Asumsi yang dapat disajikan dalam penelitian ini antara lain:

1. Masing-masing remaja mempunyai jenis emosi yang berbeda-beda.


2. Jenis-jenis emosi bisa diukur dan di dentifikasi.
3. Siswa remaja laki-laki dan perempuan berada pada periode perkembangan
yang sama.
 

1. POPULASI DAN SAMPEL.


2. POPULASI
Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek penelitian . dalam penelitian ini
populasi penulis adalah siswa kelas VIII SMP NEGERI 25 Pekanbaru tahun pelajaran
2009 / 2010 dengan jumlah 270 orang.

2.  SAMPEL

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Teknik Total Sampling
( teknik sampel jenuh ) artinya seluruh anggota populasi dalam penelitian ini
dijadikan sebagai anggota sampel ( Suharsini Arikunto 2002 : 112 ).

Dalam penelitian ini jumlah sampel sama dengan jumlah anggota populasi yaitu
berjumlah 270 orang.

Populasi dan Sampel Penilitian

No Jenis Populasi Populasi Sampel Keterangan


L P L P

  Remaja Kelas VIII SMP 114 156 114 156  


N 25

Pekan Baru

  Jumlah 114 156 114 156 270

C.  METODE PENELITIAN

             Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian yang


dimaksudkan

       untuk mendapatkan informasi tentang karakter suatu kenyataan sebagaimana


adanya

      ( Suharsini Arikunto :1992 :10 )          

D..DATA DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

            Sesuai dengan permasalahan pada penelitian ini, maka data yang diperlukan
sebagai berikut :

1. Jenis-jenis emosi marah, sedih, senang, dan takut pada remaja laki-laki dan
perempuan pada SMP NEGERI 25 Pekanbaru yang terdiri dari 29 indikator.
2. Latar belakang keluarga
              1. Tingkat pendidikan orang tua

              2. Jenis pekerjaan orang tua

              3. Keluarga utuh atau keluarga tidak utuh

              4. Anak keberapa


              5. Status anak dalam keluarga : anak kandung/anak tiri/anak angkat/anak
tunggal

              6. Keluarga besar atau keluarga kecil

              7. Keluarga yang orang tuanya terlalu sibuk dengan pekerjaan

Variabel No item
Indikator Deskriptor Jumlah
Penelitian  

1.Jenis-jenis  1. Senang Gembira 1  

   Emosi   Bahagia 2  

    Cinta 3  

    Suka 4  

    Riang 5  

    Sayang 6  

    Kagum 7  

    Damai 8  

  2. Sedih Pilu 9  

    Duka 10  

  Lara 11  

  Kecewa 12  

  Putus asa 13  

  Galau 14  

  Frustasi 15  

  Rindu 16  

3. Takut Cemas 17  
  Cemburu 18  

  Malu 19  

  Ragu-ragu 20  

  Khawatir 21  

  Gelisah 22  

4. Marah Jengkel 23  

  Jijik 24  

Dendam 25  

Dongkol 26  

Kesal 27  

Benci 28  

muak 29 29

2.Latar   1.Tingkat tamat SD/ tidak tamat    


SD, tamat SMP/tidak
   Belakang    Pendidikan tamat SMP, tamat
SMA/tidak                   
   Keluarga   orang tua tamat SMA, tamat
perguruan tinggi/tidak
 
tamat perguruan
tinggi, pasca
  sarjana/tidak tamat
pasca sarjana
 
-PNS (pegawai pemda
  / pegawai pemko /
ABRI / guru /
  kandepag / dinas
pendidikan)
 
 
 
 
 
-masih utuh, kedua
 
orang tua masih ada
 
-keluarga tidak utuh /
  salah satu orang tua
sudah meninggal
 
-keluarga broken
2. Jenis home (orang tua
sudah bercerai )
    Pekerjaan
 
   Orang tua
-anak pertama / anak
  kedua / anak ketiga /
anak bungsu
 
 
 
-anak kandung / anak
  tiri / anak angkat /
anak tunggal
 
 
3.keluarga utuh/
 
   Keluarga tidak
-Didalam keluarga
   Utuh
tersebut apakah  ada
  nenek, kakek, tante,
paman dan yang
  lainnya

   

-orang tua selalu


  pulang kerja larut
malam / pulang
  seminggu sekali /
pulang sebulan
  sekali / 6 bulan
sekali / setahun sekali.
 
 
 

4.Anak keberapa

   Dalam keluarga

   Tersebut

5.Status anak

   Dalam keluarga

6.Keluarga

   Besar atau
kecil

 
7. Keluarga yang

    Sibuk /

    Keluarga yang

    Tidak sibuk

E.  TEKNIK ANALISA DATA

            1. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
persentase yaitu untuk mencari gambaran tentang jenis-jenis emosi pada remaja
laki-laki dan perempuan pada SMP NEGERI 25 Pekanbaru Tahun Pelajaran
2009/2010. dengan rumus      

                    F

             P =  x 100%

                   N

  Keterangan :

                       P : persentase

                       F : frekuensi jawaban

                       N : jumlah sampel ( Anas Sudjiono, 2001 : 40 )

Leave a comment
Filed under CONTOH PROPOSAL
APRIL 29, 2013 · 9:01 AM

CONTOH PROPOSAL BK
MENGALAMI KESULITAN MEMBUAT PROPOSAL, HUBUNGI 081337999117
(PEKANBARU)

BAB I

 
PENDAHULUAN

1. A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor penting dalam pembangunan disetiap negara.
Menurut Undang-Undang No 20 tahun 2004 pendidikan merupakan usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, memiliki kecerdasan berakhlak
mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat,
bangsa dan negara.[1] Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah
kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditentukan.
1

Dari semua itu tujuan dari setiap anak didik datang ke sekolah tidak lain kecuali
untuk belajar di kelas agar mendapatkan ilmu pengetahuan. Sebagian besar waktu
yang tersedia harus digunakan oleh anak didik untuk belajar, tidak mesti ketika di
sekolah, di rumah pun harus ada waktu yang disediakan untuk kepentingan belajar.
Tiada hari tanpa belajar adalah ungkapan yang tepat bagi anak didik.

Kenyataan yang terjadi menurut Syaiful Bahri Djamarah bahwa prestasi belajar yang
memuaskan dapat diraih oleh setiap anak didik jika mereka dapat belajar secara
wajar, terhindar dari berbagai ancaman, permasalahan, hambatan dan gangguan.
Namun, sayangnya ancaman, permasalahan, hambatan, dan gangguan dialami oleh
anak didik tertentu. Sehingga mereka mengalami permasalahan belajar. Pada tingkat
tertentu memang ada anak didik yang dapat mengatasi permasalahan belajarnya,
tanpa harus melibatkan orang lain. Tetapi pada kasus-kasus tertentu, karena anak
didik belum mampu mengatasi kesulitan belajarnya, maka bantuan guru atau orang
lain sangat diperlukan oleh anak didik.

Lebih lanjut, menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya Psikologi Belajar edisi
2 disebutkan bahwa permasalahan belajar yang dirasakan oleh anak didik
bermacam-macam, yang dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai
berikut:

1. Dilihat dari jenis permasalahan belajar


1. Ada yang berat
2. Ada yang ringan
2. Dilihat dari mata pelajaran yang dipelajari
1. Ada yang sebagian mata pelajaran
2. Ada yang sifatnya sementara
3. Dilihat dari sifat kesulitannya
1. Ada yang sifatnya menetap
2. Ada yang sifatnya sementara
4. Dilihat dari segi faktor penyebabnya
1. Ada yang karena faktor intelegensi
2. Ada yang karen faktor non-intelegensi[2]
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen pendidikan, mengingat
bahwa bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan bantuan yang diberikan
kepada individu pada umumnya dan siswa pada khususnya dalam rangka
mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya. Secara umum bimbingan dan
konseling itu pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu
memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan. Dalam
kaitan ini, bimbingan dan konseling membantu individu khususnya siswa untuk
menjadi manusia yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai
wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian dan lain-lain sesuai dengan
diri individu tersebut.

Berdasarkan SK Mendikbud No. 025/01/1995 tentang petunjuk teknis ketentuan


pelaksanaan jabatan fungsional dan angka kreditnya Bimbingan dan Konseling
adalah pelayanan bantuan untuk siswa baik secara optimal dalam bidang bimbingan
pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karier melalui berbagai
jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.[3]
           

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa tugas seorang guru pembimbing adalah
melaksanakan layanan bimbingan baik dalam bimbingan belajar, pribadi, sosial dan
karir. Kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan adanya guru pembimbing yang
profesional terasa lebih lengkap jika dibandingkan tanpa guru pembimbing yang
belum profesional.
Sebagaimana dikemukakan oleh Syaiful Bahri untuk mengatasi permasalahan di atas
diperlukan treatment yang tepat sesuai dengan gejala yang ada. Bentuk treatment
yang mungkin dapat diberikan adalah:

1. Bimbingan belajar individual


2. Bimbingan belajar kelompok dalam kelas
3. Remedial teaching untuk mata pelajaran tertentu
4. Bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah psikologis
5. Bimbingan cara belajar yang baik secara umum, dan
6. Bimbingan cara belajar yang baik sesuai dengan karakteristik setiap mata
pelajaran.[4]
 

Menurut Prayitno bimbingan atau guidence pada prinsipnya adalah sebagai bantuan


untuk memahami dan menggunakan secara luas kesempatan-kesempatan
pendidikan, jabatan, dan pribadi yang mereka miliki atau dapat mereka
kembangkan, dan sebagai satu bentuk bantuan yang sistematik melalui mana siswa
dibantu untuk dapat memperoleh penyesuaian yang baik.[5]
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SMP Negeri I Tambang, pada saat
kegiatan belajar antara lain ditemui fenomena sebagai berikut:

1. Guru melaksanaan tugasnya dengan memberikan pemahaman tentang diri


siswa
2. Guru mengembangkan pemahaman tentang sikap yang baik bagi siswa baik di
sekolah, rumah maupun masyarakat.
3. Guru mengembangkan pemahaman tentang kebiasaan belajar yang baik, baik
di rumah maupun di sekolah.
4. Guru mengembangkan bakat dan minat siswa dalam belajar
Berdasarkan gejala-gejala atau fenomena yang telah disebutkan penulis tertarik ingin
melakukan suatu penelitian ilmiah dengan judul upaya guru pembimbing dalam
pelayanan bimbingan belajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tambang
Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar.

1. B.     Penegasan Istilah
Sesuai dengan judul penelitian yaitu “Upaya guru pembimbing dalam pelayanan
bimbingan belajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tambang Kecamatan
Tambang Kabupaten Kampar” maka ada beberapa istilah penting dalam penelitian
ini yang dapat diperjelas masksudnya, yaitu:
Upaya                    :    Upaya adalah usaha, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud,
memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya).[6] Dalam penelitian
ini yang dimaksud upaya adalah upaya memberikan pelayanan bimbingan dalam
belajar di SMPN 1 Tambang.
Guru pembimbing  :    Dalam SK Mendikbud dan Kepala BAKN no 0433/p/1993 no
25 tahun 1993 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya diatur pada pasal 1 ayat 4 bahwa guru pembimbing adalah guru yang
mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan
bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik.Kompetensi Guru
pembimbing dalam Proses Bimbingan dan konseling.[7]
Pelayanan               :    Sampara (dalam Sinambela, 2007:5) berpendapat bahwa
pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi
langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan.[8]
Bimbingan belajar  :    Bimbingan belajar Menurut Prayitno dan Amti bimbingan
belajar adalah salah satu bentuk bimbingan yang diselenggarakan di sekolah.
Pengalaman menunjukan bahwa kegagalan-kegagalan yang dialami siswa dalam
belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya intelegensi,
seringkali kegagalan itu terjadi disebabkan mereka tidak mendapat layanan
bimbingan yang memadai.[9]
 

1. C.    Permasalahan
1.   Identifikasi Masalah

1. Masalah apa saja yang terdapat dalam bidang bimbing belajar?


2. Upaya apa saja yang dilakukan siswa dalam menghadapi masalah belajar?
3. Upaya apa saja yang dilakukan guru bidang studi dalam bimbingan belajar?
4. Upaya apa saja yang dilakukan guru pembimbing dalam bimbingan belajar?
5. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi upaya guru pembimbing dalam
bimbingan belajar?
 

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang perlu diteliti maka penulis membatasi


masalah yang dikaji yaitu tentang upaya guru pembimbing dalam pelayanan
bimbingan belajar dan faktor yang mempengaruhi upaya guru pembimbing dalam
pelayanan bimbingan belajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tambang
Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar.

1. 2.      Rumusan Masalah
 Sesuai judul dan latar belakang maka dapat peneliti rumuskan permasalahannya
yaitu:

1. Bagaimana upaya guru pembimbing dalam pelayanan bimbingan belajar di


Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tambang Kecamatan Tambang
Kabupaten Kampar?
2. Apa faktor yang mempengaruhi upaya guru pembimbing dalam pelayanan
bimbingan belajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tambang
Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar?
 

1. D.    Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. 1.      Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang ingin peneliti capai antara lain adalah

1. Untuk mengetahui upaya guru pembimbing dalam pelayanan bimbingan


belajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tambang Kecamatan Tambang
Kabupaten Kampar
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi upaya guru pembimbing dalam
pelayanan bimbingan belajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tambang
Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar
 

1. 2.      Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian  sebagai berikut.
1. Sebagian bahan masukan bagi guru pembimbing untuk lebih memperhatikan
tugas-tugas dan kewajibannya terhadap kegiatan belajar mengajar terutama
dalam mengatasi permasalahan siswa dalam ujian nasional.
2. Masukan bagi sekolah untuk lebih dapat mengembangkan layanan yang lebih
baik lagi menyangkut kegiatan dan proses belajar mengajar terlebih menjelang
ujian nasional.
3. Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk lebih mengenal dan mengatahui
tugas dan usaha guru pembimbing dalam menjalankan kewajibannya.
4. Sebagai bahan pertimbangan untuk merancang program bimbingan  konseling
di SMP Negeri I Tambang Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar terutama
dalam bidang belajar.

BAB II

KAJIAN TEORITIS

1. A.    Konsep Teori
2. 1.      Pengertian Guru Pembimbing
Dalam SK Mendikbud dan Kepala BAKN no 0433/p/1993 no 25 tahun 1993 tentang
petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya diatur pada pasal
1 ayat 4 bahwa guru pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling
terhadap sejumlah peserta didik.[10]
Menurut Syaiful Sagala bahwa guru pembimbing (teaching counselor) ialah guru
yang dipilih dari sekolah yang bersangkutan, yang diberikan beban beban tambahan
untuk melaksanakan layanan bimbingan di sekolah, disamping tugas rutinnya
mengajarkan bidang studi tertentu.[11] Jadi guru pembimbing berfungsi sebagai
petugas bimbingan yang ‘partime’ membantu konselor sekolah dalam melaksanakan
layanan bimbingan di sekolah.
 

1. 2.      Tugas Guru Pembimbing


9

 
Adapun tugas seorang guru pembimbing di sekolah adalah membantu kepala sekolah
dalam menyelenggarakan kesejahteraan sekolah secara keseluruhan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Bimo Walgito bahwa sudah selayaknya bila bidang geraknya tidak
terbatas kepada pemberian bimbingan dan konseling kepada anak didik saja, akan
tetapi juga meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan sekolah, baik secara
langsung maupun tidak langsung.[12]
Berarti guru pembimbing adalah seorang guru sebagaimana guru pada umumnya,
namun mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam
kegiatan bimbingan dan konseling kepada sejumlah peserta didik. Maka guru
pembimbing, selain tugasnya menjadi pembimbing, juga diberi tanggung jawab
menjadi seorang konselor terhadap peserta didik.

Selain itu, menurut Bimo Walgito, supaya guru pembimbing dapat menjalankan
pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, maka guru pembimbing harus memenuhi
syarat sebagai berikut:

1. Mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik dari segi teori maupun dari
segi praktik.
2. Dapat mengambil tindakan yang bijaksana, yaitu adanya kemantapan atau
kestrabilan di dalam psikisnya, terutama dalam segi emosi.
3. Sehat jasmani maupun psikis.
4. Cinta terhadap pekerjaan dan terhadap siswa yang dihadapinya.
5. Mempunyai inisiatif yang baik.
6. Supel, ramah tamah, sopan santun, dan dapat bekerjasama.[13]
 

1. 3.      Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan salah satu layanan bimbingan belajar yang dilakukan
melalui tahap pengenalan siswa yang mengalami masalah dalam belajar,
pengungkapan sebab timbulnya masalah belajar dan pemberian bantuan
pengentasan masalah belajar siswa.

Seperti pendapat Prayitno bahwa Bimbingan belajar adalah salah satu bentuk
bimbingan yang diselenggarakan di sekolah. Pengalaman menunjukan bahwa
kegagalan-kegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh
kebodohan atau rendahnya intelegensi, seringkali kegagalan itu terjadi disebabkan
mereka tidak mendapat layanan bimbingan yang memadai.[14]
Selain itu menurut Slameto bahwa untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik,
maka diperlukan suatu perhatian yang serius dan agar siswa dapat belajar dengan
baik maka usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara
mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobby dan bakatnya.[15]
            Hal senada juga dikemukakan oleh Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono bahwa
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa tidak terlepas dari peran orang tua dalam
memberikan bimbingan dirumah,memperhatikan anak dalam mengejakan
tugas,mengatur disiplin anak dan sebagaimya. Peranan orang tua terhadap anak ini
sering dipengaruhi oleh sikap orang tua dalam memberikan bimbingan dan
pembinaan kepada anak.[16]
            Berdasarkan penjelasan diatas,dapat dipahami bahwa hasil belajar anak
disekolah sangat dipengaruhi oleh adanya perhatian,bimbingan dan pengawasan dari
orang tua terhadap belajar anak. Orang tua harus mempunyai kepedulian terhadap
belajar anak dirumah dan berusaha membantu belajar anak sesuai dengan
kemampuannya masing-masing.

            Lebih lanjut Dewa Ketut Sukardi (2000:46) mengungkapkan layanan


bimbingan belajar adalah layanan yang memungkinkan peserta didik
mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang
baik,materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya,serta
berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya sesuai dengan perkembangan
ilmu,teknologi dan kesenian.[17]
 

1. 4.      Apek-Aspek Bimbingan Belajar


 

Menurut Surya bimbingan merupakan terjemahan dari istilah guidance dalam


bahasa Inggris. Sesuai dengan istilahnya,maka bimbingan dapat diartikan secara
umum sebagai suatu bantuan. Namun dalam pengertian yang sebenarnya tidak
setiap bantuan adalah bimbingan. Misalnya jika seorang guru membisikkan jawaban
suatu soal ujian pada waktu ujian agar siswanya lulus, tentu saja “bantuan” ini bukan
bentuk bantuan yang yang dimaksud dengan bimbingan. Bentuk bantuan dalam arti
bimbingan membutuhkan syarat tertentu,bentuk tertentu,prosedur
tertentu,pelaksanaan tertentu sesuai dengan dasar,prinsipdan tujuannya.[18]
Sedangkan aspek-aspek yang terdapat dalam bimbingan belajar menurut Dewa Ketut
Sukardi adalah:[19]
1. Mengembangkan pemahaman tentang diri, terutama pemehaman skap, sifat,
kebiasaan, bakat, minat, kekuatan-kekuatan dan penyalurannya, kelemahan-
kelemahan dan penanggulangannya, dan usaha-usaha pencapaian cita-cita
atau perencanaan masa depan.
2. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi, bertingkah laku dalam
hubungan sosial dengan teman sebaya, guru dan masyarakat luas.
3. Mengembangkan sikap dan kebiasaan dalam disiplin belajar dan berlatih secra
efektif dan efisien.
4. Teknik penguasaan materi pelajaran, baik ilmu pengetahuan teknologi dan
kesenian.
5. Membantu memantapkan pilihan karier yang hendak dikembangkan melalui
orientasi dan informasi karier, orientasi dan informasi dunia kerja dan
perguruan tinggi yang sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan.
6. Orientasi belajar di perguruan tinggi
7. Orientasi hidup berkeluarga.
 

1. 5.      Fungsi dan Tujuan Bimbingan Belajar


Fungsi utama dari bimbingan adalah membantu murid dalam masalah-masalah
pribadi dan sosial yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran atau
penempatan dan juga menjadi perantara dari siswa dalam hubunganya dengan para
guru maupun administrasi.[20]
Adapun fungsi bimbingan ada 4 yaitu :

1. Preservatif adalah memelihara dan membina suasana dan situasi yang baik
dan tetap diusahakan terus bagi lancarnya belajar mengajar.
2. Prefentif adalah mencegah sebelum terjadi masalah
3. Kuratif adalah mengusahakan “penyembuhan” pembentukan dalam mengatasi
masalah.
4. Rehabilitas adalah mengadakan tindak lanjut secara penempatan sesudah
diadakan treatmen yang memadai.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004:112) bahwa pelayanan bimbingan belajar
adalah untuk membantu siswa yang mengalami masalah di dalam memasuki proses
belajar dan situasi belajar yang dihadapinya. Didalam memasuki proses belajar dan
situasi supaya anak dapat belajar dengan baik,kebutuhan yang diperlukan dalam
belajar harus dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan itu diantaranya adalah sebagai berikut
:[21]
1. Memiliki kondisi fisik yang tetapsehat
2. Memiliki jadwal belajar dirumah yang disusun dengan baik dan teratur
3. Memiliki disiplin terhadap diri sendiri, patuh dan taat dengan rencana belajar
yang telah dijadwalkan
4. Memiliki kamar/ tempat belajar yang sesuai dengan seleranya sendiri dan
mendorong kegiatan belajarnya
5. Menyiapkan peralatan sekolah dengan baik sebelum belajar
6. Memiliki kamar/ tempat belajar yang sesuai dan tidak mengganggu kesehatan
mata
7. Harus bisa memusatkan perhatian dan berkosentrasi dalam belajar
8. Memiliki kepercayaan terhadap kemampuan sendiri dalam belajar
 

1. 6.      Usaha Guru Pembimbing dalam Implementasi Bimbingan


Belajar
 

Menurut Prayitno dan Erman Amti bahwa di samping banyaknya siswa yang berhasil
secara gemilang dalam belajar, sering pula dijumpai adanya siswa yang gagal, seperti
angka rapor rendah, tidak naik kelas, tidak lulus ujian akhir, dan sebagainya. Secara
umum, siswa yang seperti itu dapat dipandang sebagai siswa yang mengalami
masalah belajar. Secara lebih luas masalah belajar tidak hanya terbatas pada hal yang
disebutkan di atas. Masalah belajar memiliki bentuk yang banyak ragamnya, yang
pada umumnya dapat digolongkan pada keterlambatan akademik, ketercepatan
dalam belajar, sangat lambat dalam belajar, kurang motivasi dalam belajar, dan
bersikap atau kebiasaan buruk dalam belajar.[22]
Kenyataan yang terjadi menurut Syaiful Bahri Djamarah bahwa prestasi belajar yang
memuaskan dapat diraih oleh setiap anak didik jika mereka dapat belajar secara
wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan dan gangguan. Namun,
sayangnya ancaman, hambatan, dan gangguan dialami oleh anak didik tertentu.
Sehingga mereka mengalami kesulitan dalam belajar atau permasalahan belajar.
Pada tingkat tertentu memang ada anak didik yang dapat mengatasi permasalahan
belajarnya, tanpa harus melibatkan orang lain. Tetapi pada kasus-kasus tertentu,
karena anak didik belum mampu mengatasi kesulitan belajarnya, maka bantuan guru
atau orang lain sangat diperlukan oleh anak didik.[23]
Melihat keadaan yang telah dipaparkan di atas, maka sudah sewajarnya dalam proses
belajar mengajar di sekolah, baik guru, orang tua maupun siswa pasti mengharapkan
agar siswa mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Untuk itu terkadang diperlukan
adanya bimbingan belajar.

Menurut Prayitno dan Erman Amti upaya yang dapat dilakukan guru dalam
membantu siswa salah satunya adalah pengajaran perbaikan di samping kegiatan
pengayaan, peningkatan motivasi belajar dan pengembangan sikap dan kebiasaan
belajar yang baik.[24]
Maka dalam melaksanakan kegiatan bimbingan dalam belajar diperlukan adanya
implementasi yang riil agar bimbingan belajar dapat dirasakan oleh peserta didik.
Sebagaimana menurut pendapat Dewa Ketut Sukardi dikemukakan sebagai berikut.

Adapun materi yang dapat diangkatkan melalui layanan pembelajaran ada berbagai
macam, yaitu meliputi:

1. Pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar tentang kemampuan,


motivasi, sikap dan kebiasaan belajar
2. Pengembangan motivasi, sikap dan kebiasaan belajar yang baik
3. Pengembangan keterampilan belajar: membaca, mencatat, bertanya dan
menjawab dan menulis
4. Pengajaran perbaikan
5. Program pengayaan[25]
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar yang memuaskan
dapat diraih oleh setiap anak didik jika mereka dapat belajar secara wajar, terhindar
dari berbagai ancaman, hambatan dan gangguan. Maka upaya yang dapat dilakukan
guru dalam membantu siswa salah satunya adalah pengajaran perbaikan di samping
kegiatan pengayaan, peningkatan motivasi belajar dan pengembangan sikap dan
kebiasaan belajar yang baik. Sedangkan pelaksanaan bimbingan belajar dilaksanakan
dengan merencanakan program bimbingan, melaksanakan segenap layanan
bimbingan, melaksanakan kegiatan pendukung bimbingan, menilai proses dan hasil
pelayanan bimbingan dan kegiatan pendukungnya, melaksanakan tindak lanjut
berdasarkan hasil penilaian, mengadministrasikan layanan dan kegiatan pendukung
bimbingan yang dilaksanakannya, dan mempertanggung jawabkan tugas dan
kegiatannya dalam pelayanan bimbingan.

1. B.     Penelitian yang Relevan


Setelah penulis membaca dan mempelajari beberapa karya ilmiah sebelumnya,
penelitian ini sangat relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saudara
Sumarlin dengan judul penelitian “Perbedaan Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa
Kelas IV Yang Mendapat Bimbingan Belajar Dengan Yang Tidak Di SDN 012 Sungai
Rawa Kec.Sungai Apit Kab. Siak”. Letak kesamaan dalam penelitian ini adalah bahwa
penelitian tersebut sama-sama mempunyai variabel yang sama yaitu sama-sama
meneliti tentang bimbingan belajar yang diberikan oleh guru pembimbing, namun
penelitian saudara Sumarlin lebih terfokus pada studi eksperimen. Bimbingan belajar
yang diberikan pada semua siswa menjawab hipotesis penelitian yaitu terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil belajar bahasa Inggris siswa kelas IV yang
mendapat dengan yang tidak mendapat bimbingan belajar. Populasi dan sekaligus
sampel dalam penelitian ini siswa kelas IV A dan IV B SDN 012 Sungai Rawa
berjumlah 49 orang.

 Penelitian Yustina Girsang dengan judul “Usaha Guru Dalam Membimbing Siswa
Melalui Remedial Teaching di SD Negeri Tapung Kabupaten Kampar”. Penelitian
tersebut mempunyai variabel yang hampir sama yaitu sama-sama membahas tentang
bimbingan belajar. Letak perbedaannya adalah hanya terfokus meneliti pembelajaran
remedial. Berdasarkan kriteria penilaian yang ditetapkan maka dapat disimpulkan
bahwa usaha guru dalam membimbing siswa melalui Remedial Teaching di SD
Negeri Tapung Kabupaten Kampar ditinjau dari seluruh aspek yang dianalisa
tergolong cukup tinggi.

1. C.    Konsep Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman, maka konsep operasional dalam penelitian ini
dijelaskan bahwa upaya guru bimbingan dan konseling dalam pelayanan bimbingan
belajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tambang Kecamatan Tambang
Kabupaten Kampar akan dikaji dari aspek-aspek berikut ini:

1. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar untuk mencari informasi dari


berbagai sumber belajar.
2. Bersikap terhadap guru dan nara sumber lainnya, mengembangkan
keterampilan belajar, mengerjakan tugas-tugas pelajaran, dan menjalani
program penilaian hasil belajar.
3. Pengembangan dan pemantapan disiplin belajar dan berlatih, baik secara
mandiri maupun kelompok.
4. Pemantapan penguasaan materi program belajar di sekolah sesuai dengan
perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian.
5. Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya
yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat untuk
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan serta pengembangan pribadi.
6. Orientasi dan informasi tentang pendidikan yang lebih tinggi dan pendidikan
tambahan.[26]
 

 
 

BAB III

METODE PENELITIAN

1. A.    Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini berlokasi di SMP Negeri 1 di Kecamatan Tambang Kecamatan
Tambang Kabupaten Kampar. Alasan penelitian di lokasi tersebut didasari adanya
persoalan-persoalan yang ingin dikaji oleh penulis ada di daerah tersebut. Adapun
waktu pelaksanaan penelitian ini direncanakan selama 4 bulan dimulai dari
pengajuan sinopsis sampai ujian skripsi.

1. B.     Subjek dan Objek Penelitian


 Subjek utama penelitian ini adalah guru pembimbing di SMP Negeri 1 Tambang
Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar sebanyak 1 orang, dan subjek pendukung
adalah siswa sebanyak 2 orang di SMP Negeri 1 Tambang Kecamatan Tambang
Kabupaten Kampar sebanyak 1 orang. Sedangkan objek penelitian ini adalah upaya
guru pembimbing  dalam bidang bimbingan belajar.

1. C.    Informan Penelitian
Subjek utama penelitian ini adalah guru pembimbing di SMP Negeri 1 Tambang
Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar sebanyak 1 orang, dan subjek pendukung
adalah 2 orang siswa di SMP Negeri 1 Tambang Kecamatan Tambang Kabupaten
Kampar sebanyak 1 orang.

1. D.    Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1.
20

2. Wawancara. Wawancara digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang


Upaya guru pembimbing dalam pelayanan bimbingan belajar di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Tambang Kecamatan Tambang Kabupaten
Kampar.

1. Dokumentasi. Adapun studi dokumentasi adalah dengan cara meminta


keterangan kepada guru pembimbing tentang jadwal bimbingan belajar dan
yang relevan dengan bimbingan belajar.
 

1. E.     Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik
deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
[1] Undang-Undang Sisdiknas. UU RI. No. 20. th. 2003. Jakarta. Sinar Grafika. Hal 3
[2] Syaiful Bahri Djamarah. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. 2008. hal 234
[3] Ditjen Dikdasmes, Pelayanan Bimbingan dan Konseling SMU, Padang: Ditjen
Dikdasmes,  1997. halaman 11
[4] Syaiful Bahri Djamarah. Op cit. hal. 253
[5] Prayitno dan Erman Amti. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta. PT.
Rineka Cipta. 2004. hal 94
[6] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,  2002, hlm.
125 
[7] Prayitno, Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
Jakarta: Rineka Cipta, 2001, halaman 8
[8] Lijan Poltak Sinambela. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta. Bumi Aksara,
2007, halaman 5
[9] Prayitno dan Erman Amti. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. 2004. hlm 279
[10] SKB Menbud dan Kepala BAKN (dalam Amirah Diniyaty), Evaluasi dalam
Bimbingan dan Konseling, Pekanbaru: Suska Press, hal 6
[11] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan,
Bandung: Alfabeta, 2009, hal 232
[12] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005, hlm
45
[13] Bimo Walgito, Op cit, hlm 40
[14] Prayitno dan Erman Amti. Loc cit
[15] Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta, 2003, halaman 56
[16] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
2004, halaman 77
[17] Dewa Ketut Sukardi. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, halaman 46
[18] Surya. Kapita Selekta Kependidikan SD. Jakarta .UT. 2001. hlm 9.18
[19] Dewa Ketut Sukardi, Ibid, halaman 41
[20] Abu Ahmadi,  Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta,  2001. hl, 118
[21] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. Psikologi Belajar. Jakarta. Rineka Cipta.
2004. hlm 112
[22] Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta, 2004, hal. 279
[23] Syaiful Bahri Djamarah. Op cit. hal 233
[24] Prayitno dan Erman Amti. Op cit. hal 284
[25] Hallen, Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Pers, 2002 hal. 85
[26] Hallen, Loc cit. 79
Leave a comment
Filed under CONTOH PROPOSAL
APRIL 29, 2013 · 8:54 AM

TEORI AKTIVITAS BELAJAR


DAN PEMBELAJARAN
MENGALAMI KESULITAN MEMBUAT PROPOSAL, HUBUNGI 081337999117
(PEKANBARU)

BAB I

PENDAHULUAN

1. A.                Latar Belakang
Pembelajaran merupakan salah satu kunci utama dalam mencapai tujuan
pendidikan. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang berlangsung secara
efektif dan efisien sehingga dapat mencapai suatu tujuan. Menurut Sagala
penbelajaran adalah interaksi pendidik dan peserta didik dalam mempelajari suatu
materi pelajaran yang telah tersusun dalam suatu kurikulum. Dari pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa komponen pembelajaran  tersebut antara lain guru dan
siswa.[1]
Guru merupakan yang paling bertanggung jawab untuk melaksanakan pembelajaran
di kelas. Baik tidaknya proses pembelajaran disuatu kelas tergantung kepada
kemampuan guru dalam melakukan pengajaran secara professional. Berhasilnya atau
tidaknya pembelajaran yang dilakukan guru dapat dilihat dari sudut proses dan
sudut hasil yang dicapai.

Materi yang diajarkan sekolah dasar terbagi atas beberapa disiplin ilmu. Salah satu
bidang ilmu yang diajarkan di sekolah dasar adalah Matematika. Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang tingkat keberhasilan dari sudut hasil
masih kurang. Banyak ditemui di lapangan siswa harus mendapat nilai kecil pada
mata pelajaran ini, siswa malas menyelesaikan tugas-tugas mata pelajaran
matematika dengan alasan tidak mengerti dan sulit ataupun disaat proses
pembelajaran keluar masuk kelas serta melaksanakan aktivitas yang tidak
mendukung proses pembelajaran matematika.[2]
Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk menekan pada konsep matematika,
penataan nalar dan pembentukan sikap, kemampuan memecahkan masalah,
mengkomunikasikan gagasan serta memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan untuk mengubah tingkah laku siswa. Perubahan
tingkah laku siswa terlihat pada akhir pembelajaran dan diharapkan perubahan itu
mengarah pada hasil belajar.

Aktivitas belajar itu sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil
belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari
pengajar, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh
sebab itu, diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang baru
saja diterima dari guru. Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi
yang baru kemudian menyimpannya dalam otak.  Mengapa demikian? Karena salah
satu faktor yang menyebabkan informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan
otak manusia itu sendiri. Belajar hanya mengandalkan indera pendengaran
mempunyai beberapa kelemahan, padahal hasil belajar seharusnya disimpan sampai
waktu yang lama. Kenyataan ini sesuai dengan kata-kata mutiara yang diberikan oleh
seorang filosof kenamaan dari Cina, Konfusius sesuai yang dikutip Hisyam Zaini. Dia
mengatakan: Apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat dan
apa yang saya lakukan saya faham. [3]
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa dengan adanya aktifitas
belajar yang baik maka siswa akan belajar lebih aktif dan pada akhirnya hasil belajar
dapat dicapai secara maksimal. Untuk itu keaktifan sangat diperlukan dalam proses
pembelajaran, terutama pada mata pelajaran Matematika.

Hal ini sangat sejalan yang dinyatakan oleh Oemar Hamalik bahwa penggunaan asas
aktifitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa, karena :

1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri,


2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara
integral,
3. Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan siswa,
4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri,
5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis,
6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang
tua dengan guru,
7. Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga
mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan
verbalistis dan
8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan
di masyarakat.[4]
 

Oemar Hamalik mengemukakan kemampuan-kemampuan yang selama ini harus


dikuasai guru juga akan lebih dituntut aktualisasinya. misalnya kemampuannya
dalam: 1) merencanakan pembelajaran dan merumuskan tujuan, 2) mengelola
kegiatan individu, 3) menggunakan multi metode, dan memanfaatkan media, 4)
berkomunikasi interaktif dengan baik, 5) memotivasi dan memberikan respons, 6)
melibatkan siswa dalam aktivitas, 7) mengadakan penyesuaian dengan kondisi siswa,
8) melaksanakan dan mengelola pembelajaran, 9) menguasai materi pelajaran, 10)
memperbaiki dan mengevaluasi pembelajaran, 11) memberikan bimbingan,
berinteraksi dengan sejawat dan bertanggungjawab kepada konstituen serta, 12)
mampu melaksanakan penelitian.[5]
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu hal ini
dapat menciptakan suasana aktif dalam proses pembelajaran sangat dipengaruhi
oleh pengunaan metode pembelajaran yang tepat. Untuk itu, dalam penelitian ini
penulis akan menggunakan penerapan strategi pembelajaran berdiri dan berhitung
untuk meningkatkan aktivitas belajar Matematika siswa III MI Al-Fattaah
Kecamatan Lima Puluh Pekanbaru.

Adapun indikator aktivitas belajar menurut Djamarah antara lain adalah

1. Mendengarkan
2. Memandang
3. Meraba, membau, dan mencicipi/mengecap
4. Menulis atau mencatat
5. Membaca
6. Membuat ikhtisar atau ringkasan
7. Mengamati tabel-tabel, diagram, dan bagan-bagan
8. Menyusun paper atau kertas keja
9. Mengingat
10. Berfikir
11. Latihan atau praktek.[6]
 
Namun berdasarkan pengamatan peneliti di MI Al-Fattaah Kecamatan Lima Puluh
Pekanbaru masih ditemui gejala-gejala di kelas III pada pelajaran Matematika
sebagai berikut:             

1. Dalam aktivitas mendengarkan, siswa kurang aktif mendengarkan penjelasan


guru
2. Dalam aktifitas memandang, siswa kurang mau memandang ke depan
3. Siswa kurang aktif menulis atau mencatat
4. Siswa kurang aktif membaca
5. Siswa kurang rajin membuat ikhtisar atau ringkasan
6. Siswa kurang aktif mengamati tabel-tabel, diagram, dan bagan-bagan
7. Siswa masih lemah dalam mengingat
8. Siswa kurang aktif berfikir
9. Dalam mengerjakan latihan atau praktek, siswa masih belum maksimal
Berdasarkan gejala-gejala di atas, dapat dikatakan bahwa aktifitas belajar siswa
dalam proses pembelajaran Matematika cenderung rendah. Untuk itu, melalui
penelitian ini penulis berusaha untuk memperbaiki aktifitas belajar siswa dalam
proses pembelajaran. Dari permasalahan diketahui bahwa siswa dianggap kurang
aktif, kurang memperhatikan pelajaran yang dijelaskan guru, lamban dalam
menjawab apa yang ditanyakan guru, bahkan tidak terjawab dan kemampuan siswa
dalam menganalisis, hal ini sangat sesuai dengan strategi yang dipilih penulis. Salah
satu usaha untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut adalah dengan
menggunakan strategi pembelajaran Berdiri dan berhitung. Kelebihan strategi
tersebut adalah, bahwa strategi berdiri sambil berhitung dapat meningkatkan
keaktifan siswa.

Sebagaimana dijelaskan oleh Melvin, bahwa strategi pembelajaran berdiri dan


berhitung merupakan cara cepat untuk memperkenalkan sesama peserta terutama di
kelas yang besar.[7] Strategi pembelajaran berdiri dan berhitung dapat
meningkatkan keaktifan siswa, khususnya dalam kegiatan pembelajaran yang agak
rumit seperti matematika.
 

Oleh sebab itu peneliti tertarik ingin melakukan suatu penelitian tindakan sebagai
upaya dalam melakukan perbaikan terhadap pembelajaran melalui strategi berdiri
dan berhitung dengan judul “Penerapan strategi pembelajaran Berdiri dan Berhitung
untuk meningkatkan aktivitas belajar Matematika siswa III MI Al-Fattaah
Kecamatan Lima Puluh Pekanbaru”.
 

1. B.                 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah Penerapan strategi pembelajaran Berdiri dan Berhitung dapat
meningkatkan aktivitas belajar Matematika siswa III MI Al-Fattaah Kecamatan Lima
Puluh Pekanbaru?

1. C.                Defenisi Istilah
2. Aktivitas adalah kegiatan: kerja atau salah satu kegiatan kerja yang
dilaksanakan di tiap bagian.[8] Yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas.
3. Belajar adalah merupakan intraksi individu terhadap lingkungannya.
[9]Pendapat mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.[10]
4. Aktifitas belajar adalah kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan
di tiap bagian dalam suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku.
5. Strategi pembelajaran berdiri dan berhitung merupakan cara cepat untuk
memperkenalkan sesama peserta terutama di kelas yang besar.
6. D.                Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini yaitu: meningkatkan aktivitas belajar Matematika Siswa
Kelas III MI Al-Fattaah Kecamatan Lima Puluh Pekanbaru dengan menggunakan
strategi pembelajaran Berdiri dan Berhitung.

1. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat antara lain:

1. Bagi Siswa
1)        Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mata pelajaran Matematika
pada khususnya, dan semua mata pelajaran pada umumnya.

2)        Memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran.


1. Bagi Guru
1)        Memberikan suatu pengalaman yang berharga bagi guru dalam kegiatan
belajar mengajar dengan menggunakan pembelajaran melalui Penggunaan strategi
pembelajaran Berdiri dan Berhitung, sehingga dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa.

2)        Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu strategi tambahan serta bahan
acuan dalam pelaksanaan pembelajaran.

1. Bagi Sekolah
Hasil dari penelitian ini nantinya dapat menjadi masukan dalam menentukan
kebijakan tentang strategi pembelajaran yang cocok untuk mata pelajaran
Matematika di berbagai jenjang pendidikan umumnya, khususnya di sekolah dasar.

1. Bagi Peneliti
1)        Menambah pengetahuan khususnya tentang model-model atau teknik-teknik
pembelajaran yang baru.

2)        Sebagai landasan dalam melakukan penelitian dengan objek penelitian yang
lebih luas.

BAB II

KAJIAN TEORI

1. A.      Kerangka Teoretis
2. 1.      Aktivitas Belajar
a)      Pengertian

Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat
interaksi individu dengan lingkungan.[11] Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat
dipahami bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku pada diri sendiri
berkat adanya interaksi individu dengan lingkungannya.
Sedangkan aktivitas belajar adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan guru
dengan sedemikian rupa agar menciptakan:
1. Peserta didik aktif bertanya,
2. Mempertanyakan, dan
3. Mengemukakan gagasan.[12]
Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk
belajar secara aktif. Ketika peserta didik belajar dengagn aktif, berarti mereka
mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan
otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi, memecahkan persoalan, atau
mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang adala
dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, peserta didik diajak untuk turut
serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga
melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya peserta didik akan merasakan suasana
yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.[13]
Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil
belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasir, atau hanya menerima dari guru,
ada kecenderungagn untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab
itu, diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat infomrasi yang baru saja
diterima dari guru. Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi
yang baru kemudian menyimpannya dalam otak. Mengapa demikian? Karena salah
satu factor yang menyebabkan informasi cepat dilupakan adalah factor kelemahan
otak manusia itu sendiri. Belajar yang hanya mengandalkan indera pendengaran
mempunyai beberapa kelemahan, padahal hasil belajar seharusnya disimpan sampai
waktu yang lama. Kenyataan ini sesuai dengan kata-kata mutiara yang diberikan oleh
seorang filosof kenamaan dari Cina, Konfusius. Dia mengatakan: apa yang saya
dengar saya lupa, apa yang saya lihat, saya ingat, apa yang saya lakukan, saya paham.
[14]
Menurut Agus Suprijono, pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang harus
menumbuhkan suasana sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya,
mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan proses
aktif dari si pembelajaran dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif
yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Pembelajaran
aktif adalah proses belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta didik.
Dinamika untuk mengartikulasikan dunia idenya dalam mengkonfrontif ide itu
dengan dunia ralitas yang dihadapinya.[15]
 

b)     Komponen-Komponen Aktifitas Belajar


Menurut Rahmayulis aktivitas mencakup aktivitas jasmani dan rohani[16]. Kegiatan
jasmani dan rohani yang dapat dilakukan di sekolah menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh Paul B. Diedrich meliputi :
1. Visual activities
2. Oral activities
3. Listening aktivities
4. Writing activities
5. Drawing activities
6. Motor activities
7. Mental aktivities
8. Emotional activities
1. membaca
2. memperhatikan gambar
3. demontrasi
4. percobaan
1. menyatakan
2. merumuskan
3. bertanya
4. memberi saran
5. mengeluarkan pendapat
6. interviu
7. diskusi dan sebagainya
1. mendengarkan uraian
2. percakapan diskusi
3. musik
4. pidato
5. ceramah dan sebagainya.
1. menulis cerita
2. karangan
3. laporan
4. angket
5. menyalin dan sebagainya.
1. Mengambarkan
2. membuat grafik
3. peta dan sebagainya.
1. melakukan percobaan
2. membuat kontruksi
3. model mereparasi
4. bermain
5. berkebun
6. memelihara bintang dan sebagainya.
1. Menangkap
2. Mengingat
3. memecahkan soal
4. menganalisis
5. mengambil keputusan dan sebagainya.
1. menaruh minat
2. gembira
3. berani
4. tenang
5. gugup
6. kagum dan sebagainya.[17]
 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang terdiri dari aktivitas
jasmani dan rohani menyangkut aktivitas atau kegiatan siswa dalam belajar
sebagaimana kegiatan siswa pada umumnya, yaitu aktivitas visual, oral,
mendengarkan, mencatat, menggambar, bergerak, mental dan aktivitas emosional.

Lebih lanjut dapat dijelaskan indikator keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
adalah :

1. Siswa tidak hanya menerima informasi tetapi lebih banyak mencari dan
memberikan informasi.
2. Siswa banyak mengajukan pertanyaan baik kepada guru maupun kepada siswa
lainnya.
3. Siswa lebih banyak mengajukan pendapat terhadap informasi yang
disampaikan oleh guru atau siswa lain.
4. Siswa memberikan respon yang nyata terhadap stimulus belajar yang
dilakukan guru.
5. Siswa berkesempatan melakukan penilaian sendiri terhadap hasil
pekerjaannya, sekaligus memperbiki dan menyempurnakan hasil pekerjaan
yang belum sempurna.
6. Siswa membuat kesimpulan pelajaran dengan bahasanya sendiri.
7. Siswa memanfaatkan sumber belajar atau lingkungan belajar yang ada
disekitarnya secara optimal.[18]
 

Dapat disimpulkan indikator keaktifan siswa yang dikemukakan oleh Sudjana


meliputi siswa lebih banyak mencari informasi tentang pelajaran, memecahkan
permasalahan sendiri serta membuat ringkasan pelajar dengan bahasa sendiri yang
dipahaminya.

Bertolak dari beberapa teori tentang aktivitas di atas, Djamarah mengemukakan


aktivitas belajar mencakup beberapa aspek yaitu :

1. Mendengarkan
2. Memandang
3. Meraba, membau, dan mencicipi/mengecap
4. Menulis atau mencatat
5. Membaca
6. Membuat ikhtisar atau ringkasan
7. Mengamati tabel-tabel, diagram, dan bagan-bagan
8. Menyusun paper atau kertas keja
9. Mengingat
10. Berfikir
11. Latihan atau praktek.[19]
 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang terdiri dari aktivitas
jasmani dan rohani, menyangkut aktivitas atau kegiatan siswa dalam belajar
sebagaimana kegiatan siswa pada umumnya, yaitu aktivitas visual, oral,
mendengarkan, mencatat, menggambar, bergerak, mental dan aktivitas emosional.

c)      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pada diri seseorang,


menurut Ngalim Purwanto terdiri atas dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Secara rinci kedua faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:[20]
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah seluruh aspek yang terdapat dalam diri individu yang belajar,
baik aspek fisiologis (fisik) maupun aspek psikologis (psikhis).
a)        Aspek Fisik (Fisiologis)

Orang yang belajar membutuhkan fisik yang sehat. Fisik yang sehat akan
mempengaruhi seluruh jaringan tubuh sehingga aktivitas belajar tidak rendah.
Keadaan sakit pada pisik/tubuh mengakibatkan cepat lemah, kurang bersemangat,
mudah pusing dan sebagainya. Oleh karena itu agar seseorang dapat belajar dengan
baik maka harus mengusahakan kesehatan dirinya.[21]
b)        Aspek Psikhis (Psikologi)

Menurut Sardiman A.M, sedikitnya ada delapan faktor psikologis yang


mempengaruhi seseorang untuk melakukan aktivitas belajar. Faktor-faktor itu adalah
perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berfikir, bakat dan motif. Secara
rinci faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:[22]
(1)     Perhatian

Perhatian adalah keaktipan jiwa yang diarahkan kepada sesuatu obyek, baik didalam
maupun di luar dirinya.[23] Makin sempurna perhatian yang menyertai aktivitas
maka akan semakin sukseslah aktivitas belajar itu. Oleh karena itu, guru seharusnya
selalu berusaha untuk menarik perhatian anak didiknya agar aktivitas belajar mereka
turut berhasil.
(2)     Pengamatan

Pengamatan adalah cara mengenal duia riil, baik dirinya sendiri maupun lingkungan
dengan segenap panca indera. Karena fungsi pengamatan sangat sentral, maka alat-
alat pengamatan yaitu panca indera perlu mendapatkan perhatian yang optimal dari
pendidik, sebab tidak berfungsinya panca indera akan berakibat terhadap jalannya
usaha pendidikan pada anak didik. Panca indera dibutuhkan dalam melakukan
aktivitas belajar (Sardiman, 2008:45)[24]
(3)     Tanggapan

Tanggapan adalah gambaran ingatan dari pengamatan, dalam mana obyek yang telah
diamati tidak lagi berada dalam ruang dan waktu pengamatan. Jadi, jika prosese
pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja.[25]
(4)     Fantasi

Fantasi adalah sebagai kemampuan jiwa untuk membentuk membentuk tanggapan-


tanggapan atau bayangan-bayangan baru. Dengan kekuatan fantasi manusia dapat
melepaskan diri dari keadaan yang dihadapinya dan menjangkau ke depan, keadaan-
keadaan yang akan mendatang. Dengan pantasi ini, maka dalam belajar akan
memiliki wawasan yang lebih longgar karena dididik untuk memahami diri atau
pihak lain.[26]
(5)     Ingatan

Ingatan (memori) ialah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan


memproduksi kesan-kesan. Jadi ada tiga unsur dalam perbuatan ingatan, ialah :
menerima kesan-kesan, menyimpan, dan mereproduksikan. Dengan adanya
kemampuan untuk mengingat pada manusia ini berarti ada suatu indikasi bahwa
manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali dari sesuatu yang
pernah dialami.[27]
(6)     Bakat

Bakat adalah salah satu kemampuan manusia untuk melakukan suatu kegiatan dan
sudah ada sejak manusia itu ada. Hal ini dekat dengan persoalan intelegensia yang
merupakan struktur mental yang melahirkan :kemampuan” untuk memahami
sesuatu. Kemampuan itu menyangkut: achievement, capacity dan aptitude
(Sardiman, 2008:46).

(7)     Berfikir

Berfikir adalah merupakan aktivitas mental untuk dapat merumuskan pengertian,


mensintesis dan menarik kesimpulan.

(8)     Motif

Motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk
melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Apabila aktivitas belajar
itu didorong oleh suatu motif dari dalam diri siswa, maka keberhasilan belajar itu
akan mudah diraih dalam waktu yang relative tidak cukup lama.[28]
1. Faktor Eksternal
Menurut Ngalim Purwanto, faktor eksternal terdiri atas: 1), keadaan keluarga, 2)
guru dan cara mengajar 3), alat-alat pelajaran, 4) motivasi sosial, dan 5) lingkungan
serta kesempatan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dibawah ini:

a)        keadaan keluarga

Siswa sebagai peserta didik di lembaga formal (sekolah) sebelumnya telah


mendapatkan pendidikan di lingkungan keluarga. Di keluargalah setiap orang
pertama kali mendapatkan pendidikan. Pengaruh pendidikan di lingkungan
keluarga, suasana di lingkungan keluarga, cara orang tua mendidik, keadaan
ekonomi, hubungan antar anaggota keluarga, pengertian orang tua terhadap
pendidikan anak dan hal-hal laainnya di dalam keluarga turut memberikan
karakteristik tertentu dan mengakibatkan aktif dan pasifnya anak dalam mengikuti
kegiatan tertentu.

b)        guru dan cara mengajar

Lingkungan sekolah, dimana dalam lingkungan ini siswa mengikuti kegiatan belajar
mengajar, dengan segala unsur yang terlibat di dalamnya, seperti bagaimana guru
menyampaikan materi, metode, pergaulan dengan temannya dan lain-lain turut
mempengaruhi tinggi rendahnya kadar aktivitas siswa dalam proses belajar
mengajar.

c)        alat-alat pelajaran

Sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk
belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan
guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat
belajar anak-anak.

d)       motivasi sosial

Dalam proses pendidikan timbul kondisi-kondisi yang di luar tanggung jawab


sekolah, tetapi berkaitan erat dengan corak kehidupan lingkungan masyarakat atau
bersumber pada lingkungan alam. Oleh karena itu corak hidup suatu lingkungan
masyarakat tertentu dapat mendorong seseorang untuk aktif mengikuti kegiatan
belajar mengajar atau sebaliknya.

e)        lingkungan dan kesempatan

Lingkungan, dimana siswa tinggal akan mempengaruhi perkembangan belajar siswa,


misalnya jarak antara rumah dan sekolah yang terlalu jauh, sehingga memerlukan
kendaraan yang cukup lama yang pada akhirnya dapat melelahkan siswa itu sendiri.
Selain itu, kesempatan yang disebabkan oleh sibuknya pekerjaan setiap hari,
pengaruh lingkungan yang buruk dan negative serta factor-faktor lain terjadi di luar
kemampuannya. Faktor lingkungan dan kesempatan ini lebih-lebih lagi berlaku bagi
cara belajar pada orang-orang dewasa.[29]
Aktifitas belajar yang merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku si
subjek belajar, banyak faktor yang mempengaruhinya. Dari sekian banyak faktor
yang mempengaruhinya itu, secara garis besar dapat dibagi dalam klasifikasi faktor
intern (dalam diri) si subjek belajar dan faktor ekstern (dari luar diri) si subjek
belajar.

Slameto mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak


jenisnya, tetapi dapat digolongkan  menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern
dan faktor ekstern.[30] Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
Kadang-kadang belajar. Yang termasuk dalam faktor intern seperti, faktor jasmaniah,
faktor psikologis dan faktor kelelahan. Kadang-kadangkan faktor ekstern yang
berpengaruh terhadap belajar, dapatlah dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu,
faktor keluarga, faktor sekolah (organisasi) dan faktor masyarakat.
 

1. 9.      Strategi Pembelajaran Berdiri dan Berhitung


1. a.      Pengertian
Strategi pembelajaran berdiri dan berhitung merupakan cara cepat untuk
memperkenalkan sesama peserta terutama di kelas yang besar.[31] Kelebihan
strategi tersebut adalah, bahwa strategi berdiri sambil berhitung dapat meningkatkan
keaktifan siswa.
Sebagaimana dijelaskan oleh Melvin, bahwa strategi pembelajaran berdiri dan
berhitung merupakan cara cepat untuk memperkenalkan sesama peserta terutama di
kelas yang besar.[32] Strategi pembelajaran berdiri dan berhitung dapat
meningkatkan keaktifan siswa, khususnya dalam kegiatan pembelajaran yang agak
rumit seperti matematika.
 

1. b.      Langkah-Langkah Pelaksanaan
Langkah-langkah Strategi pembelajaran berdiri dan berhitung sebagai berikut:

1)        Guru menjelaskan tentang materi pembelajaran

2)        Guru memberikan apersepsi dan motivasi

3)        Jelaskan kepada peserta bahwa anda ingin mengadakan sebuah survey cepat,
untuk membantu semua peserta mengenal “siapa yang ada di sini hari ini?”

4)        Mintalah kepada peserta untuk beridri dan berhitung jika pernyataan yang
anda buat berlaku untuk mereka

5)        Kembangkan pernyataan-pernyataan yang akan menjadi minat berdasarkan


kategori-kategori seperti
1. Jabatan (“Berdirilah jika anda adalah seorang supervisor utama”)
2. Status (“Berdirilah jika anda adalah seorang baru di perusahaan ini.”)
3. Lokasi (“Berdirilah jika anda pernah tinggal di luar Negara ini.”)
4. Pengalaman (“Berdirilah jika anda baru-baru ini bertemu seseorang yang
terkenal.”)
5. Keyakinana (“Berdirilah jika anda yakin bahwa pelanggan selalu benar.”)
6. Opini (“Berdirilah jika anda piker bahwa program-program pelatihan memiliki
dampak yang kecil setelah program tersebut selesai.”)
7. Pilihan (“Berdirilah jika anda lebih memilih telepon dibandingkan e-
mail.”)Prioritas (“Berdirilah jika anda piker bahwa penting menghabiskanlebih
banyak waktu untuk mempertahankan jumlah pegawai dari pada
mengembangkan produk.”)
8. Hobi (“Berdirilah jika andamemiliki hobi memainkansebuah alat music.”)
9. Bakat (“Berdirilah jika anda mahir menggunakan excel.”)
6)        Gunakan lima sampai dua puluh pertanyaan. Tetap berada dalam satu kategori
atau campurkanlah kategori diatas. Lakukan apapun  yang mungkin menarik minat
para peserta anda. Kegiatan tersebut akan berjalan dengan sangat baik  jika sebagian
dari pernyataan anda berlaku pada hamper seluruh peserta dan sebagian berlaku
pada sebagian kecil peserta. Mungkin juga akan berakhir dengan seluruh audiens
berdiri, seperti. “Berdirilah jika anda hidup!” atau “Berdirilah jika anda
senangmelakukan latihan ini.”[33]
1. 10.  Hubungan Strategi Pembelajaran Berdiri dan Berhitung
dengan Peningkatan Aktivitas Belajar
 

Menurut Melvin strategi pembelajaran berdiri dan berhitung merupakan cara cepat
untuk memperkenalkan sesama peserta terutama di kelas yang besar. Artinya,
pembelajaran berdiri dan berhitung merupakan pembelajaran yang menitikberatkan
fokusnya pada proses pembelajaran. Jika dalam pembelajaran siswa aktif,
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya.

Hal tersebut sangat dimungkinkan karena metode atau strategi pembelajaran ini
menekankan siswa pada percobaan-percobaan secara langsung. Selain itu siswa
diajak untuk memahami teori dengan cara melakukan/merasakan langsung dan
secara pribadi. Dengan mengalami secara langsung maka siswa diajarkan untuk
dapat berpikir secara lebih kritis. Sehingga pemahaman siswa terhadap pelajaran
akan semakin kompleks, yaitu mereka mendapatkan ilmu pengetahuan, mereka
mendapatkan rasa senang, dan mereka juga dapat menerapkannya secara langsung
di lapangan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada kaitan ataupun hubungan yang
sangat erat antara strategi pembelajaran berdiri dan berhitung dengan aktivitas
belajar siswa, dimana berdiri dan berhitung sebagai upaya-upaya atau cara yang
dilakukan demi tercapainya tujuan pembelajaran yaitu aktivitas belajar yang optimal.

1. B.       Kerangka Berpikir
Strategi pembelajaran berdiri dan berhitung merupakan cara cepat untuk
memperkenalkan sesama peserta terutama di kelas yang besar. Dengan demikian
siswa diajak bukan hanya memahami teori (teoritis) tetapi juga diajari untuk
melakukan/merasakan langsung. Dengan mengalami secara langsung maka siswa
diajarkan untuk dapat berpikir secara lebih kritis dari temuan-temuan yang mereka
dapatkan.

Strategi pembelajaran berdiri dan berhitung memungkinkan siswa untuk berpikir


aktif, kreatif serta dinamis. Siswa belajar mempraktekkan teori-teori yang mereka
dapatkan selama pembelajaran berlangsung di ruang kelas. Pada kenyataannya,
pembelajaran matematika di SD masih cenderung menggunakan metode ceramah
dan penugasan atau latihan-latihan dari guru. Materi pelajaran disampaikan
langsung kepada siswa dan siswa hanya mendengarkan serta mencatat penjelasan
dari guru. Guru hanya menginformasikan fakta dan konsep melalui metode ceramah
dan meminimalkan keterlibatan siswa. Siswa diberi pertanyaan yang lebih cenderung
berupa hafalan. Pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan berpikir yang lebih
tinggi seperti melakukan suatu percobaan kemudian menyimpulkan sendiri hasil
percobaan jarang dilakukan oleh guru.

Siswa dianggap kurang aktif, kurang memperhatikan pelajaran yang dijelaskan guru,
lamban dalam menjawab apa yang ditanyakan guru, bahkan tidak terjawab dan
kemampuan siswa dalam menganalisis, hal ini sangat sesuai dengan strategi yang
dipilih penulis. Salah satu usaha untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut
adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran Berdiri dan berhitung. Kelebihan
strategi tersebut adalah, bahwa strategi berdiri sambil berhitung dapat meningkatkan
keaktifan siswa. Sebagaimana dijelaskan oleh Melvin, bahwa strategi pembelajaran
berdiri dan berhitung merupakan cara cepat untuk memperkenalkan sesama peserta
terutama di kelas yang besar.[34]
Siswa yang aktif dalam belajar, merupakan siswa yang mendapatkan modal pertama
untuk meraih tujuan pembelajaran, yaitu mendapatkan hasil yang baik dalam
pembelajaran. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa melalui
strategi pembelajaran berdiri dan berhitung akan dapat meningkatkan aktifitas
belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran Matematika.

1. C.      Penelitian Relevan
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh A. Hamid dari UIN
Suska Riau tahun 2011 dengan judul “Meningkatkan Aktivitas Belajar Pendidikan
Agama Islam Melalui strategi pembelajaran Berdiri dan Berhitung materi Membaca
Ayat-ayat Pendek Al-Qur’an pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 009 Siak
Kecamatan Siak Kabupaten Siak”[35]. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan
berjudul: Penerapan strategi pembelajaran Berdiri dan Berhitung untuk
meningkatkan aktivitas belajar Matematika siswa III MI Al-Fattaah Kecamatan Lima
Puluh Pekanbaru.
Dari dua judul di atas, terdapat kesamaan yaitu, sama-sama penerapkan Strategi
pembelajaran Berdiri dan Berhitung dalam proses pembelajaran, sama-sama
meningkatkan aktivitas belajar siswa, sedangkan perbedaannya terletak pada mata
pelajaran, kelas, yaitu jika penelitian A.Hamid pada kelas IV maka penelitian yang
dilakukan oleh peneliti berada di kelas III, selain itu juga tempat penelitian yang juga
berbeda. Adapun hasil peneltian yang dilakuan oleh A.Hamid adalah diperoleh hasil
penelitian dengan aktivitas siswa pada siklus III rata-rata sebesar 72% dengan
kategori baik.

1. D.      Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan merupakan kriteria-kriteria yang ditetapkan sebagai dasar
penilaian apakah aktivitas ataupun tindakan telah berhasil dilakukan atau tidak.
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini terdiri dari indikator kinerja guru dan
siswa, serta hasil belajar.

1. Indikator aktivitas guru


1. Guru menjelaskan kepada siswa bahwa anda ingin mengadakan sebuah
survey cepat, untuk membantu semua peserta mengenal “siapa yang ada
di sini hari ini?”
2. Guru meminta siswa untuk beridri dan berhitung
3. Guru mengembangkan pernyataan-pernyataan yang akan menjadi
minat berdasarkan kategori-kategori seperti
1)             Jabatan (“Berdirilah jika anda adalah seorang supervisor utama”)

2)             Status (“Berdirilah jika anda adalah seorang baru di perusahaan ini.”)

3)             Lokasi (“Berdirilah jika anda pernah tinggal di luar Negara ini.”)

4)             Pengalaman (“Berdirilah jika anda baru-baru ini bertemu seseorang yang
terkenal.”)

5)             Keyakinan (“Berdirilah jika anda yakin bahwa pelanggan selalu benar.”)

6)             Opini (“Berdirilah jika anda piker bahwa program-program pelatihan


memiliki dampak yang kecil setelah program tersebut selesai.”)

7)             Pilihan (“Berdirilah jika anda lebih memilih telepon dibandingkan e-mail.”)
Prioritas (“Berdirilah jika anda piker bahwa penting menghabiskan lebih banyak
waktu untuk mempertahankan jumlah pegawai dari pada mengembangkan produk.”)

8)             Hobi (“Berdirilah jika anda memiliki hobi memainkan sebuah alat musik.”)

9)             Bakat (“Berdirilah jika anda mahir menggunakan excel.”)

1. Guru menggunakan lima sampai dua puluh pertanyaan.


2. Indikator aktivitas siswa
Untuk lembaran observasi aktivitas siswa dinilai berdasarkan indikator berikut ini:

1. Siswa memperhatikan penjelasan guru dengan seksama


2. Siswa aktif bertanya
3. Siswa mempertanyakan
4. Siswa mengemukakan gagasan
5. Indikator Hasil
Indikator kinerja guru merupakan aktivitas-aktivitas guru yang akan dinilai selama
proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan strategi pembelajaran
berdiri dan berhitung minimal mendapatkan persentase ketercapaian dari seluruh
indikator sebesar 80% atau paling kurang berada pada kategori ‘baik’

Indikator  kinerja siswa juga dianggap berhasil dengan menggunakan strategi


pembelajara berdiri dan berhitung minimal mendapatkan persentase ketercapaian
dari seluruh indikator sebesar 80% atau paling kurang berada pada kategori ‘baik’.

1. E.       Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dibuat untuk menjawab perumusan masalah penelitian, adapun
hipotesis tindakan dalam penelitan ini adalah, melalui Penerapan strategi
pembelajaran Berdiri dan Berhitung dapat meningkatkan aktivitas belajar
Matematika siswa kelas III MI Al-Fattaah Kecamatan Lima Puluh Pekanbaru.

BAB III

METODE PENELITIAN

1. A.    Subjek dan Objek Penelitian


Subjek dalam penelitian ini adalah guru serta siswa kelas III MI Al-Fattaah
Kecamatan Lima Puluh Pekanbaru dengan siswa sebanyak 15 orang. Adapun objek
dalam penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas belajar Matematika dengan
menggunakan strategi pembelajaran berdiri dan berhitung.

1. B.     Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di  kelas III MI Al-Fattaah Kecamatan
Lima Puluh Pekanbaru dengan siswa sebanyak 15 orang, tahun pelajaran 2013-2014.

1. C.    Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (Classrom based
action research), yaitu suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah
tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. 
Peneliti dalam penelitian ini sebagai pelaksana penelitian, pengumpul data,
penganalisis data dan pelapor hasil penelitian.[36]
Rancangan penelitian dilakukan dengan 2 siklus. Siklus pertama dilaksanakan
sebanyak 2 kali pertemuan dan siklus kedua juga dilaksanakan dengan 2 kali,
pertemuan, sehingga ada 4 kali pertemuan dalam dua siklus.

20

Siklus penelitian tindakan kelas dapat digambarkan seperti di bawah ini:

Gambar. 1

Alur Pelaksanaan Tindakan

   
   
1. 2.       
2. 3.       
3. 4.       
4. 5.       
5. 6.       
6. 7.       
7. 8.       
8. 9.       
9. 10.   
10. 11.   
11. 12.   
12. 13.   
13. 14.   
14. 15.   
 

                          Sumber: Arikunto.[37]


Agar penelitian tindakan kelas ini berhasil dengan baik tanpa hambatan yang
mengganggu kelancaran penelitian, peneliti menyusun tahapan-tahapan yang dilalui
dalam penelitian tindakan kelas, yaitu:

1. Tahap perencanaan
2. Mempersiapkan bahan pelajaran.
Sebelum strategi pembelajaran berdiri dan berhitung diterapkan maka guru perlu
mempersiapkan terlebih dahulu materi pelajaran.

1. Menetapkan jumlah siklus.


Peneliti merencanakan penelitian ini dilakukan dalam 2 (dua) siklus saja, dimana
dalam setiap siklusnya tersebut terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan.

1. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari :


1)      Menyiapkan RPP

2)      Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru.

3)      Menyiapkan lembar observasi aktivitas siswa.

4)      Meminta kesediaan salah satu guru untuk menjadi observer.

1. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan merujuk pada langkah-langkah yang tertuang dalam RPP,
adapun tindakan dalam penelitian ini adalah:

1. Guru menjelaskan kepada siswa bahwa anda ingin mengadakan sebuah survey
cepat, untuk membantu semua peserta mengenal “siapa yang ada di sini hari
ini?”
2. Guru meminta siswa untuk beridri dan berhitung
3. Guru mengembangkan pernyataan-pernyataan yang akan menjadi minat
berdasarkan kategori-kategori seperti
1)             Jabatan (“Berdirilah jika anda adalah seorang supervisor utama”)

2)             Status (“Berdirilah jika anda adalah seorang baru di perusahaan ini.”)

3)             Lokasi (“Berdirilah jika anda pernah tinggal di luar Negara ini.”)

4)             Pengalaman (“Berdirilah jika anda baru-baru ini bertemu seseorang yang
terkenal.”)

5)             Keyakinana (“Berdirilah jika anda yakin bahwa pelanggan selalu benar.”)

6)             Opini (“Berdirilah jika anda piker bahwa program-program pelatihan


memiliki dampak yang kecil setelah program tersebut selesai.”)
7)             Pilihan (“Berdirilah jika anda lebih memilih telepon dibandingkan e-
mail.”)Prioritas (“Berdirilah jika anda piker bahwa penting menghabiskanlebih
banyak waktu untuk mempertahankan jumlah pegawai dari pada mengembangkan
produk.”)

8)             Hobi (“Berdirilah jika andamemiliki hobi memainkansebuah alat musik.”)

9)             Bakat (“Berdirilah jika anda mahir menggunakan excel.”)

1. Guru menggunakan lima sampai dua puluh pertanyaan.


2. Observasi
Dalam pelaksanaan penelitian ini juga melibatkan observer atau pengamat. Tugas
dari observer tersebut adalah untuk melihat atau mengamati aktivitas guru dan
aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, yaitu dengan menggunakan
lembar observasi. Hal ini dilakukan untuk memberi masukan dan pendapat terhadap
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan, sehingga masukan-masukan dari
pengamat dapat digunakan untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus II.
Pengamatan ditujukan untuk melihat aktivitas guru dan siswa ketika proses
pembelajaran.

1. Refleksi
Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis, dari hasil
observasi guru dapat merefleksi diri dengan melihat data observasi guru dan murid
selama pembelajaran berlangsung. Kegiatan refleksi dapat dilakukandengan langkah
sebagai berikut:

a)      Memperhatikan hasil yang telah dicapai

b)      Mengkomunikasikan dengan observer

c)      Membuat langkah perbaikan selanjutnya

1. E.       Teknik Pengumpulan Data


Untuk mengumpulkan data di lapangan penulis menggunakan beberapa teknik,
yaitu:
1. Observasi
Mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yaitu meningkatkan aktivitas
belajar Matematika melalui strategi pembelajaran berdiri dan berhitung. Adapun
prosedur observasi adalah sebagai berikut:

a)    Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang
digambarkan akan terjadi.

b)   Pengamat tinggal memberikan tanda cek (√) pada kolom yang dikehendaki pada
format tersebut.

1. Dokumentasi
Mengumpulkan informasi dan data yang diperoleh dari sekolah. Baik itu data
mengenai jumlah siswa, perkembangannya selama proses belajar mengajar
berlangsung maupun nilai yang diperoleh siswa sebelum dan sesudah digunakan
strategi pembelajaran berdiri dan berhitung  dalam mengajar. Adapun prosedur
dokumentasi adalah sebagai berikut:

a)      Mengidentifikasi dokumen sumber yang akan digunakan.

b)      Menggambarkan bagaimana dokumen-dokumen di buat, diproses dan


digunakan.

c)      Menambahkan catatan yang akan memberikan keterangan mengenai suatu


simbol atau kegiatan contohnya foto.

1. F.       Teknik Analisis Data


Analisa data dilakukan dengan melihat aktiviatas guru dan aktivitas siswa. Teknik
pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi 
dilakukan untuk mengamati aktivitas guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran
berlangsung menggunakan metode point of view. Observasi dilakukan dengan
kolaboratif, yaitu dibantu dengan teman sejawat. Setelah data terkumpul melalui
observasi, data tersebut diolah dengan menggunakan rumus persentase sebagai
berikut: [38]
                  

Keterangan:
f           = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya

N         = Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)

P          = Angka persentase

100%   = Bilangan Tetap

Dalam menentukan kriteria penilaian tentang hasil penelitian yaitu keaktifan siswa,
maka dilakukan pengelompokkan atas 5 kriteria berikut:

1. 86 – 100 “Baik Sekali”


2. 71 – 85 “Baik”
3. 56 – 70 “Cukup”
4. 41 – 55 “Kurang”
5. < 40 “Sangat Kurang” [39]
 

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung : Alfabeta. 2009


 

Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa undonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005

Depddikbud. Buku Laporan Pendidikan SD. Jakarta: Depdikbud. 2011

Hartono, PAIKEM Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan,


Pekanbaru: Zanafa, 2008

Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif, Insan Madani CTSD, Edisi Revisi,
Yogyakarta, 2008

Jurnal Teknologi Pendidikan, Padang: Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang,


2008

Melvin L. Silberman, Aktive Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta:


Pustaka Insani Madani, 2009

Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2008

Nana Sudjana, CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru 1989

 
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 2004

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar. Bandung. Rosda. 2004

Rahmayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalamulia, 2002

Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008

Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, 2011,

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Jakarta: Rineka Cipta.


2003

Zakiah Daradjat,  Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Akasara,
2008

[1] Jurnal Teknologi Pendidikan, Padang: Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang,


2008, hal. 57
[2] Ibid, hal. 58
[3] Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif, Insan Madani CTSD, Edisi Revisi,
Yogyakarta, 2008, hal. xiv
[4] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar. Bandung. Rosda. 2004. hlm 175
[5] Ibid,  hlm 117       
[6] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, h. 38-45
[7] Melvin L. Silberman. Aktive Learning 101 Strategi Pembelajaran
Aktif.Yogyakarta: Pustaka Insani Madani, 2009, hal. 1
[8] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa undonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005,hlm.
23
[9] Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung : Alfabeta. 2009, hlm. 12
[10] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Jakarta:
Rineka Cipta.2003 hlm 2
[11] Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2008, hlm. 14
[12] Hartono, PAIKEM Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan, Pekanbaru: Zanafa, 2008, hlm.11
[13] Hisyam Zaini, dkk, Pembelajaran Aktif, Jakarta: CTSD, 2011, hlm. XVI
[14] Ibid., hlm. XVII
[15] Agus Suprijono, Cooperative Learning, Jakarta: CTSD, 2010, hlm. x
[16] Rahmayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalamulia, 2002, hlm 35
[17] Zakiah Daradjat,  Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Akasara, 2008, hlm. 138
[18] Nana Sudjana, CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru
1989), h. 110
[19] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, h. 38-45
[20] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 2004, hlm. 107
[21] Ngalim Purwanto, Op cit, hlm. 107
[22] Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2008, hlm. 45
[23] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 145
[24] Sardiman, Op cit, hlm. 45
[25] Abu Ahmadi, Op cit, hlm. 64
[26] Ibid., hlm. 78
[27] Ibid., hlm. 70
[28] Ibid., hlm. 46
[29] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 2004, hlm. 102-
106
[30] Slameto, Op.Cit, h. 54-60
[31] Melvin L. Silbermen, Op.Cit, hal. 1
[32] Melvin L. Silberman. Aktive Learning 101 Strategi Pembelajaran
Aktif.Yogyakarta: Pustaka Insani Madani, 2009, hal. 1
[33]Ibid. hal. 1
[34] Melvin L. Silberman. Aktive Learning 101 Strategi Pembelajaran
Aktif.Yogyakarta: Pustaka Insani Madani, 2009, hal. 1
[35] A. Hamid, Meningkatkan Aktivitas Belajar Pendidikan Agama Islam Melalui
strategi pembelajaran Berdiri dan Berhitung materi Membaca Ayat-ayat Pendek Al-
Qur’an pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 009 Siak Kecamatan Siak
Kabupaten Siak, Pekanbaru: UIN Suska Riau, 2011.
[36] Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011),
h. 16
[37] Ibid.
[38] Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004). h  43
[39] Depddikbud. Buku Laporan Pendidikan SD. (Jakarta: Depdikbud. 2011), h. 2
Leave a comment
Filed under CONTOH PROPOSAL
APRIL 25, 2013 · 3:04 AM

BEBERAPA JUDUL
BUKU PENUNJANG
Abdul Aziz wahab, Metode dan Model-Model Mengajar IPS, Bandung: Alfabeta, 2007

Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran

Abdul Rachman Saleh. 2006. Madarasah Dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi dan
Aksi. Jakarta. Rajawali pers

Abu Ahmadi .2003. Psikologi Sosial. Jakarta . PT Raja Grafindo Persada:.

Abu Ahmadi dan Joko Tri Pasetya. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia.
Bandung.

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati .2001.Ilmu Pendidikan . Jakarta. Rineka Cipta

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 2001.Psikologi Belajar . Jakarta. Rineka Cipta

Abu Ahmadi,  Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta,  2001

Abu Ahmadi. 1986. Tekhnik Belajar Dengan Sistem SKS. Surabaya. Bina Ilmu

Abu Ahmadi. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta. Rineka Cipta

Abuddin Nata. 2006. Akhlak Tasawuf. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Abuddin Nata. 2006. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta. Raja Grafindo Persada
Agus Mahendra. 2001. Pembelajaran Senam di Sekolah Dasar. Jakarta. Depdiknas

Agus Mukholid. 2007. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Surakarta.


Yudistira

Ahjosumidjo. 1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta. Raja Grafindo Persada

Ahmad Rohani. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta. PT. Rineka Cipta

Ahmad Rohani. Media Instruksional Edukatif.

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Pasetya. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia.
Bandung.

Aladi,1999. Buku Panduan Penulisan Skripsi FKIP UIR. Pekanbaru

Alex Sobur. 2003. Psikologi Umum. Bandung. CV. Pustaka Setia.

Anas Sudijono. 2004. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta. Raja Grafindo


Persada

Angkowo, 2002, Optimaslisasi Media Pembelajaran, Gramedia, Jakarta.

Ariesandi. 2008. Rahasia Mendidik Anak Agar Sukses Dan Bahagia. Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama

Arikunto, dkk,  Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta:  Bumi Aksara, 2006

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.    


Jakarta:  Asdi Mahasatya.

Arlizon. 1995. Kontribusi Kreativitas Terhadap Prestasi Belajar. Pekanbaru. Lembaga


Penelitian UNRI

Arsyad Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta. Rajawali Perss.

Ary H. Gunawan. 2002. Administrasi Sekolah (Administrasi Pendidikan Mikro).


Jakarta. PT. Rineka Cipta.

Asmara Jaya. Futsal, Gaya Hidup, Peraturan Dan Tips-Tips Permainan. Yokyakarta.
Pustaka Timur

Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 


Badul Azis Wahab.2007. Metode Dan Model-Model Mengajar. Bandung. Alfabeta
Baharudin dan Nur Wahyudi. Teori Belajar dan Pembelajaran.

Bambang Sujiono dan Yuliani Nuraini. 2005. Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini.
Jakarta. PT Elex Media Komputindo.

Bertens. 2004. Etika. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Bimo Walgito. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. Andi

BPKB Riau. 2007. Manajemen PKBM. Pekanbaru. Ampujari

Buchari Alma. 2000. Kewirausahaan. Bandung Alfabeta

Budiardjo, Meriam, 1981.  Partisipasi dan Partai Politik.  Jakarta. Perintis Gramedia

Buku Ajar. 1998. Acuan Pengayaan Bahasa Indonesia SD Kelas IV. Solo: CV.
Shindunata.

Burhanuddin Salam. 2000. Etika Individual. Jakarta. Rineka cipta

Carin, AA, 1993, Teaching Modern Science, Sixth edition, Merril Publishers, New
York.

Chairinniza Graha. 2007. Keberhasilan Anak Tergantung Orang Tua.Jakarta.PT.


Gramedia
Charles Schaefer. 2003. Bagaimana Mendidik dan Mendisiplinkan Anak. Jakarta.
Restu Agung.

Cheppy. 2000. Strategi Ilmu Pengetahuan Sosial. Surabaya. Karya Anda

Conny R. Semiawan. Pendidikan Keluarga Dalam Era Global. Jakarta. PT.


Preenhalindo.

Coony. S. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Gramedia Widiasarana Indonesia.


Jakarta.

Dadang A. Primana, 2008. Pemenuhan Energi pada Olahraga ((Metabolisme energi


pada berbagai jenis olahraga). Makalah (tidak diterbitkan)

Daeng Ayub Natuna. 2007. Konsep Pelaksanaan Pendidikan Luar Sekolah.


Pekanbaru. Universitas Riau
Dalyono. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta.

Darwin, 2001, Pengajaran IPA dengan Menggunakan PendekatanPembelajaran


Terpadu pada Siswa kelas I SLTP 21 Pekanbaru, Universitas Riau, Pekanbaru.

Dasri Al-Mubary. Puisi dan Prossa.

Daud, D, 2004, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar, Fakultas


Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, UNRI, Pekanbaru.

Declan Treacy. 2003. Manajemen Waktu Yang Sukses. Jakarta. Kesaint Blanc

Dede Rosyada. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta. Prenada Media.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta. Balai Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Menebar Teladan Melalui Karya Nyata.


Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.

Depdikbud 1993. Pedoman Pengajaran Senam Di Sekolah Dasar. Jakarta

Depdikbud, Kamus Besar  Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Depdikbud. 1981. Pedoman Pembinaan Program Bimbingan di Sekolah. Jakarta

Depdikbud. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Depdikbud 

Depdikbud. 1996. Buku Panduan Pemasyarakatan Buku dan Minat Baca. Jakarta.
Dirjen Dikdasmen.

Depdikbud. 2001. Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan dan Pengembangan Olahraga.


Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas 2006. Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPS. Dirjen Dikdasmen.

Depdiknas 2006.Pusat Pengembangan Kurikulum. Dirjen Dikdasmen.

Depdiknas, 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman Penitipan


Anak. Jakarta.

Depdiknas, 2003, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Dan MI, Depdiknas
Jakarta.
Depdiknas, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD dan MI,
Pekanbaru:  Dispora, 2006

Depdiknas, Undang-Undang Sitem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003. Jakarta:


Depdiknas, 2003

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Dan MI. Depdiknas
Jakarta.

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi mata Pelajaran Pendidikan Anak Usia Dini,
Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal. Jakarta. Balitbang

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Dan MI. Depdiknas
Jakarta.

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Dan MI. Depdiknas
Jakarta.

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Science  Dan MI. Depdiknas
Jakarta.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 2006. Perangkat Pembelajaran Untuk SD/MI kls 1 s/d 6. Pekanbaru. 


KKG Penjas Orkes.

Depsos, 1995. Pedoman Penyelenggaran Usaha Kesejahteraan Anak Melalui Taman


Pendidikan Anak. Jakarta.

Depsos. 1997. Petunjuk Tekhnis Penyelenggaraan Kelompok Bermain. Jakarta.


Dirjen Bina Kesejahteraan sosial.

Depsos. 1998. Standar Pelayanan Panti Sosial Taman Penitipan Anak. Jakarta.

Desi Anwar, Kamus Bahasa Indonesia,  Surabaya: PT Amelia, 2002

Diktat. Ketentuan Pengetikan Proposal dan Skripsi.

Diktat. Membina Keterampilan Menulis Paragraf Dan Pengembangannya.

Diktat. Model Pembelajaran Kooperatif dan Aplikasinya Sebagai Upaya Peningkatan


Kualitas
Dimyati dan Midjiono, Belajar dan Pembelajaran,  Jakarta: Rineka Cipta,  2006

Dinas Pendidikan Provinsi Riau. 2007. Manajemen PKBM. Pekanbaru. Dinas


Pendidikan Provinsi Riau.

Dinata,Marta.2007. Dasar-Dasar Mengajar Sepak Bola.Jakarta.Cerdas Jaya


Dirjen Padu. 2000. Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia Pemberdayaan
Masyarakat. Jakarta. 

Dirjen Pembangunan Desa. 1986. Buku Pegangan Kader pengelola


program/penyuluh PKK tingkat Kecamatan. Jakarta. Tim Penggerak PKK Pusat

Djaali dan Pudji Waluyo. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan

Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara

Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta 

Djamarah, S.B. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta.
Rineka Cipta

Djamarah, S.B. 2002.Psikologi belajar. Jakarta. Rineka Cipta

E. Koswara. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung. PT. Eresco.

Elida Prayitno. 1989. Hasil Dalam Belajar. Depdikbud. Jakarta

Elida Prayitno.1989.  Motivasi dalam belajar. Jakarta. P2LPTK.


Elizabet B. Hurlock. 1980. Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta. Erlangga.

Elly M. Setiadi, Kama A. Hakam dan Ridwan Effendi. 2006, Ilmu Sosial Dan Budaya
Dasar. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Ellys. 2005. Kiat-Kiat Meningkatkan Potensi Belajar Anak. Bandung . pustaka


Hidayah

Erni Tisnawati dan Kurniawan Saefulllah. 2006. Pengantar Manajemen. Jakarta.


Prenada media.

Etin Solihatin, Kooperative Learning,  Jakarta: Bumi Aksara, 2007


Firdaus. 2006. Komunikasi Organisisasi Ikatan Remaja Mesjid di SMU
Muhamadiyah Kota Pekanbaru. Skripsi. UIN. (Tidak diterbitkan)

Gimin, Dkk. (2005). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa. FKIP. UNRI.

Gimin, Dkk. 2008. Instrumen dan Pelaporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas.
Pekanbaru. Makalah Pelatihan

H.M. Surya. 2001. Kapita Selekta Kependidikan SD. Jakarta .UT

Hadi Subroto, T, 1998, Pembelajaran Terpadu, Materi Pokok PGSD, Universitas


Terbuka, Jakarta.

Hamzah B. Uno. 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta. Bumi
aksara

Hamzah B. Uno. 2006. Perencanaan Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara

Hamzah B. Uno. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar


Yang Kreatif dan Efektif. Bandung. Bumi Aksaara

Hamzah B. Uno. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta. Bumi aksara

Hamzah B. Uno. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta. Bumi aksara

Harahap, Sahrin.2000. Pemilu Yang Jurdil, PT. Tiara Wawancara, Jakarta.


Harsono.1988. Coaching Dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Choaching.. Jakarta:
CV. Tambak Kusuma
Harsuki. 2002. Perkembangan Olahraga Terkini. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Hartono, Strategi Pembelajaran. Pekanbaru: LSFK2P, 2007.

Haryanto . 2006.Sains untuk Sekolah Dasar kelas VI. Erlangga . Jakarta

Haryanto., 1982. Sistem Politik Suatu Pengantar. Yogyakarta. Liberty

Haryati.M. 2006. Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi. Gaung Persada Press.


Jakarta.

Hasbullah. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Heidjarahman dan Suad Husnan. 2000. Managemen Personalia. Yogyakarta. BPFE


Hendrojogi.2004. Koperasi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Hibana S Rahman. 2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta.
PHTKL Pers.

Hisyam Zaini,dkk, Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta: CTSD, Edisi Revisi  2007

I.G.A.K. Wardani dkk. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. UT.

Ibrahim Bafadal, 2006, Dasar-Dasar Manajemen Dan Supervisi Taman Kanak-


Kanak, Jakarta, PT, Bumi Aksara.

Ibrahim dan Nana Syaodih. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta. Rineka Cipta.

Ibrahim. M. 2005. Asesmen Berkelanjutan. Unesa University Press-IKAPI. Surabaya.

Imawan. 1986. Teori Political Realigment, PT. Remaja Rosda Jaya, Bandung.

Irawati Istadi. 2005. Istimewakan Setiap Anak. Jakarta. Pustaka Inti

ISBN . 2007. Panduan Lengkap KTSP. Pustaka Yustisia. Jakarta.

Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung.


Alfabeta

Isjoni. 2007.Pembelajaran Visioner. Jakarta. Pustaka pelajar

Iskandar, 1997, Pendidikan Pengetahuan Alam, Depdikbud Dirjen Dikti P3GSD,


Jakarta,

Ismaryati. 2008. Tes & Pengukuran Olahraga. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Press.

J. Winardi. 2004.  Motivasi Pemotivasian. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Jhon D. Tenag. 2008. Mahir Bermain Futsal. Bandung. Mizan Media Utama

Jhon F. Echols dan Hasan Sadhily. 2003. Kamus Indonesia-Inggris. Jakarta.


Gramedia

Jochen Ropke (2003). Ekonomi  Koperasi  teori dan manajemen. Jakarta. Salemba
Empat.

Kahono. 1984. Metode Drum Band Marching Band. Solo. Tiga Serangkai. 
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga

Kardi, Soeparman. 2000. Pengajaran Langsung. Unversitas Negeri Surabaya

Karim, S, K, A, 1998, Panduan Pembelajaran Fisika SLTP, Depdikbud, Jakarta.

Kartini Kartono. 1992. Psikologi Wanita (jilid 2) Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan
Nenek. Bandung. Mandar maju

Kartini Kartono. 1992. Psikologi Wanita. Mengenal Gadis Remaja dan Wanita
Dewasa. Bandung. Mandar Maju

Kartini Kartono. 2000. Hygiene Mental.  Bandung, Mandar Maju.

Kasihani Kasbolah. 198. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Depdikbud

Khalid Ahmad .2005. Rumah Pilar Utama Pendidikan Anak. Robbani Press. Jakarta

Khalid Ahmad asy-Syantut. 2005. Rumah Pilar Utama Pendidikan Anak. Jakarta.
Robbani Press.

Kosasih, Engkos. 1993. Olahraga Teknik & Program Latihan. Jakarta: Akapres.
KTSP. 2007. Panduan Lengkap KTSP. Yokyakarta. Pustaka Yudhistira

Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) Dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

Kusnadi .2003. Masalah Kerjasama, Konflik, dan Kinerja (Kontemporer dan Islam).
Malang. Torada

Larry Hodges, 1996.  Tenis Meja Tingkat Pemula. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada

Lexy J. Moleong. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja


Rosdakarya.

Lie, Anita. 2002, Cooperative Learning, Jakarta. Grasindo,.

Lutan, Rusli.1991. Manusia dan Olahraga. Jakarta. Rineka Cipta


M. Ayub. 1996. Manajemen Masjid. Jakarta. Gema Insani Press

M. Dalyono. 1996. Psikologi Pendidikan. Semarang. Rineka cipta


M. Shochib.1998. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan
Disiplin Diri. Jakarta Rineka Cipta.
M.Dalyono. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta. PT. Rineka Cipta.

Made Pidarta .2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta. Rineka cipta

Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta. Bumi


Aksara

Malayu Hasibuan. 2005. Organisasi dan Motivasi. Bandung. Bumi Aksara

Malik, Abdul dan Shanty. 2003. Kemahiran Menulis. Pekanbaru: Unri Press.

Maliki, Zainudin. 2001. Demokrasi Tersandra, Galang Press, Yogyakarta.

Manulang, M (1981).  Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Mariun. 1979. Azas-Azas Ilmu Pemerintahan. Yogyakarta. Badan Penelitian dan


Pengaembangan. Fakultas Sospol UGM

Martinis Yamin. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta. Gaung Persada Press

Masnur Muslich. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual


Panduan Bagi Guru Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah. Jakarta. Bumi aksara.

May Sumarya. 2005. Pendidikan Jasmani Untuk Sekolah Dasar kelas II. Jakarta.
Arya duta. 

May Surya. 2004. Pendidikan Jasmani 2. Depok. Arya Duta

Melvin L. Silberman. 2006. Active Learning. Bandung. Nusamedia

MichaeL Leboeuf. 2000. Kiat Kerja. Jakarta. Mitra Utama.

Mirdianto, (2009),”Lempar Cakram” (http://dfmirdianto.blogspot.com/2009/11/


lempar -cakram.html) download tanggal 04/01/2010
Mitri Irianti. 2007. Pengembangan Program Pengajaran Fisika. Pekanbaru. Cendikia
Insani

Moch. Idochi Anwar. 2004. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya


Pendidikan. Bandung.Alfabeta
Moekijat. 2002. Dasar-Dasar Motivasi. Bandung. Pioner jaya.

Moenir. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta. Bumi Aksara

Moeslichatoen. 1999. Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta. Aneka


cipta

Moh. As’ad. 1987. Psikologi industri. Yogyakarta. Liberty.

Muchdarsyah Sinungan. Produktivitas.

Muhaimin. 2007. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah.


Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta. Rajawali pers

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,  Bandung: Remaja Rosda Karya,  1996

Muhibbin Syah. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung. Remaja rosda karya.

Mukholid, . 2007. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Surakarta. Yudistira

Mukholid, A. (2007), Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jakarta:


Yudhistira

Mukholid, Agus. 2007. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Surakarta.


Yudistira

Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan


Menyenangkan. Rosda. Bandung.

Mulyasa. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung. Rosda

Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan


Menyenangkan. Rosda. Bandung.

Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah.

Mulyasa.2002. Managemen Berbasis Sekolah. Bandung. Rosda


Murhananto. 2006. 

Musaheri. Pengantar Pendidikan.

Muslich, Masnur, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual,


Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Muslim Ibrahim. Pembelajaran Kooperatif

Mustafa dan Lana, Agusli. 1986. Keterampilan Berbicara. Padang. FPBS IKIP
Padang.

Mustafa, Dkk. 2006. Berbicara. Pekanbaru. FKIP UNRI

Mustofa, .1999. Memilih Partai Mendambakan Presiden, PT. Remaja Rosda Karya,    
Bandung.

Mutis, Thoby. 1992.Pengembangan Koperasi. Jakarta. Gramedia

Muzaqi. 2005. Pengaruh Pendampingan Tutor Terhadap Motivasi Belajar


Warga Belajar PKBM Taman Belajar Kecamatan Kenjeran
Surabaya. www.google.com
Nana Sudjana, 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru Algensindo.
Bandung.

Nana Syaodih Sukmadinata. 1994. Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia.


Kurikulum untuk abad ke 21. Jakarta

Nanang Fattah,. 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan
Sekolah. Bandung. Bani Quraisy

Ndraha, Taliziduhu. 2005. Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan.


Jakarta. Rineka Cipta.

Nitisesmito, Alex (1982). Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nur, M, 1998, Teori Pembelajaran Kognitif, Surabaya: IKIP Surabaya.

Nurcholis. 2006. Saya Senang Berbahasa Indonesia Untuk Sekolah Dasar Kelas VI.
Jakarta: Erlangga.

Nurhadi,  Membaca Cepat dan Efektif,  Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005.

Nurhasan. 2001. Tes Dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani. Jakarta.


Depdiknas.

Nurhasan. 2001. Tes Dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani. Jakarta.


Depdiknas.
Nurhasan. 2001. Tes Dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani. Jakarta.
Depdiknas.

Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi aksara

Pandji Anoraga. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta. Rineka cipta.

Poerwadarminta, W.J.S. (1958). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta Balai


Pustaka.

Prabowo, 2000, Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan Terpadu Dalam


Menghadapi Perkembangan IPTEK Millenium III, Himpunan Fisika Indonesia,
Jakarta.

Prayitno & Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta.
Rineka Cipta

Priyono dan Titik Sayekti, (2006),

Pusdiknas. (1989). Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-Kanak. Jakarta :


Depdiknas.

Rahim, Farida, Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2007

Rais, Amien. 1992. Menyembuhkan Bangsa Yang Sakit, Yayasan Benang Budaya,
Yogyakarta.

Ramayulis. 2004. Psikologi Agama. Jakarta. Kalam Mulia

Rani Andriani Koswara. 2007. Panduan Lengkap Berbisnis Kue Kering. Jakarta.
Transmedia Pustaka

Razak, 2003. Bahasa Indonesia Versi Perguruan Tinggi. Pekanbaru, Autografika.

Razak, Abdul, Membaca Pemahaman teori dan Aplikasi Pengajaran. Pekanbaru: PT.
Autogragi, 2007.

Razak, Abdul. 2003. Bahasa Indonesia Versi Perguruan Tinggi. Pekanbaru:


Autografika.

Retno S. Satmoko. 1995. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka-


Depdikbud.
Riduwan, 2007, Pengantar Statistika Untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi,
Komunikasi dan Bisnis, Bandung, Alfabeta

Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti


Pemula. Bandung Alfabeta

Rochiati, 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Roestiyah, 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta

Roji. 2006. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan untuk SMP Kelas VIII.
Jakarta. Erlangga.

Ronald Nangoi. 1996. Pengembangan Produksi Dan Sumberdaya Manusia. Jakarta.


Raja grafindo Pdersada.

Rubertus Angkowo dan A. Kosasih. 2007.  Optimalisasi Media Pembelajaran.


Jakarta. PT. Grasindo

Ruky, S,Ahmad. (2002). Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka


Utama.

Rusli Ibrahim. 2001. Landasan Psikologi Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar.


Jakarta: Dirjen Olahraga Depdiknas.

Sadiman, Arief, dkk. 2006. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan


Pemanfaatannya. Jakarta. Rajawali Perss.

Safari. 2005. Penulisan Butir Soal Berdasarkan Penilaian Berbasis Kompetensi.


Jakarta. Apsi Pusat.

Sajoto.1995.Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik Dalam Olahraga.


Semarang: Dahara Prize
Saleh Marzuki. 1994. Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia. Kurikulum untuk
abad ke 21. Jakarta

Samego, Indria. 1999. Korupsi Politik Pemilu Dan Legitiminasi Pasca Orde Baru, PT.
Pustaka Cidesindo.

Samsudin, 2008. Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan


Sekolah Dasar. Jakarta:  Putra Grafika.
Samsul Nizar. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana.

Sanjaya, Wina,  Strategi Pembelajaran,  Jakarta: PT. Kencana, 2007

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Kencana, Jakarta.

Santosa, Puji dkk. 2005. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: UT

Sardiman , A.M.2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta. Rajawali,


Pers

Sarlito Wirawan Sarwono. 1982. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta. Bulan Bintang.

Sarlito Wirawan Sarwono. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta. Rajawali press

Sastrohadiwiryo, Siswanto. (2002). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta :


Rineka Cipta.

Saydam, Gouzali. 1998. Dari Balik Suara Ke Masa Depan Indonesia, PT. Raja
Grapindo Persada, Jakarta.

Sedarmayanti. 1996. Tata Kerja dan Produktivitas kerja. Bandung. Mandar Maju

Sembiring, Sentosa. 2008. Undang-Undang Keolahragaan No 3 tahun 2005.


Bandung Nuansa Aulia

Shanty, dkk.. 2006. Modul Menulis. Pekanbaru: Cendikia Insani.

Siagian, Sondang P.. 2005. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta. Rineka Cipta.

Silbermen, Active Learning (101 Cara Belajar Siswa Aktif),  Bandung: Nusa Media,
2006

Silbermen, Active Learning, Bandung: Nusa Media, 2006.

Singarimbun, Masri. 1995.  Metode Penelitian Survai. Jakarta. LP3ES

Singarimbun, Masri. 1995.  Metode Penelitian Survai. Jakarta. LP3ES.

Siswanto (2005), Pengantar Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta

Sitio, Arifin. 2001. Koperasi Teori dan Pratik. Jakarta. Erlangga


Sjarkawi .2006. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta. Bumi Aksara.

Slamet, Dasar-dasar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah dasar..


Surakarta:  Penerbitan dan Percetakan UNS Press, 2007.

Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta. Rineka


cipta

Slavin, Robert E, 2008. Cooperative learning Theori Reseach and Practice, Allyn and
Bacod Boston

Soemiarti Patmonodewo. 1995. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta. Rineka Cipta

Soeparman Kardi. 2000. Pengajaran Langsung. Unversitas Negeri Surabaya

Soerjono Soekanto. Sosiologi Keluarga

Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2004.  Profesi Keguruan. Jakarta. Rineka Cipta.

Solihatin, Etin,. 2007. Cooperatif Learning Analisis Pembelajaran IPS. Jakarta. Bumi
Aksara.

Sondang P. Siagian. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta. Rineka Cipta.

Sri Dandi Tumbel & Ondi Sukmara. Etika Komunikasi dan Pengembangan Diri.

Sri Sunarsih, dkk. 2006.  Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan Penjas
Orkes untuk SD Kelas IV. Jakarta. Erlangga

Stephen P. Robbins. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta. Gramedia

Strategi Kebijakan Manajemen.

Subangun, Emanuel. 1999. Politik Anti Kekerasan Pasca Pemilu 1999, Yayasan
Alocita, Yogyakarta.

Sudarwan Danim. 2004. Motivasi, Keemimpinan dan Efektivitas Kelompok Jakarta.


PT. Rhineka Cipta.

Sudibyo, M. 1995. Pemilihan Umum 1992 Suatu Evaluasi. Jakarta. Rajawali Press.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung. Alfabeta.


Suharsimi Arikunto, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara

Sujana. 2004. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Remaja Rodakarya. Bandung.

Sukamdiyo. 1996. Manajemen Koperasi. Jakarta. Erlangga 

Sukarna. 1979. Sistem Politik. Bandung. Alumni

Sumarjan, Selo. 1999. Kisah Perjuangan Reformasi. Pustaka Sinar Harapan Jakarta.

Sumarya, May 2005. Pendidikan Jasmani untuk Sekolah dasar Kelas V. Jakarta. Arya
Duta

Sunarsih Sri, dkk. 2006.  Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan Penjas
Orkes untuk SD Kelas IV. Jakarta. Erlangga

Sunarto dan Agung Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Rineka
cipta

Supriatna, Ayi.1995.Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 3. Bandung. Ganeca


Suroso, dkk. 2003. Ensiklopedi Sains dan Kehidupan.Jakarta:Tarity Samudra Berlian

Surya. 2001. Kapita Selekta Kependidikan SD. Jakarta .UT

Surya. 2001. Kapita Selekta Kependidikan SD. Jakarta .UT

Surya. 2001. Kapita Selekta Kependidikan SD. Jakarta .UT

Suryabrata, Suryadi. 2006. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Suryosubroto, B, 2002, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Jakarta: Rhineka Cipta,

Suwardi, MS & Syaiful Anwar. Pendidikan Nilai, Norma dan Moral.

Suyadi. 1985.  Ilmu Budaya Dasar. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Suyono. 2002. Citra Pesona Wanita Karier. Jakarta. Gramedia

Syah, Muhibbin 2007. Psikolgi Belajar. Jakarta. Rajawali pers..

Syaiful Bahri Djamarah . 2002. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta. Rineka cipta.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta.
Rineka Cipta 

Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta. Rineka cipta.

Syamsu Mappa. 1994. Teori Belajar Orang Dewasa. Dikti-Depdikbud.

Sylvia Rimm. 2003. Mendidik Dan Menerapkan Disiplin Pada Anak Prasekolah.
Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama

Tamat, Tisnowati .2002. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta. UT

Tarigan, 1979. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.  Bandung. Angkasa.

Tarigan, Henry, G. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung:


Angkasa, 1998.

Terry, George, R. (1986). Azas-azas Manajemen. Bandung :  Diterjemahkan Oleh


Paloepi Tyas Rahadjeng ,PT. Alumni .

Thoby Mutis. 1992.Pengembangan Koperasi. Jakarta. Gramedia

Thoha, Miftah. (1989). Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Tim Abdi Guru, 2007. Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan, Jakarta.
Erlangga

Tim Abdi Guru. 2007. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Kelas VI,
Erlangga

Tim abdi guru. 2007. Pendidikan Jasmani, Olahraga Dan Kesehatan Penjas Orkes
Untuk SD Kelas VI. Jakarta. Erlangga

Tim Abdi Guru. 2007. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Semarang.
Erlangga

Tim Abdi Guru. 2007. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Semarang.
Erlangga

Tim Penggerak PKK. 1987. Buku Pegangan Kader Pengelola/Penyuluh Lapangan


Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Tingkat Kecamatan. Jakarta.
Tim Penjas SD. 2004. Pendidikan Jasmani.Jakarta. Yudhistira

Tim Penjas SD. 2005. Pendidikan Jasmani Mari Berolahraga dan Berprestasi. Bogor.
Yudistira

Tim Penjas SD. 2005. Pendidikan Jasmani Mari Berolahraga dan Berprestasi. Bogor.
Yudistira

Tim Penjas SD. 2007. Pendidikan Jasmani  Olahraga Dan Kesehatan 4. Surakarta.
Yudhistira

Tim Penjas. 2007. Pendidikan Jamani Olahraga Dan Kesehatan 6. Jakarta.


Yudhistira

Tim Pustaka Yustisia. 2007. Panduan Lengkap KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan). Yogyakarta. Pustaka Yutisia.

Tim Pustaka Yustisia. 2007. Panduan Lengkap KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan). Yogyakarta. Pustaka Yutisia.

Tisnowati Tamat,.2002. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta. UT

Tisnowati Tamat. 2002. Pendidikan Jasmani Olahrag dan Kesehatan. Jakarta.


Erlangga

Trianto. 2006. Model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivisme. Jakarta:


Prestasi Pustaka

Tu,u. 2004, Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta.  Grasindo

Udin S. Winasaputra. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. UT

Umar Tirtarahardja. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta

Umar, Husein.(1998). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Umberto Sihombing. 2000. Pendidikan Luar Sekolah Manajemen Strategi. Jakarta. 


PD. Mahkota

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, pasal 17 ayat 1 Hukum Koperasi Indonesia.


Jakarta. Kelapa Gading Permai
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Tentang Perkoperasian. Surabaya. Arkola

Undang-Undang Republik Indonesia No 3 Tahun 2005 Tantang Sistem


Keolahragaan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia, No 3 Tahun 2005. Tentang Ke olahragaan


Nasional. Jakarta: Mendipnas.

Usmara. 2006. Motivasi Kerja Proses, Teori dan Praktik. Yogyakarta. Asmara Books.

UU No. 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta

Wardani dkk. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. UT.

Wasty Soemanto. Pendidikan Wiraswasta.

Werkanis. 2005. Strategi Mengajar Dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis


Kompetensi. Pekanbaru: Sutra Benta Perkasa.

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran,  Jakarta: Kencana,  2007

Winardi. 2004. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta. Raja

Zahara Idris. 1992. Pengantar Pendidikan. Jakarta. Gramedia

Zahruddin dan Hasanuddin. 2004. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta. Raja Grafindo
Persada

Zahruddin. 2004. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta. Raja wali Pers. 

Zainal Aqib. Penelitian Tindakan Kelas.

Zaini, Hisyam dkk,  Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta: CTSD,  2005.

Zuhdi MF. 2006. Startegi Belajar Mengajar Sains. Pekanbaru. Cendikia Insani

Zulkarnain & Susda Heleni. Penelitian Tindakan Kelas.

Zulkarnain. Kewirausahaan

Anda mungkin juga menyukai