REFEEDING SYNDROME
OLEH:
Muhammad Ade Satia Putra
PEMBIMBING:
REFERAT
REFEEDING SYNDROME
OLEH:
Muhammad Ade Satia Putra
Disetujui tanggal:
PEMBIMBING:
BAB 3. RINGKASAN……...……………………………….……………….…..12
iii
DAFTAR SINGKATAN
BMI ……………… Body mass index
NICE ………….. The National Institute for Health and Care Excellence
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Patofisiologi refeeding syndrome ………………………………..........5
Gambar 2. Alur tatalaksana pada kurang gizi BMI ≤ 14 …………………….9
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
mencapai 45%, pada penyakit lnfllamatory bowel diseses (lBD) mencapai 80%
sedang pada pasien dengan keganasan bahkan kejadian malnutrisi lebih tinggi lagi
mencapai 85 %. Beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya
malnutrisi adalah menurunnya nafsu makan, terjadinya malabsorbsi, peningkatan
pengeluaran misalnya adanya luka kronis, penurunan sintesis protein serta
meningkatnya katabolisme3.
Pada usia lanjut dengan satu atau lebih masalah kesehatan, baik akut
maupun kronik, pengkajian ulang (reassessment) keadaan status nutrisi harus
sering dilakukan dan selanjutnya rencana asuhan nutrisi dapat diperbaiki bila
diperlukan3.
Refeeding syndrome merupakan suatu sindroma yang sering tak
terdiagnosis oleh karena itu perlu peningkatan pengetahuan dan kesadaran dari
tenaga medis untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dari Refeeding
syndrome (RFS)4.
Faktor risiko utama terjadi RFS adalah kurang gizi. Beberapa faktor lain
yang meningkatkan risiko terjadi RFS, yaitu pasien anoreksia nervosa, puasa
berkepanjangan, alkoholik kronis, tanpa makan > 7 hari, pasien postoperasi,
menjalani terapi radiasi, pasien keganasan, kurang gizi berat
(marasmus/kwashiorkor), kehilangan berat badan patologis, stroke (kelainan
neurologis), kelainan renal, HIV/AIDS, kelainan malabsorbsi (seperti
inflammatory bowel disease, pankreatitis kronik, fibrosis kistik, short bowel
syndrome), lanjut usia, diabetes mellitus tidak terkontrol, konsumsi diuretik secara
kronik (kehilangan elektrolit), konsumsi antasida secara kronik (garam Al/Mg
mengikat fosfat)4.
2
BAB 2
REFEEDING SYNDROME
2.1 DEFINISI
Refeeding syndrome (RFS) adalah suatu kondisi dimana terjadi perubahan
klinis dan metabolik yang timbul akibat rehabilitasi nutrisi yang agresif pada
pasien yang menderita malnutrisi berat. Crook et al mendefinisikan sebagai suatu
sindroma kelainan elektrolit dan perubahan cairan tubuh dengan kelainan
metabolik pada pasien kurang gizi yang mendapat refeeding baik secara oral,
enteral, maupun parenteral5.
Definisi lain mengatakan Refeeding syndrome (RFS) adalah kondisi yang
mengancam jiwa akibat dari gabungan masalah kardiovaskuler, paru-paru, hati,
ginjal, neuromuskular,metabolisme dan abnormalitas hematologi yang mengikuti
resusitasi yang tidak sesuai pada pasien malnutrisi berat atau individu yang
kelaparan5.
2.2 FAKTOR RISIKO
Dalam mengenal refeeding syndrome, kriteria NICE mengenai risiko tinggi
terjadinya refeeding syndrome dapat digunakan seperti tampak pada tabel 15.
3
4
2.3 PATOFISIOLOGI
Glukosa, produk utama pencernaan karbohidrat, secara aktif dibawa
bersama dengan natrium di brush border intestinal melawan gradien konsentrasi.
Glukosa masuk sirkulasi portal secara difusi dan terjadi peningkatan level gula
darah. Hal ini menstimulasi pelepasan hormon insulin dari sel islet pankreas.
Sekresi insulin mendukung ambilan dan penyimpanan glukosa (glikogenesis),
menghambat lipolisis, dan meningkatkan ambilan kalium seluler. Ketika kapasitas
cadangan glikogen berlebihan, lipogenesis terjadi dengan nonoxidised glucose
dikonversi menjadi lemak dan disimpan sebagai trigliserida dalam jaringan
adiposa6.
Saat terjadi kelaparan, level glukosa mulai turun dalam 24-72 jam. Hal ini
menyebabkan pelepasan hormone glukagon dan terjadi penurunan sekresi insulin.
Level glukosa dipertahankan oleh glikogenolisis tetapi cadangan glikogen jarang
bertahan lebih dari 72 jam. Homeostasis glukosa penting karena jaringan seperti
otak, eritrosit, dan sel medulla renal membutuhkan glukosa. Kebutuhan glukosa
dipenuhi dengan proses glukoneogenesis di mana sumber non karbohidrat
dimetabolisme menjadi glukosa5,6.
Sebagai tambahan, oksidasi asam lemak dalam hepatosit membentuk
badan keton, yang akan dikonversi menjadi asetil-koenzim-A membentuk energy
melalui siklus Kreb’s. Produksi energy dari laktat dan piruvat (produk-produk
glikolisis) dan asam amino terjadi melalui siklus Cori. Terdapat resultan
kehilangan lemak dan protein tubuh, dan dibarengi dengan penurunan
kalium,fosfat, dan magnesium. Level serum tetap normal walaupun terjadi
penurunan level total tubuh. Refeeding pada pasien yang puasa atau kelaparan
jangka panjang bisa menyebabkan penurunan secara cepat glukoneogenesis dan
metabolisme anaerob. Pada refeeding, glukosa yang diabsorbsi menyebabkan
peningkatan level glukosa, di mana meningkatkan insulin dan menurunkan sekresi
glukagon. Hasil perubahan ini adalah sintesis glukagon, lemak, dan protein.
Kondisi anabolik memerlukan mineral seperti fosfat dan magnesium serta
kofaktor seperti thiamin. Insulin menstimulasi absorbsi kalium melalui sel (via
simporter Na-K-ATPase) di mana magnesium dan fosfat turut diangkut. Air
5
2.5 TATALAKSANA
Prinsip manajemen RFS adalah koreksi abnormalitas biokimiawi dan
ketidakseimbangan cairan ke level yang normal jika mungkin. Waktu yang
optimal untuk koreksi abnormalitas pada RFS masih kontroversi. Pencegahan
merupakan kunci keberhasilan manajemen. Tiga faktor penting adalah identifikasi
awal pasien yang berisiko, monitoring selama refeeding, dan pemberian rejimen
yang tepat. Antisipasi risiko berkembangnya RFS dengan melakukan anamnesis
yang menyeluruh, pemeriksaan fisik, pemeriksaan biokimiawi seperti fosfat,
8
Rehidrasi secara hati-hati dan koreksi elektrolit pada level: Kalium 2-4
mmol/kg/hari,
keparahan malnutrisi. Pada pasien yang berisiko sedang, yang makan sangat
sedikit atau tidak sama sekali >5 hari, rekomendasinya <50% kebutuhan energi9.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Sari N. Gangguan Nutrisi Pada Usia Lanjut. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo
A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam F, editor. Buku Ajar Ilmu Peyakit
Dalam. Edisi VI Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2014: 441-447
2. Syam A. Malnutrisi. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M,
Setiyohadi B, Syam F, editor. Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam. Edisi VI
Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2014: 461-464
3. Setiati S, Dinda R. Malnutrisi Di Rumah Sakit. In: Setiati S, Alwi I,
Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam F, editor. Buku Ajar Ilmu
Peyakit Dalam. Edisi VI Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2014: 465-
472
4. Sobotka L, Schneider S, Berner Y, Cederholm T, Krznaric Z, Shenkin A,
et al. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition: Geriatrics. Clinical
Nutrition. 2009; 28: 461-466
5. Boland K, Solanki D, O’Hanlon C. Prevention and Treatment of
Refeeding Syndrome in the Acute Setting. IrSPEN Guideline Document.
2013;
6. Crook M, Hally V, Panteli J. The Importance of the Refeeding Syndrome.
Nutrition. 2001;7/8 (17):632-637
7. Kraft M, Btaiche I, Sacks G. Review of the Refeeding Syndrome.
Nutrition in Clinical Practice. 2006; 6(20): 625-633
8. Mehanna HM, Moledina J, Travis J. Refeeding syndrome: what it is, and
how to prevent and treat it. BMJ 2008;336 (7659): 1495–8
9. Pourhassan M, Cuvelier I, Gehrke I, Marburger C, Modreker M, Volkert
D, et al. Prevalence of Risk Factors for the Refeeding Syndrome in Older
Hospitalized Patient. 2018;3(22): 321-327
10. Friedli N, Stanga Z, Culkin A, Crook M, Laviano A, Sobotka L, et al.
Management and prevention of refeeding syndrome in medical inpatients:
An evidence-based and consensus-supported algorithm. Nutritionjournal.
2018; 47: 13-20
13