Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ELIMINASI SEBAGAI KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

OLEH:
Neza Ferti Malini 1826010064
Yori Destia Ulandari 1826010044
Yulita Purnama Sari 1826010078
Tika Oktavia 1826010031

DOSEN PENGAMPU
NS.Vellyza colin, S.Kep.MAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES TRI MANDIRI SAKTI
KOTA BENGKULU
2018
KATA PENGANTAR

Dengan Keridhoan dari tuhan yang Maha Esa yang sudah menjadi kekuatan kepada
kepada penulis untuk segerah menyelesaikan makala ini.Oleh karena itu tiada kata terindah
selain ucapan syukur yang tak terhingga karena telah menginspirasi penulis untuk dapat
membuat makalah yang berjudul “Eliminasi Salah Satu Kebutuhan Dasar Manusia”. Rasa syukur
penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penulis telah mampu menyelesaikan
makala ini.

Tulisan makalah ini bertujuan untuk menerapkan tentang bahaynya Demam Eliminasi
adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Sehingga pentingnya masyarakat untuk menjaga
system eliminasi agar tetap sehat dan dijauhkan dari gangguan-gangguan system eliminasi.

Melalui kata pengantar ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Ilmu Dasar
Keperawatan II yang telah membantu memberikan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas
makalah ini semoga tuhan yang Maha Esa membalas kebaikan yang telah diberikan.

Dalam makalah ini tertulis berbagai informasi tentang Eliminasi sebagai kebutuhan dasar
manusia. Penulis berharap semoga penulisan makalah ini dapat mempermudah pengetahuan dan
bisa bermanfaat dalam masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Bengkulu, 19 Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ………………………………………………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ELIMINASI………………………………………………………….5

BAB III
A. KESIMPULAN………………………………………………………………………
B. SARAN ……………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Manusia merupakan salah satu makhluk hidup, dikatakan sebagai makhluk hidup karena
dapat bernafas, berkembang biak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makanan dan mengeluarkan
metabolisme (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peran masing –
masing organ.

Salah satu kegiatan tubuh dalam membuang sisa – sisa metabolisme adalah
mengeluarkan urine. Membuang urine dengan melalui eliminasi merupakan salah satu aktivitas
pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Apabila eliminasi tidak dilakukan oleh tubuh,
maka akan terjadi ganggu an diantaranya : retensi urine (perubahan pola eliminasi urine),
enuresis, inkontinensia urine, dan lain-lain. Selain dapat menimbulkan gangguan – gangguan
yang disebutkan diatas, dapat juga menimbulkan dampak pada sistem organ lain seperti sistem
pencernaan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Eliminasi.

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau feses.
Kebutuhan eliminasi dibagi menjadi dua yaitu; eliminasi urine dan eliminasi alvi (kebutuhan
buang air besar).

1.1 Jenis – Jenis Eliminasi.

1.1.1 Eliminasi Urine (kebutuhan buang air kecil)

1.1.2 Eliminasi Alvi (kebutuhan buang air besar)

2.1 Pengertian Eliminasi Urine.

Eliminasi urine adalah kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan menentukan
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis tubuh.

2.3 Organ yang Berperan dalam Eliminasi Urine.

2.3.1 Ginjal

Ginjal merupakan organ retroperitoneal (dibelakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal
sebelah kanan dan kiri tulang panggul. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume
cairan dalam tubuh. Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine
sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal terdiri atas nefron yang
merupakan unit dari struktur ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron,
urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui ureter menuju
kandung kemih.

2.3.2 Ureter

Ureter adalah suatu saluran moskuler berbentuk silider yang menghantarkan urine dari
ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20 – 30 cm dengan diameter
maksimum sekitar 1,7 cm didekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung
kemih. Dinding ureter terdiri dari mukosa yang dilapisi oleh sel – sel transisional, otot
polossirkuler, dan longitudinal yang dapat melakukan kontraksi guna mengeluarkan urine
menuju kandung kemih.
2.3.3 Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot polos yang berfungsi
sebagai tempat penampungan air seni (urine). Di dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan
otot yang memanjang ditengah dan melingkar disebut sebagai detrusor, dan berfungsi untuk
mengeluarkan urine. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot yang
berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkaran yang berfungsi menjaga
saluran antara kandung kemih keluar tubuh.

Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian
dalam diatur oleh system saraf simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendur
dan terjadi kontraksi sphinoter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal di dalam kandung
kemih. System para simpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan
penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya
kontraksi otot detrusor dan kendurnya shinoter.

2.3.4 Uretra

Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar. Saluran
perkemihan dilapisi membrane mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Secara normal,
mikroorganisme tidak ada yang bias melewati uretra bagian bawah, namun membrane mukosa
ini pada keadaan patologis yang terus – menerus akan menjadikannya media baik untuk
pertumbuhan beberapa patogen.

2.4 Proses Pelaksanaan Eliminasi Urine

2.4.1 Proses Berkemih

Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika


urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250 – 400 cc (pada orang
dewasa) dan 200 – 250 cc (pada anak – anak).

Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urie yang dapat menimbulkan
rangsangan pada saraf – saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut
diteruskan melalui medulla spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks
serebral. Selanjutnya, otak memberikan impuls melalui medula spinalis ke neuromotoris di
daerah sakral, kemudian terjadi kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter internal.
Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan oleh spincter eksternal. Jika waktu
dan tempat memungkinkan, akan menyebabkan relaksasi spincter eksternal dan urine
dikeluarkan (berkemih).
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine

2.5.1 Diet dan Asupan (in take)

Jumlah dan tipe makanan merupakan factor utama yang mempengaruhi output urine
(jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu,
minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.

2.5.2 Respons Keinginan Awal untuk Berkemih

Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebakan urine banyak
tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
pengeluaran urine.

2.5.3 Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini
terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.

2.5.4 Stres psikologis

Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena
meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.

2.5.5 Tingkat aktivitas

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan braktivitas. Hilangnya tonus otot vesika
urinaria dapat menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun.

2.5.6 Tingkat Perkembangan

Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal
tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki kesulitan untuk mengontrol buang air
kecil. Namun, kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat seiring dengan
pertambahan usia.

2.5.7 Kondisi Penyakit

Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.

2.5.8 Sosiokultural

Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya


kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
2.5.9 Kebiasaan Seseorang

Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami kesulitan


untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.

2.5.10 Tonus Otot

Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung
kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai
pengontrolan pengeluaran urine.

2.5.11 Pembedahan

Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian


obat anestesi sehingga menyebabkan penurunanjumlan produksi urine.

2.5.12 Pengobatan

Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau


penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine,
sedangkan pemberian obat antikolinergik dan anthipertensi dapat menyebabkan retensi urine.

2.5.13 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine,


khususnya prosedur – prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih
seperti intra venus pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asuan sehingga
mengurangi produksi urine. Selain itu, tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema local pada
uretra sehingga pengeluaran urine terganggu.

2.6 Gangguan Eliminasi Urine

2.6.1 Retensi urine

Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat


ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan
distensi vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan
kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung
urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine.

2.6.2 Inkontinensia Urine

Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau


menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine
adalah proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, serta penuaaan kesadaran, serta penggunaan
obat narkotik.
2.6.3 Enuresis

Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan tidak mampu


mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau otang jompo.
Umumnya enuresis terjadi pada malam hari.

2.6.4 Perubahan Pola Eliminasi Urine

Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan
pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran
kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas:

1. Frekuensi

Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi


berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa
suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan
juga pada keadaan stres atau hamil.

2. Urgensi

Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak
berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol
sphincter eksternal. Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi pada anak karena
kurangnya pengontrolan pada sphincter.

3. Disuria

Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada
penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.

4. Poliuria

Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa
adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes
mellitus dan penyakit ginjal kronis.

5. Urinaria Supresi

Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal,
urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam secara terus – menerus.
2.7 Penanggulangan Gangguan Eliminasi Urine

2.7.1 Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan

Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine tersebut berbeda – beda maka dalam
pengambilan atau pengumpulan urine juga dibedakan sesuai dengan tujuannya. Cara
pengambilan urinetersebut antara lain ; pengambilan urine biasa, pengambilan urine steril, dan
pengumpulan selama 24 jam.

1. Pengambilan Urine Biasa

Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan mengeluarkan urine


secara biasa, yaitu buang air kecil. Pengambilan urine biasa ini biasanya digunakan untuk
pemeriksaan kadar gula dalam urine, pemeriksaan kehamilan, dll.

2. Pengambilan Urine Steril

Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan menggunakan alat steril,
dilakukan dengan kateterisasi atau fungsi suprapubisyang bertujuan untuk mengetahui adanya
infeksi pada uretra, ginjal, atau saluran kemih lainnya.

3. Pengambilan Urine Selama 24 Jam

Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan


dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah urine selama 24 jam dan mengukur
berat jenis, asupan dan output, serta mengetahui fungsi ginjal.

4. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal

Tindakan membantu pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri di kamar kecil
dilakukan dengan menggunakan alat penampung (urineal). Hal tersebut dilakukan untuk
menampung urine dan mengetahui kelainan dari urine (warna dan jumlah).

5. Melakukan Kateterisasi

Kateterisasi merupakan tindakan memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui


uretra untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan
pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya, kateterisasi terbagi menjadi dua tipe internitent (straight
kateter) dan tipe indwelling (foley kateter).
2.8 Pengertian Eliminasi Alvi

Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran metabolism berupa feses yang
berasal dari saluran pencernaan yang melalui anus. Manusia dapat melakukan buang air besar
beberapa kali dalam satu hari atau satu kali. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu
hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali – kali dalam satu hari,
biasanya gangguan – gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika
dibiarkan dapat menjadi maslah yang lebih besar.

2.9 Organ yang Berperan dalam Eliminasi Alvi

2.9.1 Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletah diantara
lambung dan usus besar. Bagian – bagian dari usus halus yaitu; duodenum (usus dua belas jari),
jejunum (usus kosong), ileum (usus penyerapan).

1. Duodenum (usus dua belas jari)

Usus dua belas jari adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong dengan panjang antara 25 – 38 cm. bagian usus dua belas
jari merupakan bagian terpendek dari usus halus.

2. Jejunum (usus kosong)

Usus kosong adalah bagian kedua dari usus halus, diantara usus dua belas jari dan usus
penyerapan. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2 – 8 meter, 1 – 2 meter
adalah bagian usus kosong.

3.Ileum (usus penyerapan)

Usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia
ini memiliki panjang sekitar 2 – 4 meter dan terletak setelah duodenum dan jejunum dan
dilanjutkan oleh usus buntu.

2.9.2 Usus Besar

Usus besar adlah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini
adalah menyerap air dan feses. Bagian – bagian dari usus besar yaitu; kolon, rektum, dan anus.

1. Kolon

Kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.


2. Rektum

Rektum adalah organ terakhir dari usus besar. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan feses sementara.

3. Anus

Anus atau dubur adlah sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan luar tubuh.

2.10 Proses Pelaksanaan Eliminasi Alvi

2.10.1 Proses Defekasi

Defekasi merupakan proses pengosongan usus yang sering disebut buang air
besar.Terdapat dua pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yang terletak di medulla dan
sussum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian dalam
akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar,
kemudian sphincter anus bagian luar yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu
menguncup atau mengendur. Selam defekasi berbagai otot lain membantu prose situ, seperti otot
dinding perut, diafragma, dan otot – otot dasar pelvis.

Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi, yaitu refleks
defekasi intrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari
adanya zat sisa makanan (feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi kemudian flexus
mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus. Lalu pada saat
sphincter internal relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan, refleks defekasi
parasintetis dimulai dari adanya proses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal
cord, dan merangsang ke kolon desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan
peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter internal, maka terjadilah proses defekasi saat
sphincter internal berelaksasi. Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak
direncanakan dan zat makanan lainyang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam
mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu dan usus kecil.

2.11 Gangguan Eliminasi Alvi

2.11.1 Konstipasi

Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami
statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar
terlalu kering dan keras.
2.11.2 Diare

Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual
dan muntah.

2.11.3 Inkontinesia Usus

Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan


dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini
juga disebut sebagai inkontinesia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk
mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.

2.11.4 Kembung

Kembung merupakan keadaan penuh udara di dalam perut karena pengumpulan gas
berlebih di dalam lambung atau usus.

2.11.5 Hemorroid

Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat
defekasi dan lain – lain.

2.11.6 Fecal Impaction

Fecal impaction merupakan massa feses karena dilipatkan rektum yang diakibatkan oleh
retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah
asupan kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

2.12 Faktor yang Mempengarhi Eliminasi Alvi

2.12.1 Usia

Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi
yang berbeda.

2.12.2 Diet

Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.
Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan
jumlah yang dikonsumsi dapat mempengaruhinya.
2.12.3 Asupan Cairan

Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh
karena itu, proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.

2.12.4 Aktivitas

Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot
abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi.

2.12.5 Pengobatan

Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti penggunaan laksantif, atau
antasida yang terlalu sering.

2.12.6 Kebiasaan atau Gaya Hidup

Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat
pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau terbiasa melakukan buang air besar di
tempat bersih atau toilet, jika seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia
akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

2.12.7 Penyakit beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya


penyakit – penyakit tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti
gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.

2.12.8 Nyeri

Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk defekasi seperti
nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomy.

2.12.9 Kerusakan Sensoris dan Motoris

Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena
dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.

2.13 Penanggulangan Gangguan Eliminasi Alvi

2.13.1 Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan

Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan tindakan yang dilakukan untuk
mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap
dan pemeriksaan kultur (pembiakan).
2.13.2 Memberikan Huknah Rendah

Memberikan huknah rendah merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam


kolon desensen dengan menggunakan kanula rekti melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan
untuk mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi
makanan sebagai dampak pasca operasi dan merangsang buang air besar pada pasien yang
mengalami kesulitan buang air besar.

2.13.3 Memberikan Huknah Tinggi

Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam


kolon asenden dengan menggunakan kanula usus. Hal tersebut dilakukan untuk mengosongkan
usus pada pasien prabedah untuk prosedur diagnostik.

2.13.4 Membantu Pasien Buang Air Besar dengan Pispot

Membantu pasien buang air besar dengan pispot ditempat tidur merupakan tindakan bagi
pasien yang tidak mampu buang air besar secara sendiri di kamar mandi.

2.13.5 Memberikan Gliserin

Memberikan gliserin merupakan tindakan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros


usus dengan menggunakan spuit gliserin. Hal ini dilakukan untuk merangsang peristaltik usus,
sehingga pasien dapat buang air besar.

2.13.6 Mengeluarkan Feses dengan Jari

Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan memasukkan jari ke dalam rektum
pasien untuk mengambil atau menghancurkan feses sekaligus mengeluarkannya.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka adapun simpulan yang dapat penulis ambil yaitu sebagai
berikut: Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine
maupun alvi demi menjaga homeostasis tubuh.

Eliminasi urine merupakan kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan dalam
menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan manusia untuk
mempertahankan kesehatan tubuh. Adapun organ – organ yang berperan dalam proses eliminasi
urine diantaranya; ginjal, ureter, kandung kemih, uretra.

Eliminasi alvi merupakan proses pembuangan atau pengeluaran metabolism berupa feses yang
berasal dari saluran pencernaan. Adapun sistem tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi
ini adalah sistem gastrointestinal yang meliputi usus halus dan usus besar.

Saran

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat atau pembaca, agar dapat
menjaga kesehatan organ eliminasi sehingga proses eliminasi di dalam tubuh manusia dapat
berjalan dengan baik dan seimbang.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Aziz Alimul Hidayat “Buku Saku Pratikum Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:EGC.2004

Anda mungkin juga menyukai