LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun Oleh :
MUHAJIRIN ,S.Kep
018.02.0836
ANGKATAN XIV
TAHUN 2019
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi menurut CKD National Kidney
Kidney Found
Foundation-K/DOQI :
ation-K/DOQI
a. Stadium 1 (Kerusakan ginjal dengan GFR normal/meningkat) : ≥ GFR= 90ml/mnt/1,73 m2
90ml/mnt/1,73 m2
b. Stadium 2 (Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan) : GFR= 60-89ml/mnt/1,73
60-89ml/ mnt/1,73 m2
c. Stadium 3 (Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang) : GFR= 30-59ml/mnt/1,73 m2
d. Stadium 4 (Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat) : GFR= 15-29ml/mnt/1,73 m2
Pria
GFR (ml/mnt/1,73m2
(ml/mnt/1,73 m2 (140 - umur) × berat badan
72 × kreatinin plasma (mg/dl)
Wanita
pada wanita
wanita sedikit berbeda,
GRF (ml/mnt/1,73m2
(ml/mnt/1,73 m2 (140 - umur) x berat badan x 0,85
72 × kreatinin plasma (mg/dl)
1.3 Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi, etiologi yang sering menjadi penyebab penyakit
ginjal kronik antara lain:
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit parenkim ginjal progesif dan difus yang sering berakhir
dengan gagal ginjal kronik, disebabkan oleh respon imunologik dan hanya jenis tertentu saja
yang secara pasti telah diketahui etiologinya.Secara garis besar dua mekanisme terjadinya GN
yaitu circulating immune complex
complex dan terbentuknya deposit kompleks imun secara in-situ.
Kerusakan glomerulus tidak langsung disebabkan oleh kompleks imun, berbagai faktor seperti
proses inflamasi,
inflamasi, sel inflamasi, mediator inflamasi dan komponen berperan pada kerusakan
kerusakan
glomerulus
Glomerulonefritis ditandai dengan proteinuria, hematuri, penurunan fungsi ginjal dan perubahan
eksresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran darah dan hipertensi.Manifestasi klinik GN
merupakan sindrom klinik yang terdiri dari kelainan urin asimptomatik, sindrom nefrotik dan
GN kronik.Di Indonesia GN masih menjadi penyebab utama penyakit ginjal kronik dan penyakit
ginjal tahap akhir.
b. Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan
pembuluh darah. Masalah yang akan dihadapi oleh penderita DM cukup komplek sehubungan
dengan terjadinya komplikasi kronis baik mikro maupun makroangiopati. Salah satu komplikasi
menyebabkan aliran darah ginjal berkurang sehingga arteri-arteri yang terkecil (arteriola
( arteriola)) di
dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
d. Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistematik, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistematik progresif. Lupus ini terjadi ketika antibodi dan komplemen terbentuk di ginjal yang
menyebabkan terjadinya proses peradangan yang biasanya menyebabkan sindrom nefrotik
(pengeluaran protein yang besar) dan dapat cepat menjadi penyebab
menjadi penyebab gagal ginjal.
ginjal.
e. Gangguan kongerital dan hereditas : penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
f. Penyakit metabolic : hipertensi,diabetes militus, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis
(Price&Wilson, 2006)
Semua faktor tersebut akan merusak jaringan ginjal secara bertahap dan menyebabkan gagalnya
ginjal. Apabila seseorang menderita gagal ginjal akut yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan,, maka akan terbentuk
pengobatan terbentuk gagal
gagal ginjal kronik.
kronik.
1.5 Patofisiologi
Pada awal perkembangan penyakit gagal ginjal kronis, keseimbangan cairan,
penanganan garam dan penimbunan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada
bagian ginjal yang sakit. Hal tersebut berlangsung
berlangsung sampai fungsi ginjal menurun kurang dari
25% normal. Pada tahap itu manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal karena
nefron- nefron yang sehat masih mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang
tersisa akan berusaha keras untuk meningkatkan laju filtrasi, reabsorbsi dan sekresi
sehingga lama kelamaan akan menjadi hipertrofi. Kondisi hipertrofi ini menyebabkan fungsi
nefron lama- kelamaan akan rusak dan menyebabkan turunnya laju GFR yang progresif.
Selain itu, seiring dengan penyusutan progresif nefron , terjadi pembentukan jaringan parut
dan penurunan aliran darah ginjal (Corwin, 2007). Menurunnya filtrasi glomerulus
menyebabkan klirens kreatinin juga akan menurun dan kreatinin serum akan meningkat.
Kreatinin adalah produk limbah endogen dari otot skeletal yang diekskresikan oleh tubulus
ginjal. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) akan meningkat (Brunner & Suddarth,
2002). Azotemia juga akan terjadi karena terdapat peningkatan abnormal bahan sisa
bernitrogen dalam darah, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Azotemia
Azotemia mengisyaratkan
mengisyaratkan
penurunan GFR (Corwin, 2007).
Gagal ginjal kronis juga berhubungan dengan berbagai jenis disfungsi biokimia.
Ketidakseimbangan natrium dan cairan terjadi karena ketidakmampuan ginjal memekatkan
urine. Respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit seharihari tidak
terjadi. Pada kondisi ginjal yang normal, air dan filtrat mengikuti natrium yang
yang diekskresikan berjumlah kurang dari jumlah natrium yang dikonsumsi, dan terjadi
retensi cairan, sehingga meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas Renin-Angiotensin-Aldosteron
(RAA). Renin disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerular. Kemudian oleh suatu enzim, renin
akan diubah menjadi angiotensin I dan kemudian akan di ubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II adalah senyawa vasokontriktor paling kuat. Setelah itu, kelenjar hipofisis akan
melepas ACTH sebagai respon terhadap perfusi yang jelek atau peningkatan osmolalitas
serum. ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk mesekresikan aldosteron sehingga
akan meningkatkan retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan volume cairan
ekstrasel (Brunner & Suddarth, 2002).
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H +) yang berlebihan
(Brunner & Suddarth, 2002). Peningkatan konsentrasi asam (H +) berperan pada resorbsi
tulang dan menyebabkan perubahan fungsi syaraf dan otot. Dengan meningkatnya
konsentrasi ion hidrogen, sistem pernapasan akan terangsang. Terjadi takipneu
Abnormalitas lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium
dan fosfat. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan
kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium serum. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Pada gagal ginjal
tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan parathormon dan akibatnya
kalsium di tulang menurun sehingga menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang. Selain itu metabolit vitamin D (1,25-dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat
di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik atau osteodistrofi ginjal adalah demeniralisasi tulang yang
terjadi akibat penyakit ginjal. Penyakit ini mempunyai banyak sebab, termasuk penurunan
pengaktifan vitamin D3 oleh ginjal sehingga terjadi penurunan kadar kalsium serum. Selain
itu, penurunan fungsi ginjal menyebabkan penumpukan ion fosfat dan hiperfosfatemia yang
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas sistem renin –
angiotensin –
angiotensin – aldosteron.
aldosteron.
Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis,
perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner
(akibat aterosklerosis yang timbul dini), dan gagal jantung (akibat penimbunan cairan dan
hipertensi).
Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan klasifikasi
metastastik.
Edema akibat penimbunan cairan.
c. Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urochrome.
Gatal – gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori –
pori kulit.
Echymosis akibat gangguan hematologik.
Bekas
Bekas –
– bekas
bekas garukan karena gatal
d. Pulmoner
Paru –
paru mengalami
mengalami perubahan dengan sangat rentan terhadap infeksi, terjadi akumulasi
cairan, kesakitan pneumonia serta kesulitan bernafas karena adanya gagal jantung
kongesif.Gejala lainnya berpa suara napas krekles, sputum kental dan liat, napas dangkal,
pernafasan kussmaul.
kussmaul.
e. Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein
di dalam usus, terbentuknya zat –
zat – zat
zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti amonia
dan metil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.
Foetor uremicum disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri
di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia. Akibat yang lain adalah timbulnya
stomatitis dan parotitis.
Cegukan (hiccup), sebabnya yang pasti belum diketahui.
Gastritis erosevia, ulkus peptikum dan kolitis uremika.
f. Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas
pada telapak
telapak kaki,
kaki, perubahan
perubahan perilaku
g. Muskuloskeletal
“restless leg syndrome”
syndrome” : penderita merasa pegal di tungkai bawah dan selalu
menggerakkan kakinya.
“burning feet syndrome” :
syndrome” : rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki.
Ensofalotpati metabolik :
1. Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.
2. Tremor, asteriksis, mioklonus.
3. Kejang
Kejang –
– kejang.
kejang.
Miopati : kelemahan dan hipotrofi otot –
otot – otot
otot terutama otot –
otot – otot
otot proksimal ekstremitas.
h. Perubahan darah
2. Perdarahan akibat agregasi & adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya
faktor trombosit III ADP (adenosine fosfat).
Gangguan leukosit.
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius,
hipertensi, Lupus eritomatosus sistemik (LES)
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan
LFG. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa digunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
Pemeriksaan – pemeriksaan yang umumnya dianggap menunjang kemungkinan adanya suatu
gagal ginjal kronik adalah :
Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemi dan hipoalbuminemia.
Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Perbandingan ini bisa
meninggi (ureum > kreatinin) pada perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, penyakit
berat dengan hiperkatabolism
hiperkatabolisme,
e, pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan
ini berkurang (ureum > kreatinin), pada diet rendah protein (TKU) dan tes kliren kreatinin
(TKK) menurun.
Hiponatremia, umumnya karena kelebihan cairan.
Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut (TKK < 5 ml/menit) bersama dengan
menurunnya diuresis. Hipokalemia terjadi pada penyakit ginjal tubuler atau pemakaian diuretik
yang berlebihan.
Hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
Hipokalsemia terutama terjadi akibat berkurangnya absorbsi kalsium di dalam usus halus karena
(BE) yang menurun, HCO³ yang menurun dan PCO ₂ yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam –
asam – asam
asam organik pada gagal ginjal dan kompensasi paru –
paru – paru
paru (Mansjoer, 2002)
Hipertensi.
Gangguan perfusi/aliran darah ginjal.
Gangguan elektrolit.
Pemakaian obat –
obat – obat
obat nefrotoksik, termasuk bahan kimia dan obat tradisional.
Agen alkalinisasi (seperti natrium bikarbonat atau larutan Shohl), pertukaran kation resin
mengikat kalium, antibiotik, antasid alumunium hidroksida atau alumunium karbonat untuk
mengikat fosfor, agen antihipertensi, dan diuretetik merupakan tindakan pengobatan yang paling
sering digunakan.
gejalanya secara umum disebut sindroma uremik, gejala utamanya adalah gejala gastro intestinal
seperti rasa mual , muntah dan menurunnya nafsu makan. Sehingga penderita umumnya berada
dalam status gizi kurang. Penelitian terbatas terhadap status gizi penderita gagal ginjal kronik
tanpa hemodialisis menunjukan bahwa dengan pengukuran antropometri 42,9% penderita
berstatus gizi baik, 50% penderita berada dalam status gizi kurang dan 7,1% berada dalam status
gizi buruk.
Bahan makanan sumber kalori tanpa protein, seperti mentega, minyak dan kue – kue
kue
manis yang diperbolehkan dapat diberikan secara bebas.
3. Bagi yang memerlukan pembatasan cairan.
Sumber cairan termasuk juga makanan yang mencair pada temperatur kamar.
Cara yang mudah untuk mengukur masukan cairan adalah menggunakan air yang
berisi kebutuhan
kebutuhan cairan total perhari dan menempatkan
menempatkan pada lemari es. Cairan yang
dikonsumsi, sesuai dengan jumlah air yang ada dalam kan.
Untuk mengurangi haus, cobalah :
a) Permen (hard candies).
b) Air yang sangat dingin bukan air biasa.
c) Kumur dan jaga kebersihan mulut yang baik.
4. Bagi yang memerlukan pembatasan kalium.
Kebutuhan kalium didasarkan pada data laboratorium dan gejala klinik, bahkan
makanan disesuaikan dengan kesukaan / kebiasaan makanan pasien.
Cara mengurangi kandungan kalium pada sayuran dan buah –
buah – buahan
buahan : potong kecil –
kecil –
kecil, rendam satu malam, dan rebus dalam air yang baru.
Ukuran porsi dibuat khusus sehingga setiap porsi mengandung kira – kira jumlah
protein, natrium
natrium da
dan
n kalium yang sama.
sama.
5. Pasien gagal ginjal yang dianjurkan banyak makan makanan manis (tinggi CHO) untuk
mencakupi asupan kalori, perlu diberi anjuran memperhatikan higinie mulut untuk
menghindari caries gigi.
6. Salah satu gejala sindroma uremik adalah menurunnya nafsu makan, maka pasien dianjurkan
untuk makan pagi yang baik. Karena uremia dapat mengakibatkan indra cita rasa, pasien
mungkin memilih makanan yang sangat berbumbu.
Seiring penderita gagal ginjal kronik mengalami mual dan muntah oleh karena itu porsi
makanan diusahakan kecil tapi bernilai gizi dan diberikan dalam frekuensi yang lebih
Keadaan gizi penderita gagal ginjal kronik sangat penting untuk dipertahankan dan
ditingkatkan . Tujuan diet untuk pasien gagal ginjal kronik adalah :
1. Mencukupi kebutuhan protein untuk menjaga keseimbangan nitrogen dan juga mencegah
berlebihnya akumulasi sisa metabolisme
metabolisme diantara dialysis.
dialysis.
2. Memberikan cukup energi untuk mencegah katabolisme jaringan tubuh.
3. Mengatur asupan natrium untuk mengantisipasi tekanan darah dan oedem.
4. Membatasi asupan kalium untuk mencegah hiperkalemia.
5. Mengatur asupan cairan, untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan di antara dialysis.
6. Membatasi asupan phospor.
7. Mencukupi kebutuhan zat –
zat – zat
zat gizi lainnya terutama vitamin –
vitamin – vitamin
vitamin yang larut dalam
proses dialisis.
dialisis.
Syarat diet :
Energi cukup yaitu 30 - 35 kkal/kg BB. Asupan energi harus harus optimal dari golongan
bahan makanan
makanan non protein. Ini dimaksudkan
dimaksudkan untuk mencegah
mencegah gangguan protein sebagai
sumber energi, bahan – bahan ini biasa diperoleh dari minyak, mentega, margarin, gula,
madu, sirup, jamu dan lain –
lain – lain.
lain.
Protein 0,6 - 0,75 g/kg BB. Pembatasan protein dilakukan berdasarkan berat badan, derajat
insufisiensi renal, dan tipe dialisis yang akan dijalani. Protein hewani lebih dianjurkan karena
nilai biologisnya lebih tinggi ketimbang protein nabati. Mutu protein dapat ditingkatkan
dengan memberikan asam amino esensial murni.
1. Diet protein rendah I : 30 g protein , untuk BB 50 kg.
2. Diet protein rendah II : 35 g protein, untuk BB 60 kg.
3. Diet protein rendah III : 40 g protein, untuk BB 65 kg
Sumber protein ini biasanya dari golongan hewani misalnya telur, daging, ayam, ikan, susu,
dan lain dalam jumlah sesuai anjuran. Untuk meningkatkan kadar albuminnya diberikan
bahan makanan
makanan tambahan
tambahan misalnya
misalnya ekstrak
ekstrak lele atau dengan
dengan putih telur
telur 4 kali
kali sehari.
Lemak cukup 20 – 30 % dari total kebutuhan energi total. Diutamakan lemak tidak jenuh
ganda. Perbandingan lemak jenuh dan tk jenuh adalah 1:1.
Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi yang berasal dari protein
dan lemak. Karbohidrat yang diberikan pertama adalah karbohidrat kompleks.
Natrium yang diberikan antara 1 – 3
3 g. Pembatasan natrium dapat membantu mengatasi rasa
haus, dengan demikian dapat mencegah kelebihan asupan cairan. Bahan makanan tinggi
natrium yang tidak dianjurkan antara lain : bahan makanan yang dikalengkan. Garam natrium
yang ditambahkan ke dalam makanan seperti natrium bikarbonat atau soda kue, natrium
benzoate atau pengawetan
pengawetan buah, natrium nitrit atau sendawa yang digunakan
digunakan sebagai
pengawet daging seperti
seperti pada “corner beff”.
beff”.
Kalium dibatasi (40 –
(40 – 70
70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium daarah > 5,5 mEq), oligura,
atau anuria. Makanan tinggi kalium adalah umbi, buah – buahan, alpukat, pisang ambon,
mangga, tomat, rebung, daun singkong, daun papaya, bayam, kacang tanah, kacang hijau dan
kacang kedelai.
Kalsium dan Phospor hendaknya dikontrol keadaan hipokalsium dan hiperphosphatemi, ini
untuk menghindari terjadinya hiperparathyroidisme dan seminimal mingkin mencegah
klasifikasi dari tulang dan jaringan tubuh. Asupan phosphor 400 –
400 – 900
900 ml/hari, kalsium 1000
– 1400
1400 mg/hari.
Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran cairan melalui
keringat dan pernapasan ( ± 500 ml )
Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat , vitamin C, dan vitamin
D (Almatsier, 2007)
Sumber protein Telur, daging, ikan, ayam, susu. Kacang – kacangan dan hasil
Peritoneal dialisis : menggunakan selaput dinding perut (peritoneum) pasien sendiri sebagai
membran semipermiabel.
Sisa metabolisme (racun –
(racun – rracun
acun seperti ureum dan kreatinin) akan berpindah dari pasien ke
cairan dialisat setelah melalui membran tersebut, sehingga darah pasien menjadi bersih.Pada gagal
ginjal kronik diperlukan terapi cuci darah seumur hidup sebagai terapi pengganti ginjal kecuali
dilakukan operasi cangkok ginjal untuk mengganti ginjal yang rusak.
Idealnya cuci darah dilakukan 2 – 3
3 kali dalam seminggu. Apabila pasien ingin mengurangi
frekuensi dialisis, maka harus membatasi diet protein dan air lebih ketat, yang mempunyai
konsekuensi terjadi malnutrisi kurang disarankan. Penundaan cuci darah dapat berisiko terjadi
komplikasi seperti pembengkakan paru –
paru – paru,
paru, kejang –
kejang – kejang, penurunan kesadaran, gangguan
elektrolit yang berat, perdarahan saluran cerna, gagal jantung bahkan bisa menimbulkan kematian.
2. Penatalaksanaan dengan transplantasi ginjal atau pencangkokan ginjal
Transplatasi ginjal adalah terapi pengganti ginjal yang melibatkan pencangkokan ginjal dari
orang hidup atau mati kepada orang yang membutuhkan.Transplatasi ginjal adalah terapi pilihan
untuk sebagian besar pasien dengan gagal ginjal kronik.Transplatasi ginjal menjadi pilihan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Transplatasi ginjal biasanya diletakkan di fossa iliaka bukan diletakkan di tempat ginjal yang
asli, sehingga diperlukan pasokan darah yang berbeda, sepeerti arteri renalis yang dihubungkan ke
arteri iliaka eksterna dan vena renalis yang dihubungkan ke vena iliaka ekstema.
Terdapat sejumlah komplikasi setelah transplatasi, seperti penolakan (rejeksi), infeksi, sepsis,
gangguan poliferasi limfa pasca transplatasi, ketidakseimbangan elektrolit.
1.9 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet
berlebihan
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-angiostensin-
aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialysis
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
2. KONSEP HEMODIALISA
2.1 Definisi
Dialisi adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu membran berpori
dari satu kompartemen cair lainnya. Hemodialisi adalah suatu mesin ginjal buatan (atau alat
hemodialisis) terutama terdiri dari membran semipermeabel dengan darah di satu sisi dan cairan
dialisis di sisi lain. (Price, 2005) Hemodoalisis adalah suatu dialisis eksternal terdiri dari sebuah coil
yang berfungsi sebagai membran semipermeable (tembus air). Darah pasien mengalir keluar dari
tubuh dan melalui coil dan kemudian kembali ke dalam tubuh. Selain coil, terdapat juga solusi
hipertonic yang disebut dialysate yang menarik produk-produk buangan yang berasal dari darah
melintasi membran semipermeable. (Reeves, 2001) Hemodialisa adalah suatu tindakan yang
digunakan pada gagal ginjal untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan air, cairan, dan untuk
memperbaiki keseimbangan elektrolit, dengan prinsip filtrasi, osmosis, dan difusi, dengan
menggunakan sistem dialisa eksternal; terdapat beberapa tipe akses vaskular yang dapat digunakan:
pirau-sementara;
pirau-sementara; sambungan
sambungan eksternal
eksternal diantara
diantara arteri dan v
vena;
ena; fistula-permanen,
fistula-permanen, sambungan
sambungan internal
internal
atau tandur diantara arteri dan vena dilengan atau paha; jalur subklavia atau femoral-sementara,
kateter eksternal pada vena besar (Turker, 1999) .
Jadi dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah suatu proses penyaringan kotoran dan racun
dalam darah dengan menggunakan suatu alat dialisis atau ginjal buatan dengan prinsip disfusi,
osmosis dan filtrasi.
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan
kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal
mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai
penderita rawat jalan.Pengobatan
jalan.Pengobatan biasanya
biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi
bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan
memperlihatkan gejala klinis lainnya.
Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria ,
4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita
tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan
sehari-hari tidak dilakukan lagi.
b. Kontraindikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang
tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik.Sedangkan
menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan
akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi.
Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut
(PERNEFRI, 2003).
2.3 Penatalaksanaan
a. Prinsip Dialise
Dialise berdasarkan tiga prinsip : difusi, osmose dan ultrafiltrasi. Difusi berhubungan dengan
pergeseran partikel-pertikel
partikel-pertikel dari daerah konsentrasi
konsentrasi yang tinggi ke daerah yang lebih
rendah.Didalam tubuh ini terjadi melewati membran semipermiabel. Difusi berhubungan dengan
keperluan pembersihan bahan yang terlarut dari tubuh pasien ke hemodialise dan peritoneal
dialise. Difusi menyebabkan pergeseran urea, kreatinin dan uric acid dari darah pasien ke larutan
dialisat.Larutan mengandung lebih sedikit partikel-partikel yang harus dibuang dari aliran darah
dan harus ditambah konsentrasi partikel-partikel yang lebih tinggi. Karena dialisis tidak
mengandung produk sisa protein, konsentrasi dari zatzat ini di dalam darah akan berkurang karena
peergeseran
peergeseran random partikel-partikel
partikel-partikel lewat membran
membran semipermiabel
semipermiabel ke dialisat. Prinsip yang
sama berlaku untuk ionion potasium. Walaupun konsentrasi sel-sel eritrosit dan protein lebih
tinggi didalam darah, molekul-molekulnya lebih besar dan tidak bisa berdisfusi melalui pori-pori
dari membran karena itu tidak terbuang dari darah.
Osmone menyangkut pergeseran cairan lewat membran semipermiabel dari daerah yang
kadar pertikel-partikel rendah ke darah yang kadar partikel lebih tinggi. Osmose bertanggung
jawab atas pergeseran cairan dari pasien, terutama pada peritoneal
peritoneal dialise.
dialise. Pada gambar
memperlihatkan bahwa glukosa telah dibubuhkan ke dialisat untuk meningkatkan jonsentrasi
partikel-partikel
partikel-partikel lebih tinggi dari yang terdapat pada aliran darah pasien. Cairan kemudian akan
bergeser lewat pori-pori dari membra
membran
n dari darah pasien ke dialisat. Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi terdiri dari
pergeeseran cairan
cairan lewat membran semipermiabel dampak dari ramuan tekanan yang dikreasikan
secara buatan. Ultrafiltrasi lebih efisisen dari osmose untuk menggeser cairan dan dipergunakan
pada dialise untuk tujuan tersebut. Pada waktu dialise, osmose dan difusi atau uultrafiltrasi dan
difusi terjadi simultan. (Long, 1996)
b. Prosedur
Hemodialisa mencakup shunting / pengalihan arus darah dari tubuh pasien ke dialisator
dimana terjadi difusi dan ultrafiltrasi dan kemudian kembali ke sirkulasi pasien.Untuk
pelaksanaan
pelaksanaan hemodialisa terjadi yang masuk ke darah pasien, suatu mekanisme
mekanisme yang mentraspor
mentraspor
darah ke dan dari dialisator, dan dialisator (daerah dimana terjadi pertukaran larutan elektrolit dan
produk-produk sisa berlangsung). Sekarang terdapat lima cara utama agar terjadi yang masuk ke
aliran darah pasien. Ini terdiri dari yang berikut :
a. Fistula aerteriovena
b. External arteriovenous/arus arteriorvena eksternal
c. Kateterisasi vena femoral
d. Kateterisasi vena subklavia
Indikasi –
Indikasi – indikasi
indikasi dan berbagi implikasi cara memasukan ke vaskuler untuk hemodialisa
Pengobatan dialisis berlangsung 3 sampai 5 jam tergantung kepada tipe dialisator yang
dipakai dan jumlah waktu yang yang diperlukan demi koreksi cairan, elektrolit, asam basa dan
masalaah produk sisa yang ada. Dialise untuk masalah yang akut harus dilaksanakan tiap hari atau
lebih sering berdasarkan kondisi pasien yang masih menjamin. Hemodialisa bagi orang dengan
gaggal ginjal kronik biasanya dikerjakan dua atau tiga kali seminggu. (Long, 1996)
Sebelum dilakukan prosedur pasien biasanya diberi KIE terkait apa yang akan ia rasakan
selama prosedur yaitu berupa :
Merasa sedikit nyeri saat alat-alat dipasangkan ke tubuhnya
Durasi dialisa dilakukan
Kondisi yang mungkin terjadi saat ataupun setelah prosedur dilakukan (pusing, mual)
berat badan
badan
tanda-tanda vital sebelum prosedur
Mengkaji kelebihan cairan (edema pada pedis, periorbital, distensi vena leher kelainan bunyi
nafas)
Sebelumya pasien harus diberitahukan bahwa ia akan mengalami sedikit sakit kepala dan
mual pada waktu pengobatan dan beberapa jam sesudahnya. Sakit kepala adalah dampak dari
perubahan cairan, asam dan basa, dan keseimbangan
keseimbangan produk sisa selama dialisis. Gejala-gejala
Gejala-gejala
tersebut seharusnya tidak terjadi secara berlebihan artinya gejala tersebut akan berkurang setelah
istirahat dan tidur, atau diberikan analgetik ringan dan anti piretik. Hipertensi postural bisa juga
terjadi pada saat dialisis, sifatnya sementara dan disebabkan oleh kekurangan volume sekunder
dampak dari pergeseran cairan. Hipotensi menyebabkan pusing yang dapat disembuhkan dengan
istirahat beberapa jam. Pasien harus diyakinkan bahwa semua gejala tersebut adalah akan mereda,
oleh karena itu perawatan pada saat prosedur dialisa adalah memantau gejal-gejala tersebut tidak
terjadi secara berlebihan/menetap. (Long, 1996)
2.4 Komplikasi
Komplikasi dari hemodialisa menurut Jevon (2004) adalah sebagai berikut :
- Hemodialisis, akibat kerusakan sel darah merah ketika melewati pompa, dapat menyebabkan
hiperkalemia dan henti jantung. Amati adanya nyeri dada dan
dispnea. Darah didalam sirkuit vena mungkin memiliki tampilan “port wine” (Adam & Obsborne
1999)
- Embolisme udara : amati adanya nyeri dada dan dispnea
- Reaksi terhadap membran : jika menggunakan cuprophane (membran dializer) berbahandasar
selulosa, dapat menyebabkan sindrom respon inflamasi sistemik (Hakim 1993) yang dapat
menyebabkan lambatnya pemulihan ginjal dan peningkatan mortalitas (Hakim et al. 1994)
- Diskuilibrium : komplikasi ini disebabkan oleh pengeluaran ureum dan toksin uremik secara tiba-
tiba dan pasien dapat mengalami nyeri kepala, muntah, gelisah, konvulsi dan koma (Adam 7
Osborne 1999)