Disusun Oleh :
FIRDAUZI NUZULA
NIM. 201910461011018
B. Epidimiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
HIV dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus. Retrovirus ditularkan oleh
darah melalui kontak intim dan mempunyai afinitas yang kuat terhadap limfosit
(Desmawati, 2013). Virus HIV menyerang sel CD4 menjadikannya tempat
berkembang biak virus HIV baru dan menyebabkan kerusakan pada sel darah putih,
sehingga tidak dapat digunakan lagi. Ketika seseorang terkena HIV, virus ini tidak
langsung menyebabkan penyakit AIDS tapi memerlukan waktu yang cukup lama
(Rimbi, 2014).
Menurut Manan (2011), penyebab etiologi pada HIV adalah sebagai berikut:
a. Dengan melihat tempat hidup HIV, tentunya bisa diketahui penularan HIV
terjadi kalau ada cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti hubungan seks
dengan pasangan yang mengidap HIV, jarum suntik dan alat-alat penusuk
(tato, penindik dan cukur) yang tercemar HIV dan ibu hamil yang mengidap
HIV kepada janin atau disusui oleh wanita pengidap HIV.
b. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terkena HIV lebih mungkin tertular.
c. ASI dari ibu yang terinfeksi HIV juga mengandung virus tersebut.
d. Kemungkinan kecil HIV dapat ditemukan dari air liur, air mata, cairan otak,
keringat dan air susu ibu.
D. Patofisiologi
E. Diagnosis
F. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan menguji HIV. Tes ini, meliputi tes Elisa,
latex agglutination dan western blot. Penilaian elisa dan latex agglutination
digunakan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan
positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara
menguji antigen HIV, yaitu tes antigen p24 (polymerase chain reaction) atau PCR.
Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibody( biasanya
digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV. (Jauhar & Bararah, 2013).
G. Penatalaksanaan Umum
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu
a. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan ART
b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS.
c. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih
baik dan pengobatan pendukung lain.
Terdapat 4 jenis obat ART yang digunakan yaitu NRTI, NNRTI, PI (protease
inhibitor), INI(integrase inhibitor) (Veronique Grouzard et al, 2016).
Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka akan dilanjutkanpenilaian stadium
klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi. Hal tersebut dilakukan untuk
menentukan apakah pasien sudah memenuhi syarat untuk terapi antiretroviral,
menilai status supresi imun pasien, menentukan infeksi oportunistik yang pernah
dan sedang terjadi; dan menentukan paduan obat ARV yang sesuai (Ditjen PPM
& PL, 2011).
a. Stadium Klinis
Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali
kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu. Lihatlah
pada tabel 2.1 dan 2.2 (Ditjen PPM & PL, 2011).
b. Penilaian Imunologi (Pemeriksaan jumlah CD4)Jumlah CD4 adalah cara
untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi
pemeriksaan klinis untukmenentukan pasien yang memerlukan pengobatan
profilaksis IO dan terapi ARV .Rata-rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-
100 sel/mm3/tahun, Dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 –
100 sel/mm3/tahun. Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan
pemeriksaan CD4. (Ditjen PPM & PL, 2011)
Menurut Brunner dan Suddarth (2013) upaya penanganan medis meliputi beberapa
cara pendekatan yang mencakup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta
malignasi, penghentian replikasi virus HIV lewat preparat antivirus, dan penguatan serta
pemulihansistem imun melalui penggunaan preparat immunomodulator.Perawatan suportif
merupakan tindakan yang penting karena efek infeksiHIV dan penyakit AIDS yang sangat
menurunkan keadaan umum pasien;efek tersebut mencakup malnutrisi, kerusakan kulit,
kelemahan dan imobilisasi dan perubahan status mental.
Penatalaksanaan HIV AIDS sebagai berikut :
a. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan infeksi HIV.
Infeksi umum trimetroprime-sulfametosoksazol, yang disebut pula TMP-
SMZ (bactrim, septra), merupakan preparat anti bakteri untuk mengatasi berbagai
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV kepada psien-
pasiendengan gastrointestinal yang normal tidak memberikan keuntungan apapun.
Penderita AIDS yang diobati dengan TMP-SMZ dapat mengalami efek yang
merugikan dengan insiden tinggi yang tidak lazim terjadi, sepeerti demam, ruam,
leukopenia,trombositopenia dengan gangguan fungsi renal.
Pentamidin, suatu obat anti protozoa , digunakan sebagai preparat alternatif
untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika pasien tidak
memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-SMZ, petugas
kesehatan dapat meromendasikan pentamidine.
Meningitis,terapi untuk meningitis kriptokokus adalahamfoteisin B IV
dengan atau tanpa flusitosin atau flukonazol(diflukcan). Keadaan pasien harus
dipantau untuk mendeteksi efekyanga potensial merugikan dan seirus dari
amfoterisin B yangmencakup reaksi anafiklasik, gangguan renal serta
hepar,gangguan keseimbangan eletrolit, anemia, panas dan menggigil.
Retinitis sitomegalovirus, retinitis yang disebabkan olehsitomegalovirus
(CMV;cyto megalovirus) merupak penyebab utama kebutaan pada penderita
penyakit AIDS.
Froskarmet (foscavir), yaitu preparat lain yang digunakan mengobati retinitis
CMV, disuntikan secaraIV setiap 8 jam sekali selam 2 hingga 3 minggu. Reaksi
merugikan yang lazimpada pemberiam foskarnet adalah nefrotoksisitas yang
mencakup gagal ginjal akut dan gangguan keseimbangan elektrolit yang mencakup
hipokalasemia, hiperfosvatemia, serta hipomagnesemia.Semua keadaan ini dapat
memabawa kematian. Efek merugikanlainnya yang lazim dijumpai adalah serangan
kejang-kejanggangguan gastrointerstinal, anemia, flebitis, pada tempat infus dan
nyeri punggung bawah.
d. Penanganan keganasan
Penalaksanaan sarkoma kaposi biasanya sulit karena beragamnya gejala dan sistem
organ yang terkena. Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi gejala dengan
memperkecil ukuran lesi pada kulit, mengurangi gangguan rasa nyaman yang
berkaitan dengan edma serta ulserasi, dan mengendalikan gejala yang berhubungan
dengan lesi mukosa serta organ viseral. Hinggasaat ini, kemoterapi yang paling
efektif tampaknya berupa ABV(adriamisin, bleomisin, dan vinkristin).
e. Terapi antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat yang sudah disetujui oleh FDA untuk pengobatan
HIV, keempat preparat tersebut adalah; zidovudin,dideoksinosin, dideoksisitidin dan
stavudin.Semua obatini menghambat kerja enzimreserve trancriptasevirus dan
mencegah virus reproduksi HIV dengan cara meniru salah satu substansi molekuler
yang dugunakan virus tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus
baru. Dengan mengubah komponen struktural rantaii DNA, produksi virus yang baru
akan dihambat.
f. Inhibitor protase
Inhibitor protase merupakan obat yang menghanbat kerjaenzim protase, yaitu enzim
yang digunakan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion yang menular. Inhibisi
protase HIV-1akan menghasilkan partikel virus noninfeksius dengan
penurunanaktivitas enzim reserve transcriptase.
g. Perawatan Pendukung
Pasien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang menurun sebagai
akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV memerlukan banyak macam
perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin merupakan tindakan sederhana
seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau mempersiapkan
makanan.Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang lanjut karena penurunn
asupan makanan, sindrom perlisutan, atau malabsorbsi saluran cerna yang
berkaitan dengan diare, mungkin diperlukandalam pemberian makan lewat
pembuluh darah seperti nutrisi parenteral total.Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit yang terjadiakibat mual, vomitus dan diare kerap kali memrlukan
terapipengganti yang berupa infus cairan serta elektrolit. Lesi pada kulit yang
berkaitan dengan sarkoma caposi, ekskoriasi kulit perianadan imobilisasi
ditangani dengan perawatan kulit yang seksamadan rajin; Perawatan ini mencakup
tindakan mengembalikan tubuh pasien secara teratur, membersihkan dan
mengoleskan salab obat serta menutup lesi dengan kasah steril.
h. Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien HIV
AIDS untuk mempertahankan kekuatan,meningkatkan fungsi sistim imun,
meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan menjaga orang
yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan produktif. Defisiensi vitamin
dan mineral bisa dijumpai pada orang denga nHIV, dan defisiensi sudah terjadi
sejak stadium dini walaupunpada ODHA mengonsumsi makanan dengan gizi
seimbang,defisiensi terjadi karena HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan
gangguan absorbsi zat gisi.Untuk mengatasi masalah nutrisi pada pasien HIV
AIDS,mereka harus diberi makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan
mineral serta cukup air.
HIV Positif Virus HIV masuk Merusak sel Menyerang limfosit T, sel syaraf, Immunocompromise
kedalam tubuh makrofag, monosit, limfosit B
Perubahan status Reaksi Organ target Invasi kuman patogen Flora normal patogen
kesehatan psikologis
2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas (D.0005)
2. Defisit Nutrisi b/d Agen Pencedera Fisiologis (D.0077)
3. Risiko infeksi b/d
5. Sulit bicara 5
6. Gelisah 5 Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan
7. Frekuensi 5 jalan napas dengan
napas head-tilt dan chin-lift
8. Pola napas 5 (jaw-thrust, jika curiga
trauma servikal)
Keterangan (no.1):
2. Posisikan semi fowler
1 : menururn
atau fowler
2 : cukup menurun
3. Berikan menum hangat
3 : sedang
4. Lakukan fisioterapi
4 : cukup meningkat
dada, jika perlu
5 : meningkat
5. Lakukan penghisapan
Keterangan (no.2-6) :
lender kurang dari 15
1 : meningkat
detik
2 : cukup meningkat
6. Lakukan
3 : sedang
hiperoksigenasi
4 : cukup menurun
sebelum penghisapan
5 : menurun
endotrakeal
Keterangan (no.7,8) :
7. Keluarkan sumbatan
1 : memburuk
benda padat dengan
2 : cukup memburuk
forsep McGill
3 : sedang
8. Berikan oksigen, jika
4 : cukup membaik
perlu
5 : membaik
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberiam
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
Pemantauan Respirasi
(I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi,
irama, kedalaman, dan
upaya napas
2. Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan
batuk efektif
4. Monitor adanya
produksi sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan napas.
6. Palpasi kesimtrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi
napas
8. Monitor saturasi
oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil X-Ray
thoraks
Terapeutik
11. Atur nilai interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
12. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan
prsedur pemantauan
14. Infromasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Pencegahan Infeksi
Risiko Infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan
(I.14539) :
Penyakit kronis keperawatan selama 1x24 jam
Observasi
(HIV) diharapkan “Tingkat Infeksi
1. Monitor tanda dan
(D.0142) (L. 14137) menurun, dengan
gejala infeksin local
kriteria hasil:
dan sistemik
NO. Indikator Skala
Terapeutik
1. Kemerahan 4
2. Batasi jumlah
2. Nyeri 4
pengunjung
3. Periode 4
3. Cuci tangan sebelum dan
malaise
sesudah kontak dengan
4. Letargi 4
pasien dan lingkungan
5. Gangguan 4
pasien
kognitif
4. Pertahankan teknik
6. Kadar sel 4
aseptik pada pasien yang
darah putih
beresiko tinggi
Edukasi
Keterangan (no.1-5) :
5. Jelaskan tanda dan
1 : meningkat
2 : cukup meningkat gejala infeksi
3 : sedang 6. Ajarkan cara mencuci
4 : cukup menurun
tangan dengan benar
5 : menurun
7. Ajarkan etika batuk
Keterangan (no.6) : 8. Ajarkan cara
1 : memburuk memeriksa kondisi
2 : cukup memburuk
3 : sedang luka atau luka operasi
4 : cukup membaik 9. Anjurkan
5 : membaik meningkatkan asupan
nutrisi
10. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu.
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
2.Jakarta: EGC
Ditjen PPM & PL. (2011). Pedoman nasional tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
Antiretroviral pada orang dewasa. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI
Ditjen PPM & PL. 2015.Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan I Tahun 2016.Jakarta:
Depkes RI.
Huda Nurarif, Amin dan Kusuma Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi. Jilid
1.Yogyakarta: Mediaction Publising.
Jauhar, M., & Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka
Kummar V.; AbbasAK.; Aster JC. 2015. Robbins and Cotran: Pathologic Basic of Disease
Ninth edition Philadelphia:Saunders Elsevier
Edward C. MD, Klatt. (2016). Pathology of HIV/AIDS 27th Version. Savannah : Mercer
University School of Medicine. 161-175.
Nursalam (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS. Jakarta: Salemba
Medika