PENDAHULUAN
Penelitian menunjukkan bahwa 6,5 – 9,4 % dari populasi umum orang dewasa
yang dirawat di rumah sakit, menderita paling sedikit satu decubitus pada setiap kali
masuk rumah sakit (barbenel et al 1997;Jordan dan nicol, 1977; david et al 1983).
Keberhasilan pengobatan decubitus melalui pembedahan dimulai pada saat perang dunia
IIketika para dokter dihadapkan pada meningkatnya jumlah pasien muda yang menderita
cedera saraf spinal. Pada saat yang sama, diketahui pula bahwa diet tinggi protein
dibutuhkan untuk mengatasi keseimbangan nitrogen negative pada pasien dengan luka
terbuka yang kronis (Mulholland et al, 1943). Dalam penelitian besar yang dipublikasikan
pada tahun 1983, perawat diketahui telah menggunakan 98 substansi yang berbeda untuk
mengobati decubitus (david et al, 1983) penelitian baru – baru ini, menunjukkan adanya
ketidakmengertiaan tentang penyembuhan luka di antara perawat maupun mereka yang
mengajari para perawat tersebut(gould, 1985, 1986). Pengetahuan yang kita miliki
tentang etiologi decubitus, pencegahan, serta pengobatannya sepertinya kurang
dipergunakan.
Kita kehilangan sekitar 1 gram sel kulit setiap harinya karena gesekan kullit
pada baju dan aktifitas hygiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi. Ulkus dekubitus
dapat terjadi pada setiap tahap umur tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada
lansia. Khususnya pada klien Imobilitas. Seseorang yang tidak inmobilitas yang tidak
berbaring ditempat tidur sampai berminggu-minggu tanpa terjadi ulkus dekubitus karena
dapat berganti posisi beberapa kali dalam sejam. Penggantian posisi ini, biarpun hanya
bergeser, sudah cukup hanya mengganti bagian tubuh yang kintak dengan alas tempat
tidur. Sedangkan imobilitas berlangsung lama. Terjadinya ulkus disebabkan aliran darah
stempat, dan juga keadaan umum si penderita.
1
Luka dekubitus adalah sesuatu masalah bagi populasi pasien dirawat dirumah
sakit atau dirumah perawatan lainnya. Pasien-pasien tersebut memiliki resiko untuk
mengalami terjadinya luka dekubitus selama perawatan. Insiden dan pravalensi terjadinya
luka dekubitus pada populasi ini di Amerika Serikat cukup tinggi untuk mendapatkan
perhatian dari kalangan tenaga kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa pravalensi luka
dekubitus berpariasi, tetapi secara umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi di tatanan
perawatan akut/akut care, 15-25% ditatanan perawatan jangka panjang dan 7-12%
ditatanan perawatan rumah.
1.3 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit Dekubitus
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Etiologi
2. Untuk menggetahu Tanda dan gejala serta stadiunya
3. Untuk mengetahui Faktor resiko
4. Untuk mengetahui Patofisiolgi
5. Untuk mengetahui Klasifikasi dan stadium Ulkus Dekubitus
6. Untuk mengetahui Proses penyembuhan
1.4 Manfaat
2
1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun mauoun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang penyakit Dekubitus.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit
bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area
secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang
disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol
(bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama.
kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang
tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran
darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel.
Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang sering
terjadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke injuri
tulang belakang atau penyakit degeratif. Istilah dekubitus sebenarnya kurang tepat
dipakai untuk menggambarkan luka tekan karena asal kata dekubitus adalah decumbere
yang artinya berbaring. Ini diartikan bahwa luka tekan hany berkembang pada pasien
yang dalam keadaan berbaring. Padahal sebenarnya luka tekan tidak hanya berkembang
pada pasien yang berbaring, tapi juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan kursi
roda atau prostesi.
4
2.2 ETIOLOGI
2.2.1 Faktor Intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang
menimbulkan seperti DM, status gizi, under weight atau kebalikannya over
weight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-
penyakit yang merusak pembuluh darah, keadaan hidrasi atau cairan tubuh.
2.2.2 Faktor Ekstrinsik: kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor
atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap
tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang kurang.
2.3 PATOFISIOLOGI
Luka dekubitus disebabkan oleh cidera pada kulit dan jaringan dibawahnya. Tekanan
yang terjadi di bagian ini menyebabkan iskemia dan hipoksemia pada jaringan yang
terkena mengingat aliran darah ketempat tersebut berkurang. Ketika kapiler mengalami
kolaps, terjadi trombosis selanjutnya menimbulkan edema jaringan untuk kemudian
berlanjut menjadi nekrosis jaringan. Iskemia juga menambah penumpukan prodek limbah
ditempat tersebut, yang pada gilirannya akan menyebabkan produksi zat-zat toksik. Zat-
zat toksik selanjutnya memecah jaringan dan akhirnya menimbulkan kematian sel.
5
PATHWAY
Faktor Faktor
Primer Sekunder
Tirah baring terlalu lama Gangguan saraf, malnutrisi,
anemia, infeksi, hygiene
buruk
Tekanan dari luar
Iskemik setempat
Hiperemi
Kemerahan
6
2.4 TANDA DAN GEJALA SERTA STADIUMNYA
1. Stadium Satu
a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan
kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan
temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat).
b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
c. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
d. Pada orang yang berkulit putih luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang
menetap sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna
merah yang menetap, biru atau kuning.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermin atau dermis, atau keduanya. Cirinya
adalah lukanya superfisial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan
subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang
yang dalam.
4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan,
kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran
sinus juga termasuk dalam stadium empat dari luka tekan.
7
7. Usia.
8. Tekanan Arteriolar yang rendah.
9. Stres emosional.
10. Merokok.
11. Temperatur kulit.
1. Tipe Norm
2. Tipe Arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 10C antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut berperan untuk terjadinya dekubitus
disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam
16 minggu.
3. Tipe Terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak kan sembuh.
8
b. Stadium
3. Dekubitus derajat III: dengan ulkus yang sudah dalam menggaung sampai pada
bungkus otot dan sering sudah ada infeksi
4. Dekubitus derajat IV: dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan
sering pula disertai jaringan nikrotik.
9
ketebalan kulit dan nekrosis
Jaga kebersihan
hingga sampai ke jaringan
otot bahkan tulang atau
Mengangkat eskar atau jaringan nekrotik
tendon dengan kapasitas
yang dalam Hindari kondisi luka kering
Manajemen eksudat
Mengurangi tekanan
a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keburukan
pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang
sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat klien bahkan
menyakitkan.
b. Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada tubuh klien,
misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang
temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal,
perawatannya sendir harus baik dan dapat rusak.
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat
terganggu, dapat dikurangi antara lain:
1) Menjaga posisi klien, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah
memungkinkan untuk duduk dikursi.
2) Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil untuk menahan
tubuh klien, “kue donat” untuk tumit.
10
2.10 PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Ada dua prinsip utama dalam perawatan luka. Prinsip pertama menyangkut
pembersihan/pencucian luka. Luka kering (tidak mengeluarkan cairan) dibersihkan
dengan teknik swabbing, yaitu ditekan dan digosok pelan - pelan menggunakan kasa
steril atau kain bersih yang dibasahi dengan air steril atau NaCl 0,9%.
Sedang luka basah dan mudah berdarah dibersihkan dengan teknik irrigasi, yaitu
disemprot lembut dengan air steril (kalau tidak ada bisa diganti air matang) atau NaCl
0,9%. Jika memungkinkan bisa direndam selama 10 menit dalam larutan kalium
permanganat (PK) 1: 10000 (1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 100 liter air), atau
dikompres larutan kalium permanganat 1:10000 atau rivanol 1:1000 menggunakan kain
kasa
Cairan antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat infeksi, karena
dapat merusak fibriblast yang sangat penting dalam proses penyembuhan luka,
menimbulkan alergi, bahkan menimbulkan luka di kulit sekitarnya. Jika dibutuhkan
antiseptik, yang cukup aman adalah feracrylum 1% karena tidak menimbulkan bekas
warna, vbau, dan tidak menimbulkan reaksi alergi.
b. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
b. Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah dan penempatan pembalut yang
bersih dan tipis apabila telah berbentuk ulkus dekubitus.
11
c. Sistemik : antibiotic spectrum luas, seperti :
a) Amoxilin 4x500 mg selama 15 – 30 hari.
b) Siklosperm 1 – 2 gram selama 3 – 10 hari.
c) Topical : salep antibiotic seperti kloramphenikol 2 gram.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian (Assesment)
Identitas pasien dan keluarga, pola sensori, pemeriksaan fisik (status kesehatan umum,
pemeriksaan head to toe, pemeriksaan penunjang), pemeriksaan tanda – tanda vital
dan riwayat penggunaan obat obatan.
a. Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak.pada area
yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
b. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera,
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin,
pembentukan edema jaringan.
c. Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna
mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
d. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
e. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
f. Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan
neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
g. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
13
h. Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot
tetanik, sampai dengan syok listrik).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam pasien
dapat mengontrol nyeri.
Kriteria Hasil:
Intervensi:
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV 1. Peningkatan Tanda-tanda vital klien
2. Observasi karakteristik nyeri (TD,Nadi, suhu dan RR).
3. Ajarkan tekhnik distraksi dan Menandakan klien nyeri .
relaksasi 2. Mengetahui karakteristik nyeri dapat
4. Batasi pengunjung menjadikan dan memudahkan
5. Anjurkan klien untuk memlikih intervensi
beristirahat 3. Membantu mengurangi nyeri untuk
6. Ambulasikan klien sesegera sementara waktu
mungkin 4. Dapat mengistirahatkan klien dank
7. Kolaboraikan dengan pemberian klien menjadi lebih tenang
obat anakgesik sesuai indikasi 5. Mengurangi nyeri sementara
6. Membantu klien dalam mentoleransi
dan beradaptasi dengan nyeri yang
dirasakan
14
7. Analgesic mampu mengeblok
lintasan nyeri yang dilepaskan
oleh hipotalamus
15
2. Observassi keadaan luka dekubitus klien infeksi
3. Pertahankan tekhnik aseptic dalam 2. Mengetahui keadaan luka, sehingga
penggantian balutan intervensi yang akan dilakukan
4. Anjurkan klien dan keluarga untuk akan tepat
tidak menyentuh area luka 3. Menurunkan terjadinya infeksi pada
5. Kolaborasikan denga pemberian klien
antibiotic Iv sesuai indikasi 4. Menyentuh area luka dengan
tangan telanjang meningkat klien
terserang infeksi.
5. Pemberian antibiotic dapat
menurunkan terjadinya terjadinya
oinfeksi dan mencegah terjadinya
infeksi
4. Evaluasi
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Luka dekubitus adalah luka tirah baring yang disebabkan oleh tekanan pada
suatu area tubuh secara terus menerus. Sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi
darah. Terdapat beberapa tingkatan ulkus dekubitus, yaitu stadium 1, stadium 2,
stadium 3, dan stadium 4. Luka dekubitus dapat dicegah engan cara mengubah posisi
saat tidur. tidak berbaring terlalu lama, menjaga kebersihan tubuh dan tempat tidur, dll.
Dekubitus juga dapat terjadi dalam keadaan duduk yang terlalu lama dan tidak
mengubah posisi. Seseorang yang mengalami gangguan sirkulasi darah dan tekanan
yang terlalu lama biasanya akan mengalami kesemutan, terasa panas pada daerah
tekan, timbul nyeri. Ulkus dekubitus dapat diobati dengan mengubah posisi pasien,
menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah, dan pemberian obat-obatan seperti
amoxilin, siklosperem, topikal.
4.2 Saran
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada Ulkus
Dekubitus ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan
praktik keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk
tindakan proses keperawatan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Hardhi, Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA (NIC- NOC) Edisi jilid 1. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
18