PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal
2.2
Epidemiologi
Di Asia dalam hal ini Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens dari
intususepsi adalah 0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di India, angka kejadiannya
dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan tentang
insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak
dirawat di RS Umum Kuala Lumpur karena intususepsi per tahun. Di Indonesia,
angka kejadian intususepsi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan
angka yang berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun.8
Irish (2011) menyebutkan insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000
kelahiran hidup.2 Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1
2.3
Etiologi
Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal.13
1. Idiopatik
Definisi dari istilah intususepsi idiopatik bervariasi di antara
penelitian terkait intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah
idiopatik untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas
spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan intususepsi seperti
diverticulum
meckel
atau
polip
yang
dapat
diidentifikasi
saat
pembedahan.8
Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu
teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah
bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini
berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi
tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran
kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan
2. Kausal
Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun),
adanya kelainan usus dapat menjadi penyebab intususepsi, seperti :
inverted Meckels diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus.13
Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip
seperti peutz-jeghers syndrom, dan duplikasi intestinal.
Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya
timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan
peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi
retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.13
2.4
Patofisiologi
Patofisiologi dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari
ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding
intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa
yang bertindak sebagai pencetus atau oleh pola yang tidak teratur dari
peristalsis
(contohnya,
berhubungan
dengan
ileus
pasca
berbagai
operasi).
masalah
Gangguan
kesehatan
elektrolit
yang
dapat
darah
mesenterium
dari
bagian
yang
terjepit
2.5
2.6
Klasifikasi
Lokasi pada saluran cerna yang sering menyebabkan terjadinya intususepsi
2.7
Gambaran klinis
Secara klasik perjalanan suatu intususepsi memperlihatkan gambaran
sebagai berikut :
Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan
gizi yang baik, tiba-tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya
terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan
sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit.
Di luar serangan, anak/bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu
2.8
Diagnosis
Untuk
menegakkan
diagnosis
intususepsi
didasarkan
pada
10
2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan
atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly
stool. 1-5,7,13
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus
terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus
dengan gambaran air fluid level. Dapat terlihat free air bila terjadi
perforasi.13
11
12
3. Barium enema
Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan
bila gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak
gambaran cupping, coiled spring appearance.13
13
4. Ultrasonografi Abdomen
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk
target atau donat yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang
dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut
dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm
menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada tampilan logitudinal
tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai tumpukan lapisan
hipoekoik dan hiperekoik.2,3,4,6
Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan
untuk membantu mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al
(2007) melaporkan bahwa intususepsi transien dari usus kecil lebih sering
14
5. CT Scan
Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran
klasik seperti pada USG yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus
halus dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus
ini secara klinis tidak signifikan.2
15
16
1.
Hydrostatic Reduction
Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan
17
non
pembedahan
ini
memiliki
beberapa
keuntungan
18
2.
Pneumatic Reduction
19
Tindakan Operatif
2.12
Komplikasi
Intususepsi
dapat
menyebabkan
terjadinya
obstruksi
usus.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah dehidrasi dan aspirasi dari
emesis yang terjadi. Iskemia dan nekrosis usus dapat menyebabkan
perforasi dan sepsis. Nekrosis yang signifikan pada usus dapat
menyebabkan komplikasi yang berhubungan dengan short bowel
syndrome.2
2.13
Prognosis
Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan
anak-anak sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait
dengan intususepsi tetap tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di
negara berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan terlambat,
20
yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat
intervensi bedah, reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi.8
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali
lipat dalam kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah
timbulnya gejala daripada bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah
onset pertama.8Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi nonoperatif
dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4. 2
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
tanggal
2016
Des
29];
dapat
diakses
pada
http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#showall
22
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/937730-overview#showall
3. Wyllie R. Ileus, adhesi, insusepsi dan obstruksi lingkar tertutup in Nelson Ilmu
Kesehatan Anak. Behrmen, Kliegmen, Arvin editors. 15th ed. Vol 2. EGC: Jakarta.
1999. p.1319.
4. Ramachandran P. Intussusception in pediatric surgery diagnosis and management.
Puri P, Hollwarth M editors. Spinger: Dordrecht Heidelberg. 2009.
5. Kartono D. Invaginasi dalam Kumpulan kuliah ilmu bedah. Reksoprodjo S,
Pusponegoro AD, et al. Binarupa Aksara: Tangerang. 2005.
6. Pendergast LA & Wilson M. Intussusception: a sonographers perspective. JDMS
19:231-238. Jul-Aug. 2003.
7. Fallan ME. Intussusception in Pediatric Surgery, Ashcraft KW, Holder TM (eds).
4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 2005.
8. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children: Incidence,
Clinical Presentation and Management: A Global Perspective. Geneva,
Switzerland: World Health Organization, 2002.
9. Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al. The
epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to 2004. Ann
Acad Med Singapore 2006;35:674-9.e
10. Ekenze SO, Mgbor SO. Childhood intussusception: The implications of delayed
presentation. Afr J Paediatr Surg 2011;8:15-8.
11. Van Heek NT, Aronson DC, Halimun EM, Soewarno R, Molenaar JC, Vos A.
Intussusception in a tropical country: comparison among patient populations in
Jakarta, Jogyakarta, and Amsterdam. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1999;29:402-5.
12. http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/006/6710-05500475.jpg
13. Santoso MIJ, Yosodiharjo A, Erfan F. Hubungan antara lama timbulnya gejala
klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada penderita
23
24