Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


GANGGUAN PADA SISTEM URINARIA : CHYSTITIS
DI RUANG LAVENDER RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

oleh:
ANNISYA FATWA, S. Kep.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2012
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sistem saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Di antara ke empat organ tersebut, ginjal adalah organ yang paling penting. Ginjal
berfungsi menyaring sampah dari saluran darah, mengatur keseimbangan cairan,
dan memproduksi beberapa hormon. Ureter berfungsi mengalirkan cairan hasil
penyaringan ginjal ke kandung kemih untuk disimpan semantara dan bila kandung
kemih telah penuh maka akan dikeluarkan ke luar melalui uretra. Gangguan pada
sistem urinaria yang umum terjadi yaitu sistitis (chystitis), hematuria,
gromeluronefritis, batu ginjal, dan gagal ginjal. Chystitis merupakan inflamasi
kandung kemih yang lebih sering timbul pada wanita dibandingkan pada pria, dan
juga sering disertai dengan disuria, urgency atau demam ringan. Bagi kaum wanita,
radang selaput lendir kandung kemih dapat terjadi satu atau dua hari sesudah
bersenggama. Peradangan pada kandung kemih juga dapat terjadi karena terjadinya
peradangan pada pada ginjal. Bagi kaum pria, jenis penyakit ini ada hubungannya
dengan peradangan pada ginjal atau prostat. Sesuatu yang menghalangi
mengalirnya air kencing sehingga menyebabkan tertinggalnya air kencing di dalam
kandung kemih dapat mengakibatkan peradangan. Peradangan selaput lendir
kandung kemih atau chystitis dapat juga disebabkan oleh sisa-sisa zat asam di dalam
tubuh yang muncul karena makan daging, zat asam oxalat dari bayam, atau sisa-
sisa makanan berkanji lainnya (Nainggolan, 2006).
Kekambuhan meskipun penanganan infeksi saluran kamih khususnya
chystitis selama 3 hari biasanya adekuat pada wanita, tetapi kambuhnya infeksi
pada 20% wanita yang mendapat penanganan untuk infeksi saluran kemih non
komplikasi (Suhartono dkk, 2008). Chystitis merupakan Infeksi Saluran Kemih
(ISK) bawah. Infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada wanita. Pada populasi
wanita, infeksi ini terjadi sebesar 1-3% pada anak usia sekolah yang kemudian
meningkat cukup signifikan seiring dengan peningkatan aktivitas seksual pada
dewasa.
ISK sering ditemukan pada wanita usia 20-50 tahun. Sedangkan pada
populasi pria, ISK akut terjadi pada usia-usia pertama kehidupan dan ISK jarang
ditemukan pada pasien di bawah usia 50 tahun. Wanita lebih sering mngalami
sistitis dari pada pria dikarenakan uretra wanita lebih pendek dibandingkan dengan
uretra pria. Selain itu juga getah pada cairan prostat pria mempunyai sifat
bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap infeksi saluran kemih. Infeksi Saluran
Kemih (ISK) Bawah pada perempuan dapat berupa sistitis dan Sindrom Uretra Akut
(SUA). Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria
bermakna. Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis. Sedangkan ISK
bawah pada laki-laki dapat berupa sistitis, prostatitis, epididimitis, dan uretriti
(Benson & Pernoll, 2009).

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuannya adalah untuk mengetahui konsep teori chystitis dan asuhan
keperawatan yang tepat.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengkajian chystitis.
2) Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan chystitis.
3) Mengetahui rencanan asuhan keperawatan pada pasien dengan chystitis.

B. TINJAUANTEORI
1. Pengertian
Chystitis adalah infeksi yang disebabkan bakteri pada kandung kemih,
dimana akan terasa nyyeri ketika buang air kecil (disuria), kencing yang tidak
tuntas, dan demam yang harus dicurigai (Gupte, 2004). Sistitis (chystitis)
merupakan peradangan yangterjadi di kantung urinaria. Biasanya terjadi karena
infeksi oleh bakteri yang masuk ke dalam tubuh (Ferdinand & Ariebowo, 2007).
Chystitis virus dan kimiawi harus dibedakan dari chystitis bakterial berdasarkan
atas riwayat penyakit dan hasil biakan urin. Secara radiografi, ginjal hipoplastik dan
displastik, atau ginjal kecil akibat vaskuler, dapat tampak sama dengan pielonefritis
kronis. Namun, pada yang terakhir ini biasanya terdapat refluks vesikureter.
Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu cystitis primer dan cystitis
sekunder. Cystitis primer merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang
ini dapat terjadi karena penyakit lain, seperti batu pada kandung kemih, divertikel/
penonjolan mukosa buli, hipertropi prostat dan striktur uretra (penyempitan akibat
dari adanya pembentukan jaringan fibrotik/jaringan parut pada uretra atau daerah
urethra). Sedangkan cystitis sekunder merupakan gejala yang timbul kemudian
sebagai akibat dari penyakit primer misalnya uretritis/peradangan yang terjadi pada
uretra dan prostatitis/peradangan yang terjadi pada prostat (Benson & Pernoll,
2009).
Menurut Taber (1994), cystitis dibedakan menjadi dua, yaitu tipe infeksi dan
tipe non infeksi. Tipe infeksi disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
Sedangkan tipe non infeksi disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, dan interstisial
(tidak diketahui penyebabnya/ideopatik).

2. Etiologi
Etiologi dari Etiologi dari cystitis berdasarkan jenisnya menurut Taber (1994), yaitu
:
a. Infeksi :
 Bakteri
Kebanyakan berasal dari bakteri Escherichia coly yang secara normal terletak
pada gastrointestinal. Pada beberapa kasus infeksi yang berasal dari retra
dapat menuju ginjal. Bakteri lain yang bisa menyebabkan infeksi adalah
Enterococcus, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, dan Staphylococcus.
 Jamur
Infeksi jamur, penyebabnya misalnya Candida.
 Virus dan parasit
Infeksi yang disebabkan olehvirus dan parasit jarang terjadi. Contohnya
adalah trichomonas, parasit ini terdapat dalam vagina, juga dapat berada
dalam urin.
b. Non infeksi :
 Paparan bahan kimia, contohnya obat-obatan (misalnya
cyclophosphamide/cytotaxan, Procycox).
 Radio terapi
 Reaksi imunologi, biasanya pada pasien SLE (Systemic Lupus Erytematous)

3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi untuk chystitis adalah bersetubuh, kehamilan, kandung
kemih neurogenis, keadaan-keadaan obsdtruktif, dan diabetes mellitus
(Tambayong, 2000). Pada umumnya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan
perkembangan infeksi saluran kemih adalah :
a. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki.
Faktor-faktor postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri dari urethra dekat
kepada rektum dan kurang proteksi sekresi prostat dibandingkan dengn pria.
b. Abnormalitas struktural dan fungsional mekanisme yang berhubungan termasuk
stasis urin yang merupakan media untuk kultur bakteri, refluks urin yang infeksi
lebih tinggi pada saluran kemih dan peningkatan tekanan hidrostatik. Contoh :
strikur, anomali ketidak sempurnaan hubungan uretero vesicalis.
c. Obstruksi
Contoh : tumor, hipertofi prostat, calculus, sebab-sebab iatrogenic.
d. Gangguan inervasi kandung kemih
Contoh : Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital, multiple sklerosi.
e. Penyakit kronis
Contoh : Gout/asam urat, DM, hipertensi, Penyakit Sickle cell
f. Instrumentasi
Contoh : prosedur kateterisasi.
g. Penggunaan fenasetin secara terus menerus dan tidak pada tempatnya.
4. Patofisiologi
Chystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum
disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul
dengan penjalaran secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian
bawah, baik akut maupun kronik dapat bilateral maupun unilateral. Kemudian
bakteri tersebut berekolonisasi pada suatu tempat misalkan pada vagina atau
genetalia eksterna menyebabkan organisme melekat dan berkolonisasi disuatu
tempat di periutenial dan masuk ke kandung kemih.
Kebanyakan saluran infeksi kemih bawah ialah oleh organisme gram negatif
seperti E. Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang berasal dari saluran
intestinum orang itu sendiri dan turun melalui urethra ke kandung kencing. Pada
waktu mikturisi, air kemih bisa mengalir kembali ke ureter (Vesicouretral refluks)
dan membawa bakteri dari kandung kemih ke atas ke ureter dan ke pelvis renalis.
Kapan saja terjadi urin statis seperti maka bakteri mempunyai kesempatan yang
lebih besar untuk bertumbuh dan menjadikan media yang lebih alkalis sehingga
menyuburkan pertumbuhannya.Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran
kemih dapat melalui :
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih
yang terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui
darah yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui
darah dari suplai jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan
melalui helium ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Menurut Tiber (1994), agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh bakteri E.
coly. Tipikal ini berada pada saluran kencing dari uretra luar sampai ke ginjal
melalui penyebaran hematogen, lymphogendan eksogen. Tiga faktor yang
mempengaruhi terjadnya infeksi adalah virulensi (kemampuan untuk menimbukan
penyakit) dari organisme, ukuran dari jumlah mikroorganisme yang masuk dalam
tubuh, dan keadekuatan dari mekanisme pertahanan tubuh. Terlalu banyaknya
bakteri yang menyebabkan infeksi dapat mempengaruhi pertahanan tubuh alami
pasien. Mekanisme pertahanan tubuh merupakan penentu terjadinya infeksi,
normalnya urin dan bakteri tidak dapat menembus dinding mukosa bladder. Lapisan
mukosa bladder tersusun dari sel-sel urotenial yang memproduksi mucin yaitu
unsur yang membantu mempertahankan integritas lapisan bladder dan mencegah
kerusakan serta inflamasi bladder. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada
selurotelial. Selain itu pH urine yang asam dan penurunan/kenaikan cairan dari
konstribusi urin dalam batas tetap, berfungsi untuk mempertahankan integritas
mukosa, beberapa bakteri dapat masuk dan sistem urin akan mengeluarkannya.

5. Tanda dan Gejala


Menurut Taber (1994), secara umum tanda dan gejala cystitis adalah :
a. Disuria.
b. Rasa panas seperti terbakar saat kencing.
c. Ada nyeri pada tulang punggung bagian bawah.
d. Urgensi (rasa terdesak saat kencing).
e. Nokturia (cenderung sering kencing pada malam hari akibat penurunan
kapasitas kandung kemih).
f. Pengosongan kanding kemih yang tidak sempurna.
g. Inkontinensia (keluarnya urin tanpa disengaja atau sulit ditahan).
h. Retensi, yaitu suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya.
i. Nyeri suprapubik

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan chystitis
menurut Grace dan Borley (2007) yaitu :
a. Urinalisis dengan makroskopik yaitu urin berwarna keruh dan berbau, dan
dengan mikroskopik yaitu piuria, hematuria, dan bakteriuria. Leukosuria atau
piuria terdapat >5/lapang pandang besar sedimen air kemih dan hematuria 5-10
eritrosit/lpb sedimen air kemih.
b. Kultur Urin, dilakukan untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi.
c. Sistograf, dilakukan bila pada anamnesa ditemukan hematuria atau peda
pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria, yaitu untuk mengetahui asal dari
perdarahan yang ada.
d. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL).
e. Sistoskopi hanya jika terdapat hematuria, keganasan batu yang menjadi
penyebab dasar.
f. Jika terdapat obstruksi, scan ultrasonografi ginjal dan kandung kemih, IVU
(kelainan struktural), dan sistoskopi.
7. Pathway

Infeksi non infeksi

Bakteri jamnur virus dan parasit paparan bahan kimia radio terapi reaksi imunologi

Pertahanan tubuh menurun


Infeksi
Urin dan bakter menembus dinding mukosa bladder
Refluks ke dalam kandung kemih
Infeksi saluran kemih bawah : cystitis Risiko infeksi

Disuria inkontinensia pengosongan kandung retensi urin nyeri tulang nyeri suprapubik
kemih tidak sempurna punggung

Gangguan eliminasi urin nyeri akut


8. Pengkajian
Riwayat tanda dan gejala urinarius didapatkan dari pasien yang diduga
mengalami infeksi traktus urinarius. Adanya nyeri sering berkemih, urgensi, dan
hesistancy serta perubahan dalam urin dikaji didokumentasikan dan dilaporkan.
pola berkemih pasien dikaji untuk mendeteksi faktor predisposisi terjadinya infeksi
traktus urinarius. Pengosongan kandung kemih yang tidak teratur, hubungan antara
gejala infeksi traktus urinarius dengan hubungan seksual, prakrek kontraseptif, dan
hygiene personal dikaji. Pengetahuan pasien tentang resep medikasi antimicrobial
dan tindakan pencegahan juga dikaji. Selain itu, urin pasien dikaji dalam hal
volume, warna, konsentrasi, keabu-abuan dan baau yang semuanya itu akan beubah
dengan adanya bakteri dalam traktus urinarius (Tucker dkk, 1999).

9. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul pada Pasien dengan Chystitis


a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologi.
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder.
10. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji nyeri secara komprehensif 1. Berguna dalam pengawasan
berhubungan selama 3x24 jam diharapkan nyeri meliputi lokasi, intensitas, kefektifan obat, kemajuan
dengan agen hilang/berkurang, dengan kriteria hasil: kualitas, durasi, dan skala penyembuhan, perubahan
cidera biologis. Indikator Awal Target dengan PQRST. dalam karakteristik nyeri.
Pasien mengatakan nyeri 2. Kontrol faktor lingkungan yang 2. Dengan lingkungan yang
hilang/
mempengaruhi nyeri, seperti nyaman rasa nyeri bisa
berkurang.
Skala nyeri
suhu ruangan, pencahayaan, dan berkurang.
berkurang/turun kebisingan. 3. Dengan menggunakan
Ekspresi wajah tampak 3. Gunakan komunikasi terapeutik komunikasi terapeutik akan
rileks untuk mengetahui pengalaman mudah menggali pengalaman
Pasien mengerti penyebab dan penerimaan respon pasien pasien terhadap respon nyeri.
nyeri dan cara
terhadap nyeri. 4. Supaya pasien dapat
mencegahnya
TTV dalam batas normal 4. Jelaskan faktor penyebab nyeri. memahami nyerinya dan
Pasien menunjukkan 5. Ajarkan teknik relaksasi dan mengurangi kecemasan.
teknis relaksasi yang distraksi untuk mengurangi 5. Teknik relaksasi dan distraksi
efektif untuk mengurangi nyeri. dapat menurunkan nyeri dan
nyeri
6. Ukur Tanda-tanda Vital (TTV) kecemasan.
Keterangan :
pasien. 6. Ketika seseorang mengalami
1 : keluhan ekstrim
7. Kolaborasi medis untuk nyeri, maka TTV akan
2 : keluhan berat
pemberian analgetik. menigkat.
3 : keluhan sedang
7. Pemberian analgetik yang
4 : keluhan ringan
tepat dapat membantu pasien
5 : tidak ada keluhan
untuk beradaptasi dan
mengatasi nyeri.
Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Ukur dan catat urin setiap kali 1. Untuk mengetahui adanya
eliminasi urin selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat berkemih. perubahan warna dan untuk
berhubungan mempertahankan eliminasi urin secara 2. Anjurkan untuk berkemih setiap mengetahui input/output.
dengan infeksi adekuat, dengan kriteria hasil: 2-3 jam. 2. Untuk mencegah terjadinya
saluran kemih. Indikator Awal Target 3. Palpasi kandung kemih setiap 4 penumpukan urin dalam vesika
Pasien dapat berkemih jam urinaria.
setiap 3 jam
4. Bantu pasien ke kamar kecil, 3. Untuk mengetahui adanya
Pasien tidak kesulitan pada
saat berkemih memakai pispot/urinal. distensi kandung kemih.
Pasien dapat BAK dengan 5. Bantu pasien untuk 4. Untuk memudahkan pasien di
berkemih mendapatkan posisi berkemih dalam berkemih.
Keterangan : yang nyaman. 5. Supaya pasien tidak sukar
1 : keluhan ekstrim 6. Melanjutkan terapi sesuai untuk berkemih.
2 : keluhan berat program untuk pemberian obat. 6.Terapi farmakologis dibutuhkan
3 : keluhan sedang untuk mengurangi nyeri ketika
4 : keluhan ringan berkemih dan melancarkan
5 : tidak ada keluhan eliminasi urin.

Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Ukur TTV dan kaji suhu tubuh 1. Tanda vital menandakan
berhubungan selama 3x24 jam diharapkan risiko infeksi pasien setiap 4 jam dan lapor adanya perubahan di dalam
dengan tidak terjadi, dengan kriteria hasil: jika suhu di atas 38,5oC. tubuh.
ketidakadekuatan Indikator Awal Target 2. Catat karakteristik urin. 2. Untuk mengetahui/mengiden-
pertahanan TTV dalam batas normal 3. Anjurkan pasien untuk minum tifiasi indikasi kemajuan atau
Jumlah leukosit dalam
sekunder. 2-3 liter jika tidak ada kontra penyimpangan dari hasil
batas normal
Urin berwarna bening dan
indikasi. yangdiharapkan.
tidak bau 4. Anjurkan pasien untuk 3. Untuk mencegah stasis urin
Keterangan : mengosongkan kandung kemih
1 : keluhan ekstrim secara komplit setiap kali 4. Untuk mencegah adanya
2 : keluhan berat kemih. distensi kandung kemih.
3 : keluhan sedang 5. Berikan perawatan perineal, 5. Untuk menjaga kebersihan dan
4 : keluhan ringan pertahankan agar tetap bersih menghindari bakteri yang
5 : tidak ada keluhan dan kering. membuat infeksi uretra.
6. Lanjutkan terapi sesuai 6. Terapi farmakologis
program untuk pemberian dibutuhkan untuk mencegah
antibiotik. terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C., & Hackley, J. C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 3.
Jakarta: EGC.

Benson, R. C., & Pernoll, M. L. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9.
Jakarta: EGC.

Ferdinand, F., & Ariebowo, M. 2007. Praktis Belajar Biologi: untuk Kelas XI Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta:
Visindo.

Grace, P. A., & Borley, N. R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: EMS.

Gupte, S. 2004. Panduan Perawatan Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Nainggolan, R. A. 2006. Sehat Alami Terapi Jus & Diet: Cara Alami Menaklukkan 99
Jenis Penyakit. Jakarta: Agro Media Pustaka.

NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Sabiston, 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC.

Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Suharyanto, Toto, & Madjid. A. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Taber, B. 1994. Kapita Selekta Kedariratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Tucker, S. M., Canobbio, M. M., Paquette, E. V., & Wells, M. F. 1999. Standar
Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi Edisi V
Volume 4. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai