Anda di halaman 1dari 15

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Profil Puskesmas Kawua
Puskesmas Kawua Kecamatan Poso Kota Selatan dibangun pada tahun 2007 dan
diresmikan oleh Bupati Poso pada tanggal 28 Mei 2007. Puskesmas Kawua
merupakan salah satu Puskesmas yang telah terakreditasi Madya pada tahun 2017 dan
meraih Juara I Puskesmas berprestasi kategori perkotaan tahun 2018. Semua
ketentuan dan kebijakan tertuang dalam manual mutu yang merupakan acuan untuk
menjalankan operasional Puskesmas.
Luas wilayah kerja Puskesmas Kawua 28,72 Kilometer Persegi dan terbagi menjadi 5
kelurahan, sebagai berikut:
a. Kelurahan Bukit Bambu
b. Kelurahan Sayo
c. Kelurahan Kawua
d. Kelurahan Lembomawo
e. Kelurahan Ranononcu
Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Kawua tahun 2018 sebesar 10.123 Jiwa.
2. Visi Puskesmas Kawua
“ Terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat Kesehatan
masyarakat di Poso Kota Selatan”.
3. Misi Puskesmas Kawua
a. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang EBONI
(Efektif, Bersahabat, Objektif, Nyaman, Inovatif).
b. Menjadikan Puskesmas sebagai pusat penggerak peran serta masyarakat di bidang
Kesehatan melalui Usaha Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM).
c. Meningkatkan profesionalisme kinerja tenaga kesehatan dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan secara berkelanjutan sesuai kompetensi yang dibutuhkan.
d. Meningkatkan status akreditasi Puskesmas Kawua.
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi karakteristik berdasarkan
umur, Pendidikan, pekerjaan, usia kehamilan, paritas di Puskesmas Kawua.

Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan umur, Pendidikan, pekerjaan,
usia kehamilan, paritas.
Variabel Jumlah Presentase %
Umur
Remaja akhir (17-25 tahun) 17 32,7
Dewasa awal (26-35 tahun) 33 63,5
Dewasa akhir (36-45 tahun) 2 3,8
Total 52 100
Pendidikan
SMP 9 17,3
SMA 32 61,5
Perguruan Tinggi 11 21,2
Total 52 100
Pekerjaan
IRT 46 88,5
PNS 1 1,9
Wiraswasta 5 9,6
Total 52 100
Usia Kehamilan
TM 1 13 25,0
TM 2 26 50,0
TM 3 13 25,0
Total 52 100
Paritas
Primipara 30 57,7
Multipara 15 28,8
Grande multipara 7 13,5
Total 52 100

Data demografi dari 52 responden tergambar pada tabel 5.1 usia responden yang
berumur 17-25 tahun sebanyak 17 responden (32,7%), usia 26-35 tahun sebanyak 33
responden (63,5%), usia 36-45 tahun sebanyak 2 responden (3,8%). SMP sebanyak 9
responden (17,3%), SMA sebanyak 32 responden (61,5%), perguruan tinggi sebanyak
11 responden (21,2%). IRT sebanyak 46 responden (88,5%), PNS sebanyak 1
responden (1,9%), wiraswasta sebanyak 5 responden (9,6%). TM 1 sebanyak 13
responden (25,0%), TM 2 sebanyak 26 responden (50,0%), TM 3 sebanyak 13
responden (25,0%). Primipara sebanyak 30 responden (57,7%), multipara sebanyak 15
responden (28,8%), grande multipara sebanyak 7 responden (13,5%).
2. Analisa Univariat
a. Pengetahuan ibu hamil tentang KEK
Pengetahuan ibu hamil tentang KEK terdiri dari tiga dimensi baik, cukup,
kurang. Hasil pengumpulan data tentang pengetahuan ibu hamil tentang KEK di
Puskesmas Kawua dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.2
Pengetahuan ibu hamil tentang KEK

Pengetahuan Jumlah Presentase ( % )


Kurang 11 21.2
Cukup 13 25.0
Baik 28 53.8
Total 52 100

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa pengetahuan responden di wilayah


kerja Puskesmas Kawua termasuk dalam kategori baik, dimana pengetahuan baik
berjumlah 28 responden (53,8%), pengetahuan cukup 13 responden (25,0%),
pengetahuan kurang berjumlah 11 orang (21,2%).

b. Status Ekonomi
Status ekonomi terdiri dari tiga dimensi >UMK, sesuai UMK, <UMK. Hasil
pengumpulan data tentang status ekonomi di Puskesmas Kawua dapat dilihat pada
tabel berikut ini:

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Responden di Puskesmas Kawua

Status Ekonomi Jumlah Persentase (%)


< UMK Rp. 2.503.734 29 55.8
UMK Rp. 2.503.734 16 30.8
> UMK Rp. 2.503.734 7 13.5
Total 52 100

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa status ekonomi responden di wilayah


kerja Puskesmas Kawua termasuk dalam kategori kurang. Dimana status ekonomi
kurang dari UMK berjumlah 29 responden (55,8%), sesuai UMK berjumlah 16
responden (30,8%), lebih dari UMK berjumlah 7 responden (13,5%).
c. Kurang Energi Kronik (KEK)
Kurang energi kronik (KEK) terdiri dari dua dimensi yaitu >23,5 cm dan <23,5
cm. Hasil pengumpulan data tentang KEK di Puskesmas Kawua dapat dilihat pada
tabel berikut ini:

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Kurang Energi Kronik di Puskesmas Kawua
LILA Jumlah Persentase (%)
> 23,5 cm 31 59.6
< 23,5 cm 21 40.4
Total 52 100

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa LILA responden di wilayah kerja


Puskesmas Kawua termasuk dalam kategori baik. Dimana LILA > 23,5 cm
berjumlah 31 responden (59,6%), dan LILA < 23,5 cm berjumlah 21 responden
(40,4%).

3. Analisis Bivariat
a. Hubungan antara Pengetahuan dengan kejadian Kurang Energi Kronik (KEK) di
Puskesmas Kawua

Tabel 5.5
Hubungan Pengetahuan dengan kejadian Kurang Energi Kronik (KEK) di Puskesmas
Kawua

LILA Total p-value


Pengetahuan >23,5 cm <23,5 cm
F % F % F %
Baik 17 32,7% 11 21,2% 28 53,8% 0,927
Cukup 8 15,4% 5 9,6% 13 25,0%
Kurang 6 11,5% 5 9,6% 11 21,2%
Total 31 59,6% 21 40,4% 52 100%
Hasil penelitian dalam tabel 5.5 didapatkan bahwa dari 28 responden yang
mendapat pengetahuan baik dengan LILA >23,5 cm, sebanyak 17 (32,7%),
pengetahuan baik dengan LILA <23,5 cm sebanyak 11 (21,2%). Dari 13 responden
yang memiliki pengetahuan cukup dengan LILA >23,5 cm sebanyak 8 (15,4%),
pengetahuan cukup dengan LILA <23,5 cm sebanyak 5 (9,6%). Dari 11 responden
yang memiliki pengetahuan kurang dengan LILA >23,5 cm sebanyak 6 (11,5%),
pengetahuan kurang dengan LILA <23,5 cm sebanyak 5 (9,6%). Berdasarkan uji
statistik Chi-square, didapatkan hasil nilai p-value = (> 0,05). Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
kejadian Kurang Energi Kronik (KEK) di Puskesmas Kawua.

b. Hubungan antara Status ekonomi dengan kejadian Kurang energi kronik (KEK) di
Puskesmas Kawua

Tabel 5.6
Hubungan Status ekonomi dengan kejadian Kurang Energi Kronik (KEK) di
Puskesmas Kawua

LILA Total p-value


Status >23,5 cm <23,5 cm
Ekonomi
F % F % F %
>UMK 7 13,5% 0 0,0% 7 13,5%
Sesuai UMK 10 19,2% 6 11,5% 16 30,8% 0,042
<UMK 14 26,9% 15 28,8 29 55,8%
%
Total 31 59,6% 21 51,8 52 100%
%

Hasil penelitian dalam tabel 5.6 didapatkan bahwa dari 7 responden yang memiliki
pendapatan >UMK dengan LILA >23,5 cm sebanyak 7 (13,5%). Dari 16 responden
yang memiliki pendapatan sesuai UMK dengan LILA >23,5 cm sebanyak 10 (19,2%),
pendapatan sesuai UMK dengan LILA <23,5 cm sebanyak 6 (11,5%). Dari 29
responden yang memiliki pendapatan <UMK dengan LILA >23,5 cm sebanyak 14
(26,9%), pendapatan <UMK dengan LILA <23,5 cm sebanyak 15 (28,8%).
Berdasarkan hasil uji statistic Chi-square didapatkan hasil nilai p-value = (< 0,05).
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat status
ekonomi dengan kejadian Kurang Energi Kronik (KEK) di Puskesmas Kawua.

C. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Hasil penelitian ini menunjukkan data rata-rata umur responden 28 dan 30
tahun dengan umur terendah 19 tahun. Ibu hamil yang menikah pada usia remaja
cenderung beresiko untuk mengalami KEK. Ibu hamil yang berumur kurang dari
20 tahun memiliki risiko KEK yang lebih tinggi, bahkan ibu hamil yang umurnya
terlalu muda dapat meningkatkan risiko KEK secara bermakna. Usia terlalu muda
maupun terlalu tua memiliki resiko untuk mengalami KEK. Artinya, apabila usia
ibu hamil yang berusia < 20 tahun dan > 35 tahun lebih besar memiliki risiko
dalam kehamilan termasuk mengalami KEK. Karena pada ibu hamil < 20 tahun
kondisi organ reproduksi belum matang sedangkan kehamilan > 35 tahun kondisi
organ reproduksi sudah mengalami penurunan (yayuk,2019).
Djamilah dan Kartikawati (2014) menyatakan bahwa dampak signifikan
dari pernikahan usia muda adalah ibu muda tidak tahu atau tidak memahami
masalah kehamilan. Ibu tidak memahami kebutuhan gizi bagi ibu hamil. Kondisi
ini dapat menyebabkan anak yang dilahirkan menjadi kurang gizi yaitu bayi lahir
dengan berat badan yang rendah (BBLR). Seorang ibu yang sedang hamil akan
berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur muda perlu
tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang sedang
dikandung. Sedangkan untuk umur yang tua perlu energi yang besar juga karena
fungsi organ yang makin melemah maka memerlukan tambahan energi yang
cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung (Atika dan Siti,
2019).
b. Pendidikan
Dari penelitian ini didapatkan bahwa 32 responden (61,5%) berpendidikan
SMA, 11 responden (21,2%) berpendidikan perguruan tinggi, 9 responden
(17,3%) berpendidikan SMP. Sehingga dapat disimpulkan rata-rata responden
berpendidikan SMA. Tingkat Pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Semakin tinggi Pendidikan individu maka semakin banyak
pengalaman yang dimiliki. Seseorang yang memiliki pengalaman yang banyak
maka akan berdampak pada kognitifnya.
Seseorang dengan Pendidikan tinggi memiliki penalaran yang tinggi.
Pendidikan dapat menentukan mudah atau tidaknya seseorang memahami
pengetahuan yang diperoleh, umumnya semakin tinggi Pendidikan individu maka
akan semakin baik pengetahuannya. Rendahnya tingkat pendidikan ibu hamil
akan berpengaruh kepada pemahaman mereka mengenai kesehatan kehamilannya,
khususnya mengenai konsumsi makanan bagi ibu hamil. Sehingga dapat
disimpulkan ibu hamil yang memiliki tingkat Pendidikan yang tinggi akan lebih
mudah mencerna informasi yang didapat mengenai pemenuhan gizi ibu hamil.
c. Pekerjaan
Pada penelitian ditemukan mayoritas responden memiliki pekerjaan
sebagai IRT sebanyak 46 responden (88,5%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan tentang KEK dengan
pekerjaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Ifada (2010) yang menyatakan bahwa
pengetahuan tidak hanya didapatkan dari pekerjaan, tetapi bisa saja didapatkan
dari faktor lingkungan. Sehingga peneliti beranggapan pekerjaan tidak bisa
dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan tentang
KEK. Pengetahuan perempuan bekerja tentang masalah kesehatan didapatkan dari
buku, majalah, koran, radio dan televisi. Perempuan yang bekerja memiliki
kemampuan mengambil keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan yang
dihadapi. Oleh karena itu wanita yang berperan sebagai pekerja sekaligus sebagai
seorang istri dan ibu rumah tangga umumnya memiliki kesehatan yang lebih baik.
Seseorang yang bekerja dapat meningkatkan pengetahuan karena pengalaman dan
pergaulan serta dan interaksi sosial yang luas (Ernawati, 2018).
d. Usia kehamilan
Pada penelitian ini didapatkan usia kehamilan responden lebih banyak
yaitu TM 2 sebanyak 26 responden (50,0%). Kekurangan Energi Kronik (KEK)
yaitu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yaitu biskuit. Ibu hamil dengan
Kekurangan Energi Kronik (KEK) yang menerima PMT mengandung kurang
lebih 600-700 kkal dan 15-20 gram protein setiap hari dapat meningkatkan berat
badan ibu selama hamil, waktu yang tepat dalam pelaksanaan PMT sebagai
program suplementasi gizi untuk ibu hamil yaitu pada trimester II dan trimester
III karena pada usia kehamilan tersebut kebutuhan gizi meningkat dan
pertumbuhan janin berjalan dengan cepat.

e. Paritas
Pada penelitian ini didapatkan paritas terbanyak yaitu primipara sebanyak
30 responden (57,7%). Jumlah paritas yang tinggi memberikan gambaran tingkat
kehamilan yang berulang-ulang sehingga mempunyai banyak risiko. Hal ini
dapat dikatakan bahwa secara fisik jumlah paritas yang tinggi mengurangi
kemampuan uterus sebagai media pertumbuhan janin. Kerusakan pada pembuluh
darah dinding uterus mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin, dimana
jumlah nutrisi akan berkurang dibanding kehamilan berikutnya. Paritas yang
banyak juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh
kesempatan untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi
yang cukup untuk memulihkan keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan
mengandung kembali makan menimbulkan masalah gizi ibu dan janin atau
bayi yang dikandung. Paritas mempengaruhi status gizi pada ibu hamil karena
dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang
dihadapi.
2. Analisis Univariat
a. Pengetahuan
Berdasarkan variabel tingkat pengetahuan diperoleh hasil bahwa sebagian
besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik 28 orang (53,8%), tingkat
pengetahuan cukup 13 orang (25,0%) dan tingkat pengetahuan kurang 11 orang
(21,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifa (2019)
bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik.
Pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar ibu hamil
memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi dalam kehamilan. Menurut
Notoatmodjo (2017) Pengetahuan adalah merupakan hasil "tahu" dan ini terjadi
setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan objek terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, raba dan rasa sendiri. Pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian
persepsi terhadap objek. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga.
Tingkat pengetahuan yang baik dalam penelitian ini disebabkan karena
mayoritas tingkat Pendidikan ibu hamil dalam penelitian ini adalah SMA. Ibu
dengan tingkat Pendidikan yang tinggi akan semakin mudah untuk menerima dan
mencerna informasi. Semakin tinggi pendidikan akan semakin mudah untuk
menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki serta pengetahuan tersebut mendasari perilaku seseorang.
Pada penelitian ini juga terdapat ibu hamil dengan tingkat pengetahuan
yang kurang tentang gizi dalam kehamilan. Pengetahuan ibu hamil yang kurang
tentang gizi kehamilan berpengaruh terhadap konsumsi makanan yang dibutuhkan
selama kehamilan. Pengetahuan yang kurang menjadikan responden tidak
mengetahui makanan apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi nutrisi selama
kehamilan. Menurut Surasih (2015), kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang
gizi selama hamil dapat menyebabkan kurangnya makanan bergizi selama hamil
karena pada dasarnya pengetahuan tentang gizi ibu hamil sangat berguna bagi
sang ibu sendiri, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya sangat
meningkat selama kehamilan.
Dari hasil penelitian yang didapatkan peneliti berasumsi bahwa responden
memiliki pengetahuan yang baik di karenakan responden sebagian besar memiliki
Pendidikan SMA dan perguruan tinggi sehingga membuat responden sudah
mengerti gizi yang harus dipenuhi ibu hamil. semakin seseorang berpendidikan
tinggi maka tingkat pengetahuannya akan bertambah, wawasannya menjadi lebih
luas dan mudah dalam menerima informasi. Didukung dengan kemajuan
teknologi sekarang yang sangat mudah untuk mencari informasi tentang
kesehatan baik dari televisi, internet maupun media cetak maka pengetahuan yang
didapat seseorang semakin bertambah. Pengetahuan atau ranah kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Namun beberapa responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang KEK
dikarenakan pendidikan responden yang rendah dan kurangnya menerima
informasi tentang KEK.

b. Status Ekonomi
Berdasarkan variabel status ekonomi diperoleh hasil bahwa sebagian besar
responden memiliki pendapatan <UMK terdapat 29 orang (55,8%), sesuai UMK
terdapat 16 orang (30,8%), >UMK terdapat 7 orang (13,5%). Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Laila Rahmi (2016) yang mengatakan bahwa sebagian besar
responden memiliki pendapatan <UMK yang berarti ada hubungan status
ekonomi dengan KEK.
Pendapatan merupakan hal utama yang berpengaruh terhadap kualitas
menu. Rendahnya pendapatan menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan
dalam jumlah yang diperlukan. Sehingga tinggi rendahnya pendapatan
mempengaruhi daya beli keluarga terhadap bahan pangan sehari-hari. Keadaan ini
sangat berbahaya untuk Kesehatan keluarga dan akhirnya dapat berakibat buruk
terhadap keadaan gizi ibu hamil. Tingkatan pendapatan menentukan pola
makanan apa yang dibeli, semakin tinggi pendapatan semakin bertambah pula
pengeluaran untuk belanja. Hal ini menyangkut pemenuhan kebutuhan dalam
keluarga terutama pemenuhan kebutuhan akan makanan yang memiliki nilai gizi
dengan jumlah yang cukup. Dengan demikian pendapatan merupakan faktor yang
paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan (Hasnah, 2011).
Ibu hamil yang status ekonominya tinggi kemungkinan besar akan dapat
mencukupi kebutuhan gizi sehingga gizi ibu hamil akan tercukupi. Ibu hamil yang
status ekonomi tinggi juga akan melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga
membuat gizi ibu hamil semakin terpantau, sedangkan ibu hamil dengan status
ekonomi yang rendah tidak memperhatikan kebutuhan gizi dan hygiene sanitasi
makanan yang di konsumsi sehingga ibu hamil sangat beresiko terkena penyakit
infeksi.
Status ekonomi dalam penelitian ini disebabkan karena pekerjaan ibu
hamil sebagian besar hanya sebagai IRT sehingga pendapatan keluarga <UMK
dan pekerjaan suami sebagai petani. Pengeluaran yang rendah berpeluang besar
mengakibatkan terjadinya KEK hal ini disebabkan rendahnya pengeluaran akan
berkolerasi positif dengan kualitas belanja pangan, semakin rendah kuantitas
belanja pangan menyebabkan pemenuhan kebutuhan gizi khususnya energi dan
protein semakin kecil.
Dari hasil penelitian yang didapatkan peneliti berasumsi bahwa
pendapatan keluarga sangat mempengaruhi pemenuhan gizi ibu hamil. Semakin
tinggi pendapatan seseorang maka proprosi pengeluaran untuk makanan semakin
membaik. Sebaliknya, semakin rendah pendapatan seseorang maka semakin
tinggi proporsi untuk makanan tetapi dengan kualitas makanan yang rendah. Ibu
hamil yang status ekonominya tinggi kemungkinan besar akan dapat mencukupi
kebutuhan gizi sehingga kebutuhan gizi ibu hamil akan tercukupi. Faktor lain
yang mempengaruhi yaitu pekerjaan suami sebagai petani sehingga pendapatan
tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil dan pekerjaan responden yang
sebagian besar hanya sebagai IRT. Namun pada penelitian ini beberapa responden
memiliki pendapatan sesuai UMK dan lebih dari UMK dikarenakan beberapa
suami dari responden memiliki pekerjaan sebagai PNS dan memiliki usaha
lainnya sehingga pendapatan keluarga terpenuhi dan membuat gizi ibu hamil
dapat terpenuhi. Ibu hamil yang status ekonomi tinggi juga akan melakukan
pemeriksaan kehamilan sehingga membuat gizi ibu hamil semakin terpantau,
sedangkan ibu hamil dengan status ekonomi yang rendah tidak memperhatikan
kebutuhan gizi dan hygiene sanitasi makanan yang dikonsumsi sehingga ibu
hamil sangat beresiko terkena penyakit infeksi.

c. Kurang Energi Kronik (KEK)


Berdasarkan variabel KEK diperoleh hasil bahwa sebagian besar
responden tidak mengalami KEK dengan LILA >23,5 cm terdapat 31 orang
(59,6%), dan yang mengalami KEK dengan LILA <23,5 cm terdapat 21 orang
(40,4%). Angka prevalensi tersebut masih tinggi jika dibandingkan dengan angka
prevalensi KEK pada tahun 2022 dengan jumlah responden yang mengalami KEK
terdapat 8 orang.
KEK adalah salah satu keadaan malnutrisi. Keadaan ibu menderita
kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronik) mengakibatkan
timbulnya gangguan kesehatan pada ibu secara relatif atau absolut satu atau lebih
zat gizi (Helena, 2013). Kurang gizi akut disebabkan oleh tidak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik (dari segi kandungan
gizi) untuk satu periode tertentu untuk mendapatkan tambahan kalori dan protein
(untuk melawan) muntah dan mencret (muntaber) dan infeksi lainnya.
Dalam penelitian ini masih terdapat responden yang mengalami KEK.
KEK yang dialami responden dapat disebabkan kurangnya pengetahuan tentang
gizi sehingga mempengaruhi perilakunya dalam memilih makanan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya. Kejadian KEK pada ibu hamil tidak hanya
dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang gizi kehamilan tetapi juga dipengaruhi
oleh faktor lain. Menurut Soekirman (2013), pendapatan keluarga merupakan
salah satu faktor penyebab KEK pada ibu hamil. Responden dalam penelitian ini
yang mengalami KEK sebagian besar dengan pendapatan. Hal tersebut didukung
dengan pendapat Soekirman (2013) yang menyatakan bahwa tingkat pendapatan
keluarga menentukan bahan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga tersebut.
Pola pembelanjaan makanan antara kelompok miskin dan kaya tercermin dalam
kebiasaan pengeluaran. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas
dan kuantitas makanan.
Pada penelitian ini responden yang memiliki status gizi yang normal
disebabkan pola konsumsi makanan yang adekuat sehingga memenuhi kebutuhan
nutrisi selama hamil. Menurut Soetjiningsih dalam Surasih (2015), makanan ibu
hamil sangat penting karena makanan merupakan sumber gizi yang dibutuhkan
ibu hamil untuk perkembangan janin dan tubuhnya sendiri.
Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi
yang positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga.
Beberapa studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan dari ibu meningkat
maka pen getahuan nutrisi dan praktik nutrisi bartambah baik. Usaha-usaha untuk
memilih makanan yang bernilai nutrisi semakin meningkat, ibu-ibu rumah tangga
yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi
dari pada yang kurang bergizi.
Dari hasil penelitian yang didapatkan peneliti berasumsi bahwa kurang
energi kronik (KEK) sangat dipengaruhi oleh umur, Pendidikan, pekerjaan, usia
kehamilan dan paritas. Selain itu pengetahuan juga dapat mempengaruhi KEK
dikarenakan pengetahuan responden yang baik tidak akan mengalami KEK
karena lebih memperhatikan gizi yang harus dipenuhi oleh ibu hamil. Sedangkan
status ekonomi juga sangat mempengaruhi KEK karena pendapatan keluarga yang
rendah akan membuat gizi ibu hamil tidak terpenuhi sehingga mengalami KEK.

3. Analisis Bivariat
a. Hubungan Pengetahuan dengan Kurang Energi Kronik
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara pengetahuan
dengan kurang energi kronik di Puskesmas Kawua. Hal ini dapat dilihat dari uji
Chi-Square. Hasil Analisa menunjukkan nilai p = 0,927, maka nilai p > 0,05%.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tidak mempengaruhi
kurang energi kronik.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati
(2022) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan kurang energi kronik dengan hasil p-value 0,761 yang berarti
> 0,05. Dengan asumsinya mengatakan bahwa semakin baik tingkat pengetahuan
ibu semakin baik pula dalam memilih makanan yang bergizi bagi ibu hamil.
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk
perilaku setiap individu, termasuk perilaku Kesehatan individu tersebut. Perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lama dibandingkan dengan
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan mengenai gizi dan
Kesehatan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Semakin luas
pengetahuan ibu hamil mengenai gizi dan Kesehatan, maka semakin beragam
pula jenis makanan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi
dan mempertahankan Kesehatan ibu hamil.
Pengetahuan juga berkaitan dengan tingkat pendidikan ibu hamil.
Kemampuan ibu hamil dalam menyerap pengetahuan akan meningkat sesuai
dengan meningkatnya pendidikan ibu hamil, karena ibu hamil yang memiliki
tingkat Pendidikan tinggi akan mengerti mengenai pemenuhan gizi pada ibu hamil
dan dapat mencegah terjadinya KEK. Selain itu peningkatan pengetahuan juga
dipengaruhi oleh umur responden. Berdasarkan data penelitian, sebagian besar
responden berusia 20-35 tahun yang merupakan usia produktif sehingga
memungkinkan mereka masih mampu menerima informasi yang diberikan dan
bisa mengingatnya Kembali (Astuti, 2013).
Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan,
sikap terhadap makanan dan praktek / perilaku pengetahuan tentang nutrisi
melandasi pemilihan makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering
kali mempunyai asosiasi yang positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi
makanan dalam keluarga. Beberapa studi menunjukkan bahwa jika pendidikan ibu
meningkat maka pengetahuan nutrisi dan praktek nurtisi bertambah baik. Usaha-
usaha untuk memilih makanan yang bernilai nutrisi semakin meningkat, ibu-ibu
rumah tangga yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih makanan yang
lebih bergizi dari pada yang kurang bergizi (Surasih, 2015).
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pengetahuan datang dari
pengalaman dapat diperoleh dengan informasi yang didapat dan akan
mempengaruhi sikap. Jika mempunyai pengetahuan tinggi, secara otomatis orang
tersebut bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan pengetahuannya.
b. Hubungan Status Ekonomi dengan Kurang Energi Kronik
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara status ekonomi
dengan kurang energi kronik di Puskesmas Kawua. Hal ini dapat dilihat dari uji
Chi-Square. Hasil Analisa menunjukkan nilai p = 0,042, maka nilai p < 0,05%.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa status ekonomi mempengaruhi
kurang energi kronik.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini Febrianti
(2022) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status ekonomi dengan
kurang energi kronik dengan hasil p-value 0,036 yang berarti < 0,05. Hal ini juga
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2013) yang
manyatakan bahwa ada hubungan pendapatan dengan kejadian KEK pada ibu
hamil (p = 0,001).
Pendapatan keluarga merupakan menentukan kualitas dan kuantitas
hidangan dalam keluarga. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan
besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya. Pendapatan juga
merupakan hal yang sangat mempengaruhi suatu kondisi suatu keluarga termasuk
status kesehatan seluruh anggota keluarga salah satunya yaitu pemenuhan
kebutuhan akan makanan yang memiliki nilai gizi dengan jumlah yang cukup
(Mursiyam, 2018).
Faktor ekonomi merupakan suatu penentu status gizi yang dapat
mempengaruhi status gizi ibu hamil. Status ekonomi yang rendah atau kemiskinan
menduduki posisi pertama pada masyarakat yang menyebabkan gizi kurang.
Pendapatan yang diterima oleh penduduk akan di pengaruhi oleh tingkat
pendidikan yang dimilikinya dengan pendidikan yang tinggi mereka akan
mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik disertai pendapatan yang lebih besar, sedangkan bagi masyarakat yang
berpendidikan rendah mendapatkan pekerjaaan dengan pendapatan yang kecil
(Wijaya, 2013). Keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor
yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut
menentukan status gizi keluarga tersebut (Ausa, 2013). Faktor ini akan
berinteraksi satu dengan yang lain sehingga mempengaruhi masukan zat gizi.
Keadaan ekonomi keluarga yang baik dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan
pokok setiap anggota keluarga. Kekurangan gizi pada ibu hamil merupakan
masalah kesehatan masyarakat karena sumber daya negara yang miskin
(Supariasa, 2013).
Pendapatan keluarga mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi
ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan
dan pemenuhan zat gizi. Hal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap kondisi
kehamilan ibu, Akan tetapi selain faktor ekonomi, juga terdapat faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi kejadian KEK pada ibu hamil, diantaranya adalah:
asupan makanan atau pola konsumsi, penyakit infeksi, usia ibu hamil, jarak
kehamilan (Ami Santia, 2020).
Status ekonomi cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan.
Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan
dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Gotri Marsedi S, Laksmi
Widajanti, Ronny Aruben tahun (2016) mengatakan semakin tinggi pendapatan
seseorang maka proporsi pengeluaran untuk makanan semakin membaik.
Sebaliknya semakin rendah pendapatan seseorang, maka semakin tinggi proporsi
untuk makanan tetapi dengan kualitas makanan yang rendah. Menurut hukum
Engel, Pada saat terjadi peningkatan pendapatan maka konsumen akan
membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan porsi yang semakin
mengecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk
pangan semakin meningkat. Sehingga, walaupun pendapatan rendah, tetapi
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang makanan bergizi maka terjadi
keseimbangan antara pengeluaran dengan asupan makanan yang diperlukan dalam
tubuh.

D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian,
beberapa keterbatasan dalam penelitian yaitu:
1. Adanya kemungkinan terjadinya bias karena faktor kesalahan responden dalam
memahami dari maksud pertanyaan yang sebenarnya, karena jawaban responden
tergantung dari pemahaman responden dalam mengisi kuesioner yang telah dibagikan
oleh peneliti.
2. Dalam pengolahan data peneliti menyadari bahwa pengolahan data memerlukan
ketelitian dalam mengolah, sehingga peneliti membutuhkan bantuan orang lain.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Hubungan Pengetahuan dan Status
Ekonomi dengan kejadian Kurang Energi Kronik di Puskesmas Kawua, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan responden mayoritas kategori baik sebanyak 28 responden
dengan presentase (53,8%).
2. Status ekonomi responden mayoritas kategori <UMK sebanyak 29 responden dengan
presentase (55,8%).
3. Kurang energi kronik responden mayoritas >23,5 cm sebanyak 31 responden dengan
presentase (59,6%).
4. Tidak ada hubungan pengetahuan dengan kurang energi kronik pada ibu hamil di
Puskesmas Kawua.
5. Ada hubungan status ekonomi dengan kurang energi kronik pada ibu hamil di
Puskesmas Kawua.

B. Saran
1. Bagi Puskesmas Kawua
Diharapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan, petugas kesehatan diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pelayanan dengan cara penyampaian informasi yang
diberikan kepada ibu hamil dan keluarga mengenai KEK sehingga dapat
memperhatikan makanan bergizi yang diberikan untuk ibu hamil.
2. Bagi Akademik
Diharapkan dapat menjadi referensi sebagai bahan pembelajaran untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang hubungan pengetahuan dan status
ekonomi pada ibu hamil dengan kejadian kurang energi kronik.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai variabel lain yang
dapat mempengaruhi kurang energi kronik. Selain itu peneliti selanjutnya perlu
mengidentifikasi lebih dalam lagi tentang kurang energi kronik dan faktor-faktor yang
menyebabkan kurang energi kronik.

Anda mungkin juga menyukai