Anda di halaman 1dari 18

Makalah Keperawatan Kritis

Kelompok 6
Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit pada Pasien yang Menjalani
Perawatan di ICU

Disusun ole

1. Rofiqoh Uli Bais


2. Syafran
3. Yustina

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT, Tuhan Semesta alam yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-
Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan
Elektrolit pada Pasien yang Menjalani Perawatan di ICU” dengan baik.
Hasil makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan hasil makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa dari penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca serta tim penulis sendiri.

Surabaya, 26 Juli 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................3
2.1 Fisiologi Cairan Tubuh..................................................................................................3
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Cairan dan Elektrolit........................................................6
2.3 Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit di Ruang ICU........................................7
BAB 3 PENUTUP...............................................................................................................14
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................14
3.2 Saran..............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cairan dalam tubuh mencakup 50% - 60% dari total berat badan (Ignatavicius
&Workman 2006 dalam Imam Subiyanto 2009). Jumlah asupan cairan setiap orang sangat
bervariasi dan bahkan pada orang yang sama pada hari yang berbeda. Jumlah asupan cairan
yang dibutuhkan tergantung pada kebiasaan dan tingkat aktivitas fisik, keadaan kesehatan,
keadaan saat itu, dan cuaca/limgkungan sekitar (Indrajaya 2007 dalam Imam Subiyanto
2009). Keutuhan cairan elektrolit menurut Abraham Maslow dalam hirarki merupakan
kebutuhan fisiologis yang memiliki prioritas tertinggi. Kekurangan volume cairan terjadi
ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proposional
(isotonik). Secara umum, kekurangan cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan
cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, dan perdarahan. Kekurangan volume
cairan adalah penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan atau intraseluler. Hal ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan natrium (Herdman 2009
dalam Arief Dwi 2016).
Dari penelitian yang dilakukan Arif Kadri Balci et al (2013), di Fakulatas Kedokteran,
Departement of Emergency Medicine, Universitas Uludag, Bursa, Turkey. Dari 996 dengan
umur lebih dari 18 tahun semua pasien memiliki elektrolit. Dan dihasilkan data usia rata-rata
pasien adalah 59,28 + 16,79, dan 55% dari pasien pria. Pasien dengan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit gejala yang paling umum dari pasien ada dyspnea (14,7%), demam
(13,7%), dan sistemik kerusakan (11,9%), tetapi yang paling sering mengalami
ketidakseimbangan elektrolit adalah hiponatremia, dan hypermagesia. Kebanyakan temuan
pasien dalam pemeriksaan fisik yang kebingungan (14%), edema (10%), dan rales (9%) dan
temuan patologis yang sering ditemui adalah sepsis (11%), pneumonia (9%), dan gagal ginjal
akut (7%).
Berdasarkan hasil pengamatan pada pasien yang diberikan terapi cairan intravena di
ruang ICU RS Denkesyah Bandar Lampung, didapatkan data bahwa pemberian cairan
intravena diatur pemberiannya secara konsisten 24 jam. Apabila dianalogikan pada asupan
cairan pada kondisi sehat, maka pemberian cairan secara konstan berbeda dengan asupan
cairan dalam kondisi sehat. Pada kondisi sehat asupan cairan lebih banyak pada siang hari
dan lebih sedikit pada sore hari, sedangkan pada malam hari relatif sedikit, (Karger & Basel
2009 dalam Imam Subiyanto 2009). Lemone dan Burke 2008 dalam Imam Subiyanto 2009,
mengembangkan cara membedakan pembagian cairan yang diberikan pada pasien
berdasarkan proporsi jumlah cairan pada setiap shift. Jumlah cairan yang diberikan rentang
shift pagi sejumlah 50% dari total cairan yang dibutuhkan dalam 24 jam, 25 – 33 % total
cairan yang dibutuhkan dalam 24 jam diberikan pada shift siang, dan sisanya diberikan pada
rentang dinas malam.
Berdasarkan masalah diatas maka dibutuhkan pembahasan lebih mendalam mengenai
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien yang mengalami perawatan di ruang
ICU.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana fisiologi cairan tubuh ?

1
1.2.2 Apa saja faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit ?
1.2.3 Bagaimana pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien yang menjalani
perawatan di ruang ICU ?

1.3 Tujuan
1.3.1 untuk mengetahui fisiologi cairan tubuh
1.3.2 untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit
1.3.3 untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien yang
menjalani perawatan di ruang ICU

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Fisiologi Cairan Tubuh


Komponen terbesar dalam tubuh adalah air. Air tubuh total (total body water, TBW)
jumlahnya bervariasi tergantung pada umur, jenis kelamin dan kandungan lemak tubuh.
Lemak pada dasarnya bebas air, sehingga lemak yang makin sedikit akan mengakibatkan
makin tingginya persentase air. Sebaliknya jaringan otot memiliki kandungan air yang tinggi.
Oleh karena itu dibandingkan dengan orangg yang kurus, orang yang gemuk mempunyai
TBW yang relative lebih kecil dibandingkan dengan berat badannya. Wanita pada umumnya
secara proposional mempunyai lebih banyak lemak dan lebih sedikit otot jika dibandingkan
dengan pria, sehingga jumlah TBW juga lebih sedikit dibandinkan dengan berat badannya.
Orang berusia tua juga mempunyai persentase lemak tubuhyang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan orang muda. Pada bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80 –
85 % berat badan danpada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70 – 75 %. Air
membentuk sekitar 60% berat badan seorang pria dan sekitar 50% berat badan wanita.
Cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen utama yang dipisahkan oleh
membran sel menjadi: cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstraseluler (CES). Pada orang
dewasa, sekitar 40% berat badan atau duapertiga dari TBW berada dalam sel atau disebut
cairan intraseluler (intracellular fluid, ICF). Cairan ekstraseluler (extracellular fluid, ECF)
terbagi kedalam kompartemen cairan intravaskuler (IVF) atau plasma (5%) dan cairan
interstisial-limfe (ISF) yang terletak antara sel (15%). Selain ISF dan IVF, sekresi khusus
seperti cairan serebrospinal, cairan intraocular, dan sekresi saluran cerna, membentuk
sebagian kecil (1% sampai 2% dari berat badan) dari cairan ekstraselular yang disebut
transeluler.
1) Cairan Intraseluler
Cairan Intraseluler adalah cairan yang terkandung dalam sel. Pada orang
dewasa kira-kira 2/3 dari cairan tubuh adalah intraseluler, sama kira-kira 25 L pada
rata-rata pria dewasa (70 Kg). Sebaliknya, hanya ½ dari cairan tubuh bayi adalah
cairan intraselular. Cairan intraselular dipisahkan dari cairan ekstraseluler oleh
membrane sel selektif yang sangat permeable terhadap air, tetapi tidak permeabel
terhadap sebagian besar elektrolit dalam tubuh. Membran sel bagian luar memegang
peranan penting dalam mengatur volume dan komposisi intraseluler. Pompa
membrane-bound ATP-dependent akan mempertukarkan Na dengan K dengan
perbandingan 3 : 2. Oleh karena membran sel relatif tidak permeabel terhadap ion
sodium dan ion potasium, ion potasium akan dikonsentrasikan di dalam sel sedangkan
ion sodium akan dikonsentrasikan di ekstra sel. Akibatnya, potasium menjadi faktor
dominan yang menentukan tekanan osmotik intraseluler, sedangkan sodium
merupakan faktor terpenting yang menentukan tekanan osmotik ekstraseluler.
Impermeabilitas membran sel terhadap protein menyebabkan konsentrasi
protein intraseluler yang tinggi. Oleh karena protein merupakan zat terlarut yang
nondifusif (anion), rasio pertukaran yang tidak sama dari 3 Na dengan @ K oleh

3
pompa membran sel adalah hal yang penting untuk pencegahan hiperosmolaritas
relatif intraseluler. Gangguan pada aktivitas pomp Na-K-ATPase seperti yang terjadi
pada keadaan iskemi akan menyebabkan pembengkakan sel.

2) Cairan Ekstraseluler
Cairan ekstraseluler adalah cairan di luar sel. Ukuran relatif dari CES menurun
dengan peningkatan usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira ½ cairan tubuh terkandung
didalam CES. Setelah 1 tahun, volume relatfi dari CES menurun sampai kira-kira ⅓
dari volume total. Ini hampir sebanding dengan 15 L dalam rata-rata pria dewasa (70
Kg). Dua komponen terbesar dari cairan ekstraseluler adalah cairan interstitial, yang
merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan plasma, yang hampir seperempat
cairan ekstraseluler, atau sekitar 3 liter.
Fungsi dasar dari cairan ekstraseluler adalah menyediakan nutrisi bagi sel dan
memindahkan hasil metabolismenya. Keseimbangan antara volume ekstrasel yang
normal terutama komponen sirkulasi (volume intravaskuler) dalah hal yang sangat
pemting. Oleh sebab itu, secara kuantitatif sodium merupakan kation ekstraseluler
terpenting dan merupakan faktor utama dalam menentukan tekanan osmotik dan
volume. Perubahan volume cairan ekstraseluler berhubungan dengan perubahan
jumlah total sodium dalam tubuh. Hal ini tergantung dari sodium intake, ekskresi
sidum renal, hilangnya sodium ekstrarenal.
Komposisi Elektrolit Cairan Intra dan Ekstraseluler
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan noneletrolit.
Noneletrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan
listrik, seperti : protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam -asam
organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na⁺), kalium (K⁺), kalsium
(Ca⁺⁺), magnesium (Mg⁺⁺), clorida (Cl⁻), bikarbonat (HCO₃⁻), fosfat (HPO₄²⁻),
sulfat (SO₄²⁻). Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian
dengan bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsentrasi ion pada tiap-tiap bagian
berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif
harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif.
(1) Kation
a) Sodium (Na⁺):
1. Kation berlebih di ruang ekstraseluler
2. Sodium penyeimbang cairan di ekstraseluler
3. Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus
4. Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion hidrogen
pada ion sodium di tubulus ginjal: ion hidrogen diekresikan
5. Sumber: snack,kue, rempah-rempah, daging panggang.
b) Potasium (K⁺):
1. Kation berlebih di ruang intraseluler
2. Menjaga keseimbangan kalium di ruang intrasel
3. Mengatur kontraksi (polarissasi dan repolarisasi) dari muscle dan nerves
4. Sumber: pisang, alpukat, jeruk, tomat, dan kismis
c) Calcium (Ca⁺⁺)
1. Membentuk garam bersama fosfat, karbonat, flouride di dalam tulang

4
2. Meningkatkan fungsi syaraf dan muscle
3. Meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses
pengaktifan protrombin dan trombin
4. Sumber: susu dengan kalsium tinggi, ikan dengan tulang, sayuran, dll.
(2) Anion
a) Chloride (Cl⁻)
1. Kadar berlebih di ruang ekstrael
2. Membantu proses keseimbangan natrium
3. Komponen utama dari sekresi kelenjar gaster
4. Sumber: garam dapur
b) Bikarbonat (HCO₃⁻)
1. Bagian dari bikarbonat buffer sistem
2. Bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam karbonat dan suasana
garam untuk menurunkan pH.
c) Fosfat (H₂PO₄⁻ dan HPO₄²⁻)
1. Bagian dari fosfat buffer system
2. Berfungsi untuk menjadi energi pada metabolisme sel
3. Bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang
4. Masuk dalam struktur genetik yaitu: DNA dan RNA.

Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu :
1) Fase I
Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan
oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
2) Fase II
Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
3) Fase III
Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial
masuk kedalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan
membrane semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen
dalam cairan tubuh ikut berpindah.
Metode perpindahan dari cairan elektrolit tubuh dengan cara :
Setiap komprartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi
mereka. Setiap zat akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut.
Bila substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel
terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak
permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable (permeable
selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat
menembusnya. Perpindshan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau
pasif. Transport aktif membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak
membutuhkan energi.
a) Difusi

5
Merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas, atau zat padat
secara bebas dan acak. Proses difusi dapat terjadi bila dua zat bercampur
dalam sel membrane. Dalam tubuh, proses difusi air, elektrolit dan zay-zat lain
terjadi melalui membrane kapiler yang permeable. Kecepatan proses difusi
bervariasi, bergantung pada faktor ukuran molekul, konsentrasi cairan dan
temperature cairan. Zat dengan molekul yang besar akan bergerak lambat
dibanding molekul kecil. Molekul kecil akan lebih mudah berpindah dari
larutan dengan konsentrasi tinggi ke larutan dengan konsentrasi rendah.
Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan
molekul, sehingga proses difusi berjalan lebih cepat.
b) Osmosis
Proses perpindahan zat ke larutan lain melalui membrane semipermeabel
biasanya terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan
dengan konsentrasi lebih pekat. Solute adalah zat pelarut, sedang solven
adalah larutannya. Air merupakan solven, sedang garam adalah solute. Proses
osmosisi penting dalam mengatur keseimbangan cairan ekstra dan intra.
Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan larutan dengan
menggunakan satuan nol. Natrium dalam NaCl berperan penting mengatur
keseimbangan cairan dalam tubuh. Apabila terdapat tiga jenis larutan garam
dengan kepekatan berbeda dan didalamnya dimasukkan sel darah merah, maka
larutan yang mempunyai kepekatan yang sama akan seimbang dan berdifusi.
Larutan NaCl 0,9% merupakan larutan yang isotonic karena larutan NaCl
mempunyai kepekatan yang sama dengan larutan dalan system vascular.
Larutan isotonic merupakan larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan
larutan yang dicampur. Larutan hipotonik mempunyai kepekatan lebih rendah
dibanding larutan intrasel. Pada proses osmosis dapat terjadi perpindahan dari
larutan dengan kepekatan rendah ke larutan yang kepekatannya lebih tinggi
melalui membrane semipermeabel, sehingga larutan yang berkonsentrasi
rendah volumenya akan berkurang, sedang larutan yang konsentrasi lebih
tinggi akan bertambah volumenya.
c) Transport aktif

Merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis. Proses ini terutama
penting untuk mempertahankan natrium dalam cairan intra dan ekstrasel.

2.2 Faktor yang mempengaruhi cairan dan elektrolit


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit,
diantaranya adalah :
1) Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan
dan berat badan. Selain itu, cairan tubuh menurun dengan peningkatan usia. Infant
dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan
dibantingkan usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dikarenkaan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2) Jenis kelamin

6
Wanita mempunyai air tubuh yang kurang secara proposional, karena lebih banyak
mengandung lemak tubuh.
3) Sel-sel lemak
Mengandung sedikit air, sehingga iar tubuh menurun dengan peningkatan lemak
tubuh.
4) Stres
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan
glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini
dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.
5) Kondisi sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh, misalnya :
(1) Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui insensible
water lost (IWL)
(2) Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regilator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
(3) Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya
secara mandiri.
6) Diet
Sie seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit. Ketika intake
nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga serum
albimun dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan
dalam proses keseimbangan cairan sehingga hla ini menyebabkan edema.
7) Temperature lingkungan
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui
keringat. Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat
kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari. Sedangkan seseorang
yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan
5 L perhari.
8) Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian diuretik dan laksatif dapat berpengaruh pada kondisi
cairan dan elektrolit tubuh.
9) Tindakan medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh seperti: suction,nasogastric tube, dan lain-lain.
10) Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki risiko tinggi mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama
pembedahan.

2.3 Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien yang menjalani
perawatan di ruang ICU
2.3.1 kebutuhan cairan dan elektrolit
Dewasa

7
Air : 30-35 ml/kgBB, kenaikan suhu 1̊ C bertambah 10-15%
Na⁺ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau sekitar 5,9 g)
K⁺ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau sekitar 4,5 g)

Bayi dan anak-anak


Air : BB 0-10kg : 40 ml/kg/jam (100ml/kg/hari)
BB 10-20kg : 40ml +2 ml/kg/jam setiap kg diatas 10 kg (1000ml +50ml/kg
diatas 10kg per hari)
BB > 20 kg : 60ml + 1ml/kg/jam setiap kg diatas 20kg (1500ml + 20ml/kg
diatas 20kg per hari)
Na⁺ : 2 mEq/kg
K⁺ : 2 mEq/kg
Tubuh mendapatkan cairan dari air minum sekitar 800-1700 ml, dari makanan sekirat
500-1000 ml dan dari hasil sisa metabolisme (oksidasi) sekitar 200-300 ml. Cairan
tersebut dikeluarkan dari tubuh sebagai urine secara normal lebih dari 0,5-1 ml/kg/hari,
sebagai feses sekitar 1-3 ml/kg/hari dan sebgai Insensible Water Loss (IWS) 15
ml/kg/hari pada orang dewasa. Pada anak IWS sebesar : (30 dikurang usia dalam th)
ml/kg/hari.

2.3.2 perubahan cairan tubuh


Gangguan cairan tubuh dapat dibagi dalam tiga bentuk yakno perubahan:
1. volume
a) definisi volume
Pada keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan
tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan
yang lambat, lebih dapat ditoleransi sampai defisit volume cairan ekstraseluler
yang berat.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum
dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139
mEg/L) atau hipernatremik (150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan
yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau
hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus. Dehidrasi isotonis (isonatremik)
terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium
terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam
kompartemen intravasculer maupun kompartemen ekstravaskuler. Dehidrasi
hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan

8
natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Sedangkan
dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih sedikit dari darah.

Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka
dehidrasi dapat dibagi atas :
(1) dehidrasi ringan (defisit 4%BB)
(2) dehidrasi sedang (defisit 8%BB)
(3) Dehidrasi berat (defisit 12%BB)
Tabel rumatan cairan menurut rumus Hollyday-Segar
Berat Badan Jumlah Cairan
< 10 kg 100 ml/kg/hari
11 – 20 kg 1000 ml + 50 ml/kg/hari untuk setiap kg diatas 10 kg
>20 kg 1500 ml + 20 ml/kg/hari untuk setiap kg diatas 20 kg

Cara rehidrasi yaitu hitung cairan dan elektrolit total (rumatan + penggantian
defisit) untuk 24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam pertama dan
selebihnya dalam 16 jam berikutnya.
b) Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraseluler merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi
renal (gangguan GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.
2. Perubahan konsentrasi
Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau
hiponatremia maupun hiperkalemia atau hipokalemia.
Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :
a) Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na serum
sekarang) x 0,6 x BB (kg)
b) Defisit kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter] – K
serum yang diukur) x 0,25 x BB (kg)
c) Defisit klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter] – Cl
serum yang diukur) x 0,45 x BB (kg)
3. Perubahan komposisi
Perubahan komposisi itudapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi
osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan
konsentrasi K dalm darah dari 4 mEq menjadi 8 mEq, tidak akan
mempengaruhi osmolaritas cairan ekstraseluler tetapi sudah cukup
mengganggu otot jantung. Demikian pula halnya dengan gangguan ion
kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar Ca kurang dari 8 mEq,
sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum banyak menimbulkan
perubahan osmolaritas.

9
2.3.3 Terapi cairan
Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu :
a) Resusitasi cairan
Ditunjukkan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga
seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditunjukan pula untuk
ekspansicepat dari cairan intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan.
b) Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi yang
diperlukan oleh tubuh
Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan perhitungan untuk
menghitung beberapa besarnya cairan yang hilang tersebut :
1. Refraktometer
Defisit cairan : BD plasma – 1,025 x BB x $ ml
Ket. BD plasma = 0,001
2. Dari serum Na⁺
Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium – 1)
Ket. Plasma Na =140
3. Dari Hct
Defisit plasma (ml) = vol. darah normal–(vol. darah normal x nilai Hct
awal)
Hct terukur

Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya


melalui beberapa kriteria klinis seperti pada tabel dibawah ini :
Klas I Klas II Klas III Klas IV
Kehilangan Samapai 750- 1500- >2000
darah (ml) 750 1500 2000
Kehilangan Sampai 15-30% 30-40% >40%
darah 15%
(%EBV)
Denyut <100 >100 >120 >140
nadi
Tek. Darah Normal Normal Menurun Menurun
(mmHg)
Tek. Nadi Normal Menurun Menurun Menurun
(mmHg) atau
meningkat
Frek. 14-20 20-30 30-35 >35
Napas
Produksi >30 20-30 5-15 Tidak ada
urin
(ml/jam)
SSP/status Gelisah Gelisah Gelisah Bingung
mental ringan sedang dan dan
bingung letargi
Cairan kristaloid kristaloid Kristaloi Kristaloid

10
pengganti d dan dan darah
(rumus darah
3:1)

Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklarifikasikan menjadi krista;oid dan koloid. Kristaloid
merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan
dalam air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun
hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan antara lain : aman,
nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun kerugian dari cairan kristaloid
yang hipotonik dan isotonik adalah kemampuannya terbatas untuk tetap
berada dalam ruang intravaskular.
1. Kristaloid
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal sline dan
ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan
ekstraseluler. Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana
kistaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan
dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit
cairan di ruang intersisial. Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah
yang besar dapat menyebabkan timbulnya asidosisi hiperkloremik,
sedangkan penggunaan cairan ringer laktat dengan jumlah besar dapat
menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya peningkatan
produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat. Larutan dekstrose 5%
sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang rendah atau
memilki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk
resusitasi dihindarkan karena komolikasi yang diakibatkan antara lain
hiperomolalitas-hiperglikemik, diuresis osmotik, dan asidosis selebral.
2. Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau bisa
disebut “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler. Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih
efektif dan efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid
mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit cairaan dari pada
larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh
darah dan hanya ¼ bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus.
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkonik dan karenanya
menghasilkan tekanan darah onkonik. Bila diberikan intravena, sebagian
besar akan menetap dalam ruang intravaskuler. Meskipun semua larutan
koloid akan mengekspansikan ruang intravaskuler, namun koloid yang
mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan menarik
pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander
plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume
yang diberikan.

11
3. Albumin
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma
manusia. Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10
jam untuk meminimalisiir risiko transmisi virus hepatitis B atau C atau
pun virus imunodefisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah
sekitar 16 jam, dengan sekitar 90% tetap bertahan dalam intravascular 2
jam setelah pemberian.
4. Dekstran
Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari
sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B512 dengan menggunakan
enzim dekstran sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang
kemudian dilengketkan oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan
fraksionasi etanol berulang dengan menghasilkan produk akhir dengan
kisaran BM yang relatif sempit.
Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam dekstran 70 (BM 70.000)
dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal, dekstrosa atau
ringer laktat. Dektstran 70 6% digunakan pada syok hipovelomik dan
untuk profilaksis tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh
intravaskular sekitar 6 jam. Pemakaian desktran untuk mengganti volume
darah atau plasma hendaknya dibatasi sampai 1 liter (1,5 gr/kg BB) karena
risiko terjadi perdarahan abnormal. Batas dosis desktran yaitu 20
ml/kgBB/hari. Sekitar 70% dosisi dekstran 40 yang diberikan akan
diekskresikan ke dalam urine dalam 24 jam. Molekul-molekul yang lebih
besar diekskresikan lewat usus atau dimakan oleh sel-sel sistem
retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi i L dapat mengganggu
hemostasis. Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan faktor VIII
merupakan lasan timbuknya perdarahan yang meningkat. Reaksi alergi
terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid
mungkin kurang dari 0,02 %. Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada
syok hipovolemik karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan
mengakibatkan gagal ginjal akut.
5. Gelatin
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum
dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin
dengan pelarut NaCl isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin
(Haemaccel) dengan pelarut NaCl isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan
Ca 6,25 mmol/L. Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan
reaksi alergik daripada koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan
pireksia sampai anafilaksis yang mengancam nyawa. Reaksi-reaksi
tersebut berkaitan dengan pelepasan histamine yang mungkin sebagai
akibat efek langsung gelatin pada sel mast. Gelatin tidak menarik air dari
ruang ekstravaskuler sehingga bukan termasuk ekspander plasma seperti
desktran. Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat ginjal dalam urin,
semantara itu gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian
kecil dieliminasikan lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada
sistem koagulasi, maka tidak ada pembatasan dosis. Namun, bila terlalu

12
banyak infus, pertimbangkan adanya efek dilusi. Gelatin dapat diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada pasien yang
menjalani hemodialisi. Indikasi gelatin : penggantiann volume primer pada
hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan kontraindikasi
adalah infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif dan
syok normovolemik.
6. Hydroxylethyl Starch (HES)
Senyawa kanji hidroksietil (HES) merupakan suatu kelompok koloid
sintetik polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang
dapat diterima kanji hidroksi (HES) untuk penggantian volume paling
mungkin akibat laporan-laporan adanya koagulasi abnormal yang
menyertai substitusi plasma ini. Laporan – laporan tentang HES yang
memperlihatkan koagulasi darah yang terganggu dan kecenderungan
perdarahan yang meningkat sebagian besar berdasakan pemakaian preparat
HES berat molekul tinggi (HMW-HES). Waktu paruh dari 90% partikel
HES adalah 17 hari. Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga
berkaitan dengan reaksi anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-
kira 0,006%. Indikasi pemberian HES adalah : terapi dan profilaksis
defisiensi volume (hipovolemia) dan syok (terapi penggantian volume)
berkaitan dengan pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok traumatik),
infeksi (syok septik), kombustio (syok kombustip). Sedangkan kontra
indikasi adalah : gagal jantung kongestif berat, gagal ginjal (kreatinin
serum >2 mg/dL dan >177 mikromol/L). Gangguan koagulasi berat
(kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa). Dosis penggunaan HES
adalah 20 ml/kgBB/hari.

Berikut ini tabel beberapa jenis cairan kristaloid dan kandungan masing-masing:

Nama produk Na⁺ K⁺ Mg Cl⁻ Laktat Dekstrose (gr/L) Kalori (Kcal/L)



Ringer laktat 130 4 - 109 28 - -
NaCl 0,9% 154 - - 154 - - -
Dextrose 5% - - - - - 27 108

Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untu suatu
kehilangan cairan yaitu :
Kehilangan Kandungan rata-rata Cairan pengganti yang sesuai
(mmol/L)
Na⁺ K⁺
Darah 140 4 Ringer asetat/RL/NaCl
0,9%/koloid/produk darah
Plasma 140 4 Ringer asetat/RL/NaCl 0,9%/koloid
Rongga ketiga 140 4 Ringer asetat/RL/NaCl 0,9%

13
Nasogastrik 60 10 NaCl 0,45% + KCl 20 mEq/L
Sal. Cerna atas 110 5-10 NaCl 0,9% (periksa K⁺ dengan
teratur)
Diare 120 25 NaCl 0,9% + KCl 20 mEq/L

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Dengan kemampuannya yang sangat besar
untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya
dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan
adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Keseimbangan cairan
dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
saling bergantung satu dengan lainnya, jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis sadari sepenuhnya masih terdapat
banyak kekeliruah dan kesalahan yang terdapat di dalamnya. Olehnya itu,
kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun sangat
diharapkan dalam rangka perbaikan makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Resusitasi Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Pegangan Pelatihan Bantuan
Hidup Dasar dan Bantuan Hidup Lanjut bagi Dokter Umum se-Propinsi Sulawesi
Selatan. Makassar: Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi Indonesia Cabang
Sulawesi Selatan
Kurniawan, Arief. 2016. Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit
pada Tn.R di ruang dahlia RSUD Dr.Soedirman Kebumen. STIKES
Muhammadiyah Gombong
Salam, Samsul Hilal. 2016. Dasar – dasar terapi cairan dan elektrolit. Universitas
Hassanudin
Subiyanto, Imam. 2009. Dampak pengaturan cairan pada pasien yang mendapat terapi
cairan intravena di ruang intensive care unit rumah sakit denkesyah Bandar
Lampung. Universitas Indonesia
Ningsih, Suharti, dkk. 2011. Makalah pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit di ruang
flamboyan RS M.yunus Bengkulu. STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu

15

Anda mungkin juga menyukai