Anda di halaman 1dari 29

Oleh:

Ns. Syarifah Masthura, M.Kes


 Halusinasi: salah satu gejala gangguan jiwa
dimana klien mengalami perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi/ stimulus palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaaan atau penghiduan. (Damaiyanti, 2012)
 Halusinasi: hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan
yang nyata (Kusumawati & Hartono, 2012)
 Halusinasi yang paling banyak diderita adalah
halusinasi pendengaran mencapai lebih
kurang 70%, sedangkan halusinasi
penglihatan menduduki peringkat kedua
dengan rata-rata 20%.
 Sementara jenis halusinasi yang lain yaitu
halusinasi pengucapan, penghidu, perabaan,
kinesthetic, dan cenesthetic hanya meliputi
10%,(Muhith, 2015)
 Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
 Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
 Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat
untuk mendengarkan sesuatu
 Disorientasi
 Tidak mampu atau kurang konsentrasi
 Cepat berubah pikiran
 Alur pikiran kacau
 Respon yang tidak sesuai
 Menarik diri
 Sering melamun
(Azizah, 2016)
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan: hambatan
perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal yang dapat meningkatkan stress
dan ansietas yang dapat berakhir dengan
ganggguan persepsi sehingga pematangan
fungsi intelektual dan emosi tidak efektif
b. Faktor Sosial Budaya: merasa disingkirkan atau
kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul gangguan seperti delusi dan
halusinasi.
c. Faktor Psikologis: hubungan interpersonal
seseorang yang tidak harmonis, serta peran
ganda atau peran yang bertentangan dapat
menimbulkan ansietas berat berakhir
dengan pengingkaran terhadap kenyataan,
sehingga terjadi halusinasi
d. Faktor Biologis: struktur otak yang
abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan
atropik otak, perubahan besar, serta
bentuk sel kortikal dan limbic
e. Faktor Genetik: gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada
pasien skizofrenia.
2. Faktor Presepitasi
a. Stresor Sosial Budaya: akan meningkat bila
terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting, atau
diasingkan dari kelompok
b. Faktor Biokimia: penelitian tentang dopamin,
norepinetrin, indolamin, serta zat halusigenik
diduga berkaitan dengan gangguan orientasi
realitas termasuk halusinasi.
c. Faktor Psikologis: Intensitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah
memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realistis. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang
tidak menyenangkan
d. Faktor Perilaku: yang perlu dikaji pada pasien
dengan gangguan orientasi realitas berkaitan
dengan perubahan proses pikir, afektif
persepsi, motorik, dan social
(Yusuf dkk, 2015)
1. Halusinasi pendengaran (audotorik):
 Gangguan stimulus dimana pasien mendengar
suara-suara terutama suara orang
 Mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu
2. Halusinasi penglihatan (visual)
 Stimulus dalam bentuk beragam (pancaran
cahaya, gambaran geometric, gambar kartun,
panorama yang luas dan bayangan yang
menakutkan)
3. Halusinasi penghidu (Olfaktori)
 Ditandai dengan adanya bau busuk, amis,
dan bau menjijikan, tapi kadang tercium
bau harum
4. Halusinasi peraba (taktil)
 Ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa ada stimulus yang terlihat
(merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain)
5. Halusinasi pengecap (gustatorik)
 Ditandai dengan merasaan sesuatu yang
busuk, amis, dan menjijikan
6. Halusinasi sinestetik
 Ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine
(Yosep dalam Prabowo, 2014)
Tahap 1: Sleep disorder
Masalah semakin terasa sulit dihadapi karena
berbagai stressor terakumulasi sedangkan
support yang didapatkan kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk.
Menyebabkan individu sulit tidur dan terbiasa
menghayal. Individu akan menganggap
lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya
pemecahan masalah
Tahap 2: Comforting Moderate Level of
Anxiety
Bersifat menyenangkan dan menerimanya
dengan sesuatu yang alami
Mengalami emosi yang berlanjut (perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa dan
ketakutan)
Mencoba untuk memusatkan pemikiran pada
timbulnya kecemasan dan pada penanganan
pikiran untuk mengurangi kecemasan tersebut
(merasa nyaman dengan halusinasinya)
Tahap 3: Condmning Severe Level of Anxiety
Menyalahkan dan halusinasi sering mendatangi
klien
Pengalaman sensori menjadi sering datang dan
mengalami bias sehingga mulai bersifat menjijikan
dan menakutkan
Merasa kehilangan kendali, tidak mampu
mengontrol dan berusaha untuk menjauhi dirinya
dengan objek yang dipersepsikan
Merasa malu karena pengalaman sensori tersebut
dan akhirnya menarik diri dengan intensitas waktu
yang lama
Tahap 4: Controlling Severe level of Anxiety
Bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi
tidak relavan dengan kenyataan dan pengalaman
sensori tersebut menjadi penguasa
Menjadi lebih menonjol, menguasai, dan
mengontrol sehingga mencoba melawan suara-suara
atau sensori abnormal yang datang
Menjadi tidak berdaya, menyerah dan membiarkan
halusinasi menguasai
Mengalami kesepian jika pengalaman sensoria atau
halusinasinya tersebut berakhir
Dimulainya fase gangguan psikotik
Tahap 5: Concuering Panic Level of Anxiety
Tahap terakhir, dimana halusinasi bersifat
menaklukan atau menguasai, halusinasi
menjadi lebih rumit dan mengalami gangguan
dalam menilai lingkungannya
Pengalaman sensorinya menjadi terganggu
Halusinasi berubah mengancam, memerintah,
dan menakutkan apabila tidak mengikuti
perintahnya
Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara
observasi dan wawancara pada klien dan
keluarga pasien (O’brien, 2014)
Pengkajian awal mencakup:

1.Keluhan atau masalah utama


2.Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
3.Riwayat pribadi dan keluarga
4. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok
sosial, atau komunitas
5. Kegiatan sehari-hari
6. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan
7. Pemakaian obat yang diresepkan
8. Pola koping
9. Keyakinan dan nilai spiritual
Data Subjektif Data Objektif
1. Mendengar suara menyuruh 1. Mengarahkan telinga pada
2. Mendengar suara mengajak sumber suara
bercakap-cakap 2. Bicara atau tertawa sendiri
3. Melihat bayangan, hantu, atau 3. Marah-marah tanpa sebab
sesuatu yang menakutkan 4. Tatapan mata pada tempat
4. Mencium bau darah, feses, tertentu
masakan dan parfum yang 5. Menunjuk-nujuk arah tertentu
menyenangkan 6. Mengusap atau meraba-raba
5. Merasakan sesuatu permukaan kulit tertentu
dipermukaan kulit, merasakan
sangat panas atau dingin
6. Merasakan makanan tertentu,
rasa tertentu, atau
mengunyah sesuatu
 Pengkajian wawancara (Yosep, 2014):
a. Jenis: untuk mengetahui jenis dari halusinasi yang
diderita oleh klien
b. Isi: untuk mengetahui halusinasi yang dialami klien
c. Waktu: untuk mengetahui kapan saja halusinasi itu
muncul
d. Frekuensi: untuk mengetahui berapasering
halusinasi itu muncul pada klien
e. Situasi munculnya: untuk mengetahui klien ketika
munculnya halusinasi itu
f. Respon: mengetahui respon dan dampak dari
halusinasi itu
 Dalam proses keperawatan tindakan
selanjutnya yaitu menentukan diagnosa
keperawatan
 Adapun pohon masalah untk mengetahui
penyebab, masalah utama dan dampak yang
ditimbulkan.
 Menurut (Yosep, 2014):

1. Resiko perilaku kekerasan


2. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
3. Isolasi sosial : Menarik diri
 Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI, 2018), tindakan yang dapat
dilakukan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi:
1. Observasi:
 Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
 Monitor sesuai aktivitas sehari-hari
 Monitor isi, frekuensi, waktu halusinasi klien
membuat jadwal aktivitas
2. Teraupetik:
 Ciptakan lingkungan yang aman
 Diskusikan respons terhadap munculnya
halusinasi
 Hindarkan perdebatan tentang halusinasi
 Bantu klien membuat jadwal aktivitas
3. Edukasi:
 Berikan informasi tentang halusinasi
 Anjurkan memonitor sendiri terjadinya
halusinasi
Anjurkan bercakap-cakap dengan orang lain
yang dipercaya
Ajarkan klien mengontrol halusinasi
Jelaskan tentang aktivitas terjadwal
Anjurkan melakukan aktivitas terjadwal
Berikan dukungan dan umpan balik korektif
terhadap halusinasi
4. Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan
anti ansietas
 Libatkan keluarga dalam mengontrol
halusinasi klien
 Libatkan keluarga dalam membuat aktivitas
terjadwal
 Menurut Azizah (2015) dan Keliat (2011)
Implementasi dilakukan pada klien dan
keluarga klien yang dilakukan di rumah
 Semua pelaksanaan yang akan dilakukan
pada klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi ditujukan untuk mencapai hasil
maksimal:
1. Membina hubungan saling percaya
2. Menciptakan lingkungan yang aman
3. Memonitor isi, frekuensi, waktu halusinasi
yang dialaminya
4. Mendiskusikan respon klien terhadap
halusinasi
5. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi
6. Menganjurkan klien mengontrol halusinasi
dengan menerapkan aktifitas terjadwal
7. Menjelaskan tentang aktivitas terjadwal

Anda mungkin juga menyukai