Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.A DENGAN HIPERTENSI


Di PANTI SOSIAL TRESNA WERDA PAGAR DEWA
KOTA BENGKULU

DISUSUN OLEH :
SURYANI LARAS SAFITRI
NPM : 1826010024

Perceptor Co Perceptor

(Ns. Hanifah,S.kep.,M.kep) (Marlisa,Amd.Keb)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah yang abnormal di
dalam arteri yang menyebabkan meningkatkan risiko terhadap stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Martha,
2012) .
Hipertensi dapat diartikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi manula, hipertensi diartikan sebagai tekanan sistolik ≥
160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg (Smeltzer, 2008).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan
tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor resiko yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara
normal (Tagor, 2010).
B. Etiologi Hipertensi
Etiologi dari hipertensi terbagi dalam dua kelompok yaitu factor yang
tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah.
1. Faktor yang tidak dapat diubah
a) Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan
menyebabkan keluarga itu mempunyai resiko menderita
hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium
terhadap sodium, individu dengan orangtua yang menderita
hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi.
b) Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama,
akan tetapi wanita pra menopause prevalensinya lebih
terlindungi darpada pria pada usia yang sama.
Wanita yang belum menpause dilindungi oleh hormon estrogen
yang berperan dalam meningkatkan High Density Lipoprotein
(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupkan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis
yang dapat menyebabkan hipertensi. Namun Saat ini,
prevalensi hipertensi mencapai 80% pada lansia wanita yang
berusia 65 tahun keatas (Junior dalam Braz, 2011). Selain itu
dalam penelitian Astari pada tahun 2012 ditemukan penderita
hipertensi adalah wanita sebesar 62,50% dan laki-laki sebesar
37,50%.
c) Usia
Insiden hipertensi meningkat seiring pertambahan usia.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensi aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Anggaraini, dkk, 2009).
2. Faktor yang dapat diubah
a) Obesitas
Merupakan ciri khas penderita hipertensi, walaupun belum
diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dengan
kegemukan, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi
lebih tinggi daripada dengan berat badan normal. Memang
tidak semua penderita hipertensi berbadan gemuk, orang kurus
pun tidak tertutup kemungkinan terserang hipertensi.
Kenyataannya orang gemuk menjadi peluang terkena
hipertensi lebih besar.
b) Asupan Garam
Seseorang yang terlalu berlebihan mengkomsumsi garam
(NaCl) yang berlebih dapat menahan air (retensi) sehingga
meningkatkan jumlah volume darah, akibatnya jantung harus
bekerja keras dan tekanan darah menjadi naik.
c) Makanan dan Gaya hidup
Tekanan darah tinggi erat kaitannya dengan gaya hidup dan
makanan. Sebagian faktor gaya hidup yang menyebabkan
hipertensi, antara lain konsumsi kopi berlebihan, minum
alkohol, kurang olahraga, stres, dan merokok. Faktor makanan
mencakup: kegemukan, konsumsi rendah garam, konsumsi
garam yang berlebihan, tingginya asupan lemak (Sunanto,
2009).
Seseorang yang tidak aktif secara fisik memiliki resiko 30-50%
lebih besar untuk mengalami hipertensi. Selain meningkatkan
perasaan sehat dan kemampuan untuk mengatasi stres,
keuntungan latihan aerobik yang teratur adalah meningkatnya
kadar HDL-C, menurunnya kadar LDL, menurunnya tekanan
darah, berkurangnya obesitas, berkurangnya frekuensi denyut
jantung saat istirahat, dan konsumsi oksigen miokardium
(MVO2), dan menurunnya resistensi insulin (Anggaraini,
2009).

C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula dari saraf sinpatis, yang berkelanjutan ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis,
pada titik ini neuron preganglion melepaskan asetikolin yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimna dengna
dilepaskannya neropinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor.
Saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenalin juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktifasi vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
ke ginjal menyebabkan pelepasan renin (Kartika, 2014).
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi. Hipertensi pada lansia terjadi karena adanya
perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah. Perubahan tersebut
meliputi ateroklorosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya aorta
dan arteri besar kurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2008).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tekanan darah tinggi yaitu sakit kepala, tengkuk
terasa berat, perdarahan di hidung, pusing yang terkadang juga terjadi pada
seseorang dengan tekanan darah normal. Jika hipertensi berat atau menahun
dan tidak terobati, dapat timbul gejalagejala seperti sakit kepala, kelelahan,
mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan kabur (karena adanya
kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal) (Ruhyanuddin, 2007).
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan untuk memantapkan
diagnosa. 1) EKG (elektro kardiograf atau rekam jantung). 2) Pemeriksaan
darah kimia (kreatinin, BUN). 3) Radiografi dada (Pudiastuti, 2013).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologi
a) Diuretik : Chlorthalidon, Hydromox, Lasix, Aldactone, Dyrenium
Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah
jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan
airnya.
b) Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot pada jantung
atau arteri. Sebagian penyekat saluran kalsium bersifat lebih spesifik
untuk saluran lambat kalsium otot jantung; sebagian yang lain lebih
spesifik untuk saluran kalsium otot polos vascular. Dengan demikian,
berbagai penyekat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda
dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan
TPR.
c) Penghambat enzim menghambat angiotensin 2 atau inhibitor ACE
berfungsi untuk menurunkan angiotensin 2 dengan menghambat enzim
yang diperlukan untuk mengubah angiotensin 1 menjadi angiotensin 2.
Kondisi ini menurunkan darah secara langsung dengan menurunkan
TPR, dan secara tidak langsung dengan menurunkan sekresi
aldosterone, yang akhirnya menigkatkan pengeluaran natrium pada
urin kemudian menurunkan volume plasma dan curah jantung.
d) Antagonis (penyekat) respetor beta (β-blocker),terutama penyekat
selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan
kecepatan denyut dan curah jantung.
e) Antagonis reseptor alfa (β-blocker) menghambat reseptor alfa di otot
polos vascular yang secara normal berespon terhadap rangsangan saraf
simpatis dengan vasokonstriksi. Hal ini akan menurunkan TPR. f)
Vasodilator arterior langsung dapat digunakan untuk menurunkan
TPR. Misalnya: Natrium, Nitroprusida, Nikardipin, Hidralazin,
Nitrogliserin, dan lain-lain (Brunner & Suddarth, 2001 dalam Hafiz
2011).
2. Penatalaksanaan Farmakologi
a) Pengaturan Diet Beberapa diet yang dianjurkan :
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan
darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam
dapat mengurangi stimulasi system reninangiotensin sehingga
sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah intake sodium
yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam
per hari.
2) Diet garam potasium, dapat menurunkan tekanan darah tapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian Potasium secara intravena
dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh
nitric oxide pada dinding vascular.
3) Diet kaya buah dan sayur.
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung
koroner.
b) Penurunan Berat Badan Penurunan berat badan mengurangi tekanan
darah, kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan
volume sekuncup juga berkurang.
c) Olahraga Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki
keadaan jantung. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali
dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan tekanan
darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi
terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
d) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat Berhenti merokok dan
tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek jangka
panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran
darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
e) Mengkonsumsi tanaman herbal Penyakit hipertensi dapat diturunkan
melalui tanaman herbal seperti daun salam, seledri, mengkudu bawang
putih dan timun.
H. Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat menjadi lemah,
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala
terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung,
limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian
tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau
lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan
diri secara mendadak.

2. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arteroklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah
tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan
oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi
ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya
membrane glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal,
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan edema
yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
4. Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih
berat untuk memompa darah yang menyebabkan pembesaran otot jantung
kiri sehingga jantung mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada otot
jantung kiri disebabkan kerja keras jantung untuk memompa darah.
5. Kerusakan pada Mata
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah dan saraf pada mata.
I. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian Teoritis
a) Identitas
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, alamat sebelum
tinggal di panti, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan
sebelumnya, pendidikan terakhir, tanggal masuk panti, kamar dan
penanggung jawab.
b) Riwayat Masuk Panti : Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti
dan bagaimana proses nya sehingga dapat bertempat tinggal di panti.
c) Riwayat Keluarga Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua,
saudara kandung, pasangan, dan anak-anak).
d) Riwayat Pekerjaan Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan
sebelumnya, dan sumbersumber pendapatan dan kecukupan terhadap
kebutuhan yang tinggi.
e) Riwayat Lingkup Hidup Meliputi : tipe tempat tinggal, jumlah kamar,
jumlah orang yang tinggal di rumah, derajat privasi, alamat, dan
nomor telpon.
f) Riwayat Rekreasi Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan
liburan.
g) Sumber/ Sistem Pendukung Sumber pendukung adalah anggota atau
staf pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat atau klinik.
h) Deksripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur.
i) Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Pada pasien
lansia dengan hipertensi mengalami susah tidur sehingga dilakukan
ritual ataupun aktivitas sebelum tidur.
j) Status Kesehatan Saat Ini Meliputi : status kesehatan umum selama
stahun yang lalu, status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu,
keluhan-keluhan kesehatan utama, serta pengetahuan tentang
penatalaksanaan masalah kesehatan.
k) Obat-Obatan Menjelaskan obat yang telah dikonsumsi, bagaimana
mengonsumsinya, atas nama dokter siapa yang menginstruksikan dan
tanggal resep.
l) Status Imunisasi Mengkaji status imunisasi klien pada waktu dahulu
12) Nutrisi Menilai apakah ada perubahan nutrisi dalam makan dan
minum, pola konsumsi makanan dan riwayat peningkatan berat badan.
Biasanya pasien dengan hipertensi perlu memenuhi kandungan nutrisi
seperti karbohidrat, protein, mineral, air, lemak, dan serat. Tetapi diet
rendah garam juga berfungsi untuk mengontrol tekanan darah pada
klien.
m) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien
dari ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan
tanda klinis dari suatu penyakit dengan teknik inpeksi, aukultasi,
palpasi dan perkusi. Pada pemeriksaan kepala dan leher meliputi
pemeriksaan bentuk kepala, penyebaran rambut, warna rambut,
struktur wajah, warna kulit, kelengkapan dan kesimetrisan mata,
kelopak mata, kornea mata, konjungtiva dan sclera, pupil dan iris,
ketajaman penglihatan, tekanan bola mata, cuping hidung, lubang
hidung, tulang hidung, dan septum nasi, menilai ukuran telinga,
ketegangan telinga, kebersihan lubang telinga, ketajaman
pendengaran, keadaan bibir, gusi dan gigi, keadaan lidah, palatum dan
orofaring, posisi trakea, tiroid, kelenjar limfe, vena jugularis serta
denyut nadi karotis. Pada pemeriksaan payudara meliputi inpeksi
terdapat atau tidak kelainan berupa (warna kemerahan pada mammae,
oedema, papilla mammae menonjol atau tidak, hiperpigmentasi aerola
mammae, apakah ada pengeluaran cairan pada putting susu), palpasi
(menilai apakah ada benjolan, pembesaran kelenjar getah bening,
kemudian disertai dengan pengkajian nyeri tekan). Pada pemeriksaan
thoraks meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk
dada, penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi
(penilaian vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah
terdapat kelainan), dan auskultasi (peniaian suara nafas dan adanya
suara nafas tambahan). Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi
dan palpasi (mengamati ada tidaknya pulsasi serta ictus kordis),
perkusi (menentukan batas-batas jantung.
untuk mengetahui ukuran jantung), auskultasi (mendengar bunyi
jantung, bunyi jantung tambahan, ada atau tidak bising/murmur) Pada
pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan
berupa (bentuk abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh darah,
warna kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi(bising usus atau
peristalik usus dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi (terdapat
nyeri tekan, benjolan/masa, benjolan/massa, pembesaran hepar dan
lien) dan perkusi (penilaian suara abdomen serta pemeriksaan asites).
Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya meliputi area pubis, meatus
uretra, anus serta perineum terdapat kelainan atau tidak. Pada
pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan kekuatan dan
kelemahan eksremitas, kesimetrisan cara berjalan. Pada pemeriksaan
integument meliputi kebersihan, kehangatan, warna, turgor kulit,
tekstur kulit, kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat lesi
atau tidak. Pada pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan
tingkatan kesadaran (GCS), pemeriksaan saraf otak (NI-NXII), fungsi
motorik dan sensorik, serta pemeriksaan reflex.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan dibuktikan dengan klien mengeluh
lelah
b. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik di buktikan dengan klien
mengeluh nyeri
3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


keperawatan
1. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan pengkajian Terapi aktivitas
diharapkan Toleransi aktivitas
b.d kelemahan di Observasi
meningkat dan klien mampu :
buktikan dengan - Kecepatan berjalan - Identifikasi defisit
klien mengeluh lelah meningkat tingkat aktivitas
- Kekuatan tubuh bagian - Identifikasi kemampuan
atas meningkat berpartisipasi dalam
- Keluhan lelah menurun aktivitas tertentu
- Perasaan lemah menurun - Monotor respon
emosional
Traupeutik
- Fasilitasi fokus pada
kemampuan
- bukan defisit yang dii
alami
- sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi
dan rentang aktivitas
- berikan penguatan positif
atas partisivasi dalam
aktivitas.
2. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
pencedera fisik pengakajian diharapkan tingkt 1. Observasi
dibuktikan dengan nyeri menurun dan klien mampu - Identifikasi intensitas
klien mengeluh nyeri : nyeri
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi respon
- Kesulitan tidur menurun nonverbal
- Tekanan darah membaik - Identifikasi yang
- Pola tidur membaik memperberat dan
memperingan nyeri
2. Traupeutik
- Berikan teknik
nonarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Daftar Pustaka

Anggraini. (2009). Hubungan Beberapa Faktor Obesitas dan Hipertensi. Semarang,


Medika Indonesia : Rineka Cipta, Jakarta.
Aspiani. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta Timur : Cv. Trans
Info Media.
Doenges, Marilynn dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Gunawan, Lany. (2013). Hipertensi. Yogjakarta : Kanisius

Haryono. (2013). Awas Musuh-musuh Anda setelah Usia 40 Tahun. Yogjakarta :


Goysen Publishing.
Hamdan. (2016). Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi Rawat jalan di RSUP
Wahidin Sudirihusodo Makasar. Artikel Penelitian Makasar : Universitas
Hasanuddin.
Riskesdas (2018). Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Smeltzer C Suzanne & Bare G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed.8
vol 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran : EGC
Stockslager .L Jaime, dkk. (2007) Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta
: EGC
Triyanto ,Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Jogjakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai