Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN WOUND CARE

MANAJEMEN LUKA DEKUBITUS

Disusun Oleh :

Alfan Hartomo 0432950422060


Rini Nur Ayu Ningtyas 0432950422062
Diki Zaelani 0432950422075
Sri Gustina 0432950422085
Taufik Hidayat 0432950422086
Febrian Jodi Pratama 0432950422057

UNIVERSITAS BANI SALEH


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S-1 ALIH JENJANG
TA 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan judul “Manajemen Luka Dekubitus”.
Penyusunan  makalah ini guna memenuhi penilaian tugas pada mata kuliah
Keperawatan Wound Care. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ns. Hani Fauziah,
M. Kep yang telah memberikan kesempatan dan bimbingannya kepada penulis dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat memberikan manfaat dan pemahaman bagi kita semua.
 
                                                            
Depok, 14 Mei 2023
                                        
                                   
Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Definisi Dikubitus.......................................................................................................1

B. Klasifikasi....................................................................................................................5

C. Etiologi........................................................................................................................1

D. Faktor Resiko...............................................................................................................5

E. Patofisiologi.................................................................................................................2

F. Pathway.......................................................................................................................3

G. Manifestasi Klinis........................................................................................................4

H. Perawatan Luka Dekubitus..........................................................................................5

I. Pencegahan Luka Dekubitus.......................................................................................5

I. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................8
ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................................................8
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DEKUBITUS....................................................8
1. Pengkajian...................................................................................................................8

2. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................10

3. Intervensi Keperawatan.............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................44

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Definisi Ulkus Dekubitus
Decubitus adalah luka kulit pada suatu area jaringan yang disebabkan oleh
penonjolan tulang akibat tekanan, gerakan, gesekan, atau kombinasi dari semuanya
(NPUAP, 2014). Menurut Perry et al (2012), ulkus tekan didefinisikan sebagai ulkus yang
terjadi pada kulit dan/atau jaringan di bawahnya, biasanya oleh penonjolan tulang yang
disebabkan oleh tekanan atau kombinasi dari tekanan, geseran dan/atau gesekan. Luka
tekan adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh kompresi jaringan lunak yang
berkepanjangan di atas tulang yang menonjol dan titik-titik tekanan dari luar. Pada tahap
ini menyebabkan gangguan peredaran darah di daerah depresi. Jika dibiarkan dalam
jangka waktu yang lama, hal itu menyebabkan aliran darah tidak mencukupi, oksigenasi
yang tidak mencukupi atau iskemia jaringan dan akhirnya kematian sel (Morison, 2012)

B. Klasifikasi Ulkus Dekubitus


Klasifikasi Ulkus Dekubitus Ulkus Dekubitus dapat diklasifikasikan menggunakan
sistem penilaian atau stadium. Sistem ini pertama kali diusulkan untuk memiliki cara
yang jelas dan konsisten dalam mendeskripsikan dan mengklasifikasikan bejana tekan.
Sistem staging luka dekubitus didasarkan pada penggambaran kedalaman jaringan yang
rusak. Luka tertutup dan jaringan nekrotik seperti jaringan tidak dapat dipentaskan sampai
jaringan diangkat dan kedalaman luka dapat diamati. Perangkat ortopedi dan kawat gigi
dapat mempersulit penilaian (AHPCR, 1994, Potter & Perry, 2005). Langkah-langkah
berikut diturunkan dari NPUAP (1992), langkah-langkah ini juga digunakan dalam
pedoman pengobatan AHPCR (1994). Ada beberapa indikator selain warna kulit, seperti
temperatur, adanya kebingungan "kulit jeruk" atau pori-pori yang rapat, kekerasan dan
data laboratorium yang dapat membantu dalam mengevaluasi pasien kulit hitam. Bennett
(1995 dalam Potter & Perry, 2005). Dalam penelitiannya, ia menyimpulkan bahwa saat
memeriksa pasien berkulit gelap, diperlukan pencahayaan yang memadai untuk
pemeriksaan kulit yang akurat. Kami merekomendasikan cahaya alami atau cahaya
halogen. Hal ini dapat mencegah munculnya warna biru yang dihasilkan oleh sumber
cahaya pijar pada kulit berpigmen gelap, yang dapat mencegah penilaian yang akurat.
Menurut NPUAP, ulkus dekubitus dinilai I hingga IV, yaitu:

1
1. Derajat I tidak pucat dan kulit utuh, lesi ulkus kulit membesar. Kulit yang berubah
warna, hangat atau keras juga bisa menjadi indicator
2. Derajat II hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis, dermis, atau keduanya
3. Derajat III dicapai dengan hilangnya semua ketebalan kulit, termasuk jaringan
subkutan atau nekrotik, yang dapat meluas ke bawah tetapi tidak di atas fasia di
bawahnya. Luka tampak secara klinis sebagai lubang yang dalam dengan atau tanpa
kerusakan pada jaringan sekitarnya
4. Derajat IV biasanya ditandai dengan hilangnya seluruh ketebalan kulit dengan
kerusakan yang luas, nekrosis jaringan; atau kerusakan pada otot, tulang atau struktur
pendukung, seperti kerusakan pada epidermis, dermis, jaringan subkutan, otot dan
kapsul sendi (Mamoto & Gessal, 2018).

C. Etiologi
Penyebab utama terjadinya dekubitus menurut Nursalam 2014 meliputi:
1. Tekanan (presure) Ketika adanya tekanan darah pada pembuluh darah arteri
kapiler sekitar 32 mmHg. Sementara pada pembuluh darah vena menurun sekitar
10mmHg. Dan apabila melebihi batas tekanan maka menyebabkan obstruksi pada
kapiler, jaringan kehilangan suplai darah dan akhirnya terjadi kematian jaringan.
2. Gesekan dengan kekuatan besar (shear) Terjadi ketika pasien diimobilisasi,
misalnya ketika pasien dipindahkan dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya,

2
maka akan terjadi gesekan yang kuat antara kulit dengan permukaan sprei temapat
tidur pasien.
3. Gesekan (friction) Hala ini biasanya terjadi pada daerah yang rentan akan
terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan dan gesekan. Oleh karena itu untuk
mencegah terjadinya tekanan dan gesekan perlu teknik penanganan dan peralatan
yang tepat
4. Kelembaban (moisture) Adanya kelembaban yang tinggi dalam waktu yang sangat
lama dapat berakibat pada maserasi kulit yang mengakibatkan terjadinya luka
ulkus dekubitus pada bokong maupun jaringan lainya.

D. Faktor Resiko
Menurut (Nursalam, 2014), faktor resiko terjdinya dekubitus antara lain:
1. Mobilitas dan aktivitas adalah kemampuan untuk mengubah posisi tubuh, sedangkan
aktivitas itu sendiri diartikan sebagai kemampuan untuk bergerak. Pasien yang terus-
menerus berbaring di tempat tidur tanpa bergerak atau mengubah posisi berisiko
tinggi terkena penyakit siku. Imobilisasi merupakan faktor terpenting dalam kasus
ulkus tekan.
2. Persepsi sensorik pasien yang berkurang mengurangi sensasi nyeri akibat tekanan
pada tulang yang menonjol. Jika ini berlangsung lama, pasien sensitif dan mudah
terkena dekubitus.
3. Kelembaban yang disebabkan karena inkontenensia dapat mengakibatkan terjadinya
maserasi pada kulit. Jaringan yang mengalami 10 maserasi akan mudah erosi. Selain
itu kelembaban juga bisa mengakibatkan kulit mudah tergesek (friction) dan
perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan sebagai perkembangan
dekubitus karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak perkembangan
pada kulit.
4. Gaya destruktif (geser) adalah gaya mekanis yang meregangkan dan merobek
jaringan, pembuluh darah dan struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan
dengan tulang yang menonjol.
5. Gesekan (friction) dapat terjadi pada kedua pembuluh darah yang bergerak
berlawanan arah, gesekan dapat menyebabkan lecet dan merusak permukaan
epidermis kulit. Pasien yang berhati-hati mungkin mengalami gesekan saat
menyentuh seprai

3
6. Diet atau penurunan berat badan dan malnutrisi didefinisikan sebagai faktor penyebab
dekubitus stadium 3 dan 4, yang terjadi pada orang tua, berhubungan dengan
penurunan berat badan, kadar albumin rendah, dan asupan makanan yang tidak
memadai.
7. Usia pasien juga bisa menjadi faktor risiko tinggi karena kulit dan jaringan berubah
seiring bertambahnya usia.
8. Usia pasien juga bisa menjadi salah satu faktor resiko yang tinggi untuk terjadinya
decubitus karena kulit dan jaringan akan berubah pada saat penuaan.
9. Tekanan arteri yang rendah dapat mengurangi toleransi tekanan pada kulit, yang dapat
menyebabkan iskemia jaringan.
10. Stres emosional juga dapat menyebabkan kerusakan siku, salah satunya pasien
psikiatri yang juga merupakan faktor risiko siku.
11. Merokok Nikotin yang terkandung dalam rokok meningkatkan sirkulasi darah dan
memiliki efek samping pada endotelium pembuluh darah
12. Suhu kulit, karena ketika suhu naik, berpengaruh signifikan terhadap risiko terkena
ulnaritis (Alimansur & Santoso, 2019)

E. Patofisiologi
Patofisiologi Luka dekubitus disebabkan oleh tekanan yang tidak berkurang yang
diberikan dengan kekuatan besar (geser) dalam waktu singkat atau dengan sedikit gaya
(gesekan) dalam waktu lama yang mengganggu pasokan darah ke jaringan kapiler,
menghambat aliran darahdan mengambil oksigen dan nutrisi jaringan (Osuala, 2014).
Gangguan suplai darah dapat terjadi pada daerah yang tertekan akibat penekanana
pada jaringan. Jika ini berlanjut untuk waktu yang lama, hipoperfusi, iskemia jaringan,
anoksia, dan akhirnya kematian sel dapat terjadi (Stamps, 2017).
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit pada jaringan di bawah kulit, bahkan
melalui otot hingga tulang, yang disebabkan oleh tekanan konstan pada tempat tersebut,
menyebabkan gangguan sirkulasi lokal. Ini diartikan bahwa luka tekan hanya
berkembang pada pasien yang dalam keadaan berbaring. Istilah decubitus sekarang ini
jarang digunakan untuk menggambarkan istilah luka tekan (EPUAP and NPUAP, 2016).
Luka dekubitus yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan masa
perawatan pasien menjadi panjang dan peningkatan biaya rumah sakit sehingga
membebani ekonomi pasien, lembaga dan masyarakat secara umum (Black, et al., 2015).

4
Luka dekubitus juga dapat menyebabkan nyeri, sehingga memperpanjang rawat inap
di rumah sakit dan meningkatkan komplikasi pasien serta beban sosial (Hansen, 2016).
Oleh karena itu perawat perlu memahami secara komprehensif tentang luka tekan agar
dapat memberikan pencegahan dan intervensi keperawatan yang tepat untuk pasien yang
beresiko terkena luka tekan. Perawat dianjurkan menggunakan alat standar dalam
penilaian, klasifikasi, dan intervensi yang sesuai yang akan berorientasi pada tujuan dan
hemat biaya. Setelah tingkat risiko pasien ditentukan (Diagnosis keperawatan), perawat
bersama dengan pasien jika memungkinkan, dapat membuat rencana pencegahan dan
perawatan yang sesuai dengan tingkat risiko mereka (Osuala, 2014). Daerah yang paling
sering terjadi luka tekan tergantung kepada area yang sering mengalami tekanan
(NPUAP, 2017), yaitu :
1. Pada posisi terlentang yaitu daerah belakang kepala, sakrum dan tumit
2. Pada posisi duduk yaitu daerah ischium, atau koksik.
3. Posisi lateral yaitu pada daerah trochanter

F. Pathway

G. Manifestasi Klinis
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multiple sklerosis

dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, faktor lain perlu diketahui dari riwayat

penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat

operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi

alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di

dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri.

5
Deteksi awal : berikan tekanan ringan selama 10 detik dengan ujung jari telunjuk di

area yang dicurigai – lepaskan – jika area tersebut memutih dan kembali ke warna

semula, berarti area tersebut masih mempunyai vaskularisasi yang adekuat.

Jika setelah tekanan dilepas, warna kulit tidak segera kembali ke warna semula

(nonblanching erythema), menunjukkan vaskularisasi tidak adekuat dan berisiko tinggi

berkembang menjadi dekubitus.

Jika secara visual tampak perubahan warna kulit, kemerahan/ keunguan/ kehitaman,

teraba hangat dan oedema atau indurasi, menunjukkan sudah terjadi kerusakan jaringan

yang akan berkembang menjadi ulkus

Ulkus tipe I : kerusakan superficial, ditandai dengannon blanching erythema,

kerusakan epidermis dan sebagian dermis.

Ulkus tipe II : melibatkan jaringan subkutan atau struktur di bawahnya (fascia, tendo,

otot, tulang)

H. Perawatan Luka Dekubitus


Pada perawatan luka dekubitus mencakup prinsip debridement, pembersihan, dan

dressing.

1. Debridement

Luka dekubitus yang mengalami nekrosis akan sukar mengalami penyembuhan,

oleh karena itu perlu dilakukan debridement untuk mencegah infeksi yang lebih luas.

Pada prinsip debridement yang perlu diperhatikan adalah kondisi pasien dan kondisi

luka. Debridement disini adalah mengangkat jaringan yang sudah mengalami nekrosis

dan untuk menyokong pertumbuhan atau pemulihan luka.

Adapun tipe dari debridement ada beberapa cara diantaranya secara mekanik yaitu

dengan kompres basa – kering, hidroterapi, dan irigasi luka.

6
Rasional untuk dilakukan debridement adalah mengurangi perluasan pada luka,

kontrol dan pencegahan infeksi, dan fisualisasi dasar luka. Indikasi intuk debridement

adalah luka yang akut atau kronik dengan jaringan nekrosis luka yang terinfeksi

dengan jaringan nekrotik.

Adapun kontra indikasinya adalah luka yang tidak terinfeksi, kering, dan luka

iskemik yang stabil.

2. Pembersihan

Pada setiap luka yang akan diganti selalu dibersihkan. Bahan-bahan yang perlu

dihindari untuk membersihkan luka seperti povidone iodine, larutan sodium

hypochlorite, hydrogen peroxide, aceptic acid, karena bahan-bahan tersebut bersifat

cytotoxic. Yang paling sering digunakan untuk membersihkan luka dekubitus adalah

dengan normal saline atau bisa juga dengan larutan anti septik yang tidak

menimbulkan cytotoxic. Dalam membersihkan luka perlu dilakukan irigasi dengan

tekanan yang tidak terlalu kuat, dengan tujuan untuk membersihkan sisa-sisa jaringan

yang nekrotik atau eksudat (Prinsip membersihkan luka adalah dari pusat luka ke arah

luar luka dan secara hati-hati atau dapat juga dari bagian luar dulu kemudian bagian

dalam dengan kasa yang berbeda. .

3. Dressing

Adalah suatu usaha untuk mempertahankan integritas fisiologi pada luka. Sebelum

melakukan dressing atau balutan dan pengobatan luka diperlukan pengkajian pada

kondisi luka, hal ini adalah untuk menemukan tipe dressing atau balutan yang

dibutuhkan. Perawatan luka pada dekubitus adalah berdasarkan pada derajat luka

dekubitus, eksudat sekeliling luka dan ada tidaknya infeksi.

Beberapa hal yang perlu diketahui pada balutan yaitu terdapat beberapa tipe

balutan. Tipe balutan atau dressing tersebut adalah yang sifatnya kering, basah, basah

7
– lembab, atau basah – kering, ada juga balutan untuk pelindung luka dan dressing

yang sifatnya menyerap dan mengabsorbsi (Suriadi, 2004).

I. Pencegahan Luka Dekubitus

Pencegahan yang digunakan untuk mencegah terjadinya luka dekubitus terdiri dari

dua kategori.

1. Perawatan Kulit dan Penananganan Dini

a. Diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dengan

mengenal penderita yang berisiko tinggi terjadinya dekubitus.

b. Meramalkan akan terjadinya dekubitus dengan memakai skor Norton.

Skor di bawah 14 menunjukan adanya resiko tinggi dekubitus.

c. Menjaaga kebersihan kulit penderita dengan memandikan setiap hari

d. Meningkatkan status kesehatan penderita.

e. Mengurangi / meratakan factor tekanan yang menganggu aliran darah.

2. Pengunaan Berbagai Matras atau Alas Kaki

a. Cara tradisional untuk memperbaiki keadaan suatu luka dekubitus,

misalnya dengan pemberian madu pada luka dekubitus.

b. Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada tubuh

penderita.

c. Reganagan pada kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi

darah setempat terganggu, dapat di kurangi antara lain dengan cara :

1) Menjaga posisi pasien, tidurkan rata di tempat tidurnya, sudah dapat

didudukan di kursi.

2) Bantalan dari balok penyangga dari kedua kaki, bantal – bantal kecil

untuk menahan tubuh penderita (Wahyuningsi, 2002).

8
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium Dilakukan untuk melihat tanda-tanda terjadinya infeksi dan
status nutrisi dari pasien. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan darah lengkap, albumin,
dan serum protein. Tanda-tanda infeksi terjadi apabila terdapat peningkatan leukosit
diatas 15.000/uL dan erythrocyte sedimentation rate (ESR) diatas 120 mm/jam dapat
menandakan infeksi seperti osteomyelithis
2. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kerusakan jaringan
yang ditimbulkan dari tekanan eksternal.
3. Kultur jaringan Pemeriksaan ini dilakukan hanya apabila terjadi tanda-tanda infeksi
yang persisten. Kultur bakteri dikatakan positif apabila terdapat bakteri lebih dari 105
CFU/gram pada jaringan. (Febriana, 2017)

9
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DEKUBITUS


1. Pengkajian
1.1 Identitas klien
Meliputi nama, alamat, jenis kelamin (perempuan lebih beresiko mengalami
dekubitus), umur (dekubitus dapat terjadi pada usia berapapun, namun lansia
dengan umur 60 tahun keatas 2 kali lipat lebih beresiko), agama, riwayat
pendidikan, riwayat pekerjaan pasien serta sumber pendapatan dari klien.
Tanyakan dimana pasien tinggal sekarang dan lamanya tinggal saat ini. Serta
penanggung jawab klien.
1.2 Riwayat Kesehatan
1.2.1 Riwayat kesehatan saat ini
Pada pasien dengan resiko dekubitus biasanya pasien merasakan
ketidaknyamanan pada area tulang yang menonjol disertai warna
kemerahan sebagai tanda terjadinya infeksi. Faktor pencetus biasanya
dari lamanya tirah baring. Tanyakan upaya yang telah dilakukan untuk
mengatasi keluhan tersebut.
1.2.2 Masalah kesehatan kronis
Kaji apakah klien memiliki penyakit penyerta seperti DM, CVA, atau
fraktur.
1.2.3 Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji riwayat keehatan masa lalu klien apakah menderita penyakit kronis,
apakah klien merokok atau mengonsumsi narkoba ataupun diagnose
medis seperti fraktur panggul, stroke, diabetes, penyakit jantung, kanker
maupun amputasi.
1.2.4 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit menurun.

10
1.3 Status fisiologis
1.3.1 Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Pada individu yang mengalami resiko dekubitus, keberlangsungan
hidup sel-sel jaringan dapat terus bergenerasi apabila terdapat
keseimbangan nutrisi baik makronutrisi maupun mikronutrisi. Pada
seseorang yang mengalami malnutrisi sangat beresiko mengalami
dekubitus atau luka tekan
b. Pola eliminasi
Produksi urine biasanya dalam batas normal, tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan namun pada beberapa kasus komplikasi dengan
penyakit penyerta seperti DM, maka produksi urine harus dikaji mulai
dari frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses maupun urine
c. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur dan istirahat serta persepsi terhadap energi.
Serta pada lansia umumnya mengalami gangguan tidur sebagai akibat
dari ketidaknyamanan yang dirasakan.
d. Aktifitas sehari-hari
Biasanya pada pasien beresiko tinggi dekubitus mengalami hambatan
mobilitas fisik sehingga mereka banyak menghabiskan waktunya
dengan bedrest. Kaji tingkat kemandirian pada klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Serta keseimbangan sebagai acuan penilaian
tingkat status kesehatan pasien.
e. Personal hygine
Menggambarkan kebiasaan klien dalam mandi, menggosok gigi,
mencuci rambut serta memotong kuku. Kaji apakah pasien bersih atau
tidak serta kaji kelembaban tempat tidur yang mendorongterjadinya
dekubitus.
f. Reproduksi dan seksual
Menggambarkan masalah dan kepuasan seksual
1.3.2 Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital dan status gizi
TTV : tekanan darah, nadi , respirasi, dan suhu , BB dan TB dan IMT
b. Pemeriksaan kepala
11
Meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna pada rambut serta adanya
nyeri tekan atau tidak.
c. Pemeriksaan telinga
Mencatat adanya gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan atau
serumen. Pada pasien yang bedrest dengan posisi miring maka beresiko tinggi terjadi
dekubitus pada daerah daun telinga.
d. Pemeriksaan mata
Meliputi kesimetrisan, reflek pupil terhadap cahaya, keadaan konjungtiva, serta
adanya gangguan penglihatan atau tidak.
e. Pemeriksaan mulut dan faring
Catat adanya sianosis dan kesimetrisan bibir. inspeksi adanya bibir kering. Periksa
apakah terdapat karies gigi.
f. Pemeriksaan leher
Inspeksi adanya pembesaran vena jugularis dan pembesaran kelenjar.
g. Pemeriksaan thorax
 Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru. Palpasi vocal premitus, auskultasi suara
nafas dan adanya suara tambahan
 Pemeriksaan jantung
Raba ictus cordis. Serta auskultasi batas-batas jantung
h. Pemeriksaan abdomen
Biasanya pada abdomen, bising usus mengalami penurunan karena kondisi
immobilisasi. Perkusi abdomen menjadi hipersonor jika abdomen mengalami tegang.
i. Pemeriksaan daerah tulang belakang
Kaji apakah terdapat penonjolan pada tulang dimulai dari siku, sakrum, trochanter,
pantat, pergelangan kaki serta tumit untuk mencegah resiko terjadinya dekubitus.
j. Pemeriksaan genetalia dan anus
Biasanya pada pasien immobilisasi terpasang kateter atau pasien memakai pampers.
k. Pemeriksaan integument
Pengkajian meliputi seluruh area kulit termasuk kulit kepala dan rambut serta
khususnya pada bagian tulang yang menonjol yang beresiko tinggi mengalami
dekubitus. Mulai dari warna, suhu, kelembaban, tekstur kulit, serta lesi.
l. Pemeriksaan ekstremitas

12
Kaji adanya luka pada area yang menonjol untuk mengurangi faktor resiko terjadinya
dekubitus.

1.4 Status Kognitif


Pada lansia daya ingat cenderung menurun. Sehingga mudah sekali lupa akan
ingatannya.Status Psikososisal dan Spiritual

1.5 Status Psikologis dan Spritual


a. Psikologis
Meliputi persepsi lansia terhadap proses menua nya tersebut dan harapan terhadap
proses menua tersebut.
b. Sosial
Nilai APGAR lansia pada dukungan keluarganya serta pola komunikasi dan
interaksi pada lansia
c. Spiritual
Gambaran klien terhadap nilai kepercayaannya serta konsep keyakinan tentang
kematian.

2. Analisa data
Data fokus adalah data yang mencakup tentang perubahan-perubahan pasien maupun
respon-respon yang dialami oleh pasien mencakup status kesehatan serta hal-hal
yang mencakup tindakan yang dilakukan.
a. Data Subyektif
Data yang didapatkan dari pasien terhadap suatu keadaan dalam dirinya. Data ini
tidak bisa ditentukan oleh perawat. Meliputi persepsi, perasaan, serta ide pasien
terhadap keadaannya. Misalnya tentang perasaan lemah, kecemasan, kekuatan,
mual, dan nyeri.
b. Data Obyektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur menggunakan panca indera (penglihatan,
pendengaran, penciuman, peraba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya tekanan
darah, frekuensi nadi, pernafasan, edema. (Wahidah, 2019)

13
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) tahun 2017 Edisi 1 Cetakan III (Revisi) diagnosa pasien dengan masalah
nutrisi, diantaranya adalah sebagai berikut : 
a.
Definisi 

Penyebab

Gejala dan tanda Mayor

Subjektif Objektif

1.

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif Kondisi klinis

14
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan pada masalah nutrisi tergantung dari diagnosa keperawatan. Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) tahun 2018 Intervensi Keperawatan berdasarkan Diagnosa Keperawatan adalah sebagai berikut :
No. Diagnosa Luaran Intervensi Keperawatan
1  

2. 

3. 

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, R. N. (2015). Diabets Meltus Tipe 2. J Majority, 93-101.

PERKENI. (2021). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di INdonesia 2021.

Perkumpulan Endokrin Indonesia, 6.

Rusdi, M. S. (2020). Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus. Journal Syifa Sciences and

Clinical Research, 83-90.

Smeltzer, S. C., & Bare. (2013). Textbook of Medical-Surgical nursing. Jakarta: EGC.

Tarwoto. (2012). Keperawatan Medikal Bedaah. Jakarta: Trans Info Media.

PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI.
Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai