Anda di halaman 1dari 9

Askep "Cerebro Vaskular Disease Non Hemoragik (CVD NH)

Cerebro Vaskular Disease Non Hemoragik


(CVD NH)
A. Definisi
1. Stroke/CVD (Cerebro Vaskuler Disease) merupakan gangguan suplai oksigen ke sel-sel
syaraf yang dapat disebabkan oleh pecahnya atau lebih pembuluh darah yang memperdarai
otak dengan tiba-tiba. (Brunner dan Sudart, 2002).
2. CVD (Cerebro Vaskular Disease) adalah penurunan fungsi neurologis yang disebabkan
penurunan aliran darah ke otak dan terjadi secara tiba-tiba dan cepat (Lewis, 2000).
3. CVD (Cerebro Vaskular Disease) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and Suddarth, 2002).
B. Etiologi
1. Trombosis
2. Embolus
3. Ruptura dinding pembuluh darah.
4. Arterosklerosis
5. Arteritis
6. Trauma
7. Aneurisme
8. Hipertensi
C. Faktor Resiko Stroke
Menurut Muttaqin, A (2008) yang mnenjadi faktor resiko antara lain:
1. Hipertensi merupakan faktor resiko pertama
2. Penyakit cardiovaskuler-embolisme serebral berasal dari jantung
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit, meningkatkan resiko infark serebral
6. Kontrasepsi oral (khusunya dengan hipertensi, merokok, kadar estrogen tinggi)
7. Merokok
8. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
D. Tanda dan Gejala
Menurut Soekarto (2004) tanda dan gejala stroke adalah sebagai berikut:
1. Bila muncul kehilangan rasa atau lemah pada muka, bahu atau kaki terutama terjadi pada
separuh badan.
2. Merasa bingung, sulit bicara, atau sulit menangkap pengertian.
3. Sulit melihat sebelah mata/dengan sebelah mata ataupun kedua mata.
4. Tiba-tiba sulit berjalan, pusing dan kehilanga keseimbangan atau koordinasi.
5. Sakit kepala yang amat sangat tanpa diketahui penyebab yang jelas.
E. Jenis Stroke
Dalam Nationan Stroke Association-USA (NSA) menjelaskan bahwa stroke dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu:

1. Stroke iskemik (Ischemic Stroke)


2. Stroke karena perdarahan mendadak atau stroke hemoragi
Lebih kurang 82% dari stroke adalah iskemik, meskipun lebih jarang terjadi, srtoke karena
perdarahan lebih bahaya.

F. Anatomy

G. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai
darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan local (thrombus, emboli,
perdarahan dan sasme vaskular) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Artherosklerosis sering
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak artheroskelrotik, atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan :
1. Iskemik jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
2. Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan, CVA. Karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septic infeksi akan meluasnya pada dinding pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang
sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vascular. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
irreversible bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya cardic arrest.

H. Pathway

I.

Komplikasi
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respons pernafasan
atau kardiovaskuler dapat meninggal.
Penatalaksanaan Medis:
1. Stroke embolik dapat di terapi dengan antikoagulasi.
2. Stroke hemoragik di obati dengan penekanan pada penghentian perdarahan dan pencegahan
kekambuhan, mungkin diperlukan tindakan bedah.
3. Semua stroke di terapi dengan tirah barih dan penurunan rangsang eksternal untuk
mengurangi kebutuhan oksigen serebrum. Dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk
menurunkan tekanan dan edema intrakranium.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral.
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
3.

4.
5.
6.
7.

Pungsi Lumbal
- menunjukan adanya tekanan normal
- tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292).

K.
Terapi dan Pengelolaan medik
a. Terapi kortikosteroid
b. Diuretika: untuk mengurangi edema.
c. Antikoagulan: mencegah terjadinya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler.
d. Pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
e. Pemberian nutrisi dan cairan intravena yang adekuat.
f. Istirahat tirah baring.
L. Konsep Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat hipertensi, DM, penyakit DM.
- Riwayat CVD sebelumnya
- Merokok
b. Pola nutrisi metabolik
- Anoreksia
- Mual, muntah
- Dispagia (kesulitan menelan)
- Gangguan pengecapan dan menelan

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
2.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Pola eliminasi
Inkontinensia urine dan alvi
Oliguri
Konstipasi
Pola aktivitas dan latihan
Gangguan tonus otot (spastik)
Kehilangan koordinasi keseimbangan
Hemiparesis
Hemiplegia
Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur
Pola persepsi kognitif
Kehilangan memori
Gangguan bicara
Nyeri/sakit kepala, kaku kuduk
Gangguan fungsi sensori penglihatan, penghiduan, pendengaran, perabaan, pengecapan.
Pola persepsi dan konsep diri
Perubahan kepribadian dan emosi
Rendah diri
Cemas
Pola peran dan hubungan dengan sesama
Emosi labil
Perubahan tingkah laku dan peran
Pola reproduksi seksualitas
Perubahan pola hubungan seksual
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Depresi
Penyangkalan terhadap penyakit
Cara mengatasi masalah
Pola sistem nilai kepercayaan
Ketidakmampuan penatalaksanaan ibadah
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan vasospasme cerebral
keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese
Gangguan komunikasi verbal b/d efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak,
dan kelemahan secara umum.
Gangguan eliminasi berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat,
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun,
penurunan mobilisasi fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran.
Gangguan harga diri berhubungan dengan psikososial

2. Intervensi
a. Perubahan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan vasospasme cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

2)
-

Kriteria hasil :
Klien tidak gelisah
Tidak ada keluhan nyeri kepala
GCS : CM
Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali
permenit)

3) Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan
otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional :
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi
serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viable.

Keterbatasan mobilisasi fisik berhubungan dengan hemiparese


1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2) Kriteria hasil :
Tidak terjadi kontraktur sendi
Bertambahnya kekuatan otot
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) Rencana tindakan :
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
b.

e)
f)
4)
a)

Tinggikan kepala dan tangan


Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional :
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada
daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
c.

Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer otak, dan kelemahan secara umum.
1) Tujuan :
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2)
3)
a)
b)
c)

Kriteria hasil :
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
Rencana tindakan :
Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat.
Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya ya atau
tidak.
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional :
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
d. Gangguan eliminasi berhubugan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat,
1) Tujuan :
Klien tidak mengalami kopnstipasi

2)
3)
a)
b)
c)

Kriteria hasil :
Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
Konsistensi feses lunak
Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
Rencana tindakan :
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
Auskultasi bising usus
Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat

d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltic
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi regular
d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus
dan membantu eliminasi regular
e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan
merangsang nafsu makan dan peristaltic
f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses
dan membantu eliminasi

e. Resiko kerusakan integritas kulit b/d tirah baring lama.


1) Tujuan :
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil :
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3) Rencana tindakan :
a)Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c)Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi
e)Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4) Rasional :
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun,
penurunan mobilisasi fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran.
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
Klien tidak sesak nafas
f.

Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan


Tidak retraksi otot bantu pernafasan
Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana tindakan :
a)Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan
nafas.
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
c)Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e)Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan secret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

g. Gangguan harga diri berhubungan dengan psikososial


1) Tujuan : pasien mampu berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan
yang telah terjadi
2) Criteria hasil :
- mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi dan mengenali dan
menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan
harga diri negative.
3) Intervensi :
a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya
b) Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termaksud rasa bermusuhan dan
perasaan marah
c) Catat apakah pasien menunjuk daerah yang sakit ataukah pasien mengingkari daerah tersebut
dan mengatakan hal tersebut telah mati
d) Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh atau
kemandirian pasien.
e) Dorong orag terdekat agar member kesempatan melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya
sendiri
4) Rasional :
a) Rasional : penentuan factor-faktor secara individu membantu dalam mengembangkan
perencanaan asuhan / pilihan intervensi.
b) Rasional : mendemonstrasikan penerimaan/ membantu pasien untuk mengenal dan mulai
memahami perasaan ini.
c) Rasional : menunjukan penolakan terhadap bagian tubuh tertentu/perasaan negative terhadap
citra tubuh dan kemampuan, menandakan perlunya intervensi dan dukungan emosional.
d) Rasional : mengkonsolidasikan keberhasilan membantu menurunkan perasaan marah dan
ketidakberdayaan dan meimbulkan perasaan adanya perkembangan.

e) Rasional : membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggaan diri.


DAFTAR PUSTAKA
Corwin Elizabeh.J.2009 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim penerbit
PSIK UNPAD, EGC, Jakarta,
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI,
Volume II, EGC, Jakarta.
Lismidar, (1990). Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
MansJoer, Arif 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses PenyakitEdisi
4, Buku II, EGC, Jakarta.
Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan.
Widjaja, Linardi. (1993). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF Ilmu
Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai