Anda di halaman 1dari 19

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasan sesuai

dengan tujuan penelitian. Penyajian data meliputi gambaran umum lokasi

penelitian, data umum (karakteristik responden), dan data khusus (variabel

penelitian). Hasil penelitian kemudian dibahas dengan mengacu pada tujuan dan

tinjauan pustaka pada bab 2.

1.1 Hasil Penelitian

1.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di 2 RW yaitu RW 03 dan RW 02 Kelurahan Mojo

Kecamatan Gubeng Kota Surabaya. Luas wilayah Kelurahan Mojo 1,50 km²,

dengan batas-batas wilayah :

Utara : Kelurahan Pacar Kembang

Selatan : Kelurahan Manyar Sabrangan

Barat : Kelurahan Gubeng

Timur : Kelurahan Mulyorejo

Jumlah penduduk tahun 2023 di Kelurahan Mojo sebesar 17251

penduduk, yang terdiri dari 8479 penduduk laki-laki dan 8772 penduduk

perempuan. Dari segi pendidikan dalam penduduk Kelurahan Mojo, yang

berpendidikan Sekolah dasar sebanyak 2227, berpendidikan SLTP sebanyak

1678, berpendidikan SLTA sebanyak 541, berpendidikan D1 sebanyak 149,

berpendidikan D2 sebanyak 107, berpendidikan D3 sebanyak 31, berpendidikan

S1 sebanyak 2436, berpendidikan S2 sebanyak 1260. Rata-rata pekerja warga

yaitu swasta dan wiraswasta. Kelurahan Mojo Surabaya memiliki kegiatan seperti
2

wilayah lainnya pada umumnya, seperti kerja bakti rutin yang dilaksanakan 1

bulan sekali, posyandu lansia (1 bulan 2 kali), posyandu balita (1 bulan 2 kali),

posbindu (1 bulan sekali), senam jasmani (1 minggu sekali) dan masih banyak

kegiatan lainnya. Kelurahan Mojo Surabaya termasuk wilayah penderita stroke

terbanyak. Penduduk di Kelurahan Mojo Surabaya juga memiliki alternative

dalam mengetahui kondisi kesehatannya melalui kegiatan posyandu dan

pemeriksaan gratis yang bekerja sama dengan wilayah Puskesmas Mojo

Surabaya.

1.1.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anggota keluarga di Kelurahan Mojo

Kecamatan Gubeng Kota Surabaya dengan jumlah keseluruhan 58 responden.

Data demografi diperoleh melalui kuisioner diisi oleh responden yaitu anggota

keluarga yang mengenai stroke.

1.1.3 Data Umum Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Pada Masyarakat Di


Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya tanggal 17 Desember 2023 (n =
58)
Usia Frekuensi (f) Presentase (%)
26 – 35 tahun 5 8.6
36 – 45 tahun 15 25.9
46 – 55 tahun 25 43.1
56 – 65 tahun 13 22.4
Tota1 58 100.0

Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan hampir

setengahnya usia 46 – 55 tahun berjumlah 25 responden (43,1%), sebagian kecil

usia 56 – 65 tahun berjumlah 15 responden (25,9%), 5 responden berusia 26-35

tahun (8,6%) kemudian 13 responden berusia 56 – 65 tahun.


3

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pada


Masyarakat Di Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya tanggal 17
Desember 2023 (n = 58)
Pendidikan Terakhir Frekuensi (f) Presentase (%)
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Lainnya
Tota1 58 100.0

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan hampir

setengahnya berpendidikan terakhir menengah atas berjumlah 28 responden

(48,3%), 23 responden berpendidikan terakhir dasar berjumlah 23 responden

(39,7%). Kemudian sebagian kecil berpendidikan terakhir perguruan tinggi

berjumlah 7 responden (39,7%).

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Masyarakat Di


Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya
Jenis Kelamin Frekuensi (f) Presentase (%)
Laki – laki 28 48.3
Perempuan 30 51.7
Tota1 58 100.0

Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan hampir

setengahnya berjenis kelamin laki-laki berjumlah 28 responden (48,3%),

kemudian sebagian besar berjenis kelamin perempuan berjumlah 30 responden

(51,7%).

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pada Masyarakat Di Wilayah


Kelurahan Mojo Surabaya
Pekerjaan Frekuensi (f) Presentase (%)
Bekerja 27 46.6
4

Tidak Bekerja 31 53.4


Tota1 58 100.0
Berdasarkan tabel 5.4 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan hampir

setengahnya bekerja berjumlah 27 responden (46,6%), kemudian sebagian besar

tidak bekerja berjumlah 31 responden (53,4%).

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak

Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Pada Masyarakat Di Wilayah


Kelurahan Mojo Surabaya
Jarak Frekuensi (f) Presentase (%)
<5 KM 24 41.4
>5 KM 34 58.6
Tota1 58 100.0

Berdasarkan tabel 5.5 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan hampir

setengahnya jarak <5 km berjumlah 24 responden (41,4%), kemudian sebagian

besar jarak >5 km berjumlah 34 responden (58,6%).

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Serangan Stroke

Tabel 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Serangan Stroke Pada Masyarakat Di


Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya
Serangan Stroke Frekuensi (f) Presentase (%)
Ke 1 10 17.2
Ke 2 28 48.3
Ke 3 20 34.5
Tota1 58 100.0

Berdasarkan tabel 5.6 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan hampir

setengahnya serangan stroke ke 2 berjumlah 28 responden (48,3%), 20 responden

serangan stroke ke 3 (34,5%). Kemudian 10 responden sebagian kecil serangan

stroke ke 1 berjumlah 10 responden (17,2%).


5

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi

Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi Pada Masyarakat Di


Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya
Sumber Informasi Frekuensi (f) Presentase (%)
Media Massa 37 63.8
Media Sosial 21 36.2
Tota1 58 100.0

Berdasarkan tabel 5.7 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan sebagian

besar mendapatkan sumber informasi dari media massa berjumlah 37 responden

(63,8%), kemudian hampir setengahnya hampir setengahnya dari media sosial

berjumlah 21 responden (36,2%).

8. Karakteristik Responden Berdasarkan Asuransi

Tabel 5.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Asuransi Pada Masyarakat Di Wilayah


Kelurahan Mojo Surabaya
Asuransi Frekuensi (f) Presentase (%)
BPJS 21 36.2
Umum 28 48.3
Asuransi 9 15.5
Tota1 58 100.0

Berdasarkan tabel 5.8 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan hampir

setengahnya pakai BPJS berjumlah 21 responden (36,2%), 28 responden pakai

umum (48,3%), kemudian sebagian kecil pakai asuransi berjumlah 9 responden

(15,5%).

9. Karakteristik Responden Berdasarkan Alat Transportasi

Tabel 5.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Alat Transportasi Pada Masyarakat Di


Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya
Alat Transportasi Frekuensi (f) Presentase (%)
Becak 17 29.3
Mobil 26 44.8
Ambulance 15 25.9
Tota1 58 100.0
6

Berdasarkan tabel 5.9 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan hampir

setengahnya pakai alat transportasi becak berjumlah 17 responden (29,3%), 26

responden pakai alat transportasi mobil (44,8%). Kemudian 15 responden

sebagian kecil pakai alat transportasi ambulance (25,9%).

10. Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga

Tabel 5.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kerabat Pada Masyarakat


Di Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya
Status Kerabat Frekuensi (f) Presentase (%)
Suami 12 20.7
Istri 28 48.3
Orang Tua 18 31.0
Tota1 58 100.0

Berdasarkan tabel 5.10 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan hampir

setengahnya ada riwayat keluarga dari istri berjumlah 28 responden (48,3%), 12

responden ada riwayat keluarga dari orang tua (31,0%), kemudian sebagian kecil

ada riwayat dari suami berjumlah 12 responden (20,7%).

1.1.4 Data Khusus Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Tabel 5.11 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pada


Masyarakat Di Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (f) Presentase (%)
Kurang 33 56.9
Cukup 13 22.4
Baik 12 20.7
Tota1 58 100.0

Berdasarkan tabel 5.11 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan

sebagian besar tingkat pengetahuan dalam kategori kurang berjumlah 33

responden (56,9%), sebagian kecil tingkat pengetahuan dalam kategori cukup


7

berjumlah 13 responden (22,4%), kemudian 12 responden tingkat pengetahuan

dalam kategori baik (20,7%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Penanganan Awal Stroke

Tabel 5.12 Karakteristik Responden Berdasarkan Penanganan Awal Stroke Pada


Masyarakat Di Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya
Penanganan Awal Stroke Frekuensi (f) Presentase (%)
Perilaku Baik 20 34.5
Perilaku Tidak Baik 38 65.5
Tota1 58 100.0
Berdasarkan tabel 5.12 diatas menunjukkan dari 58 responden didapatkan

sebagian besar berperilaku tidak baik berjumlah 38 responden (65,5%), hampir

setengahnya berperilaku baik berjumlah 20 responden (34,5%).

3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Perilaku Penanganan Awal

Stroke Pada Masyarakat Di Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya

Tabel 5.13 Hasil Pengukuran Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan


Perilaku Penanganan Awal Stroke Pada Masyarakat Di Wilayah
Kelurahan Mojo Surabaya
Perilaku Penanganan Awal Stroke
Tingkat Perilaku Tidak
Perilaku Baik Total
Pengetahuan Baik
N % N % N %
Baik 2 10.0 10 26.3 12 20.7
ρ value
Cukup 3 15.0 10 26.3 13 22.4
= 0.043
Kurang 15 75.0 18 47.4 33 56.9
Total 20 34.5 38 65.5 58 100.0

Berdasarkan tabel 5.13 diatas menunjukkan bahwa dari 58 responden didapatkan

hampir setegahnya perilaku tidak baik dengan pengetahuan kurang berjumlah 10

responden (83,3%), perilaku baik sebagian besar 15 responden (75,0%).

Didapatkan hasil uji statistis ρ value = 0.043. Semakin baik pengetahuan maka

semakin baik pula perilaku penanganan awal stroke


8

1.2 Pembahasan

Penelitian ini dirancang untuk memberikan hubungan interpretasi dan

mengungkapkan tingkat pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku

penanganan awal stroke pada masyarakat di Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya

sesuai dengan tujuan penelitian maka melalui pembahasan sebagai berikut :

1.2.1 Tingkat Pengetahuan

Penelitian yang dilakukan pada masyarakat di Wilayah Kelurahan Mojo

Surabaya untuk mengukur tingkat pengetahuan menggunakan kuisioner dapat

dilihat pada tabel 5.11 bahwa 33 responden memiliki tingkat pengetahuan kurang

dengan presentase 56,9%. Pengetahuan masyarakat tentang gejala stroke sangat

penting untuk mengenali adanya serangan stroke agar pasien segera diantar ke

instalasi gawat darurat/rumah sakit.

Pengetahuan responden yang baik dipengaruhi oleh berbagai aspek dari itu

sendiri. Menurut teori model pengetahuan, sikap, perilaku, pengetahuan dan

individu dapat memperoleh pengetahuan dan ketrampilan melalui proses belajar.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan teori Notoatmodjo (2013) dimana

pengetahuan merupakan suatu unsur yang membentuk perilaku diir seseorang.

Pada dasarnya, perilaku individu ditentukan oleh individu itu sendiri. Ada

beberapa masyarakat mayoritas tingkat pengetahuan pada kelurahan Mojo

kategori cukup. Ada beberpa hal yang tidak diketahui oleh masyarakat yaitu, face,

arms, speech, time.

Kurangnya pengetahuan dapat dipengaruhi oleh kurangnya sumber

informasi yang diterima oleh keluarga tentang stroke. Informasi tentang faktor

resiko, gejala serta penanganan awal stroke bisa didapatkan dari tenaga kesehatan,
9

media sosial (internet, website, facebook, blog, pesan whatshapp dan twitter),

maupun media masa (surat kabar, radio dan televisi). Namun pada kenyataannya

masih jarang sumber informasi tersebut memberikan informasi tentang

pengenalan gejala dan penanganan awal stroke. Pengenalan tentang faktor resiko

dan gejala awal stroke pada keluarga perlu dikembangkan di Indonesia. Tenaga

kesehatan harus mengambil peran sebagai pemberi informasi. Beberapa faktor

yang mempengaruhi tingkat pengetahuan meliputi pendidikan, pengalaman, usia,

informasi/media massa, lingkungan, budaya dan ekonomi (Budiman dan Riyanto,

2013).

Pengetahuan yang kurang tentang faktor resiko dan gejala awal stroke

dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan akan mempengaruhi cara pandang

keluarga/masyarakat. Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan hampir setengahnya

berpendidikan terakhir dasar berjumlah 23 responden (39,7%). Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Rachmawati dimana sebagian besar responden

(46,5%) berpendidikan sekolah dasar (SD) dan pemahamannya kurang baik

tentang faktor resiko dan gejala awal stroke. Pendidikan mempengaruhi cara

pandang seseorang terhadap informasi baru yang diterimanya dan mempengaruhi

perilaku seseorang untuk termotivasi melakukan sesuatu yang lebih baik. Adanya

pendidikan akan memudahkan seseorang menyerap dan memahami pengetahuan

yang diperoleh sehingga diharapkan akan semakin bertambah pengetahuannya.

Pendidikan terutama yang diperoleh secara formal akan lebih mengeksplore dan

memudahkan akses untuk mendapatkan informasi tentang stroke sehingga

memungkinkan pengetahuan yang dimiliki lebih baik. Pendidikan dapat

mempengaruhi seseorang termasuk juga perilakunya. Makin tinggi pendidikan


10

seseorang, makin mudah baginya untuk menerima informasi. Menurut Wawan &

Dewi (2021) pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita – cita tertentu yang menentukan

manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan

kebahagiannya. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah

menerima informasi.

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain maupun diri

sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh dapat meningkatkan

pengetahuan seseorang. Pengalaman seseorang tentang suatu permasalahan akan

membuat orang tersebut mengetahui bagaimana cara menyelesaikan permasalahan

dari pengalaman sebelumnya yang telah dialami sehingga pengalaman yang

didapat bisa dijadikan sebagai pengetahuan apabila mendapatkan masalah yang

sama. Semakin sering seseorang melakukan tindakan penanganan pada pasien

stroke maka semakin mudah pula memahaminya tersebut. Pengalaman dalam

melakukan tindakan penanganan pada pasien stroke merupakan salah satu upaya

untuk meningkatkan pengetahuan atau pelaksanaan dalam melakukan tindakan

terutama korban yang memerlukan bantuan hidup dasar harus dilakukan dengan

cepat, tanggap, terampil, teliti serta konsentrasi penuh (Christia, 2018).

Menurut Hardiwinoto (2018) usia adalah satuan waktu yang mengukur

waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati.

Menurut Potter & Perry (2005) menjelaskan bahwa pada masa dewasa muda

perubahan – perubahan kognitif tentunya belum terjadi. Individu pada masa

dewasa muda sangat mampu untuk menerima ataupun mempelajari hal baru.

Individu dewasa muda diidentikkan sebagai masa puncak dari kesehatan,


11

kekuatan, energi dan daya tahan, juga fungsi sensorik dan motorik. Pada tahap ini,

fungsi tubuh sudah berkembang sepenuhnya dan kemampuan kognitif terbentuk

dengan lebih kompleks (Papalia, 2022). Usia mempengaruhi terhadap daya

tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya usia akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin baik. Pada usia muda, individu akan berperan aktif dalam

masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi

suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Hal ini didukung tabel 5.1

didapatkan hampir setengahnya usia 46 – 55 tahun berjumlah 25 responden

(43,1%).

Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa dan menyebarkan

informasi dengan tujuan tertentu. Informasi diperoleh dari pendidikan formal

maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga

menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan. Semakin berkembangnya

teknologi menyediakan bermacam – macam media massa sehingga dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat. Informasi mempengaruhi pengalaman

seseorang jika sering mendapatkan informasi tentang suatu pembelajaran maka

akan menambah pengetahuan dan wawasannya, sedangkan seseorang yang tidak

sering menerima informasi tidak akan menambah pengetahuan dan wawasannya.

Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran apakah

yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukan. Status ekonomi juga akan menentukan tersedianya fasilitas yang

dibutuhkan untuk kegiatan tertentu sehingga status ekonomi akan mempengaruhi


12

pengetahuan seseorang. Seseorang yang mempunyai sosial budaya yang baik

maka pengetahuannya akan baik tapi jika sosial budayanya kurang baik maka

pengetahuannya akan kurang baik. Status ekonomi seseorang mempengaruhi

tingkat pengetahuan karena seseorang yang memiliki status ekonomi dibawah rata

– rata maka seseorang tersebut akan sulit untuk memenuhi fasilitas yang

diperlukan untuk meningkat pengetahuan.

Lingkungan juga mempengaruhi proses masuknya pengetahuan kedalam

individu karena adanya interaksi timbal balik maupun tidak yang akan diproses

sebagai pengetahuan oleh individu. Lingkungan yang baik akan pengetahuan yang

didapatkan akan baik tapi jika lingkungan kurang baik maka pengetahuan yang

didapat juga akan kurang baik. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan

pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya

semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam

masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi

suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya

akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan

intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak

ada penurunan pada usia ini (Erfandi, 2018)

Menurut asumsi peneliti keberhasilan penanganan stroke akut dimulai dari

pengetahuan keluarga bahwa stroke merupakan keadaan gawat darurat.

Pendidikan kesehatan diarahkan untuk membantu keluarga melakukan perawatan

diri serta bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka sendiri dan keluarganya.

Pendidikan kesehatan ini dapat mencakup beberapa bidang, termasuk promosi


13

kesehatan dan pencegahan penyakit, masalah kesakitan/disabilitas dan dampaknya

pada klien dan keluarga

1.2.2 Penanganan Awal Stroke

Penelitian yang dilakukan pada masyarakat di wilayah Kelurahan Mojo

Surabaya dapat dilihat pada tabel 5.12 diatas menunjukkan dari 58 responden

didapatkan sebagian besar berperilaku tidak baik berjumlah 38 responden

(65,5%). Persentase rata-rata penanganan awal stroke yang paling tinggi dari

keempat komponen kuisioner yaitu detesksi peech. Sementara hasil terendah yaitu

arm movement dan time. Data diatas menunjukkan bahwa hanya sedikit responden

yang menjawab benar pada soal perilaku penanganan awal stroke pada lengan dan

waktu mendapat pertolongan. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya

partsipasi tenaga kesehatan dalam menyampaikan informasi tentang deteksi dini

pada penderita stroke. Keluarga dan masyarakat diharapkan memiliki pengetahuan

yang baik tentang FAST yakni dapat menilai pasien dari kesimetrisan wajah,

kelumpuhan anggota gerak serta kemampuan berbicara. Bila didapatkan kelainan

maka keluarga diharapkan memiliki kesadaran untuk segera membawa pasien ke

rumah sakit. Namun pada kenyataannya penilaian stroke menggunakan metode

FAST belum dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Ketidaktahuan keluarga

dalam menilai gejala stroke karena kurangnya informasi yang didapatkan baik dari

petugas kesehatan maupun dari media sosial. Informasi dari petugas kesehatan

atau media sosial masih sangat kurang kepada masyarakat tentang pengenalan

gejala awal dan penanganan awal stroke dirumah.

Perilaku yang baik Kewaspadaan terhadap stroke dengan pengenalan cepat

terhadap tanda-tanda stroke sangat diperlukan karena sebagian besar (95%)


14

keluhan pertama serangan stroke terjadi di rumah atau luar rumah sakit.

Keterlambatan pertolongan pada fase prehospital harus dihindari dengan

pengenalan keluhan dan gejala stroke bagi pasien/orang terdekat serta kecepatan

membawa pasien stroke ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan segera.

Faktor usia juga mempengaruhi deteksi dini pada penderita stroke untuk

segera mengantar pasien ke rumah sakit. Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan hampir

setengahnya usia 46 – 55 tahun berjumlah 25 responden (43,1%). Hal ini sesuai

dengan teori Riyanti & Budiman (2013) semakin bertambahnya usia maka

semakin berkembang daya tangkap dan pola pikir seseorang sehingga

pengetahuan deteksi dini yang diperoleh akan semakin memmbaik dan bertambah.

Menurut asumsi peneliti usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pengambilan keputusan karena semakin tinggi usia maka semakin matang emosi

yang dimiliki seseorang. Notoatmodjo menyebutkan bahwa usia mempengaruhi

daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikir, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik serta dapat mempengaruhi kekuatan dalam

berpikir, bekerja dan bertindak.

Faktor lain yang mempengaruhi tingkat deteksi dini yaitu tingkat

pendidikan. Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan hampir setengahnya berpendidikan

terakhir menengah atas berjumlah 28 responden (48,3%). Pendidikan seseorang

sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan, dalam hal ini tingkat

pendidikan mempengaruhi perilaku khusunya pengetahuan dibidang kesehatan.

Tingkat pendidikan merupakan indikator seseorang dalam menempuh jenjang

pendidikan formal dan umumnya berpengaruh terhadap kemampuan dalam


15

mengolah informasi, sehingga individu yang berpendidikan tinggi memiliki

pengetahuan deteksi dini yang lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan teori Riyanto

& Budiman (2013) semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin cepat

menerima dan memahami suatu informasi sehingga pengetahuan yang dimiliki

juga semakin tinggi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muswanti (2016)

sebagian besar pasien diantar lebih dari 3 jam setelah serangan stroke ke rumah

sakit karena kurangnya pengetahuan tentang gejala stroke sehingga tidak

mengenali gejala yang ada dan tidak segera berespon membawa pasien ke

instalasi gawat darurat. Pasien stroke yang dibawa ke rumah sakit dengan waktu

kurang 3 jam termasuk kedalam waktu penanganan terbaik pada stroke (golden

hour) akan mendapatkan hasil penatalaksanaan yang lebih efektif jika

dibandingkan dengan pasien stroke yang dibawa ke rumah sakit ketika sudah

melewati golden hour.

1.2.3 Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Perilaku Penanganan Awal

Stroke Pada Masyarakat Di Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya

Berdasarkan menggunakan uji rank-spearman didapatkan hasil uji statistis

ρ value = 0.043. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan keluarga dengan perilaku penanganan awal stroke pada masyarakat

di Wilayah Kelurahan Mojo Surabaya. Pengetahuan adalah hasil penginderaan

seseorang terhadap suatu objek tertentu merupakan salah satu faktor yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari pengetahuan.
16

Secara teori perubahan perilaku seseorang dalam kehidupannya terdapat 3

tahapan yaitu pengetahuan, sikap dan praktik/tindakan. Sebelum seseorang

mengadopsi perilaku/berperilaku baru, maka harus terlebih dahulu mengetahui

apa arti/manfaat perilaku tersebut bagi dirinya/keluarganya. Setelah seseorang

mengetahui stimulus/objek tersebut maka proses selanjutnya adalah melakukan

penilaian/bersikap terhadap stimulus/objek kesehatan tersebut sesuai dengan apa

yang diketahuinya dan selanjutnya diharapkan akan melaksanakan/mempraktikan

apa yang diketahui/disikapi. Inilah yang dinamakan praktik kesehatan/perilaku

kesehatan. Pengetahuan ini akan muncul berupa perilaku jika ada keadaan yang

sesuai yang dapat memicu/mendorong munculnya perilaku tersebut. Adanya

perubahan pengetahuan pada seseorang akan memfasilitasi perubahan perilaku

pada dirinya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rachmawati menyatakan

pengetahuan yang kurang tentang faktor risiko dan peringatan gejala stroke yang

dapat menyebabkan responden tidak segera membawa pasien ke rumah

sakit/instalasi gawat darurat. Hal tersebut ditunjukkan dengan sebanyak 87,9%

responden datang ke instalasi gawat darurat >3 jam setelah serangan stroke

dengan rata-rata keterlambatan kedatangan 23 jam 12 menit. Semakin baik

keluarga mengetahui tentang faktor risiko serta gejala stoke maka mereka akan

merespon dan segera membawa pasien ke fasilitas kesehatan/mencari bantuan

kesehatan. Mempraktekkan pengetahuan tentang peringatan gejala stroke yang

dimiliki pada tindakan yang nyata merupakan suatu hal yang sangat penting untuk

menurunkan keterlambatan penanganan stroke. Peningkatan pengetahuan pasien

atau keluarga tentang stroke akan meningkatkan waktu respon keluarga untuk

segera mengantar pasien ke rumah sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
17

semakin baik pengetahuan keluarga tentang faktor risiko dan gejala stoke maka

keluarga akan segera merespon/menilai suatu stimulus/objek yang berupa faktor

risiko dan gejala stroke dengan segera membawa pasien ke rumah sakit/ mencari

bantuan kesehatan.

Proses suatu pengetahuan sampai terjadi action/tindakan yang tepat ini

terdiri dari beberapa tahapan yaitu mempunyai pengetahuan yang baik tentang

peringatan gejala stroke, mampu mengenali, menginterpretasikan peringatan

gejala yang ada pada situasi nyata serta segera mengantar pasien ke rumah sakit.

Untuk terjadi suatu action harus didukung oleh keempat hal tersebut yang tidak

terpisahkan. Apabila salah satu dari keempat tahapan tersebut tidak terpenuhi

maka pengetahuan yang dimiliki tidak membuat seseorang melakukan action yang

tepat saat terjadi stroke. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Muswanti (2016) yang menjelaskan pasien datang >24 jam setelah

serangan stroke ke rumah sakit dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang

gejala stroke, sehingga tidak mengenali gejala yang ada bahkan salah penafsiran

terhadap gejala yang terlihat. Keluarga mengganggap bahwa gejala yang ada

bukan suatu hal yang serius dan berharap gejala akan hilang dengan sendirinya

serta tidak segera berespon untuk membawa pasien ke instalasi gawat darurat.

Pengetahuan yang cukup bertujuan agar populasi berisiko mampu

memperlihatkan perilaku hidup sehat dalam pencegahan stroke serta mengenal

tanda peringatan stroke agar dapat mencari pertolongan medis secara cepat. Jika

keluarga mempunyai pengetahuan yang baik tentang faktor risiko dan peringatan

gejala stroke akan menggunakan pengetahuan tersebut sebagai dasar terbentuknya

tindakan dengan segera mengantar pasien ke rumah sakit. Respon keluarga untuk
18

mengantar pasien ke rumah sakit dan rerata pengetahuan keluarga menunjukkan

kecenderungan bahwa semakin rendah pengetahuan keluarga tentang faktor risiko

dan gejala awal maka semakin lama respon untuk segera mengantar pasien ke

rumah sakit. Pengetahuan keluarga tentang gejala stroke sangat penting untuk

mengenali adanya serangan stroke agar pasien segera diantar ke instalasi gawat

darurat/rumah sakit.

Penelitian yang dilakukan Rahmina (2017) menyatakan bahwa seseorang

yang mempunyai pengetahuan yang kurang tentang faktor risiko, peringatan

gejala stroke dan ketidak pahaman tentang konsep ”time is brain” akan terlambat

dalam merespon stroke sebagai kondisi gawat darurat yang harus memerlukan

penanganan segera sehingga semakin memperlambat kedatangan ke rumah

sakit/mencari bantuan kesehatan.

Pasien datang tepat waktu ke rumah sakit membutuhkan pengetahuan yang

baik tentang faktor risiko dan peringatan gejala stroke dan mampu

mempraktekkan pengetahuan yang dimiliki dalam tindakan. Responden yang

membawa pasien datang ke instalasi gawat darurat dalam 0-3 jam setelah

serangan stroke, mempunyai pengetahuan yang baik tentang faktor risiko dan

peringatan gejala stroke. Pengetahuan yang kurang akan menyebabkan kesadaran

seseorang akan stroke rendah, sehingga penderita stroke akan terlambat dibawa ke

rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Perilaku keluarga untuk membawa

pasien stroke langsung ke rumah sakit ≤3 jam disebut sebagai perilaku

baik/sesuai. Keluarga yang tidak segera membawa pasien stroke ke rumah sakit ≤

3 jam disebut dengan berperilaku buruk. Menurut Notoatmodjo (2007)

pengetahuan adalah aspek intelektual yang diketahui manusia. Pengetahuan stroke


19

terbagi menjadi dua hal yaitu pengetahuan tentang faktor risiko dan peringatan

gejala stroke merupakan dasar untuk menerapkan pencegahan yang efektif dan

mendapatkan penanganan awal dengan segera. Pengetahuan tentang faktor risiko

stroke sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dalam rangka pencegahan

stroke baik primer maupun sekunder sehingga individu mampu mengubah atau

memodifikasi faktor risiko, dengan demikian akan menurunkan risiko stroke.

Menurut asumsi peneliti diharapkan keluarga yang mempunyai

pengetahuan tentang gejala stroke akan menyadari atau mengenali gejala yang ada

untuk segera mencari bantuan kesehatan dan mengurangi keterlambatan.8

Keluarga sebagai sumber bantuan yang terpenting memiliki kemampuan untuk

mengubah gaya hidup tidak hanya dalam fase rehabilitasi melainkan juga dalam

fase pencegahan terutama jika dilengkapi dengan pengetahuan yang tepat

1.3 Keterbatasan

Penelitian ini mempunyai jumlah sampel yang sesuai dengan hasil

perhitungan besar sampel. Populasi dan tempat penelitian telah dilakukan sesuai

dengan rencana peneliti hanya waktu yang harus mundur satu bulan dari rencana

karena lamanya surat ijin penelitian yang dikeluarkan dari pihak kelurahan.

Peneliti juga merasa kesulitan saat menjelaskan maksud dan tujuan penelitian bila

berhadapan dengan responden yang tidak bisa berbahasa indonesia, sehingga

perlu ada yang membantu untuk menerjemahkan.

Anda mungkin juga menyukai