Anda di halaman 1dari 3

1.

Metabolisme dan Peran Seng


a. Metabolisme seng
Proses absorbsi seng didalam tubuh digambarkan sebagai suatu
keseimbangan yang dinamis. Seng diabsorbsi di usus halus dan sebagian kecil
di lambung dan usus besar. Jejenum merupakan tempat absorbsi seng yang
maksimal, sedangkan kolon tidak berperan penting. (Prasad, 1988)
Ligan-ligan dengan berat molekul yang rendah seperti asarn amino
dan asam-asam organik lainnya dapat meningkatkan daya larut dan
memudahkan absorbsi. Sistein dan metionin meningkatkan kemampuan
absorbsi seng dengan cara membentuk kompleks yang stabil dengan seng.
Seng diabsorbsi lebih efisien dalam jumlah kecil. Seseorang dengan kadar
seng rendah akan mengabsorbsi seng lebih efisien bila dibandingkan dengan
kadar seng tinggi. (Prasad 1988)
Secara fisiologis, seng diabsorbsi melalui dua proses yaitu uptake seng
dari lumen gastrointestinal ke dalam enterosit (atas) dan transport seng dari
enterosit ke dalam sistem sirkuler (bawah). Didalam lumen usus, terjadi
uptake seng ke dalam enterosit sebagai seng bebas (free-Zn) atau sebagai
seng terikat pada ikatan berat molekul rendah (low molecular weight-Zn Zn-
LMW). Uptake free-Zn atau Zn-LMW melibatkan protein transport pembawa
mediated dan non-mediated(atas). Didalam enterosit, seng transport terlibat
pada protein transport transeluler kaya sistein. Metalotionin bersaing dengan
protein transport ekstrasel untuk seng setelah sebelumnya berperan pada
absorbsi seng. Pengeluaran seng dari enterosit masuk ke dalam sistem
sirkuler merupakan mekanisme aktif (bawah). Dalam jumlah kecil seng dan
transportnya akan berdifusi kemudian terjadi transport paraseluler seng
bebas (atas). (King, 1999)
Seng dikeluarkan dari tubuh melalui tinja, urin, dan jaringan yang
terlepas termasuk kulit, rambut, dan sel-sel mukosa, pertumbuhan kuku,
menstruasi dan ejakulasi. Sebagian besar seng diekskresi melalui tinja (90%)
dan sekitar 0,5 - 0,8 mg/hari seng dikeluarkan melalui urin setiap harinya.
Kehilangan seng melalui permukaan kulit, keringat, dan rambut hanya sekitar
1-5 mg/hari, selain itu dapat melalui sekresi semen dan menstruasi. (Whittaker,
1998).
2. Peran Seng
Salah satu fungsi seng yaitu berperan sebagai kofaktor yang penting
untuk lebih dari >300 enzim. Dalam fungsi ini, seng mengikat residu histidin
dan sistein dan dalam waktu yang sama menstabilkan serta membuka
tempat/sisi aktif dari enzim – enzim ini sedemikian rupa sehingga katalis dari
reaksi dapat berjalan. ( B e r d a n i e r , 1 9 9 8 )
Kadar seng normal dalam serum 80 – 110 mikrogram/dl,
dalam darah mengandung 20 kali lipat karena adanya enzim karbonik
anhidrase dalam eritrosit, rambut mengandung 125 – 250 mikrogram/dl,
muskulus 50 mikrogram/dl. Sumber seng dalam makanan biasanya yang
berhubungan dengan protein, kadar seng yang tinggi terdapat dalam telur,
daging unggas, daging sapi, tiram, kepiting dan kacang-kacangan. (Bakri,
2008)
Seng juga terlibat pada keadaan–keadaan sebagai berikut : proses
pembelahan sel, metabolisme asam nukleat, sintesa protein, kofaktor atau
metaloenzim, transportasi dan regulasi beberapa hormon kelenjar hipofise,
tiroid, timus, adrenal, ovarium dan testis, antioksidan kuat sehingga seng
melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif dan berfungsi menstabilkan
struktur dinding sel, stimulator proliferasi dan migrasi keratinosit di daerah luka.
(Heidelise, 1997)
Prasad A. S. Zinc in growth and development and spectrum of human zinc
deficiency.J. Am. Coll. Nutr. 1988;7: p. 377-87
King JC, Keen CL. Zinc. Dalam Modern Nutrition in Health and Disease. 9th ed.
Lippincot Williams and Wilkins. Maryland. USA. 1999 : p. 223 – 39.
Whittaker P. Iron and zinc interaction in human. Am J Clin Nutr 1998;68 : p. 442-6.
Berdanier CD. Advanced Nutrition and Micronutrition. CRC Press New
York. USA 1998 : p. 183 – 203.
Bakri A. Peranan mikronutrient seng dalam pencegahan dan penanggulangan
diare. Dalam : Kumpulan makalah Kongres Nasional II Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia, 2003 : h. 132-35.

Heidelise. Neurodevelopment of preterm infant. In : Fanarof AA, Martin RJ. (editor).


Neonatal – perinatal medicine : disease of the fetus and infant. 1997;6th ed.

Anda mungkin juga menyukai