Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Trauma Kepala
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur
kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak
(Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas,
2006).
2.2. Kareteristik Penderita Trauma Kepala
2.2.1. Jenis Kelamin
Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak mengalami trauma kepala
dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada
usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan perempuan terhadap trauma
kepala adalah 3,4:1 (Jagger, Levine, Jane et al., 1984).
Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung mengalami trauma kepala 1,5 kali
lebih banyak daripada perempuan (CDC, 2006).
2.2.2. Umur
Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini disebabkan karena pada kelompok umur
ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang tidak bertanggungjawab
Universitas Sumatera Utara
(Jagger, Levine, Jane et al., 1984). Menurut Brain Injury Association of America, dua kelompok
umur mengalami risiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun
(CDC, 2006).
2.3. Trauma Kepala
2.3.1. Jenis Trauma
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat,
2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah
trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak
yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009,
mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-
tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater.
(Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti
berikut;
a) Fraktur

Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple
fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap
fraktur adalah sebagai berikut:
Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan
‘splintering’.
Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga
hematoma subdural (Duldner, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan pada bagian
kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari
fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang
mengalami trauma kepala berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando Regional Healthcare, 2004).
Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal
keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan darah pada orbital mata). Tulang
pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah.
Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004).
Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial yang merupakan tulang
yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan
pada sinus maxilari (Garg, 2004).
b) Luka memar (kontosio)

Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler)
pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan
berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya
terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat
terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat
terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan
cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).
c) Laserasi (luka robek atau koyak)

Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain,
pada luka yang disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi
kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada
tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan
jaringan parut.
d) Abrasi

Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian
atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena
banyak ujung-ujung saraf yang rusak.
e) Avulsi

Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih
berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah
kecederaan (Mansjoer, 2000).
2.4. Perdarahan Intrakranial
2.4.1. Perdarahan Epidural

• Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala perdarahan epidural yang
klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke
sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral.
• Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain
penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari.

Universitas Sumatera Utara


2.4.2. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang biasanya meliputi
perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian iaitu:
a) Perdarahan subdural akut
• Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta
gelisah.
• Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.

• Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak.
b) Perdarahan subdural subakut

• Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan
dengan kontusio serebri yang agak berat.
• Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.

c) Perdarahan subdural kronis


Terjadi karena luka ringan.
Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.
Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia
meluas.
Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.

Universitas Sumatera Utara


2.4.3. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal
sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).
2.4.4. Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak. Perdarahan
intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral.
2.4.5. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di mana terjadi
penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagai counter
coup phenomenon. (Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto, 2008).
2.5. Trauma Murni atau Multipel

Menurut Barell, Heruti, Abargel dan Ziv (1999), sebanyak 1465 korban mengalami trauma kepala,
sedangkan 1795 korban mengalami trauma yang multipel dalam penelitian di Israel. Kecederaan
multipel berkaitan dengan keparahan dan ia adalah asas dalam mendiagnosa gambaran keseluruhan
kecederaan. Dengan merekam seluruh kecederaan yang dialami oleh korban, ia dapat membantu
dalam mengidentifikasi kecederaan yang sering mengikut penyebab trauma pada korban.
2.5.1. Trauma Murni

Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa dengan satu kecederaan pada salah satu regio atau
bagian anatomis yang mayor (Barell, Heruti, Abargel dan Ziv, 1999).
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Trauma Multipel

Trauma multipel atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada
regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa menyebabkan kematian dan memberi impak
pada fisikal, kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional. Trauma kepala
paling banyak dicatat pada pasien politrauma dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti
amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan kondisi
kelainan jiwa yang lain (Veterans Health Administration Transmittal Sheet).
1. Trauma servikal, batang otak dan tulang belakang
Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang tinggi serta pada aktivitas
olahraga yang berbahaya boleh menyebabkan cedera pada beberapa bagian ini. Antara kemungkinan
kecederaan yang bisa timbul adalah seperti berikut:
• Kerusakan pada tulang servikal C1-C7; cedera pada C3 bisa menyebabkan pasien apnu. Cedera dari
C4-C6 bisa menyebabkan pasien kuadriplegi, paralisis hipotonus tungkai atas dan bawah serta syok
batang otak.
• Fraktur Hangman terjadi apabila terdapat fraktur hiperekstensi yang bilateral pada tapak tulang
servikal C2.
• Tulang belakang torak dan lumbar bisa diakibatkan oleh cedera kompresi dan cedera dislokasi.
• Spondilosis servikal juga dapat terjadi.
• Cedera ekstensi yaitu cedera ‘Whiplash’ terjadi apabila berlaku ekstensi pada tulang servikal.

Universitas Sumatera Utara


2. Trauma toraks
Trauma toraks bisa terbagi kepada dua yaitu cedera dinding toraks dan cedera paru.
a) Cedera dinding torak seperti berikut:
• Patah tulang rusuk.
• Cedera pada sternum atau ‘steering wheel’.
• Flail chest.
• Open ‘sucking’ pneumothorax.

b) Cedera pada paru adalah seperti berikut:

• Pneumotoraks.
• hematorak.

• Subcutaneous(SQ) dan mediastinal emphysema.


• Kontusio pulmonal.

• Hematom pulmonal.
• Emboli paru.

3. Trauma abdominal
Trauma abdominal terjadi apabila berlaku cedera pada bagian organ dalam dan bagian luar
abdominal yaitu seperti berikut:
• Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kanan abdomen adalah seperti cedera pada organ hati,
pundi empedu, traktus biliar, duodenum dan ginjal kanan.
• Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kiri abdomen adalah seperti cedera pada organ limpa,
lambung dan ginjal kiri.
• Kecederaan pada kuadran bawah abdomen adalah cedera pada salur ureter, salur uretral anterior dan
posterior, kolon dan rektum.
• Kecederaan juga bisa terjadi pada organ genital yang terbagi dua yaitu cedera penis dan skrotum.

Universitas Sumatera Utara


4. Tungkai atas
Trauma tungkai atas adalah apabila berlaku benturan hingga menyebabkan cedera dan putus
ekstrimitas. Cedera bisa terjadi dari tulang bahu, lengan atas, siku, lengan bawah, pergelangan
tangan, jari-jari tangan serta ibu jari.
5. Tungkai bawah
Kecederaan yang paling sering adalah fraktur tulang pelvik. Cedera pada bagian lain ekstrimitas
bawah seperti patah tulang femur, lutut atau patella, ke arah distal lagi yaitu fraktur tibia, fraktur
fibula, tumit dan telapak kaki (James, Corry dan Perry, 2000).
2.6. Tingkat Keparahan Trauma Kepala dengan Skor Koma Glasgow (SKG)

Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis, gangguan
kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah;
1. Proses membuka mata (Eye Opening)
2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)
3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)

Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow
(Glasgow Coma Scale).
Universitas Sumatera Utara
Table 2.1 Skala Koma Glasgow Eye Opening
Mata terbuka dengan spontan 4
Mata membuka setelah 3
diperintah
Mata membuka setelah diberi 2
rangsang nyeri
Tidak membuka mata 1
Best Motor Response
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Fleksi (dekortikasi) 3
Ekstensi (decerebrasi) 2
Tidak ada gerakan 1
Best Verbal Response
Menjawab pertanyaan dengan 5
benar
Salah menjawab pertanyaan 4
Mengeluarkan kata-kata yang 3
tidak sesuai
Mengeluarkan suara yang 2
tidak ada artinya
Tidak ada jawaban 1

Anda mungkin juga menyukai