Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi Hiperbilirubin


Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus. (Dorothy R.
Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan
tubuh. (Adi Smith, G, 1988)
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan
ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana
kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk
bayi yang baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl,
sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10
mg/dl. Jika kemudian kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka
ia dikategorikan hiperbilirubin.

1.2 Epidemiologi
1. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I
2. Kejadian ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
3. Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl
dalam 24 jam.
4. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
a. Proses hemolisis darah
b. Infeksi berat

1.3 Klasifikasi Hiperbilirubin


1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel
darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama
pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak
terkonjugasi.
2. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan
hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta
gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam
doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah
peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi
tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
4. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-
7. Penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
5. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan
yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
6. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

1.4 Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

1.5 Tanda dan Gejala


1. Kulit berwarna kuning sampai jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3
-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

Tabel 1. Rumus Kramer

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin


1 Kepala dan leher 5 mg %
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg %
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan 11 mg %
tungkai
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di bawah 12 mg%
lutut
5 Daeraha 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16 mg %

1.6 Fatofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar
darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan berat
badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 1991)

1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
1) Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif,
anti-A, anti-B dalam darah ibu.
2) Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-
positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
1) Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis.
2) Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
d. Protein serum total
1) Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
1) Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
2) Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
1) Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau
test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
1) Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
h. Meter ikterik transkutan
1) Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
1) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
2) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara
5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak
fisiologis
j. Smear darah perifer
1) Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit
RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
k. Test Betke-Kleihauer
1) Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu
juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

1.8 Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan
ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
3. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah
Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi.
Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum
untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan
Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5
mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.

1. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.

2. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi
3. Tumbuh Kembang Anak
a. Pengertian
Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak dari konsepsi
sampai maturitas/dewasa yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan
lingkungan. Ini berarti bahwa tumbuh kembang anak sudah terjadi
sejak di dalam kandungan dan setelah kelahiran merupakan suatu
masa dimana mulai saat itu tumbuh kembang anak dapat dengan
mudah dipahami.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interseluler, yang berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang
dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara
dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. (Depkes RI, 2005)
Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda
dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan syaraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya,
misalnya perkembangan sistem neuromusculer, kemampuan bicara, emosi
dan sosialisasi.
b. Tahap-tahap tumbuh kembang
Walaupun terdapat variasi yang sangat besar, akan tetapi setiap anak
akan melalui suatu "milestone" yang merupakan tahapan dari tumbuh
kembang anak dan setiap tahapan mempunyai ciri-ciri tersendiri.
adapun tahap-tahap tumbuh kembang anak (Cecily, 2002) :
1) Masa pranatal
 Masa mudigah / embrio : Konsepsi – 8 minggu
 Masa janin / fetus : 9 minggu – lahir
2) Masa bayi
 Masa neonatal : 0 – 28 hari
 Masa neonatal dini : 0 – 7 hari
 Masa neonatal lanjut : 8 – 28 hari
 Masa pasca neonatal : 29 hari – 1 tahun
 Masa prasekolah : 1 – 6 tahun
3) Masa sekolah : 6 – 10/20 tahun
 Masa praremaja : 6 – 10 tahun
 Masa remaja
 Masa remaja dini : Wanita, usia 8-13 tahun
 Masa remaja lanjut : Wanita, usia 13-18 tahun dan Pria, usia
15-20 tahun
Menurut Sigmund Freud, periodesasi perkembangan dibagi 5 fase :
1) Fase oral (0-1 tahun)
Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada
mulutnya. Hubungan sosial lebih bersifat fisik, seperti makan atau
minum susu. Objek sosial terdekat adalah ibu, terutama saat menyusu.
2) Fase anal (1-3 tahun)
Pada fase ini pusat kenikmatannya terletak di anus, terutama saat
buang air besar. Inilah saat yang paling tepat untuk mengajarkan disiplin
pada anak termasuk toilet training.
3) Fase falik (3-5 tahun)
Anak memindahkan pust kenikmatannya pada daerah kelamin.
Anak mulai tertarik dengan perbedaan anatomis antara laki-laki dan
perempuan. Pada anak laki-laki kedekatan dengan ibunya menimbulkan
gairah sexual perasaan cinta yang disebut Oedipus Complex. Sedangkan
pada anak perempuan disebut Electra Complex.
4) Fase laten (5-12 tahun)
Ini adalah masa tenang, walau anak mengalami perkembangan pesat
pada aspek motorik dan kognitif.. Anak mencari figure ideal diantara
orang dewasa berjenis kelamin sama dengannya.
5) Fase genital (12 ke atas)
Alat-alat reproduksi sudah mulai masak, pusat kepuasannya berada
pada daerah kelamin. Energi psikis (libido) diarahkan untuk hubungan-
hubungan heteroseksual. Rasa cintanya pada anggota keluarga dialihkan
pada orang lain yang berlawan jenis.
Menurut Erik H. Erikson perkembangan anak dibagi dalam 8 tahap :
1) Masa oral-sensorik yaitu masa kepercayaan vs ketidakpercayaan.
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur
0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah
menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan
kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan.
2) Masa anal-muskular yaitu kebebasan vs perasaan malu-malu
atau ragu-ragu.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages),
masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia
18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada
masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil
perasaan malu dan ragu-ragu.
3) Masa genital-locomotor yaitu inisiatif vs rasa bersalah
Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor
stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu
periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan
tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk
belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan
kesalahan.
4) Masa laten yaitu ada gairah vs rendah diri
Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia sekolah
dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan
dalam tahap ini ialah mengembangkan kemampuan bekerja keras dan
menghindari perasaan rasa rendah diri.
5) Masa remaja yaitu identitas vs kekaburan peran
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai
pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. melalui
tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam
pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan
bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat.
6) Masa dewasa yaitu kemesraan vs keterasingan
yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun.
Adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha
menghindar dari sikap menyendiri.
7) Masa dewasa muda yaitu generativitas vs kehampaan
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan
ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun.
salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna
keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan
tidak berbuat apa-apa (stagnasi).

8) Masa kematangan yaitu integritas ego vs kesedihan


Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang
diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Yang
menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya
menghilangkan putus asa dan kekecewaan.

Tabel 1. Ringkasan Kemajuan Perkembangan Anak dari Lahir Sampai


5
Tahun (Sacharin, 1996)

Motorik/Sensori
Umur Sosial Bahasa Manipulatif
k
Sampa  Reflek-reflek
i1 primitif
bulan  Dapat enghisap
 Menggenggam,
 Memberikan
respon
terhadap suara-
suara
mengejutkan
Motorik/Sensori
Umur Sosial Bahasa Manipulatif
k
1-3  Menegakkan  Memberikan
bulan kepala respon senyum
sebentar,
 Mengadakan
gerakan-
gerakan
merangkak
jika tengkurap
3-4  Mengangkat  Tersenyum.  Bersuara jika  Mulai
bulan kepala dari diajak bicara. mengamati
posisi tangan sendiri
tengkurap  Mampu untuk
dalam waktu memegang
yang singkat. kerincingan.
 Memalingkan
kepala ke arah
suara.

5-9  Berguling dari  Memperlihatkan  Bervokalisasi  Mulai


bulan sisi ke sisi kegembiraan suara-suara memindahka
ketika dengan berlagak bergumam, n benda dari
terlentang. dan tersipu- suaraseperti satu tangan
 Memalingkan sipu. "da", "ma". ke tangan
kepala pada lainnya.
orang yang  Mampu
berbicara. memanipulas
i benda-
benda.

9-10  Duduk dari  Mengenal dan  Ngoceh dan  Memungut


bulan posisi menolak orang bervokalisasi benda
berbaring asing  Mengatakan diantara jari-
 Berpindah  Meniru kata-kata jari dan ibu
 Merangkak.  Berteriak untuk seperti da-da, jari.
menarik mam- mam.
perhatian.
Motorik/Sensori
Umur Sosial Bahasa Manipulatif
k
1 tahun  Merangkak  Menurut  Mengucapka  Memegang
dengan baik perintah n kata-kata gelas untuk
 menarik badan sederhana tunggal minum.
sendiri untuk  meniru orang
berdiri dewasa.
 Dapat berjalan  Memperlihatkan
dengan berbagai emosi.
dibimbing.
1½  Berjalan  Ingin bermain  Telah  Mencoret-
tahun tanpa dekat anak- menggunaka coret,
ditopang anak lain. n 20 kata-  Membalik-
 Menaiki  Meminta kata yang balik
tangga atau minum. dapat halaman,
peralatan  Mengenal dimengerti.  Bermain
rumah tangga gambar- dengan
(kursi) gambar balok-balok
binatang. bangunan
 Mengenal ecara
beberapa konstruktif.
bagian
tubuhnya
2 tahun  Mampu  Mulai bernain  Mulai  Berpakaian
berlari dengan anak- menggunaka sendiri, tidak
 Memanjat anak lain n dua atau mampu
 Menaiki tiga kata untuk
tangga secara mengikat
bersamaan atau
 Membuka
memasang
pintu.
kancing.
3 tahun  Berlari bebas  Mengetahui  Berbicara  Menggamba
 Melompat nama dan jenis dengan r lingkaran
 Mengendari kelaminnya kalimat-  Menggamba
sepeda roda sendiri dapat kalimat r gambar-
tiga. diberi pendek. gambar yang
pengertian dapat
 Bermain secara dikenal.
konstruktif dan
imitatif.
4-5  Mengetahui  Bernyanyi
tahun banyak huruf-  Berdendang
huruf dari
alphabet
 Mengetahui
lagu kanak-
kanak
 Dapat
menghitung
sampai 10.

c. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang


1) Keturunan
Jenis kelamin dan determinan keturunan lain secara kuat
mmpengaruhi hasil akhir pertumbuhan dan laju perkembangan untuk
mendapatkan hasil akhir tersebut. Terdapat hubungan yang besar antara
orangtua dan anak dalam hal sifat seperti tinggi badan, berat badan, dan
laju pertumbuhan.
2) Neuroendokrin
Beberapa hubungan fungsional diyakini ada diantara hipotalamus
dan system endokrin yang memengaruhi pertumbuhan. Tiga hormon-
hormon pertumbuhan, hormone tiroid, dan endrogen. Tampak bahwa
setiap hormone yang mempunyai pengaruh bermakna pada pertumbuhan
memanifestasikan efek utamanya pada periode pertumbuhan yang
berbeda.
3) Nutrisi
Nutrisi mungkin merupakan satu-satunya pengaruh paling penting
pada pertumbuhan. Faktor diet mengatur pertumbuhan pada semua
tahap perkembangan, dan efeknya ditujukan pada cara beragam dan
rumit.
4) Hubungan Interpersonal
Hubungan dengan orang terdekat memainkan peran penting dalam
perkembangan, terutama dalam perkembangan emosi, intelektual, dan
kepribadian. luasnya rentang kontak penting untuk pembelajaran dan
perkembangan kepribadian yang sehat.
5) Tingkat Sosioekonomi
Riset menunjukkan bahwa tingkat sosioekonomi keluarga anak
mempunyai dapak signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan.
6) Penyakit
Banyak penyakit kronik dan Gangguan apapun yang dicirikan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna dan mengabsorbsi nutrisi
tubuh akan member efek merugikan pada pertumbuhan dan
perkembangan.
7) Bahaya lingkungan
Bahaya dilikungan adalah sumber kekhawatiran pemberi asuhan
kesehatan dan orang lain yang memerhatikan kesehatan dan keamanan.
Bahaya dari residu kimia ini berhubungan dengan potensi kardiogenik,
efek enzimatik, dan akumulasi. (Baum dan Shannon, 1995)
8) Stress pada masa kanak-kanak
Stress adalah ketidakseimbagan antara tuntutan lingkungan dan
sumber koping individu yang menggangggu ekuiibrium individu
tersebut. ( mastern dkk, 1998)
Usia anak, temperamen situasi hidup, dan status kesehatan
mempengaruhi kerentanan, reaksi dan kemampuan mereka untuk
mengatasi stress. Koping adalah tahapan khusus dari reaksi individu
terhadap stressor. Strategi koping adalah cara khusus anak mengatasi
stersor ang dibedakan dari gaya koping yang relative tidak mengubah
karakteristik kepribadian atau hasil koping. ( Ryan-wengger, 1992)
9) Pengaruh media masa
Terdapat peningkatan kekhawatiran mengenai berbagai pengaruh
media pada perkembangan anak. (Rowitz, 1996)

4. Dampak Hospitalisasi
1) Pengertian
Menurut Wong (2000), hospitalisasi adalah suatu proses yang karena
suatu alasan yang berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal
di RS, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke
rumah. Perasaan yang sering muncul pada anak adalah cemas, marah,
sedih, takut dan rasa bersalah.
Penyebab timbul reaksi hospitalisasi pada anak (Wong, 2000) :
 Menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialaminya
 Rasa tidak aman dan nyaman
 Perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang
dirasakan menyakitkan
2) Reaksi anak terhadap hospitalisasi
a. Masa bayi ( 0 - 1 tahun )
 Perpisahan dengan orang tua : gangguan pembentukan rasa percaya
dan kasih sayang.
 Terjadi stranger anxiety ( usia 6 bulan ) : cemas apabila berhadapan
dengan orang asing dan perpisahan.
 Reaksinya : menangis, marah, banyak melakukan gerakan.
b. Masa toddler ( 2 – 3 tahun )
 Sumber stress yang utama : cemas akibat perpisahan
 Respon : tahap protes, putus asa dan pengingkaran
 Tahap protes : menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau
menolak perhatian yang diberikan orang lain
 Tahap putus asa : menangis berkurang,anak tidak aktif, kurang
menunjukkan minat bermain dan makan, sedih dan apatis
 Tahap pengingkaran : mulai menerima perpisahan,membina
hubungan secara dangkal, anak mulai terlihat menyukai
lingkungannya
c. Masa prasekolah
 Perawatan di RS : anak untuk berpisah dari lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasing sayang dan menyenagkan.
 Reaksi terhadap perpisahan : menolak makan, sering bertanya,
menagis secara perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan
d. Masa sekolah
 Timbul kecemasan : berpisah dengan lingkungan yang dicintainya
Kehilangan kontrol karena adanya pembatasan aktivitas
 Kehilangan kontrol : perubahan peran dalam keluarga, kehilangan
kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau
pergaulan sosial, perasaan takut mati dan adanya kelemahan fisik
 Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri : ekspresi baik secara
verbal maupun nonverbal : anak sudah mampu
mengkomunikasikannya, sudah mampu mengontrol perilaku jika
merasa nyeri : menggigit bibir/menggigit dan memegang sesuatu
dengan erat.
e. Masa remaja
 Timbul perasaan cemas : harus berpisah dengan teman sebayanya
 Pembatasan aktivitas di RS : anak kehilangan kontrol terhadap
dirinya dan menjadi tergantung pada keluarga atau pertugas
kesehatan.
 Reaksi yang sering muncul : menolak perawatan atau tindakan yang
dilakukan, anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau
menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan.
 Perasaan sakit : respon anak bertanya-tanya, menarik diri dari
lingkungannya / menolak kehadiran orang lain.
3) Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi anak
a. Perasaan cemas dan takut
 Perasaan cemas dan takut : mendapat prosedur menyakitkan
 Cemas paling tinggi : menunggu informasi tentang diagnosa penyakit
anaknya.
 Takut muncul : takut kehilangan anak pada kondisi sakit terminal
 Perilaku : sering bertanya/bertanya tentang hal yang sama secara
berulang-ulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah
tegang dan marah.
b. Perasaan sedih
 Muncul pada saat anak dalam kondisi terminal
 Perilaku : isolasi, tidak mau didekati orang lain, tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan.
c. Perasaan frustasi
 Putus asa dan frustasi : anak yang telah dirawat cukup lama dan tidak
mengalami perubahan, tidak adekuatnya dukungan psikologis.
 Perilaku : tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan,
menginginkan pulang paksa.

A. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


1. Kebutuhan Oksigenasi
Tidak terjadi ganguan kecuali jika adanya metastasis di paru atau
peningkatan penekakan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses
hati atau hepatoma.
2. Kebutuhan Nutrisi
Terjadi karena menurun atau menghilangnya reflek hisap
3. Kebutuhan Aktifitas
Terjadi karena adanya letargi.
4. Kebutuhan Rasa Aman
Adanya resiko injuri berhubungan dengan prosedur penatalaksanan.
5. Pertumbuhan dan Perkembangan
Komplikasi pada sistem syaraf pusat dapat menimbulkan kerusakan
neurogis permanen yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian
ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin >
5mg/dl dalam 24 jam.

b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif :
lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan
asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Aktivitas / Istirahat
 Letargi, malas.
2) Sirkulasi
 Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
 Bising usus hipoaktif.
 Pasase mekonium mungkin lambat.
 Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
 Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
 Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum (
reflek menghisap dan menelan lemah, sehingga BB bayi
mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan
pembesaran limfa, hepar.
5) Neuro sensori
 Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum.
 Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
 Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
6) Pernafasan
 Riwayat asfiksia
7) Keamanan
 Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
 Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan
intracranial.
 Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan
berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan
(sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
 Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi
dengan ibu diabetes.
 Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
 Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
 Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.
 Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan
metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah
(sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
 Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal,
salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau
nitrofurantoin (Furadantin), inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit
infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
 Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm,
kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan
pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera, leher dan badan.
2) Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan
kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
3) Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan
peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap
otak.
4) Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
5) Risiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
6) Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar
berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
7) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi anak
3. Intervensi keperawatan
Diagnosis
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor warna dan keadaan kulit 1. Warna kulit kekuningan sampai jingga
kulit berhubungan keperawatan selama ......x24 jam, setiap 4-8 jam yang semakin pekat menandakan
dengan peningkatan diharapkan integritas kulit kembali konsentrasi bilirubin indirek dalam darah
kadar bilirubin indirek baik/ normal dengan tinggi.
dalam darah, ikterus kriteria hasil : 2. Monitor keadaan bilirubin direk dan 2. Kadar bilirubin indirek merupakan indikator
pada sclera leher dan  Kadar bilirubin dalam batas normal ( indirek ( kolaborasi dengan dokter berat ringan joundice yang diderita.
badan. 0,2 – 1,0 mg/dl ) dan analis )
 Kulit tidak berwarna kuning/ warna 3. Ubah posisi miring atau tengkurap. 3. Menghindari adanya penekanan pada kulit
kuning mulai berkurang Perubahan posisi setiap 2 jam yang terlalu lama sehingga mencegah
berbarengan dengan perubahan terjadinya dekubitus atau irtasi pada kuit
 Tidak timbul lecet akibat penekanan
posisi lakukan massage dan monitor bayi.
kulit yang terlalu lama
keadaan kulit
4. Jaga kebersihan kulit dan 4. Kulit yang bersih dan lembab membantu
kelembaban kulit/ Memandikan dan memberi rasa nyaman dan menghindari
pemijatan bayi kulit bayi meengelupas atau bersisik.

Kurang pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Berikan informasi tentang 1. Memperbaiki kesalahan konsep,
keluarga mengenai selama ......x 24 jam, diharapkan penyebab,penanganan dan implikasi meningkatkan pemahaman, dan
kondisi, prognosis dan pengetahuan keluarga bertambah masa datang dari hiperbilirubinemia. menurunkan rasa takut dan perasaan
kebutuhan tindakan dengan kriteria hasil : Tegaskan atau jelaskan informasi bersalah. Ikterik neonates mungkin
berhubungan dengan  Mengungkapkan pemahaman sesuai kebutuhan. fisiologis, akibat ASI, atau patologis dan
kurangnya paparan tentang penyebab, tindakan, dan protocol perawatan tergantung pada
informasi kemungkinan hasil penyebab dan factor pemberat.
hiperbilirubinemia 2. Tinjau ulang maksud dari mengkaji 2. Memungkinkan orangtua mengenali tanda-
 Melatih orang tua bayi bayi terhadap peningkatan kadar tanda peningkatan kadar bilirubin dan
memandikan, merawat tali pusat bilirubin ( mis., mengobservasi mencari evaluasi medis tepat waktu.
dan pijat bayi . pemucatan kulit di atas tonjolan
tulang atau perubahan perilaku )
khususnya bila bayi pulang dini.
3. Diskusikan penatalaksanaan di 3. Pemahaman orangtua membantu
rumah dari ikterik fisiologi ringan mengembangkan kerja sama mereka bila
atau sedang, termasuk peningkatan bila bayi dipulangkan. Informasi membantu
pemberian makan, pemajanan orangtua melaksanakan penatalaksanaan
langsung pada sinar matahari dan dengan aman dan dengan tepat serta
program tindak lanjut tes serum. mengenali pentingnya aspek program
penatalaksanaan.
4. Berikan informasi tentang 4. Membantu ibu untuk mempertahankan
mempertahankan suplai ASI melalui pemahaman pentingnya terapi.
penggunaan pompa payudara dan Mempertahankan supaya orangtua tetap
tentang kembali menyusui ASI bila mendapatkan informasi tentang keadaan
ikterik memerlukan pemutusan bayi. Meningkatkan keputusan berdasarkan
menyusui. informasi.
5. Kaji situasi keluarga dan system 5. Fototerapi di rumah dianjurkan hanya untuk
pendukung.berikan orangtua bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama
penjelasan tertulis yang tepat tentang kehidupan, dimana kadar bilirubin serum
fototerapi di rumah, daftarkan teknik antara 14 – 18 mg/dl tanpa peningkatan
dan potensial masalah. konsentrasi bilirubin reaksi langsung.
6. Buat pengaturan yang tepat untuk tes 6. Tindakan dihentikan bila konsentrasi
tindak lanjut dari bilirubin serum bilirubin serum turun di bawah 14 mg/dl,
pada fasilitas laboratorium. tetapi kadar serum harus diperiksa ulang
dalam 12-24 jam untuk mendeteksi
kemungkinan hiperbilirubinemia berbalik.
7. Diskusikan kemungkinan efek-efek 7. Kerusakan neurologis dihubungkan dengan
jangka panjang dari kernikterus meliputi kematian, palsi
hiperbilirubinemia dan kebutuhan serebral, retardasi mental, kesulitan sensori,
terhadap pengkajian lanjut dan pelambatan bicara, koordinasi buruk,
intervensi dini kesulitan pembelajaran, dan hipoplasiaemail
atau warna gigi hijau kekuningan

Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Periksa resus darah ABO 1. Inkompatibilitas ABO mempengaruhi
terhadap keterlibatan selama...........x24 jam, diharapkan 20% dari semua kehamilan dan paling
SSP berhubungan kadar bilirubin menurun dengan umum terjadi pada ibu dengan golongan
dengan peningkatan kriteria hasi l: darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B
bilirubin indirek dalam  Kadar bilirubin indirek dibawah 12 melewati sirkulasi janin, menyebabkan
darah yang bersifat mg/dl pada bayi cukup bulan pada aglutinasi dan hemolisis SDM. Serupa
toksik terhadap otak. usia 3 hari dengan itu, bila ibu Rh-positif, antibody ibu
 Resolusi ikterik pada akhir minggu melewati plasenta dan bergabung pada
pertama kehidupan SDM janin, menyebabkan hemolisis lambat
atau segera
 SSP berfungsi dengan normal
2. Tinjau catatan intrapartum terhadap 2. Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan
factor resiko yg khusus, seperti berat pembalikan barier darah-otak,
badan lahir rendah (BBLR) atau memungkinkan ikatan bilirubin terpisah
IUGR, prematuritas, proses pada tingkat membrane sel atau dalam sel
metabolic abnormal, cedera vaskuler, itu sendiri, meningkatkan resiko terhadap
sirkulasi abnormal, sepsis, atau keterlibatan SSP
polisitemia
3. Perhatikan penggunaan ekstrator 3. Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan
vakum untuk kelahiran. Kaji bayi kulit kepala janin dan hemolisis yang
terhadap adanya sefalohematoma dan berlebihan dapat meningkatkan jumlah
ekimosis atau petekie yang bilirubin yang dilepaskan dan menyebabkan
berlebihan ikterik
4. Tinjau ulang kondisi bayi pada 4. Asfiksia dan siadosis menurunkan afinitas
kelahiran, perhatikan kebutuhan bilirubin terhadap albumin.
terhadap resusitasi atau petunjuk
adanya ekimosis atau petekie yang
berlebihan, stress dingin, asfiksia,
atau asidosis
5. Pertahankan bayi tetap hangat dan 5. Stress dingin berpotensi melepaskan asam
kering, pantau kulit dan suhu inti lemak. Yang bersaing pada sisi ikatan pada
dengan sering albumin, sehingga meningkatkan kadar
bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas
(tidak berikatan)
6. Mulai memberikan minum oral awal 6. Keberadaan flora usus yang sesuai untuk
dengan 4 sampai 6 jam setelah pengurangan bilirubin terhadap
kelahiran, khusus bila bayi diberi urobilinogen; turunkan sirkulasi
ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda enterohepatik bilirubin Hipoglikemia
hipoglikemia. Dapatkan kadar memerlukan penggunaan simpanan lemak
Dextrostix, sesuai indikasi. untuk asam lemak pelepas-energi, yang
bersaing dengan bilirubin untuk bagian
ikatan pada albumin.
7. Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan 7. Hipopoteinemia pada bayi baru lahir dapa
prenatal; perhatikan kemungkinan mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin
hipoproteinemia neonates, khususnya membawa 16 mg bilirubin tidak
pada bayi praterm. terkonjugasi. Kekurangan albumin yang
cukup meningkatkan jumlah sirkulasi
bilirubin tidak terikat (indirek), yang dapat
melewati barier darah otak.
8. Perhatikan usia bayi pada awitan 8. Ikterik fisiologis biasanya tampak antara
ikterik; bedakan tipe ikterik (mis, hari pertama dan kedua dari kehidupan,
fisiologis, akibat ASI, atau patologis) ikterik karena ASI biasanya tampak antara
hari keempat dan keenam kehidupan,
mempengaruhi hanya 1%-2% bayi
menyusui.
9. Gunakan meter ikterik transkutaneus. 9. Ikterik patologis tampak dalam 24 jam
pertama kehidupan dan lebih mungkin
menimbulkan perkembangan
kernikterus/ensefalopati bilirubin.
Memberikan skrining noninvasif terhadap
ikterik, menghitung warna kulit dalam
hubungannya dengan bilirubin serum total.
10. Kaji bayi terhadap kemajuan tanda- 10. Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan
tanda dan perubahan perilaku; tahap (dihubungkan dengan ikterik patologis)
I meliputi neurodepresan (mis., mempunyai afinitas terhadap jaringan
letargi, hipotonia, atau ekxtravaskuler, meliputi ganglia basal
penurunan/tidak adanya reflek). jaringan otak. Perubahan prilaku
Tahap II meliputi neurohiperefleksia berhubungan dengan kernikterus biasanya
(mis,. Kedutan,kacau mental, terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 kehidupan
opistotonus, atau demam). Tahap III dan jarang terjadi sebelum 36 jam
ditandai dengan tidak adanya kehidupan.
manifestasi klinis. Tahap IV meliputi
gejala sisa seperti palsi serebra atau
retardasi mental
11. Pantau pemeriksaan laboratorium, 11. Memantau kemajuan penanganan
sesuai indikasi :
a. Bilirubin direk dan indirek. a. Bilirubin tampak dalam 2 bentuk:
bilirubin direk; yang di konjugasi oleh
enzim hepar glukoronil transferase, dan
bilirubin indirek, yang di konjugasi dan
tampak dalam bentuk bebas dalam
darah atau terikat pada albumin. Bayi
potensial terhadap kernikterus
diprediksi paling baik melalui
peningkatan kadar bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin indirek 18-
20 mg/dl pada bayi cupup bulan, atau
lebih besar dari 13-15 mg/dl pada bayi
praterm atau bayi sakit, adalah
bermakna
b. Tes Coombs darah tali pusat b. Hasil positif dari tes Coombs indirek
direk/indirek menandakan adanya antibody (Rh-
positif atau anti-A atau anti-B) pada
darah ibu dan bayi baru lahir; hasil
positif tes Coombs indirek
menandakan adanya sensitisasi (Rh-
positif, Anti-A, atau Anti-B) SDM
pada neonates
c. Kekuatan combinasi c. Penurunan konsisten dengan hemolisis
karbondioksida (CO2)
d. Jumlah retikulosit dan smear d. Hemolisis berlebihan menyebabkan
perifer. jumlah retikulosit meningkat. Smear
mengidentifikasi SDM abnormal atau
imatur
e. Hb/Ht e. Peningkatan kadar Hb/Ht ( Hb lebih
besar dari pada 22 g/dl; Ht lbih besar
dari 65%) menandakan polisitemia,
kemungkinan disebabkan oleh
pelambatan pengkleman tali pusat,
transfusi maternal-ibu transfuse
kembaran-kembaran, ibu diabetes, atau
stress intrauterus kronis pada hipoksia,
seperti trlihat pada bayi BLR atau bayi
dengan penurunan sirkulasi plasenta.
Hemolisis kelebihan SDM
menyebabkan peningkatan kadar
bilirubi dengan 1 g Hb menghasilkan
35 mg bilirubin. Kadar Hb rendah (14
mg/dl) mungkin dihubungkan dengan
hidrops fetalis atau dengan
inkompatibilitas Rh yang terjadi dalam
uterus serta menyebabkan hemolisis,
edema, dan pucat.
f. Protein serum total f. Kadar rendah protein serum (kurang
dari 3,0 g/dl) menandakan penurunan
kapasitas ikatan terhadap bilirubin.
g. Hitung kapasitas ikatan plasma g. Membantu dalam menentukan risiko
bilirubin-albumin kernikterus dalam kebutuhan tindakan.
Bila nilai bilirubin total dibagi dengan
kadar protein total serum kurang dari
3,7 bahaya kernikterus sangat
rendah.Namun, resiko cedera
tergantung pada derajat prematuritas,
adanya hipoksia atau asidosis, dan
aturan obat (mis.Sulfonamide,
kloramfenikol).
h. Hentikan menyusui ASI selama h. Pendapat bervariasi apakah
24-48 jam, sesuai indikasi. menghentikan menyusui ASI perlu bila
Bantu ibu sesuai kebutuhan terjadi ikterus. Namun, mencerna
dengan pemompaan panyudara formula meningkatkan motilitas.
dan memulai lagi menyusui Gastrointestinal dan ekskresi feses dan
pigmen empedu, dan kadar bilirubin
serum mulai tun dalam 48 jam setelah
penghentian menyusui.
12.Berikan agens indikasi enzim 12. Merangsang enzim hepatic untuk
(fenobarbital, etanol) bila meningkatkan bersihan bilirubin
dibutuhkan.

Risiko tinggi Setelah diberikan asuhan 1. Pantau masukan dan haluan cairan; 1. Peningkatan kehilangan air melalui feses
kekurangan volume keperawatan selama .....x 24 jam, timbang berat badan bayi 2 kali dan evaporasi dapt menyebabkan dehidrasi.
cairan akibat efek cairan tubuh neonatus adekuat dengan sehari.
samping kriteria hasil : 2. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi 2. Bayi dapat tidur lebih lama dalam
fototerapi berhubungan  Tugor kulit baik (mis: penurunan haluaran urine, hubungannya dengan fototerapi,
dengan pemaparan sinar  Membran mukosa lembab fontanel tertekan, kulit hangat atau meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal
dengan intensitas tinggi. kering dengan turgor buruk, dan pemberian makan yang sering tidak di
 Intake dan output cairan seimbang
mata cekung). pertahankan.)
 Nadi, respirasi dalam batas normal 3. Perhatikan warna dan frekuensi 3. Defeksi encer, sering dan kehijauan serta
(N: 120-160 x/menit, RR : 35 defekasi dan urine. urine kehijauan menandakan keefektifan
x/menit ), suhu ( 36,5-37,5 C ) fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi
bilirubin. Feces yang encer
meningkatkatkan risiko kekurangan volume
cairan akibat pengeluaran cairan berlebih.
4. Tingkatkan masukan cairan per oral 4. Meningkatkan input cairan sebagai
sedikitnya 25%. Beri air diantara kompensasi pengeluaran feces yang encer
menyusui atau memberi susu botol. sehingga mengurangi risiko bayi
kekurangan cairan.
5. Pantau turgor kulit 5. Turgor kult yang buruk, tidak elastis
merupakan indikator adanya kekurangan
volume cairan dalam tubuh bayi.
6. Berikan cairan per parenteral sesuai 6. Mungkin perlu untuk memperbaiki atau
indikasi mencegah dehidrasi berat.

Risiko terjadi Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Pantau kulit neonates dan suhu inti 1. Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi
gangguan suhu tubuh selama ......x 24 jam, diharapkan tidak setiap 2 jam atau lebih sering sampai sebagai respon terhadap pemajanan sinar,
akibat efek samping terjadi gangguan suhu tubuh dengan setabil( mis; suhu aksila) dan Atur radiasi dan konveksi.
fototerapi berhubungan kriteria hasil : suhu incubator dengan tepat
dengan efek mekanisme  Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Monitor nadi, dan respirasi 2. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena
regulasi tubuh. (36,50C-370C ) dehidrasi akibat paparan sinar dengan
 Nadi dan respirasi dalam batas intensitas tinggi sehingga akan
normal ( N : 120-160 x/menit, RR : mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga
35 x/menit ) peningkatan nadi dan respirasi merupakan
aspek penting yang harus di waspadai.
 Membran mukosa lembab
3. Monitor intake dan output 3. Intake yang cukup dan output yang
seimbang dengan intake cairan dapat
membantu mempertahankan suhu tubuh
dalam batas normal.
4. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C 4. Suhu dalam batas normal mencegah
jika demam lakukan kompres/ axilia terjadinya cold/ heat stress
5. Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam 5. Untuk mengetahui keadaan umum bayi
sesuai yang dibutuhkan sehingga memungkinkan pengambilan
tindakan yang cepat ketika terjadi suatu
keabnormalan dalam tanda-tanda vital.
6. Kolaborasi pemberian antipiretik jika 6. Antipiretik cepat membantu menurunkan
demam. demam bayi.

Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan, 1. Perhatikan kondisi tali pusat bayi 1. Pencucian mungkin perlu untuk melunakkan
akibat komplikasi selama ......x 24 jam, diharapkan tidak sebelum transfuse bila vena tali pusat dan vena umbilicus sebelum
tindakan transfusi tukar terjadi komplikasi dari transfusi tukar umbilical digunakan. Bila tali pusat transfuse untuk akses I. V dan memudahkan
berhubungan dengan dengan kriteria hasil : kering, berikan pencucian salin pasase kateter umbilical.
prosedur invasif, profil  Menyelesaikan transfusi tukar selama 30-60 menit sebelum
darah abnormal. tanpa komplikasi prosedur
 Menunjukkan penurunan kadar 2. Pertahankan puasa selama 4 jam 2. Menurunkan risiko kemungkinan regurgitasi
bilirubin serum. sebelum prosedur atau aspirat isi dan aspirasi selama prosedur.
lambung
3. Jamin ketersediaan alat resusitatif. 3. Untuk memberikan dukungan segera bila
perlu
4. Pertahankan suhu tubuh sebelum, 4. Membantu mencegah hipotermia dan
selama dan setelah prosedur. vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi
Tempatkan bayi di bawah penyebar ventrikel, dan menurunkan vikositas darah.
hangat dengan servomekanisme.
Hangatkan darah sebelum
penginfusan dengan menempatkan di
dalam incubator, hangatkan baskom
berisi air ataau penghangat darah.
5. Pastikan golongan darah serta faktor 5. Transfuse tukar paling sering dihubungkan
Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan dengan masalah inkompatibilitas Rh.
darah dan factor Rh darah untuk
ditukar.
6. Jamin kesegaran darah. Darah yang 6. Darah yang lama lebih mungkin mengalami
diberi heparin lebih disukai. hemolisis, karenanya meningkatkan kadar
bilirubin. Darah yang diberikan heparin
selalu baru, tetapi harus dibuang bila tidak
digunakan dalam 24 jam.
7. Pantau nadi, warna dan frekuensi 7. Membuat nilai data dasar, mengidentifikasi
pernapasan/kemudahan sebelum, potensial kondisi tidak stabil ( mis; apnea
selama dan setelah atau disritmia/henti jantung ) dan
transfuse.Lakukan pengisapan jika mempertahankan jalan napas.
diperlukan.
8. Catat tanda-tanda atau kejadian 8. Membantu mencegah kesalahan dalam
selama transfuse, pencatatan jumlah penggantian cairan. Jumlah darah ditukar
darah yang diambil dan diinjeksikan. kira-kira 170 ml/kg BB. Volume ganda
tukar transfuse menjamin bahwa antara 75
% dan 90 % sirkulasi SDM digantikan.
9. Pantau tanda-tanda keseimbangan 9. Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat
elektrolit ( mis; gugup, aktivitas terjadi selama dan setelah transfuse tukar.
kejang, dan apnea; hiperefleksia,;
bradikardia; atau diare )
10. Kaji bayi terhadap perdarahan 10. Penginfusan darah yang diberi heparin
bedlebihan dari lokasi I V setelah mengubah koagulasi selama 4-6 jam setelah
transfuse. transfuse tukar dan dapat mengakibatkan
perdarahan.
11. Pantau pemeriksaan laboratorium 11. Memantau kemajuan penanganan
sesuai indikasi :
a. Kadar Hb/Ht sebelum dan setelah a. Bila Ht kurang dari 40 % sebelum
transfuse transfuse, pertukaran sebagian SDM
kemasan dapat mendahului pertukaran
penuh. Penurunan kadar setelah
transfusi menadakan kebutuhan
terhadap transfuse kedua.
b. Kadar bilirubin serum segera b. Kadar bilirubin dapat menurun sampai
setelah prosedur, kemudian setiap setengah segera setelah prosedur, tetapi
4 jam dapat meningkat dengan cepat
setelahnya, memerlukan pengulangan
transfuse.
c. Protein serum total c. Mengalikan kadar dengan 3,7
menetukan derajat peningkatan
bilirubin yang memerlukan transfuse
tukar
d. Kalsium dan kalium serum d. Darah mengandung sitrat sebagai anti
koagulan yang mengikat kalsium,
sehingga menurunkan kadar kalsium
serum. Selain itu, bila darah lebih dari
2 hari, destruksi SDM melepaskan
kalium, menciptakan risiko
hiperkalemia dan henti jantung.
e. Glukosa e. Kadar glukosa rendah mungkin
dihubungkan dengan glikolisis
anaerobik kontinu dalam SDM donor.
Tindakan segera perlu untuk mencegah
efek buruk/kerusakan SSP.
f. Kadar pH serum f. PH serum dari darah donor secara khas
6,8 atau kurang. Asidosis dapat tejadi
jika darah segar tidak digunakan dan
hepar bayi tidak dapat memetabolisme
sitrat yang digunakan antikoagulan,
atau bila darah donor melanjutkan
glikolisis anaerobik dengan produksi
asam metabolit.
12. Berikan albumin sebelum transfuse 12. Meskipun masih kontroversial, pemberian
bila diindikasikan albumin dapat meningkatkan ketersediaan
albumin untuk berikatan dengan bilirubin,
karenanya menurunkan kadar bilirubin
serum sikulasi yang bebas. Dari 2 sampai
4 ml kalsium glukonat dapat diberikan
setelah setiap 100 ml penginfusan darah
untuk memperbaiki hipokalsemia dan
meminimalkan kemungkinan iritabilitas
jantung.
13. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : 13. Memperbaiki asidosis dan mengimbangi
 Kalsium glukonat 5 % efek-efek antikoagulan dari darah yang
 Natrium bikarbonat diberi heparin.
 Protamin sulfat

Perubahan proses Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan 1. Dapat menurunkan stress
keluarga berhubungan selama .........x24 jam, terjadi orang tua untuk informasi dan
dengan hospitalisasi pengurangan ansietas keluarga, dengan dukungan
anak kriteria hasil : 2. Gali perasaan dan masalah seputar 2. Memudahkan dalam pemilihan intervensi
 Kecemasan keluarga berkurang hospitalisasi dan penyakit anak
 Secara verbal keluarga mengatakan 3. Berikan informasi seputar kesehatan 3. Untuk menurunkan ansietas yang dialami
cemas berkurang anak keluarga
4. Berikan dukungan sesuai kebutuhan 4. Meningkatkan kemampuan koping
5. Anjurkan perawatan yang berpusat 5. Meningkatkan pemahaman keluarga
pada keluarga dan anjurkan anggota
keluarga agar terlibat dalam
perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta : Perpustakaan
Nasional.

Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta : Salemba
Medika.

Markum, H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : JNPKKR/POGI dan Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai