Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH :


HIV (HUMAN IMMUNODEFIENCY VIRUS ) / AIDS
DI RUANG 19 RS dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh :
FIRDAUZI NUZULA
NIM. 201910461011018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HIV (HUMAN IMMUNODEFIENCY VIRUS ) / AIDS

A. Pengertian HIV (HUMAN IMMUNODEFIENCY VIRUS )


Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu kondisi klinis
oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pada kebanyakan kasus
infeksi HIV menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Penyakit AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia dewasa
ini. Penyakit ini terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali termasuk
Indonesia (Irianto, 2014).
HIV adalah infeksi virus yang secara progesif menghancurkan sel-sel darah
putih yang diinfeksi oleh HIV, dan biasanya berakibat pada kerusakan sistem
kekebalan tubuh secara progesif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan
kanker tertentu ( terutama pada orang dewasa ) (Jauhar & Bararah, 2013).
AIDS adalah penyakit yang berat yang di tandai oleh kerusakan imunitas
celluler yang di sebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara
keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan
keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.(Jauhar & Bararah, 2013)

B. Epidimiologi

Presentasi infeksi HIV tertinggipada kelompok umur 25-49 tahun, diikuti


umur 20-24 tahun dan ≥50 tahun sebesar 69.7%, 16.6%, dan 7.2%, sedangkan pada
AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun, 20-29 tahun, 40-49 tahunsebesar
37.7%, 29.9%, dan 19%. Rasio HIV dan AIDS sebesar 2 : 1antara laki-laki dan
perempuan. Persentasi faktor resiko HIV tertinggi adalah hubungan seks beresiko
pada heteroseksual, diikuti oleh LSL (Lelaki seks lelaki), penggunaan napza
suntiktidak steril , dan lain-lain secara berurutan yaitu 47%, 25%, 3%, dan 25%,
sedangkan pada AIDS tertinggi adalah hubungan seks beresiko pada heteroseksual
sebesar 73.8% (Ditjen PPM & PL, 2015).
C. Etiologi

Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
HIV dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus. Retrovirus ditularkan oleh
darah melalui kontak intim dan mempunyai afinitas yang kuat terhadap limfosit
(Desmawati, 2013). Virus HIV menyerang sel CD4 menjadikannya tempat
berkembang biak virus HIV baru dan menyebabkan kerusakan pada sel darah putih,
sehingga tidak dapat digunakan lagi. Ketika seseorang terkena HIV, virus ini tidak
langsung menyebabkan penyakit AIDS tapi memerlukan waktu yang cukup lama
(Rimbi, 2014).

Menurut Manan (2011), penyebab etiologi pada HIV adalah sebagai berikut:
a. Dengan melihat tempat hidup HIV, tentunya bisa diketahui penularan HIV
terjadi kalau ada cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti hubungan seks
dengan pasangan yang mengidap HIV, jarum suntik dan alat-alat penusuk
(tato, penindik dan cukur) yang tercemar HIV dan ibu hamil yang mengidap
HIV kepada janin atau disusui oleh wanita pengidap HIV.
b. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terkena HIV lebih mungkin tertular.
c. ASI dari ibu yang terinfeksi HIV juga mengandung virus tersebut.
d. Kemungkinan kecil HIV dapat ditemukan dari air liur, air mata, cairan otak,
keringat dan air susu ibu.

D. Patofisiologi

Menurut Najmah (2016), patofisiologi terjadinya HIV adalah virus masuk ke


dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan sekret vagina,
sebagian besar 75% penularan terjadi melalui kontak seksual dan virus ini cenderung
menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4,
terutama limfosit T yang memegang peranan penting dalam mengatur dan
mempertahankan sistem kekebalan tubuh.
Penularan HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung HIV
baik melalui transmisi seksual, paparan parenteral yang terkontaminasi, persalinan
dan laktasi dari ibu yang mengidap HIVke bayinya(Veronique Grouzard et al, 2016).
Sistem imun menjadi target utamadari infeksi HIV dimana virus akan
menyerang sel limfosit T helper yang mengandung marker molekul CD4. Setelah
HIV mengikatkan diri pada molekul CD4, virus masuk ke dalam target dan
melepaskan bungkusnya kemudian dengan enzim reverse transcriptasevirus tersebut
merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNAsel target. Selanjutnya sel
yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik virusdan akan membentuk
virus baru, dan menginfeksi sel host lainnya. Infeksi HIV dengan demikian menjadi
irreversible dan berlangsung seumur hidup (Klatt Edward C. MD, 2016).
Perjalanan khas infeksi HIV terdiri dari beberapa tahapan yaituinfeksi primer,
penyebaran virus ke organ limfoid, latensi klinis, peningkatan ekspresi HIV, penyakit
klinis dan kematian. Durasi antara infeksi primer sampaipenyakit klinis rata-rata
sekitar 10 tahun. Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari
sel, tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi dalam tubuh penderitadan lambat laun
akan merusak limfosit T-CD4. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak
seseorang terpapar virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS. Pada masa
inkubasi, virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang
lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa window period.
(Kummar et al, 2015).
Setelah infeksi primer, selama 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan
viremia permulaan, viremia dapat terdeteksi selama sekitar 8-12 minggu. Virus
tersebar luas ke seluruh tubuh selama masa ini, dan menyerang organ limfoid, dan
terjadi penurunan jumlah sel –T CD4 yang beredar secara signifikan. Respon imun
terhadap HIV terjadi selama 1 minggu sampai 3 bulan setelah terinfeksi, viremia
plasma menurun dan level sel CD4 kembali meningkat. Tetapi respon imun tidak
mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna sehingga sel-sel yang terinfeksi HIV
menetap dalam limfoid (Kummar et al, 2015).Setelah beberapa bulan atautahun akan
terlihat gejala klinis pada penderita. Sebagian penderita memilikigejala tidak khas
pada infeksi HIV akut, 3-6minggu pasca terinfeksiyaitu demam, nyeri menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut,
dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Hal iniberlangsung selama 8-10
tahun, tetapi ada sekelompok kecil penderita yang cepat hanya sekitar 2 tahun dan
ada yang sangat lambat (Klatt Edward C. MD, 2016; Veronique Grouzard et al,
2016).
Secara bertahap sistem kekebalan. tubuh yang terinfeksi oleh virus HIV akan
menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak sehingga penderita akan menampakkan
gejala akibat infeksi oportunistik (Klatt Edward C. MD, 2016 ; Kummar et al,2015).
E. Manifestasi
Huda (2013) menjelaskan bahwa manifestasi klinis HIV/AIDS adalah: Tanpa
gejala :
Fase klinik 1
 Ringan : Fase klinik 2
 Lanjut : Fase klinik 3
 Parah : Fase klinik 4
Fase Klinik HIV:
1). Fase Klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/ pembuluh limfe) menetap
dan menyeluruh.
2). Fase Klinik 2
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernafasan atas (sinusitis,
tonsillitis,otitis media, pharyngitis) berulang. Herpes zoster, infeksi sudut bibir,
ulkus mulut berulang, popular pruritic eruptions, seborrhoic dermatitis, infeksi
jamur pada kuku.

3). Fase Klinik 3


Penurunan BB (>10%) tanpa sebab diare kronik tanpa sebab sampai >1 bulan.
Demam menetap (intermiten atau tetap>1 bulan). Kandidiasis oral menetap. TB
pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalnya:pneumonia,
empyema (nanah dirongga tubuh terutama pleura, abses pada otot skelet, infeksi
sendi atau tulang), meningitis,bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pelvic,
acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis atau periodontitis anemia yang
penyebabkan tidak diketahui (<8 g/dl), neutropenia (<0,5X109/l) dan atau
trombositopenia (<50X109/l).

4). Fase Klinik 4


Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocystis pneumonia
(pneumonia karena pneumocytis carinii), pneumonia bakteri berulang, infeksi herpes
simplex kronik (orolabial, genital atau anorektal >1 bulan). Oesophageal
candidiasis,TBC ekstrapulmonal, Cytomegalivirus, Taksoplasma di SSP, HIV
encephalopathy,meningitis, infection progressive multivocal leukoencephalopathy,
lymphoma,invasive cervical carcinoma.
Tanda-tanda dan gejala-gejala(symptom) secara klinis pada seseorang
penderita AIDS adalah di identifikasi sulit karena symptomasi yang di tunjukkan
pada umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim di dapati pada
berbagai penderita penyakit lain ,namun secara umum dapat kiranya di kemukakan
sebagai berikut :
1. Rasa lelah dan lesu
2. Berat badan menurun secara drastis
3. Demam yang sering dan berkeringat di waktu malam
4. Mencret dan kurang nafsu makan
5. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6. Pembengkakan leher dan lipatan paha
7. Radang paru
8. Kanker paru
(Katiandagho, 2015, p. 28)

E. Diagnosis

Dalam menentukan diagnosis HIV positif dapat ditegakkan berdasarkan Konseling


dan Tes HIV. Konseling terdiri dari VCT (Voluntary Counseling & Testing) dan PITC
(Provider-Initiated Testing and Counseling). VCT adalah pemeriksaan dan konseling
sukarela dari individu yang beresiko terkena HIV dan biasanya menggunakan rapid test
untuk mendeteksi. PITCmerupakan pemeriksaan dan konseling HIV yang
direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan biasanya dianjurkan untuk orang yang
datang ke fasilitas kesehatan dengan tanda dan gejala yang dicurigai terinfeksi HIV.
Dianjurkansetidaknya pada ibu hamil, pasien TB, pasien yang menunjukkan gejala dan
tanda klinis diduga terinfeksi HIV, pasien dari kelompok berisiko (Penasun, PSK, LSL),
pasien IMS dan seluruh pasangan seksualnya. Kegiatan memberikan anjuran dan
pemeriksaan tes HIV perlu disesuaikan dengan prinsip bahwa pasien sudah
mendapatkan informasi yang cukup dan menyetujui untuk tes HIV dan semua pihak
menjaga kerahasiaan (Ditjen PPM & PL, 2011; Klatt Edward C. MD, 2016).
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV, yaitu :
 Keadaan umum: Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar, Demam (terus
menerus atau intermiten, temperatur oral > 37,50C) lebih dari satu bulan, Diare (terus
menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan, Limfadenofati meluas
 •Kulit:PPE* dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa
kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada
ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV
 •Infeksi jamur : Kandidosis oral, Dermatitis seboroik, Kandidosis vagina
kambuhan•Infeksi viral : Herpes zoster (berulang/melibatkan lebih dari satu
dermatom), Herpes genital (kambuhan), Moluskum kontagiosum, Kondiloma
 •Gangguan pernafasan : Batuk lebih dari satu bulan, Sesak nafas, TB, Pnemoni
kambuhan, Sinusitis kronis atau berulang.
 Gejala neurologis : Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelas
penyebabnya), Kejang demam, menurunnya fungsi kognitif.

Secara garis besar, pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis infeksi


HIV dapat dilakukan dengan mendeteksi adanya virus melalui isolasi dan biakan virus,
deteksi genetic dalam darah, antigen virus PCR, antigen P24, dan mendeteksi
Antibodi/Serologik melalui ELISA, Immunoflurescent Assay(IFA), atau
Radioimmuniprecipitation Assay (RIPA).Rrapid test dan ELISA merupakan tes
penyaring yang paling sering digunakan di Indonesia, dan termasuk
mudahdilaksanakan.Hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya masa jendelakarena
akan menunjukkan hasil negative palsu jika diperiksa, maka perlu dilakukan tes ulang,
terutama bila masih terdapat perilaku yang beresiko. Antibodi biasanya baru dapat
terdeteksi setelah 3 bulan terinfeksi (Klatt Edward C. MD, 2016)
WHO menganjurkan pemakaian strategi 3 tes dan selalu didahului dengan
konseling pra tes. Ketiga tes tersebut dapat rapid test atauELISA. Untuk pemeriksaan
pertama (A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang
untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas
tinggi (>99%). Jika tes penyaring (ELISA) dinyatakan reaktif, pemeriksaan
dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi,yang paling seringdigunakann adalah
Western Blot. (Ditjen PPM & PL, 2011; Klatt Edward C. MD, 2016).
ODHA harus mendapatkan informasi yang lebih mengutamakan manfaat terapi
ARV sebelum terapi dimulai. Bila informasi dan rawatan HIV dimulai lebih awal
sebelum memerlukan terapi ARV maka pasien mempunyai kesempatan lebih
panjang untuk mempersiap kan diridemi keberhasilan terapi ARV jangka panjang,
melalui konseling pra-terapi ARV yang meliputi cara dan ketepatan minum obat,
efek samping yang mungkin terjadi, interaksi dengan obat lain, pemantauan keadaan
klinis dan pemantauan pemeriksaan laboratorium secara berkala termasuk
pemeriksaan jumlah CD4 (Ditjen PPM & PL, 2011)

F. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan menguji HIV. Tes ini, meliputi tes Elisa,
latex agglutination dan western blot. Penilaian elisa dan latex agglutination
digunakan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan
positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara
menguji antigen HIV, yaitu tes antigen p24 (polymerase chain reaction) atau PCR.
Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibody( biasanya
digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV. (Jauhar & Bararah, 2013).
G. Penatalaksanaan Umum
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu
a. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan ART
b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS.
c. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih
baik dan pengobatan pendukung lain.
Terdapat 4 jenis obat ART yang digunakan yaitu NRTI, NNRTI, PI (protease
inhibitor), INI(integrase inhibitor) (Veronique Grouzard et al, 2016).
Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka akan dilanjutkanpenilaian stadium
klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi. Hal tersebut dilakukan untuk
menentukan apakah pasien sudah memenuhi syarat untuk terapi antiretroviral,
menilai status supresi imun pasien, menentukan infeksi oportunistik yang pernah
dan sedang terjadi; dan menentukan paduan obat ARV yang sesuai (Ditjen PPM
& PL, 2011).
a. Stadium Klinis
Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali
kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu. Lihatlah
pada tabel 2.1 dan 2.2 (Ditjen PPM & PL, 2011).
b. Penilaian Imunologi (Pemeriksaan jumlah CD4)Jumlah CD4 adalah cara
untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi
pemeriksaan klinis untukmenentukan pasien yang memerlukan pengobatan
profilaksis IO dan terapi ARV .Rata-rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-
100 sel/mm3/tahun, Dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 –
100 sel/mm3/tahun. Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan
pemeriksaan CD4. (Ditjen PPM & PL, 2011)
Menurut Brunner dan Suddarth (2013) upaya penanganan medis meliputi beberapa
cara pendekatan yang mencakup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta
malignasi, penghentian replikasi virus HIV lewat preparat antivirus, dan penguatan serta
pemulihansistem imun melalui penggunaan preparat immunomodulator.Perawatan suportif
merupakan tindakan yang penting karena efek infeksiHIV dan penyakit AIDS yang sangat
menurunkan keadaan umum pasien;efek tersebut mencakup malnutrisi, kerusakan kulit,
kelemahan dan imobilisasi dan perubahan status mental.
Penatalaksanaan HIV AIDS sebagai berikut :
a. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan infeksi HIV.
Infeksi umum trimetroprime-sulfametosoksazol, yang disebut pula TMP-
SMZ (bactrim, septra), merupakan preparat anti bakteri untuk mengatasi berbagai
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV kepada psien-
pasiendengan gastrointestinal yang normal tidak memberikan keuntungan apapun.
Penderita AIDS yang diobati dengan TMP-SMZ dapat mengalami efek yang
merugikan dengan insiden tinggi yang tidak lazim terjadi, sepeerti demam, ruam,
leukopenia,trombositopenia dengan gangguan fungsi renal.
Pentamidin, suatu obat anti protozoa , digunakan sebagai preparat alternatif
untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika pasien tidak
memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-SMZ, petugas
kesehatan dapat meromendasikan pentamidine.
Meningitis,terapi untuk meningitis kriptokokus adalahamfoteisin B IV
dengan atau tanpa flusitosin atau flukonazol(diflukcan). Keadaan pasien harus
dipantau untuk mendeteksi efekyanga potensial merugikan dan seirus dari
amfoterisin B yangmencakup reaksi anafiklasik, gangguan renal serta
hepar,gangguan keseimbangan eletrolit, anemia, panas dan menggigil.
Retinitis sitomegalovirus, retinitis yang disebabkan olehsitomegalovirus
(CMV;cyto megalovirus) merupak penyebab utama kebutaan pada penderita
penyakit AIDS.
Froskarmet (foscavir), yaitu preparat lain yang digunakan mengobati retinitis
CMV, disuntikan secaraIV setiap 8 jam sekali selam 2 hingga 3 minggu. Reaksi
merugikan yang lazimpada pemberiam foskarnet adalah nefrotoksisitas yang
mencakup gagal ginjal akut dan gangguan keseimbangan elektrolit yang mencakup
hipokalasemia, hiperfosvatemia, serta hipomagnesemia.Semua keadaan ini dapat
memabawa kematian. Efek merugikanlainnya yang lazim dijumpai adalah serangan
kejang-kejanggangguan gastrointerstinal, anemia, flebitis, pada tempat infus dan
nyeri punggung bawah.

b. Penatalaksanaan diare kronik


Terapi dengan okterotid asetat (sandostain), yaitu suatu analog sisntesis somatostatin,
ternyata efektif untuk mengatasi diare yang berat dan kronik. Konsentraasi reseptor
somaytosin yang tinggi ditemukan dalam traktus gastrointestinal maupun jaringan
lainnya. Somatosytain akan mengahambat banayk fungsi fisiologis yang mencakup
motalisis gastrointerstinal dan sekresi–interstinal air serta elekltrolit.

c. Penalaksanaan sindrom pelisutan


Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencakup penanganan penyebab yang mendasari
infeksi oportunistik sistematis maupun gastrointerstinal. Mallnutirisi sendriri akan
memperbersar resikoinfeksi dan dapat pula meningkatkan insiden infeksi
oportunistik.Terapi nutrisi dapat dilakukan mulai dari diet oral dan pemberian makan
lewat sonde (terapi nutriasi enternal) hingga dukungan nutrisi parenteral jika
diperlukan.

d. Penanganan keganasan
Penalaksanaan sarkoma kaposi biasanya sulit karena beragamnya gejala dan sistem
organ yang terkena. Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi gejala dengan
memperkecil ukuran lesi pada kulit, mengurangi gangguan rasa nyaman yang
berkaitan dengan edma serta ulserasi, dan mengendalikan gejala yang berhubungan
dengan lesi mukosa serta organ viseral. Hinggasaat ini, kemoterapi yang paling
efektif tampaknya berupa ABV(adriamisin, bleomisin, dan vinkristin).
e. Terapi antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat yang sudah disetujui oleh FDA untuk pengobatan
HIV, keempat preparat tersebut adalah; zidovudin,dideoksinosin, dideoksisitidin dan
stavudin.Semua obatini menghambat kerja enzimreserve trancriptasevirus dan
mencegah virus reproduksi HIV dengan cara meniru salah satu substansi molekuler
yang dugunakan virus tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus
baru. Dengan mengubah komponen struktural rantaii DNA, produksi virus yang baru
akan dihambat.

f. Inhibitor protase
Inhibitor protase merupakan obat yang menghanbat kerjaenzim protase, yaitu enzim
yang digunakan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion yang menular. Inhibisi
protase HIV-1akan menghasilkan partikel virus noninfeksius dengan
penurunanaktivitas enzim reserve transcriptase.

g. Perawatan Pendukung
Pasien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang menurun sebagai
akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV memerlukan banyak macam
perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin merupakan tindakan sederhana
seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau mempersiapkan
makanan.Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang lanjut karena penurunn
asupan makanan, sindrom perlisutan, atau malabsorbsi saluran cerna yang
berkaitan dengan diare, mungkin diperlukandalam pemberian makan lewat
pembuluh darah seperti nutrisi parenteral total.Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit yang terjadiakibat mual, vomitus dan diare kerap kali memrlukan
terapipengganti yang berupa infus cairan serta elektrolit. Lesi pada kulit yang
berkaitan dengan sarkoma caposi, ekskoriasi kulit perianadan imobilisasi
ditangani dengan perawatan kulit yang seksamadan rajin; Perawatan ini mencakup
tindakan mengembalikan tubuh pasien secara teratur, membersihkan dan
mengoleskan salab obat serta menutup lesi dengan kasah steril.
h. Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien HIV
AIDS untuk mempertahankan kekuatan,meningkatkan fungsi sistim imun,
meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan menjaga orang
yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan produktif. Defisiensi vitamin
dan mineral bisa dijumpai pada orang denga nHIV, dan defisiensi sudah terjadi
sejak stadium dini walaupunpada ODHA mengonsumsi makanan dengan gizi
seimbang,defisiensi terjadi karena HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan
gangguan absorbsi zat gisi.Untuk mengatasi masalah nutrisi pada pasien HIV
AIDS,mereka harus diberi makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan
mineral serta cukup air.

i. Manfaat konseling dan VCT pada pasien HIV


Menurut Nursalam (2011) kionseling HIV/AIDSmerupakan dialog antara
seseorang (klien) dengan pelayanan kesehatan (konselor )yang bersifat rahasia,
sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau mengadaptasi
diri denga stres dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan dengan
HIV/AIDS.Konseling HIV berbeda dengan konseling lainnya,walaupun
keterampilan dasar yang dibutuhkan adalah sama.Konseling HIV menjadi hal
yang unik karena:
1) Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular seksual
(IMS) dan HIV/ AIDS.
2) Membutuhkan menganai praktik seks yang bersifat pribadi
3) Membutuhkan pembahasan tentang kematian atau proseskematian
4) Membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapiperbedaan pendapat
dan nilai yang mungkin sangatbertentangan dengan nilai yang dianut oleh
konselor itu sendiri
5) Membutuhkan keterampilan pada saat memberikan hasil HIVpositif
6) Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasangan
maupun anggota keluarga klien.
Menurut Nursalam (2011) tujuan konseling HIV yaitu:
1. Mencegah penularan HIV dengan cara mengubah perilaku.Untuk merubah
perilaku ODHA (orang dengan HIV/AIDS)tidak hanya membutuhkan
informaasi belaka, tetapi jauh lebihpentung adalah pemberian dukungan
yang dapat menumbuhkan motivasi mereka, misalnya dala m perilaku seks
aman, tidak berganti-ganti jarum suntik, dan lain-lain.
2. Meningkatkan kualitas hidup ODHA dalam segala aspek baikmedis,
psikologis, sosial, dan ekonomi. Dalam hal inikonseling bertujuan
memberikan dukungan kepada ODHA agar mampu hidup secara positif.

Voluntary conseling tetsting atauVCT adalah suatu pembinaan dua arah


atau dialog yang berlangsung tak terputusantara konselordengan kliennya
bertujuan mencegahpenularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi,
sertadukungan lainnya kepada ODHA, keluarga, danlingkungannya
(Nursalam, 2011).
Tujuan VCT yaitu sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS, upaya untuk
mengurangi kegelisahan, meningkatkanpresepsi/ pengetahuan mereka tentang
faktor-faktor resikopenyebab seseorang terinfeksi HIV, dan upaya
pengembangan perubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan
menujuke program pelayanan dan dukunga termasuk akses terapiantiretroviral,
serta membantu mengurangi stikma dalam masyarakat (Nursalam, 2011)
H. PATHWAY

HIV Positif Virus HIV masuk Merusak sel Menyerang limfosit T, sel syaraf, Immunocompromise
kedalam tubuh makrofag, monosit, limfosit B

Perubahan status Reaksi Organ target Invasi kuman patogen Flora normal patogen
kesehatan psikologis

Ketidak mampuan Terjadinya


klg mengenal isolasi Saraf Ora Gastrointestinal Respiratory sensori
masalah kesehatan sosial l

Ketidak Lesi mulut Ketidak Infeksi Ketidak


Defisit mampuan mampuan mampuan
pengetahuan Ketidak klg merawat klg merawat klg merawat
mampuan klg anggota klg anggota klg anggota klg
memanfaatkan yang sakit Nafsu yang sakit Ketidak yang sakit
fasilitas makan mampuan klg
pelayanan menuru memanfaatkan
kesehatan n fasilitas
disekitarnya Kompleks pelayanan
bagi keluarga Diare
demensia Defisit kesehatan Hipovelemia
Nutrisi disekitarnya
Ensephalopati bagi keluarga
akut Hipovelemia
Kematia
n

Gangguan Intoleransi Nyeri


mobilitas fisik aktivitas Akut/Kronis Bersihan Pola Napas
Jalan Napas Tidak
Tidak Efektif
Efektif
Konsep asuhan keperawatan pada kasus HIV/AIDS

Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit HIV AIDS merupakan tantangan


yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran
infeksi ataupun kanker. Disamping itu,penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi
masalah emosional, sosial danetika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus
disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien (Brunner
dan suddarth, 2013).
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.b
b. Keluhan utama.
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien penyakit
HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan(lebih dari 3 bulan), diare kronis
lebih dari 1 bulan berulang maupunterus menerus, penurunan berat badan lebih
dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan
disebabkan olehjamurcandida albikans,pembekakan kelenjar getah bening
diseluruhtubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak- bercak gatal di
seluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang.
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIVAIDS adalah:
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyreri dada,dan demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare serta penurunanberat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanyariwayat
penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atauberhubungan seksdengan
penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuhpenderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orangtua yang terinfeksi HIV.
Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan padariwayat pekerjaan keluarga, adanya
keluarga bekerja ditempat hiburanmalam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks
komersial).
f. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :
 Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat.Biasanya padapasien HIV/
AIDS akan mengalami perubahan ataugangguan pada personal hygiene,
misalnya kebiasaan mandi, gantipakaian, BAB dan BAK dikarenakan
kondisi tubuh yang lemah,pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut
dan pasien biasanyacenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
 Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsumakan,
mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akanmengalami penurunan
berat badan yang cukup drastis dalam jangkawaktu singkat (terkadang
lebih dari10% BB).
 Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah.
 Pola istrihat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidurmengalami
gangguan karena adanya gejala seperti demam daankeringat padamalam
hari yang berulang. Selain itu juga didukungoleh perasaan cemas dan
depresi terhadap penyakit.
 Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan
mengalamiperubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan
aktifitasnyaseperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka menarik diri
darilingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena
depresiterkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
 Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah,
cemas,depresi dan stress.
 Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunanpengecapan dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanyamengalami penurunan daya
ingat, kesulitan berkonsentrasi,kesulitan dalam respon verbal. Gangguan
kognitif lain yangterganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
 Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peranyang dapat
mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau harga
diri rendah.
 Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,gelisa dan
depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanyawaktu perawtan,
perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidakberdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologisyang negatif berupa marah,
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampumenggunakan mekanisme koping yang konstruktif
dan adaptif.
 Pola reproduksi skesual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karena
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.Pola
tata nilai dan kepercayaan. Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien
awalnya akanberubah, karena mereka menganggap hal yang menimpa
mereka sebagai balasan perbuatan mereka. Adanya status perubahan
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan
pasien dalam kehidupan mereka dan agama merupakan hal penting dalam
hidup pasien.
g. Pemeriksaan fisik
 Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah
 Kesadaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
 Vital sign :
TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadangditemukan
frekuensi nadi meningkat, pernapasan: biasanyaditemukn frekuensi
pernapasan meningkat, suhu; suhu biasanyaditemukan meningkat krena
demam, BB ; biasanya mengalamipenrunan(bahkan hingga 10% BB), TB;
Biasanya tidak mengalamipeningkatan (tinggi badan tetap).
 Kepala: biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitisseboreika
 Mata : biasanya konjungtiva anemis , sclera tidak ikterik, pupil isokor,refleks
pupil terganggu
 Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung
 Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
criptococus neofarmns)
 Gigi dan mulutr : biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak
putih seperti krim yang menunjukan kandidiasis
 Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
 Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai
dengan TB napas pendek (cusmaul)
 Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif
 Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi
(lesi sarkoma kaposi)
 Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun,akral
dingin

2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas (D.0005)
2. Defisit Nutrisi b/d Agen Pencedera Fisiologis (D.0077)
3. Risiko infeksi b/d

3. Rencana keperawatan dan intervensi

NO. SDKI SLKI SIKI


1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
Nafas Tidak Efektif keperawatan selama …x24 jam ( L.01011)
b/d Hipersekresi diharapkan “Bersihan Jalan Observasi :
Jalan Napas Napas” (L.01001) meningkat 1. Monitor pola napas
(D.0001) dengan kriteria hasil : (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
No. Indikator skala 2. Monitor bunyi napas
1. Batuk efektif 5 tambahan (mis,gurgling,
mengi wheezing, ronkhi
2. Produksi 5
kering)
sputum
3. Monitor sputum
3. Mengi 5
(jumlah, warna, aroma)
4. Sianosis 5

5. Sulit bicara 5
6. Gelisah 5 Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan
7. Frekuensi 5 jalan napas dengan
napas head-tilt dan chin-lift
8. Pola napas 5 (jaw-thrust, jika curiga
trauma servikal)
Keterangan (no.1):
2. Posisikan semi fowler
1 : menururn
atau fowler
2 : cukup menurun
3. Berikan menum hangat
3 : sedang
4. Lakukan fisioterapi
4 : cukup meningkat
dada, jika perlu
5 : meningkat
5. Lakukan penghisapan
Keterangan (no.2-6) :
lender kurang dari 15
1 : meningkat
detik
2 : cukup meningkat
6. Lakukan
3 : sedang
hiperoksigenasi
4 : cukup menurun
sebelum penghisapan
5 : menurun
endotrakeal
Keterangan (no.7,8) :
7. Keluarkan sumbatan
1 : memburuk
benda padat dengan
2 : cukup memburuk
forsep McGill
3 : sedang
8. Berikan oksigen, jika
4 : cukup membaik
perlu
5 : membaik
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberiam
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
Pemantauan Respirasi
(I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi,
irama, kedalaman, dan
upaya napas
2. Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan
batuk efektif
4. Monitor adanya
produksi sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan napas.
6. Palpasi kesimtrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi
napas
8. Monitor saturasi
oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil X-Ray
thoraks
Terapeutik
11. Atur nilai interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
12. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan
prsedur pemantauan
14. Infromasikan hasil
pemantauan, jika perlu

2. Pencegahan Infeksi
Risiko Infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan
(I.14539) :
Penyakit kronis keperawatan selama 1x24 jam
Observasi
(HIV) diharapkan “Tingkat Infeksi
1. Monitor tanda dan
(D.0142) (L. 14137) menurun, dengan
gejala infeksin local
kriteria hasil:
dan sistemik
NO. Indikator Skala
Terapeutik
1. Kemerahan 4
2. Batasi jumlah
2. Nyeri 4
pengunjung
3. Periode 4
3. Cuci tangan sebelum dan
malaise
sesudah kontak dengan
4. Letargi 4
pasien dan lingkungan
5. Gangguan 4
pasien
kognitif
4. Pertahankan teknik
6. Kadar sel 4
aseptik pada pasien yang
darah putih
beresiko tinggi
Edukasi
Keterangan (no.1-5) :
5. Jelaskan tanda dan
1 : meningkat
2 : cukup meningkat gejala infeksi
3 : sedang 6. Ajarkan cara mencuci
4 : cukup menurun
tangan dengan benar
5 : menurun
7. Ajarkan etika batuk
Keterangan (no.6) : 8. Ajarkan cara
1 : memburuk memeriksa kondisi
2 : cukup memburuk
3 : sedang luka atau luka operasi
4 : cukup membaik 9. Anjurkan
5 : membaik meningkatkan asupan
nutrisi
10. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu.

3. Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


Agen Pencedera keperawatan selama 1x24 jam (I.08238) :
Fisiologis Observasi :
diharapkan “Tingkat Nyeri (L.
(D.0077) 1. Identifikasi lokasi,
12111) menurun, dengan kriteria karakteristik, durasi,
hasil: frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identfikasi skala nyeri
No. Indikator Skala 3. Identifikasi faktor yang
1. Keluhan 4 memperberat dan
Nyeri memperingan nyeri
2. Ketegangan 4 4. Monitor efek samping
otot penggunaan analgetik
3. Frekuensi 4 Terapeutik
nadi 5. Berikan teknik
4. Tekanan 3 nonfarmakologis untuk
darah mengurangi rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan
Keterangan (no.1,2) : tidur.
1 : meningkat Edukasi
2 : cukup meningkat 7. Jelaskan penyebab,
3 : sedang periode, dan pemicu
4 : cukup menurun nyeri
5 : menurun 8. Jelaskan strategi
meredekan nyeri
Keterangan (no.3,4) : 9. Anjurkan
1 : memburuk menggunakan analgetik
2 : cukup memburuk secara tepat
3 : sedang 10. Anjurkan teknik
4 : cukup membaik nonfarmokologis untuk
5 : membaik mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
2.Jakarta: EGC

Desmawati. 2013.Sistem Hematologi & Imunologi. Jakarta: In Media.

Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI,(2016).Laporan Perkembangan HIVAIDS triwulan 1


Tahun 2016.Jakarta

Ditjen PPM & PL. (2011). Pedoman nasional tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
Antiretroviral pada orang dewasa. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI

Ditjen PPM & PL. 2015.Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan I Tahun 2016.Jakarta:
Depkes RI.

Huda Nurarif, Amin dan Kusuma Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi. Jilid
1.Yogyakarta: Mediaction Publising.

Irianto K. 2014.Epidemologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis.


Bandung: ALVABETA

Jauhar, M., & Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka

Kummar V.; AbbasAK.; Aster JC. 2015. Robbins and Cotran: Pathologic Basic of Disease
Ninth edition Philadelphia:Saunders Elsevier

Edward C. MD, Klatt. (2016). Pathology of HIV/AIDS 27th Version. Savannah : Mercer
University School of Medicine. 161-175.

Manan, El. 2011. Kamus Pintar Kesehatan Wanita.Yogyakarta : Bukubiru

Najmah. (2016). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.

Nursalam (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS. Jakarta: Salemba
Medika

Katiandagho, D. (2015). Epidemiologi HIV AIDS. Bogor: In Media.


PPNI, P. S. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, P. S. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, P. S. (2019). Standar Luaran keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai