PENDAHULUAN
2007). Insiden infertilitas beragam dan terbagi menurut penyebab infertilitas itu
sendiri. Hampir 15% dari pasangan di seluruh dunia merupakan pasangan infertil
adalah sekitar 10%. Kondisi ini makin lama makin banyak ditemukan di Indonesia.
15% di usia 30-34 tahun, 30 % di usia 35-39 tahun dan 64 % ketika mereka
tersebut 40% terkait dengan faktor istri, 40% terkait dengan faktor suami, 10%
terkait dengan faktor gabungan suami istri, dan sisanya terkait dengan faktor-
faktor lain yang sering kali sulit untuk ditemukan penyebabnya atau disebut dengan
kompleks. Dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai disiplin ilmu. Dalam hal ini,
biologi, radiologi, psikologi, dan lain-lain. Oleh karena sifatnya yang multi
membutuhkan tahapan waktu yang relatif lama dan bermacam cara pengobatan
infertilitas pasangan suami istri (Bansal, 2004; Speroff, 2005; Hansotia, 2002).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dan melahirkan anak setelah
yang hidup sebagai kegagalan dari mengandung atau kegagalan untuk mengandung
2.2 Epidemiologi
Insiden fertilitas berkisar antara 10-15% dari pasangan usia subur. Insidensi
mendapatkan insiden infertilitas sebesar 20% dari pasangan usia subur sedangkan
Southan menyebutkan insiden infertilitas sebesar 10-25% dari pasangan usia subur
(Prabudi, 2007).
2.3 Klasifikasi
Jenis infertilitas ada dua, yaitu :
1. Infertilitas primer
bulan.
2. Infertilitas sekunder
Infertilitas sekunder yaitu jika istri pernah hamil, akan tetapi kemudian
2.4 Etiologi
Secara garis besar penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi (Hestiantoro, 2009):
1. Faktor istri (40%)
a. Kondisi vagina, mulut rahim dan rahim
b. Kondisi ovarium dan rongga peritoneum
c. Kondisi saluran telur atau tuba Fallopii
2. Faktor suami (40%)
a. Kelainan organ genitalia pria
b. Faal dan morfologi sel spermatozoa
3. Faktor gabungan istri dan suami ( 10%)
a. Frekuensi senggama
b. Antibodi anti sperma
4. Faktor idiopatik (10%)
pembedahan atau cidera pada genital pria atau daerah inguinal, dan setiap
Kelebihan konsumsi alcohol atau rokok atau paparan yang luar biasa
yang banyak yang bereksudasi keluar dari serviks untuk berkontak dengan
fase menjelang pra ovulasi (hari ke-12 sampai 14 dari siklus 28 hari).
d. Faktor tuba-rahim
Penyumbatan tuba dapat terjadi pada tiga lokasi: akhir fimbriae,
sebelumnya pada 30 sampai 50% wanita dengan infertilitas yang tak dapat
607)
2.6 Pemeriksaan Pasangan Infertil
Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan. Itu berarti,
kalau istri saja yang diperiksa sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka
dini apabila:
a. Pernah mengalami keguguran berulang
b. Diketahui mengidap kelainan endokrin
c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut
d. Pernah mengalami bedah ginekologik
2. Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan
tersebut
4. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah
2005).
a. Pemeriksaan riwayat infertilitas (anamnesis)
Anamnesis masih merupakan cara terbaik untuk mencari
koitus. Perlu juga diketahui pola hidup dari pasien mengenai konsumsi
mengukur suhu badan basal (SBB). SBB juga dapat digunakan untuk
terhadap sperma.
patensi tuba. Uji ini dilakukan pada paruh pertama siklus haid, dimana
sedikit dua hari sebelumnya. HSG dilakukan oleh ahli radiologi dengan
fungsi tuba fallopi. Kedua tuba dapat dilihat secara langsung dan
a. Merokok
Kondisi merokok seringkali terkait dengan penurunan kemampuan
menyebabkan infertilitas
c. Kesulitan ereksi
Kondisi ini terkait dengan stres psikis atau kelainan metabolik
2. Pemeriksaan fisik
a. Payudara
Payudara pria harus normal, jika terlihat membesar atau ginekomastia,
seperti hipospadia.
c. Skrotum
Skrotum harus diraba untuk menilai kemungkinan skrotum terisi
Jumlah testis, volume testis dan turunnya testis ke dalam skrotum juga
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dasar yang wajib dikerjakan pada pasangan suami istri
2002):
a. Sediaan diambil setelah abstinensia sedikitnya 48 jam dan tidak lebih
dari 7 hari
b. Oleh karena variasi yang besar dalam produksi semen dapat terjadi pada
dari 3 bulan
c. Sebaiknya sediaan dikeluarkan dalam kamar yang tenang dekat
dalam waktu satu jam setelah dikeluarkan dan jika motilitas sperma
sangat rendah (< 25% bergerak maju terus), sediaan kedua harus
diperiksa secepatnya.
d. Sediaan sebaiknya diperoleh dengan cara masturbasi dan ditampung
mengandung spermatisid.
f. Coitus interuptus tidak dapat dipakai untuk mendapatkan siapan karena
paling banyak akan hilang. Selain itu juga akan terjadi kontaminasi
seluler dan bakteri pada siapan serta dapat terjadi pula pengaruh kurang
asam.
g. Siapan yang tidak lengkap sebaiknya tidak diperiksa, terutama jika
(Kuswondo, 2002)
a. Pemeriksaan Makroskopis
1) Warna
Warna normal adalah putih/agak keruh. Kadang-kadang ditemukan
( hemospermi).
2) Volume
3) Cairan semen yang ditampung diukur dan diukur dengan gelas
ml, dengan harga rata-rata 2-3,5 ml. Aspermi bila tidak keluar
ml. Hipospermi bila volume kurang dari 1 ml, hal ini dapat
disebabkan oleh:
a) Tercecer pada waktu memasukkan semen ke dalam botol.
b) Keadaan patologis, antara lain penyumbatan kedua duktus
lazim, yaitu7,2-7,8.
6) Viskositas
Viskositas semen diukur setelah mengalami likuefaksi betul (15-20
cara, yaitu:
a) Dengan pipet pastur: Semen diisap ke dalam pipet tersebut,
memiliki makna secara klinis. Bila hal ini ditemukan akan sangat
pencampuran enzimatis.
b. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis meliputi:
1) Jumlah spermatozoa per ml
Konsentrasi sperma ialah jumlah spermatozoa per ml sperma.
dianggap normal bila 50% atau lebih bergerak maju atau 25%
setelah ditampung.
lemah
c) Grade 2 (good) bila terlihat gerak maju yang cukup baik dari
putar
d) Grade 3 (excellent) bila ada gerakan maju dari spermatozoa
3) Kriteria Jumlah K
PH 7,2-7,8 ep
n
Jumlah sperma 40 juta sperma/ejakulat atau lebih
total/ejakulat
ejakulat
Uji butir imun Perlekatan butir imun pada kurang dari 10%
sperma
Semen yang tidak diencerkan diteteskan ke dalam titik hitung,
spermatozoa normal.
5) Komponen seluler lain dari semen (leukosit dan eritrosit)
Leukosit sangat sering dijumpai dalam spesimen semen,
prostat dan USG. Pada cairan prostat yang didapat dengan masase
dari segi spermatogenesis dan sel epitel dari uretra dan vesica
inhibitor.
CC merupakan turunan dari triphenylethylene golongan nonsteroid
dimulai pada hari ke-3 siklus haid selama 5 hari. Dosis dimulai
langsung
Indikasi lain pemberian obat induksi ovulasi adalah infertilitas yang tak
Terapi infertilitas pada pria dapat didasarkan atas 2 tata cara, yaitu hanya
1992).
Volume semen disebut hiposperma jika kurang dari 1,5 ml, yang
b) Hiperspermia
invitro(Arsyad, 1992).
b) Oligozoospermia
Sampai saat ini masih disepakati bahwa jumlah spermatozoa
hari.
c) Kombinasi HMG dan hCG; HMG (Pergonal) diberikan dengan
a) ATP
b) Androgen dosis rendah
c) Phosph6lipid esensial
d) Antibiotika
e) Vitamin E + Vit B
f) Pentoksifilin
Atau dilakukan AIH (IBS) dengan atau tanpa sperm treated yang
dapat berupa sperm washing dan sperm swim up. Jika masih belum
memberikan hasil yang diharapkan dapat dilanjutkan dengan terapi
a) Klinefelter syndrome
b) Cryptorchidism bilateral
c) Atrofi testis
d) Sertoli cell only syndrome
e) Agenesis vas deferens
a) Varikokel
Varikokel merupakan salah satu faktor penyebab
kualitas
semen adalah infeksi prostat, vesika seminalis dan epididimis.
yang terlalu sedikit atau banyak dan morfologi dan motilitas yang
abnormal.
Terapi berupa pemberian antibiotika, dalam hal ini yang dapat
erithromisin
yang dapat ditambah dengan roborantia berupa vitamin E,
rutin, MAR test, dan SCMC test. Terapi dapat berupa pemberian
retrograd, Epispadia/hipospadia
e) Endokrinopati
kadar
darah
azoospermia- oligozoospermia.
atau IVF.
sering
digunakan adalah:
a. ICI (Intracervical Insemination)
penggunaan ICI
relatif cepat dan tidak menyakitkan. Sperma yang berasal dari donor
berjalan menuju uterus dan tuba falopii, dimana akan terjadi pembuahan.
buatan yang paling sering digunakan pada AIH. Sperma suami langsung
dimasukan ke dalam tuba falopii, sehingga bila sperma tersebut bertemu
Prosedur IUI sangat efektif digunakan oleh pasangan infertil yang tidak
dalam media biak. Setelah terjadi pembuahan pada masa embrio stadium
2-4 sel, lalu di transfer ke dalam rahim. Dalam hal ini peranan tuba tidak
diolah (washed sperm) dimasukkan kedalam tuba pada saat itu juga. Dalam
kondisi ini salah satu tuba pasien harus dalam keadaan normal. Indikasi GIFT ini
infertility.
c. ZIFT (Zygote intra fallopian transfer)
Proses fertilisasi dengan cara mengambil ovum dari ovarium dengan
bentuk zygote dan di transferkan ke dalam tuba. Indikasi ZIFT ini adalah
2.8 Prognosis
Prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan
kemudian menurun perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun
golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari enam
kesimpulan bahwa 25% akan hamil dalam 1 bulan pertama, 63% dalam 6 bulan
pertama, 75% dalam 9 bulan pertama, 80% dalam 12 bulan pertama, dan 90%
dalam 18 bulan pertama. Dengan demikian, makin lama pasangan kawin tanpa
kepada lebih dari 50% pasangan, walaupun masih selalu ada 10-20% pasangan
yang belum diketahui etiologinya. Separuhnya lagi terpaksa harus hidup tanpa
anak, atau memperoleh anak dengan jalan lain, misalnya dengan inseminasi buatan
kehamilan sebesar 50% , yang lebih dari 5 tahun, menurun menjadi 30%
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dalam Menegakkan suatu diagnosis infertilitas perlu penegakkan
etiologi yang tepat dan pemeriksaan yang akurat dalam mencari bukti-bukti
dalam diagnosis infertilitas. Hanya saja permasalahan ini baru saja timbul
dan penegakkan diagnosis, karena ada beberapa pria atau wanita yang menolak
batasan seperti pada wanita usia lebih dari 35 tahun, terdapat riwayat kehamilan
gangguan haid serta kemoterapi. Pada pria yaitu testis adesensus, riwayat
dengan bukti yang kuat bias ditegakkan tanpa bias dan rancu.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, K.M. 1992. Tatacara Penanganan Infertilitas Pria. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran No. 74, 1992.
Bobak, L.M., Lowdermilk, D.L., Jensen M.D., Perry, S.E. 2004. Maternal Nursing 4th
ed. St. Louis, Missauri: Mosby Co.
Kuswondo, Gunawan. 2002. Analisis Semen pada Pasangan Infertil. Thesis. Semarang:
Bagian/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
RSUP Dr. Kariadi.
Olds, S.B., London, M.L., Ladewig, P.A. 1988. Maternal Newborn Nursing. Canada:
Addison Wesley Publishing.