Anda di halaman 1dari 60

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masalah gizi dapat menimbulkan suatu tidak seimbangnya tubuh


manusia dan dapat menimbulkan penyakit lainnya. Masalah gizi adalah masalah
kesehatan masyarakat namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan
pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah
gizi adalah multi faktor karena itu pendekatan penanggulangan harus melibatkan
berbagai sektor yang terkait. Dan pada masalah gizi pada anemia gizi disini
merupakan kondisi sakit seseorang yang disebabkan oleh berbgai faktor,
diantaranya yaitu perdarahan, kekurangan makanan yang mengandung besi dan
lain-lain.
Anemia gizi defisiensi besi besi dapat dilihat dari kadar Hb, dan penderit
yan sering mengalaminya yaitu pada wanita disebabka karena menstruasi,
kehamilan dan pada bayi karena membutuhkan gizi zat besi yang tinggi karena
proses pertumbuhan yang cepat. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan,
kurang tenanga dan kepala terasa meayang.
Anemia Gizi Besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar besi
dalam darah. Semakin berat kekurangan zat besi yang terjadi akan semakin berat
pula anemia yang diderita (Gibney,2008).
Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan merupakan
pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan patofisilogis yang
diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh
pemeriksaan laboratorium.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu
bagaimana konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien anemia.
1
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana konsep teori dan asuhan
keperawatan pada pasien anemia
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mengetahui definisi anemia
2. Mahasiswa mampu memahami apa saja penyebab anemia
3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi anemia
4. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi anemia
5. Mahasiswa memahami manifestasi klinis anemia
6. Mahasiswa mampu mengerti dan memahami penatalaksanaan anemia
7. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan
untuk pasien dengan anemia
8. Mahasiswa memahami komplikasi anemia
9. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien anemia

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah
pengetahuan khususnya mengenai konsep teori dan asuhan keperawatan
pasien dengan anemia

2. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai referensi bagi institusi pendidikan prodi keperawatan
universitas jambi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Anemia


Anemia didefinisikan sebagai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah sesuai batas yang direkomendasikan (WHO, 2007). Anemia gizi merupakan
kekurangan zat besi dalam tubuh, merupakan masalah gizi yang paling tinggi di
Indonesia, selain itu mempengaruhi pembentukan hemoglobin yaitu besi, protein,
vitamin C, Piridoksin, vitamin E (Almatsier,2009).
Anemia Gizi Besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar besi
dalam darah. Semakin berat kekurangan zat besi yang terjadi akan semakin berat
pula anemia yang diderita (Gibney,2008).
Persatuan Ahli penyakit dalam indonesia tahun 1987, menjelaskan Anemia
adalah penurunan hemoglobin, sel drah merah atau hematokrit.
Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan
mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan
merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan
patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta
didukung oleh pemeriksaan laboratorium.

2.2 Etiologi
1. Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali.
Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan
menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi
sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera
dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut
senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini

3
menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di
DNA.
2. Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh
faktorluar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena
kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel
tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah
hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang
seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi
penyulit yang terjadi.
3. Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan
kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia
karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang
terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang
diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan
untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah
darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
4. Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan
menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan.
Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila
hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena
dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua
kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen
yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001),
beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :
a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel
darah merah yang berlebihan.
c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.

4
d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor
keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi.

2.3 Klasifikasi
Anemia dapat diidentifikasikan menurut morfologi sel darah merah serta
indeks-indeksnya dan menurut etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut
morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya terbagi menjadi :
a. Menurut ukuran sel darah merah
Anemia normositik (ukuran sel darah merah normal), anemia mikrositik
(ukuran sel darah merah kecil) dan anemia makrositik (ukuran sel darah
merah besar).
b. Menurut kandungan dan warna hemoglobin
Anemia normokromik (warna hemoglobin normal), anemia hipokromik
(kandungan dan warna hemoglobin menurun) dan anemia hiperkromik
(kandungan dan warna hemoglobin meningkat).
Menurut Brunner dan Suddart (2001), klasifikasi anemia menurut
etiologinya secara garis besar adalah berdasarkan defek produksi sel darah
merah (anemia hipoproliferatifa) dan destruksi sel darah merah (anemia
hemolitika).
c. Anemia Hipoproliferatifa
Sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang normal,
tetapi sumsum tulang tidak mampu menghasilkan jumlah sel yang adekuat
jadi jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh
kerusakan sumsum tulang akibat obat dan zat kimia atau mungkin karena
kekurangan hemopoetin, besi, vitamin B12 atau asam folat. Anemia
hipoproliferatifa ditemukan pada :

1). Anemia aplastic

5
Pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum tulang,
sehingga menyebabkan pengurangan sel darah merah, sel darah putih dan
platelet. Anemia aplastik sifatnya kongenital dan idiopatik.
2. Anemia pada penyakit ginjal
Secara umum terjadi pada klien dengan nitrogen urea darah yang
lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit menurun sampai 20 sampai 30 %.
Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel darah
merah maupun defisiensi eritropoetin.
3. Anemia pada penyakit kronik
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan
anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran
dan warna yang normal). Apabila disertai dengan penurunan kadar besi
dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan berbentuk hipokrom
mikrositik. Kelainan ini meliputi arthritis reumatoid, abses paru,
osteomielitis, tuberkulosis dan berbagai keganasan.
4. Anemia defisiensi-besi
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi
tubuh total turun dibawah tingkat normal dan merupakan sebab anemia
tersering pada setiap negara. Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa
rata-rata mengandung 3 - 5 gram besi, tergantung pada jenis kelamin dan
besar tubuhnya.
Penyebab tersering dari anemia defisiensi besi adalah perdarahan
pada penyakit tertentu (misal : ulkus, gastritis, tumor pada saluran
pencernaan), malabsorbsi dan pada wanita premenopause (menorhagia).
Menurut Pagana dan Pagana (1995), pada anemia defisiensi besi, volume
corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular Volume atau MCV), microcytic
Red Blood Cells dan hemoglobin corpuscular rata-rata (Mean
Corpuscular Haemoglobine atau MCH) menurun.

5. Anemia megaloblastik

6
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam
folat. Terjadi penurunan volume corpuscular rata-rata dan mikrositik sel
darah merah. Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B 12 disebut
anemia pernisiosa. Tidak adanya faktor instrinsik pada sel mukosa
lambung yang mencegah ileum dalam penyerapan vitamin B12 sehingga
vitamin B12 yang diberikan melalui oral tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh
sedangkan yang kita tahu vitamin B12 sangat penting untuk sintesa
deoxyribonucleic acid (DNA).
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa terjadi
pada klien yang jarang makan sayur-mayur, buah mentah, masukan
makanan yang rendah vitamin, peminum alkohol atau penderita
malnutrisi kronis.
d. Anemia Hemolitika
Pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang memendek.
Sumsum tulang biasanya mampu berkompensasi sebagian dengan
memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan
kecepatan normal. Ada dua macam anemia hemolitika, yaitu :
1. Anemia hemolitika turunan (Sferositosis turunan)
Merupakan suatu anemia hemolitika dengan sel darah merah kecil
dan splenomegali.
2. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya
defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.
Anemia sel sabit adalah kerusakan genetik dan merupakan anemia
hemolitik herediter resesif. Anemia sel sabit dikarenakan oklusi
vaskuler dalam kapiler yang disebabkan oleh Red Blood Cells
Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah merah yang cepat (hemolisis).
Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak sempurna menjadi
cacat, kaku dan berbentuk bulan sabit ketika bersirkulasi melalui vena.
Sel-sel tersebut macet di pembuluh darah kecil dan memperlambat
sirkulasi darah ke organ-organ tubuh. RBCs berbentuk bulan sabit

7
hanya hidup selama 15-21 hari.

2.4 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik dan invasi tumor. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada destruksi,
masalahnya dapat diakibatkan karena defek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor di luar sel
darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses
ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan produksi plasma. Hal ini tercermin dalam anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi disebabkan cacat pada sintesis hemoglobin atau
dapat dikatakan kurang pembebasan besi dari makrofag ke serum, sehingga
kandungan besi dalam hemoglobin berkurang. Sedangkan yang kita tahu sebagian
besar besi dalam tubuh dikandung dalam hemoglobin yang beredar dan akan
digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin setelah sel darah merah mati. Bila
defisiensi besi berkembang, cadangan retikulo-endotelial (haemosiderin dan
ferritin) menjadi kosong sama sekali sebelum anemia terjadi.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti
yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya (apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl), hemoglobin
akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin (hemoglobinuria). Jadi
ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan
informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada klien
dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses

8
hemolitik tersebut.
Anemia pada pasien tertentu disebabkan oleh penghancuran sel darah merah
yang tidak mencukupi, biasanya diperoleh dengan dasar :
a. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah.
b. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya.
c. Ada atau tidak adanya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

2.5 Manifestasi Klinis


Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat maka dapat
menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
a. Kecepatan kejadian anemia
b. Durasi
c. Kebutuhan metabolisme klien bersangkutan
d. Adanya kelainan lain atau kecacatan
e. Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang menyebabkan
anemia.
Karena jumlah sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang cepat sebanyak 30% dapat
menyebabkan kolaps vaskuler pada individu yang sama. Namun penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa gejala yang tampak atau ketidakmampuan yang
jelas secara bertahap biasanya dapat ditoleransi sampai 50%. Mekanisme
kompensasi tubuh bekerja melalui :
a. Peningkatan curah jantung dan pernapasan, karena itu menambah
pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah.
b. Meningkatkan pelepasan oksigen dan hemoglobin.
c. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-
sela jaringan.
d. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
Individu yang telah mengalami anemia selama waktu yang cukup lama
dengan kadar hemoglobin antara 9 –11 g/dl, hanya mengalami sedikit gejala atau

9
tidak ada gejala sama sekali selain takikardi ringan selama latihan. Takikardi
menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Dispnea pada
latihan biasanya terjadi bila kadar hemoglobin dibawah 7,5 g/dl yang merupakan
manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen. Kelemahan hanya terjadi bila
kadar hemoglobin dibawah 6 g/dl. Dispnea istirahat bila dibawah 3 g/dl dan gagal
jantung hanya pada kadar sangat rendah 2-2,5 g/dl, hal ini disebabkan karena otot
jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban
kerja jantung yang meningkat.
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.
Ini diakibatkan berkurangnya volume darah, hemoglobin dan vasokontriksi untuk
memperbesar pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Warna kuku, telapak
tangan, memban mukosa mulut dan konjungtiva dapat digunakan untuk menilai
kepucatan.

2.6 Pemeriksaan diagnostic


Data diagnosis didasarkan atas hasil :
a. Penentuan klinis
1). Anamnese (karena defek produksi sel darah merah atau destruksi sel
darah merah).
2). Pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan tambahan / laboratorium
Berbagai uji hematologis dilakukan untuk menentukan jenis dan
penyebab anemia. Uji tersebut meliputi kadar hemoglobin dan
hematokrit, indeks sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar
besi serum, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, kadar vitamin
B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin dan waktu
tromboplastin parsial.
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk
menentukan adanya penyakit akut atau kronis serta sumber kehilangan
darah kronis.

10
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan jenisnya, yaitu :
a. Anemia aplastic
Penatalaksanaannya meliputi transplantasi sumsum tulang dan
terapi immunosupresif dengan antithimocyte globulin (ATG) yang
diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika
transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat
diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan platelet (Phipps, Cassmeyer,
Sanas & Lehman, 1995).
b. Anemia defisiensi besi
Diatasi dengan mengobati penyebabnya dan mengganti zat besi
secara farmakologis selama satu tahun. Laki-laki membutuhkan 10
mg/hari, wanita yang menstruasi 15 mg/hari dan postmenaupouse
membutuhkan 10 mg/hari.
c. Anemia megaloblastik
Untuk anemia megaloblastik yang disebabkan karena defisiensi
vitamin B12 (anemia pernisiosa) dan defisiensi asam folat diobati dengan
pemberian vitamin B12 dan asam folat oral 1 mg/hari.
d. Anemia sel sabit
Pengobatannya mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan
cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian tambahan asam folat setiap
hari diperlukan untuk mengisi kekurangan asam folat yang disebabkan
karena adanya hemolisis kronik. Transfusi hanya diperlukan selama terjadi
krisis aplastik atau hemolitik. Pendidikan dan bimbingan yang terus-
menerus termasuk bimbingan genetik, penting dilakukan untuk
pencegahan dan pengobatan anemia sel sabit.

11
2.8 Komplikasi
Ada tiga komplikasi yang umum terjadi pada anemia yaitu gagal jantung,
kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa terbakar dan
kesemutan).

PATHWAY ANEMIA

12
2.9 Anemia Pada anak Usia Sekolah

1. PengertianAnemia

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah


merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal . Anemia
bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan
suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi
apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen
ke jaringan (Smeltzer, 2002).

Serta pengertian tentang anemia gizi besi adalah anemia yang terjadi
akibat kekurangan zat besi dalam darah , artinya konsentrasi hemoglobin
dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel – sel darah
merah akibat kurangnya kadar besi dalam darah . Semakin berat kekurangan
zat besi yang terjadi akan semakin berat pula anemia yang diderita (Gibney,
2008 ).Untuk mengetahui seorang anak mengalami anemia atau tidak, maka
dapat dilihat batasan kadar hemoglobinnya . Batasan yang umum digunakan
adalah kriteria WHO pada tahun 2001. Terdapat kriteria batas normal kadar
Hb berdasarkan umur dan jenis kelamin , data tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut :

Tabel 2.1 Batasan normal kadar Hb Sumber : (WHO, 2001 dalam Supariasa
2002).
Kelompok Umur Hemogloblin
(gr/dl)
Anak usia sekolah 5 – 11 tahun 1
12 – 14 tahun 1
laki – laki dan perempuan
,
5
1
2
,
0

19
2. Derajat Anemia padaanak

Derajat anemia untuk menentukan seorang anak mengalami anemia


atau tidak dapat ditentukan oleh jumlah kadar Hb yang terdapat dalam
tubuh. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai dalah sebagai
berikut :
1. Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr /dl
2. Ringan Hb 8 gr / dl – 9,9 gr /dl
3. Sedang Hb 6 gr / dl – 7,9 gr /dl
4. Berat Hb < 6 gr /dl
(Sumber : WHO, 2002,. dalam Wiwik , 2008).

2. Etiologi Anemia
Menurut Price (2006) penyebab anemia dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksikronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asamfolat.
c. Fungsi sel induk ( stem sel ) terganggu , sehingga dapat
menimbulkan anemi aplastik danleukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karenakarsinoma.
2. Kehilangan darah:
a. Akut karena perdarahan atau trauma / kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna ataumenorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit ( hemolisis). Hemolisis dapat terjadi
karena :
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD ( untuk
mencegah kerusakaneritrosit.

20
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak
eritrosit misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau
penggunaan obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada. Bahan baku yang
dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan mineral
Fe.Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau
lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan
dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan
oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang
(Masrizal, 2007).
Tanda – tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya
simpanan zat besi (feritinin) dan bertambahnya absorsi zat besi yang
digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikat zat besi. Pada
tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi yang
digambarkan dengan meningkatnya kapasitas simpanan zat besi ,
berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah
protoporporin yang diubah menjadi heme dan dikuti dengan
menurunya kadar feritinin serum dan akhirnya terjadi anemia dengan
ciri khas rendahnya kadar hemogloblin (Gibney,2008).

3. Tanda Gejala AnemiaAnak


Tanda gejala yang sering dijumpai pada anak selain dilihat dari
beratnya anemia, berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya gejala : 1)
kecepatan kejadian anemia, 2) durasinya misalnya kronisitas, 3) kebutuhan
metabolisme pasien yang bersangkutan, 4) adanya kelainan lain atau
kecacatan dan 5) komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang
mengakibatkan anemia (Smeltzer, 2002).
Sedangkan tanda gejala menurut Mansjoer (2006) dapat digolongkan
menjadi tiga jenis gejala yaitu :
a. Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul
karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh

21
terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap
kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu ( Hb
<7g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasalemah, lesu, cepat lelah,
telinga mendenging (tinnitus), mataberkunang - kunang, kaki terasa
dingin, sesak nafas dan dyspepsia. Pada mukosa mulut, telapak tangan
dan jaringan dibawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik
karena dapat ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan tidak
sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin berat ( Hb <
7g/dl ).
b. Gejala masing – masing anemia, gejala ini spesifik untuk masing –
masing jenis anemia, sebagai berikut :
1. anemia defisiensi besi gejalanya antara lain disfagia, atrofi papil
lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok ( koilonychia ).
2. anemia megaloblastik antara lain glositis, gangguan neurologik
pada defisiensi vitamin B12.
3. anemia aplastik antara lain seperti perdarahan, dan tanda – tanda
infeksi.
c. gejala penyaikt dasar yaitu gejala yang sering timbul akibat penyakit
dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari
penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing
tambang seperti mengalami sakit perut, pembengkakan parotis, dan
warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala
penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat
penyakit kronik oleh karena arthritis rheumatoid.

5. Patofisiologi TerjadinyaAnemia
Menurut Price (2006) patofisiologi anemia defisiensi besi secara
morfologis, Keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin. Definisi besi
merupakan penyebab utama anemia didunia dan terutama sering dijumpai
pada perempuan usai subur disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu

22
menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan . Penyebab-
penyebab lain defisiensi besi adalah :
1. asupan besi yang tidak cukup, misal , pada masa bayi – bayi yang
hanyadiberi diet susu saja selama 12 – 24 bulan dan pada individu –
individu tertentu yang vegetarian ketat
2. gangguan absorsi setelah gastrektomi dan
3. kehilangan darah menetap, seperti pada perdarahan saluran cerna lambat
akibat polip, neoplasma, gastritis, varises esofagus, ingesti aspirin dan
hemorroid.
Dalam keadaan normal tubuh seorang dewasa rata - rata mengandung
10 mg besi, dan untuk seorang anak rata – rata mengadung 11 – 12 mg besi
bergantung pada jenis kelamin dan ukuran tubuhnya(Supariasa, 2002) .
Lebih dari dua pertiga besi terdapat didalam hemoglobin. Besi dilepas
dengan semakin tua serta matinya sel dan diangkut melalui transferin
plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan pengecualian
mioglobin ( otot ) dan enzim- enzim heme dalam jumlah yang sangat
sedikit, sisa zat besi disimpan di dalam hati, limpa, dan dalam sumsum
tulang sebagai feritinin dan hemosiderin untuk kebutuhan – kebutuhan lebih
lanjut.Walaupun dalam diet rata – rata mengandung 10 sampai 20 mg besi,
hanya sekitar 5 % hingga 10 % ( 1 sampai 2 mg) yang sebenarnya diabsorsi.
Pada saat persediaan besi berkurang, maka lebih banyak besi
diasbsorsi dari diet. Besi yang diingesti diubah menjadi besi ferro di dalam
lambung dan duodeunum serta diabsorpsi dari duodenum
danjejunumproksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke
sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di
jaringan. Tiap mililiter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi
umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1mg / hari . Namun , yang
mengalami menstruasi kehilangan tambahan sebanyak 15 sampai 28 mg /
bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama
kehamilan, kebutuhan besi harian meningkat untuk mencukupi permintaan
karena meningkatnya volume darah ibu dan pembentukan plasenta, tali

23
pusat, dan janin , serta mengimbangi darah yang hilang selama kelahiran.
Selain tanda – tanda dan gejala – gejala yang terjadi pada anemia,
individu dengan defisiensi besi yang berat ( besi plasma kurang dari 40 mg /
dl: hemoglobin 6 sampai 7 g/ dl) memiliki rambut yang rapuh dan halus
serta kuku tipis, rata , mudah patah dan mungkin berbentuk sendok
(koilonikia). Selain itu, antrofi papila lidah mengalibatkan lidah tampak
pucat , licin, mengkilat, bewarna merah daging, dan meradang serta sakit.
Dapat juga terjadi stomatitis angularis, pecah – pecah disertai kemerahan
dan nyeri di sudut mulut.Pemeriksaan darah menunjukan jumlah SDM
normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang, Pada asupan
darah perifer, SDM mikrositik dan hipokromik ( MCV, MCHC, dan MCH
berkurang ) disertai poikilositosis dan anisositosis. Jumlah retikulosit dapat
normal atau berkurang . Kadar besi berkurang sedangkan kapasitas
mengikat – besi serum total meningkat. Untuk mengobati difesiensi besi,
penyebab dasar anemia harus diidentifikasi dan dihilangkan. Intervensi
pembedahan mingkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif akibat
polip, ulkus, keganasan dan hemoroid: perubahan diet dapat diperlukan
untuk bayi – bayi yang hanya diberi susu atau individu dengan idionsnkrasi
makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun
modifikasi diet dapatmeningkatkan besi yang tesedia ( misalnya, dengan
menambahkan hati ) , suplementasi besi diperlukan untuk meningkatkan
hemoglobin dan mengembalikan cadangan besi. Besi tersedia dalam bentuk
parenteral dan oral . sebagian besar orang berespon baik terhadap senyawa –
senyawa oral seperti ferosulfat , 325 mg tiap tiga kali sehari selama paling
sedikit 6 bulan untuk menggantikan cadangan besi. Sediaan besi perenteral
digunakan pada pasien yang tidak dapat menoleransi sediaan oral atau yang
tidak patuh. Besi parenteral memiliki insiden terjadinya reaksi – reaksi yang
merugikan relatif tinggi. Pasien tersebut diberikan dosis uji dan dipantau
selama satu jam. Kila pasien tersebut tidak mengalami efek samping , sisa
dosisnya diberikan 2 jam kemudian.

24
6. PencegahanAnemia
Diet pada semua orang yang harus mencangkup zat besi yang cukup.
Daging merah, hati dan kuning telur merupakan sumber penting zat besi.
Tepung, roti dan beberapa sereal yang diperkaya dengan besi baik untuk
pencegahan. Jika tidak mendapatkan cukup besi dalam diet, maka dapat
dilakukan suplementasi zat besi. Selama periode tertentu yang
membutuhkan zat besi tambahan (seperti kehamilan dan menyusui), maka
jumlah zat besi dalam diet harus ditinggalkan atau dengan suplementasi zat
besi (Proverawati,2011).

7. PengobatanAnemia
Penyebab kekurangan zat besi harus ditemukan terlebih dahulu,
terutama pada pasien yang lansia yang menghadapi resiko terbesar untuk
kangker pencernaan. Telah tersedia suplemen besi ( fero sulfat), untuk
penyerapan zat besi terbaik, minum suplemen ini dengan perut kosong.
Namun, banyak orang yang tidak dapat mentoleransi keadaan ini dan
mungkin perlu mengkonsumsi suplemen bersamaan denganmakanan.Pasien
yang tidak bisa mentolelir besi melalui mulut dapat menerimanya melalui
injeksi vena (intravena) atau dengan suntikan ke dalam otot. Susu dan
antasida dapat mengganggu penyerapan zat besi dan tidak harus diambil
pada waktu yang sama sebagai suplemen zat besi. Vitamin c dapat
meningkatkan penyerapan dan sangat penting dalam produksi hemoglobin.
Kondisi .Makanan yang banyak mengandung zat besi antara lain telur
( kuning telur), ikan, kacang – kacangan , daging, unggas, kismis, roti
gandum (Proverawati, 2011).

8. Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Anemia Anak Usia Sekolah


Anak usia sekolah menderita anemia dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu terdapat faktor - faktor yang menyebabkan anemia antaralain:
a. Faktorlangsung
Menurut Price (2006) faktor langsung disebabkan oleh

25
penghancuran sel darah merah yang berlebihan, kehilangan darah,
penurunan produksi sel darah merah akibat mengidap penyakit infeksi
malaria dan kecacingan . Kemudian menurut Mazrizal (2007) faktor
langsung yang sering dijumpai pada anak usia sekolah yaitu
dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap
penyakit kronis dan kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi
parasit kecacingan. Di negara berkembang seperti Indonesia penyakit
kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia
gizi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setaip
harinya .
b. Faktor tidaklangsung
Kemudian selain faktor langsung diatas terdapat faktor tidak
langsung yang menyebabkan anemia antara lain seperti faktor
pengetahuan yaitu seperti status pendidikan, selanjutnya disebabkan
oleh keadaan lingkungan , kurangnya asupan kebutuhan zat besi yang
dikarenakan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat ( Khumaidi 1989
dalam Mazrizal 2007 ).
Adapun faktor tidak langsung yang mempengaruhi kejadian anemia
pada anak usia sekolah antara lain :
a. Tingkat Pendapatankeluarga
Pendapatan keluarga merupakan faktor yang paling menentukan
kuantitas dan kualitas makanan, sehingga rendahnya pendapatan akan
mempengaruhi rendahnya daya beli. Pendapatan keluarga yang
memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua itu
dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun
sekunder. Pendapatan atau penghasilan yang kecil tidak dapat memberi
cukup makan pada anggota keluarga, sehingga kebutuhan keluarga
tidak tercukupi ( Depkes RI,2010)
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang dari pengalaman dan penelitian

26
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng
dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan ( Notoatmodjo,
2005 ).
c. PelayananKesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan akses atau keterjangkauan anak
dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan
kesehatan seperti penyuluhan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan
yang baik seperti posyandu, puskesmas dan rumah sakit ( Depkes,
2005).
d. Asupan ZatProtein
Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi
dari saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke dalam darah, dari
darah ke jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel.
Sebagai alat angkut, protein ini dapat bertindak secara khusus, misalnya
protein pengikat retinol yang hanya mengangkut vitamin Aatau dapat
mengangkut beberapa jenis zat gizi seperti besi sebagai transferin
(Almatsier, 2010). Protein sebagai alat angkut danpenyimpanan
terhadaphemoglobin yaitu mengangkut oksigen dalam eritrosit
sedangkan mioglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi
diangkut dalam plasma darah oleh transferin dan disimpan dalam hati
sebagai kompleks dengan ferritin (Winarno, 2002).
e. Penyerapan ZatProtein
Hasil pencernaan protein terutama berupa asam amino dan ini
segera diserap dalam waktu lima menit setelah makan . Absorbsi
terutama terjadi dalam usus halus berupa empat sistem absorbs aktif
yang membutuhkan energi, yaitu masing – masing untuk asam amino
netral, asam amino asam dan basa, serta untuk prolin dan
hidroksiprolin. Absorpsi ini menggunakan mekanisme transport natrium
seperti halnya pada absorpsi glukosa. Asam amino yang diabsorbsi
memasuki sirkulasi darah melalui vena porta dan dibawa kehati.
Sebagian asam amino digunakan oleh hati, dan sebagian lagi melalui

27
sirkulasi darah dibawa ke sel – sel jaringan. Kadang – kadang protein
yang belum dicerna dapat memasuki mukosa usus halus dan muncul
dalam darah. Hal ini sering terjadi pada protein susu dan protein telur
yang dapat menimbulkan gejala alergi ( immunological sensitive
protein ) yang berpengaruh dalam penghambat maupun penyerapan zat
gizi terutama zat besi (Almatsier,2010).
f. Kebutuhan ZatBesi
Kebutuhan zat besi pada anak usia sekolah dipengaruhi oleh
pertumbuhan fisik dan aktifitas fisik. Kebutuhan akan zat besi akan
meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi, anak-anak,
remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat
pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit
(Masrizal,2007).

BAB III

28
TINJAUAN KASUS

An. S.R, Perempuan, usia 12 tahun, Pasien kiriman IGD tanggal 1 Oktober
2019 Jam 06.30 WIB dengan keluhan gusi berdarah sejak 2 hari yang lalu, pasien
juga mengalami hematuria sejak kemaren, tidak ada keluhan nyeri saat BAK,
pasien juga mengeluh badannya demam. Saat dilakukan pengkajian pasien masih
demam dengan suhu 38,2°c , pucat, kepala pusing, tampak petekie pada kulit, area
sekitar mata tampak kebiruan, masih ada perdarahan gusi dan hematuria (+).
Sebelumnya pasien sudah pernah dirawat pada tanggal 18 September 2019 dengan
keluhan fatigue dan pro tranfusi PRC (saat itu terterdiagnosis anemia.)
Dari pengkajian fisik didapatkan tingkat kesadaran compos mentis, tidak
mengunakan alat bantu pernafasan, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering,
CRT < 2 detik, keadaan umum lemah, pasien merasa lelah dan lemas sehingga
mobilitas dan perawatan diri pasien sebagian dilakukan di atas tempat tidur.
pasien sering terbangun lebih dari 2 x setiap malam karena mengeluh pusing dan
demam, tidur kurang dari 8 jam, pasien terlihat fatigue, mata cekung. Berat Badan
(BB): 33 kg, Tinggi Badan (TB): 137 cm. Tekanan Darah (TD): 90/60 mmHg,
Nadi (N): 124x/menit, Suhu (S): 38,2°c, Respiration Rate (RR): 22x/menit,
telapak tangan terlihat pucat, pasien terpasang (IVFD) NaCl 0,9% 6 tetes
permenit. Hasil laboratorium: hemoglobin 6,9 g/dl, hematokrit 18,8%, trombosit
1000 rb/uL, lekosit 2.540/uL, urinalisa: warna: kemerahan, kejernihan: keruh, pH
6,5, darah samar (+++), lekosit esterase (++). Pasien mendapat terapi
Tromboaferesis 1 x IU, PRC 2 x 300 ml, Paracetamol 3 x 250 mg, Cefotaxim 2 x
1,5 gram, transamin 3 x 25 mg, Diet MB 3 x.

3.1 STEP I (Identifikasi Istilah Sulit)

29
1. Hematuria
2. Fatigue
3. Pro Transfusi PRC
4. Anemia
5. Tromboaferesis
6. Lekosit Esterase
7. Transamin
8. Darah Samar
9. Diet MB

Jawaban

1. Hematuria atau disebut kencing berdarah adalah sebuah kondisi di mana


air seni yang dikeluarkan bercampur dengan darah. Hematuria sendiri
dapat menjadi tanda terdapat gangguan pada tubuh. Meski begitu, kondisi
ini jarang menandakan penyakit yang berbahaya.
2. Kelelahan (fatigue) adalah suatu kondisi yang memiliki tanda
berkurangnya kapasitas yang dimiliki seseorang untuk bekerja dan
mengurangi efisiensi prestasi, dan biasanya hal ini disertai dengan
perasaan letih dan lemah.
3. Transfusi Packed Red Cell (PRC). PRC adalah sel darah merah pekat
berisi eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma. PRC didapatkan
dengan memisahkan sela darah merah dari plasma, sehingga didapatkan
sel darah merah dengan nilai hematokrit tinggi (69-70%).
4. Kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel
darah merah yang sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan
baik. Akibatnya, organ tubuh tidak mendapat cukup oksigen, sehingga
membuat penderita anemia pucat dan mudah lelah.
5. Teknologi pengambilan darah dari donor diproaes melalui mesin apheresis
yg menggunakan sentrifugasi untuk koleksi trombosit dan mengembalikan
komponen ke tubuh pendonor

30
6. Leukosit esterase ( LE ) adalah esterase (sejenis enzim) yang diproduksi
oleh leukosit ( sel darah putih ). Tes leukosit esterase ( tes LE ) adalah tes
urin untuk keberadaan sel darah putih dan kelainan lain yang terkait
dengan infeksi .
7. Transamin adalah obat anti-fibrinolitik yang berfungsi mempertahankan
pembekuan darah sehingga dapat digunakan untuk mengatasi perdarahan
hebat selama masa menstruasi, mimisan, hemofilia, operasi atau kasus
trauma. Transamin bekerja dengan cara memperlambat pemecahan bekuan
darah, sehingga membantu mencegah perdarahan berkepanjangan.
8. Pemeriksaan darah samar adalah tes untuk mendeteksi adanya hemoglobin
dan derifatnya di dalam urine atau faeces dengan menggunakan metode
benzidine tes dan berdasarkan perubahan warna yang terjadi. Tes
dinyatakan negatif apabila tak ada perubahan warna. Tes dinyatakan positif
apabila ada perubahan warna menjadi hijau (+) sampai biru tua (++++).
9. Diet MB adalah diet makanan biasa yang dilunakkan.

3.2 STEP II (Identifikasi Masalah)


1. Apa saja faktor yang dapat memperburuk kondisi pasien?
2. Apa saja masalah keperawatan yang akan muncul pada kasus tersebut?
3. Apa saja tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada kasus?
4. Sebutkan interprestasi hasil lab?
5. Sebutkan interprestasi hasil urinalisa?
6. Adakah hubungan anemia dengan kanker?
7. Kenapa pasien diberikan diet MB?
8. Sebutkan kontraindikasi transamin?
9. Apa saja penkes yang dapat diberikan kepada pasien?

3.3 STEP III (Analisa Masalah)

31
1. Faktor yang memperburuk kondisi pasien
a. Kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan daging
dan telur selama bertahun-tahun.
b. Menderita penyakit maag.
c. Penggunaan aspirin jangka panjang
d. Colon cancer

2. Diagnosa keperawatan yang muncul


a. Perubahan perusi jaringan
b. Intoleran aktivitas
c. Resiko infeksi

2. Tindakan kepewatan
a. Perubahan perusi jaringan
1. Ukur tanda-tanda vital, observasi pengisian kapiler, warna
kulit/membrane mukosa, dasar kuku
2. Auskultasi bunyi nafas
3. Observasi keluhan nyeri dada, palpitasi
4. Evaluasi respon verbal melambat, agitasi, gangguan memori, bingung
5. Evaluasi keluhan dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
supaya tetap hangat.
6. Observasi hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap
7. Berikan transfusi darah lengkap/packed sesuai indikasi
8. Berikan oksigen sesuai indikasi
9. Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.

b. Intoleran aktivitas
1. Ukur tanda – tanda vital setiap 8 jam
2. Observasi adanya tanda – tanda keletihan : takikardia, palpitasi,
dispnea, pusing, kunang – kunang, lemas, postur loyo, gerakan lambat
dan tegang
3. Bantu anak dalam aktivitas diluar batas toleransi anak.

32
4. Berikan aktivitas bermain pengalihan sesuai toleransi anak

c. Resiko infeksi
1. Ukur tanda – tanda vital setiap 8 jam
2. Tempatkan anak di ruang isolasi bila memungkinkan dan beri tahu
keluarga supaya menggunakan masker saat berkunjung
3. Pertahankan teknik aseptik pada setiap prosedur perawatan.
4. Observasi hasil pemeriksaan leukosit.

3. Intrepestasi hasil lab


LO

4. Intrepestasi haail urinalisa


LO

5. Hubungan anemia dengan kanker


Anemia alias kekurangan zat besi bukan cuma terkait dengan gejala
mudah letih dan lelah, tapi juga bisa menjadi indikator penyakit kanker.
Kendati jarang, namun ada sel kanker yang bisa memakan zat besi dalam
darah sehingga menyebabkan seseorang anemia.
Gejala anemia antara lain selalu merasa letih, lesu, sakit kepala,
insomnia, hingga berkurangnya nafsu makan. Kelompok ibu hamil dan anak
berusia kurang dari dua tahun adalah kelompok yang akan mengalami
dampak paling buruk jika menderita anemia karena bisa menganggu tumbuh
kembang anak.
Anemia, merupakan suatu keadaan yang menggambarkan kadar
hemoglobin atau jumlah eritrosit (sel darah merah) dalam darah yang kurang
dari nilai normal. Anemia umumnya disebabkan oleh kehilangan sel darah
merah akibat pendarahan saat kecelakaan atau operasi. Menurunnya produksi
sel darah merah, dan peningkatan destruksi sel darah merah atau hemolisis
juga menyebabkan anemia.

33
6. Kenapa pasien dibeikan diet MB
Karena pada kasus An. S. R mengeluhkan gusi berdarah sejak 2 hari yang
lalu. Hal ini lah yang menyebabkan anak mendapatkan diet MB untuk
mempermudah anak makan.

7. Kontraindikasi Transamin
Kontraindikasi dari penggunaan obat transamin adalah bagi orang yang
memiliki riwayat alergi terhadap obat ini, wanita yang mengkonsumsi obat
kontrasepsi hormonal kombinasi, pasien wanita prepubertas, penyakit
tromboemboli yang aktif, dengan riwayat resiko mengalami trombosis atau
tromboemboli, gangguan penglihatan warna yang didapat, serta pendarahan
subaraknoid. Selain itu, tidak disarankan untuk menggunakan obat ini atau
perlu perhatian kusus dalam penggunaannya, bagi orang dengan riwayat
gangguan fungsi ginjal, kelainan pembuluh darah, penderita desseminated
intravascular coagulation (DIC), pasien dengan perdarahan saluran kemih
bagian atas, pengguan bersamaan dengan anti-inhibitor coagulant complex,
penggunaan bersamaan dengan tretinoin, penggunaan jangka panjang pada
pasien edema angioneurotik herediter, serta ibu hamil ataupun menyusui.

8. Pendidikan kesehatan untuk pasien anemia


a. Menjelaskan apa itu penyakit anemia
b. Apa saja tanda-tanda dan gejala anemia
c. Menjelaskan pentingnya menjaga pola asupan sehat
d. Menjelaskan tentang cara pengobatan anemia
e. Menjelaskan bagaimana mencegah terjadinya penyakit anemia

3.4 STEP IV ( Mind Maping )

An. S.R usia 12 tahun

34
Keluhan : HasilLab :
Hb
Hb :: 6,9
6,9 gr/dl
gr/dl Pengkajian :
Gusi
Gusi berdarah
berdarah sejak
sejak 22 pucat,
pucat, kepala
kepala pusing,
pusing, tampak
tampak petekie
petekie
hari
hari yang
yang lalu
lalu Ht
Ht :: 18,8
18,8 %
% pada
pada kulit,area
kulit,area sekitar
sekitar mata
mata tampak
tampak
kebiruan,
kebiruan, masih
masih ada
ada perdarahan
perdarahan padapada
hematuria
hematuria sejak
sejak kemari
kemari trombosit
trombosit :: 1000
1000 gusi
gusi dan hematuria (+), kesadaran
dan hematuria (+), kesadaran
rb/uL
rb/uL compos
compos mentis,
mentis, tidak
tidak menggunakan
menggunakan alat alat
demam
demam
bantu
bantu pernafasan,
pernafasan, konjungtiva
konjungtiva anemis,
anemis,
leukosit
leukosit :: mukosa
mukosa bibir
bibir kering,
kering, CRTCRT kurang
kurang dari
dari 22
2.540/uL
2.540/uL detik,
detik, keadaan
keadaan umum
umum lemah,lemah, lelah,
lelah,
lemas,
lemas, terbatas
terbatas mobilitas
mobilitas dan dan perawatan
perawatan
diri,
diri, sering
sering terbangun
terbangun >2x >2x setiap
setiap malam,
malam,
tidur<
tidur< 88 jam,
jam, pasien
pasien terlihat
terlihat fatigue,
fatigue, mata
cekung,
cekung, BB BB 33kg,
33kg, TB TB 137
137 cm,
cm,
pemeriksaanfisik
pemeriksaanfisik : :
0
SS :: 38,2
38,2 0C C
Terapi :
tromboferesis TD
TD :: 90/60
90/60 mmHg
mmHg
tromboferesis :: 11 xx IU
IU
Urinalisa :
PRC N
N :: 124
124 X/i
X/i
PRC 22 X
X 300
300 ml
ml warna
warna :: kemerahan
kemerahan
paracetamo RR
RR :: 22
22 X/i
X/i
paracetamo 33 xx 250
250 mg
mg kejernihan
kejernihan :: keruh
keruh
cefotaxim
cefotaxim 22 xx 1,5
1,5 gram
gram pH
pH :: 6,5
6,5
transamin
transamin 33 xx 25
25 mg
mg darah
darah samar
samar (+++)
(+++)
diet
diet MB
MB 3x
3x leukosit
leukosit esterase
esterase (++)
(++)

ANEMIA
3.5 STEP V ( Learning Objektif )

1. Interpretasi hasil laboratorium ?

35
2. Interpretasi hasil urinalisa ?

jawab :

1. Interpretasi hasil laboratorium :


a. jumlah kadar Hb pada pasien 6,9 g/dl (normalnya 12,1-15,1 g/dl). Hb
pada kasus rendah ( pendarahan )
b. Ht pada pasien 18,8% (normalnya pada anak-anak 33-38%). Ht pada
kasus rendah ( anemia )
c. Trombosit pada pasien 1000/ul (normalmya 150.000-400.000).
trombosit pada kasus rendah ( anemia )
d. Lekosit pada pasien 2.540/ul (normalnya 3.500-9000/ul). Leukosit pada
kasus rendah

2. Interpretasi urinalisa :
a. warna : kemerahan ( normalnya berkisar antara kuning mudah dengan
kuning tua ). Hematuria
b. kejernihan: keruh ( normalnya jernih ). Hematuria
c. pH : 6,5 ( normalnya Ph 4,6 – 8,5. Urine 24 jam mempunyai pH rata-
rata 6,2).
d. darah samar (+++). Perdarahan system pencernaan
e. lekosit esterase (++). Enzim sel darah putih

3.6 Asuhan Keperawatan Teoritis


Proses keperawatan adalah suatu pendekatan holistik problem solving yang
memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien dan keluarga (Iyer et. Al., 1996). Proses keperawatan
terdiri dari lima tahap yang saling berhubungan yang terdiri dari pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status klien (Iyer et. al., 1996).
Proses pengkajian meliputi tiga komponen tahap pengkajian yaitu:
a. Pengumpulan data

36
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistimatis
tentang klien termasuk kelemahan dan kekuatan klien. Data
dikumpulkan dari klien, keluarga, orang terdekat, grafik dan rekam
medik. Metode pengumpulan data yang utama adalah observasi,
wawancara dan pemeriksaan fisik.
b. Validasi data
c. Identifikasi pola atau divisi
Data yang terkumpul membentuk data dasar klien. Data dasar
selanjutnya akan digunakan untuk perbandingan nilai-nilai klien dan
standar untuk memastikan keefektifan pengobatan, asuhan keperawatan
dan pencapaian kriteria hasil.
Data dasar adalah data yang berisikan tentang:
a. Identitas klien secara umum meliputi nama, alamat, usia, pekerjaan,
suku dan tingkat pendidikan.
b. Riwayat kesehatan pada waktu yang lampau baik yang ada
hubungannya dengan kondisi sakit klien saat ini (anemia) maupun
mengenai penyakit lain yang pernah diderita oleh klien dan
bagaimana cara penanganannya.
c. Riwayat kesehatan sekarang yang berisikan tentang alasan apa
yang menyebabkan klien harus mendapat perawatan di rumah sakit.
d. Aspek psikologis, sosial dan spiritual klien berhubungan dengan
keadaan sakitnya seperti tingkat kecemasan dan pandangan klien
secara spiritual tentang penerimaan terhadap kondisinya.
e. Kebiasaan sehari-hari yang berisikan tentang kebiasaan klien dalam
hal nutrisi, eliminasi,istirahat/tidur, personal hygiene serta aktivitas
sehari-hari.
f. Hasil pemeriksaan fisik yang digambarkan secara sistematis
dengan menggunakan metode inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi dari rambut sampai kaki.
Dasar data pengkajian klien anemia pada aktivitas dan istirahat
ditemukan adanya takikardia/takipnea, dispnea pada bekerja atau

37
istirahat, kelemahan otot, penurunan kekuatan, postur lungkai, lesu,
berjalan lambat dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan. Pada
sistem sirkulasi ditemukan adanya kulit pucat, begitupula pada
membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku,
pengisian kapiler melambat, hipotensi postural, rambut kering, kuku
mudah patah. Pada sistem eliminasi ditemukan distensi abdomen,
ungkapan adanya hematemesis, melena, dan penurunan haluaran urine.
Pada status nutrisi dan cairan ditemukan adanya penurunan berat badan,
anoreksia, mual, muntah. Pada sistem neurosensori ditemukan
ungkapan sakit kepala, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi,
insomnia, kelemahan dan keseimbangan buruk. Pada sistem pernapasan
ditemukan napas pendek pada istirahat dan aktivitas, takipnea, dispnea.
Dalam hal keamanan juga dilakukan pengkajian dan ditemukan demam
rendah, menggigil dan berkeringat malam.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia yang berupa status kesehatan atau risiko perubahan pola
dari individu dimana perawat secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
menurunkan membatasi dan mencegah morbiditas dan mortilitas (Carpenito,
2000)
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien
dengan anemia, menurut Marilynn E. Dongoes dalam Rencana Asuhan
Keperawatan (1999) antara lain :
a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien
ke sel.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/

38
absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
normal.
d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit
nutrisi.
e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit,
perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan
hemoglobin, prosedur invasif, kerusakan kulit.
g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis
dan kebutuhan pengobatan.

3. Perencanaan (Intervensi)
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung pada klien
yang dilaksanakan oleh perawat (Bulecheck & Mc. Closkey, 1989).Tahapan
dalam membuat intervensi adalah:
a. Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan
b. Menetapkan tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan
masalah.
c. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah
ditegakkan.
Rencana tindakan yang disusun untuk Tn. A dengan Anemia Suspect
Hemoroid Interna disesuaikan dengan kondisi klien. Adapun rencana asuhan
keperawatan menurut Marilynn E. Dongoes dalam Rencana Asuhan
Keperawatan (1999) antara lain :
a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrien ke sel.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil :
1). Tanda vital stabil

39
2). Membran mukosa warna merah muda
3). Pengisian kapiler baik
Intervensi :
1. Ukur tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran
mukosa, dasar kuku.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/
keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan
kebutuhan intervensi.
2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3. Awasi upaya pernapasan, auskultasi bunyi napas, perhatikan bunyi
adventisius.
Rasional : Dispnea, gemericik menunjukkan gagal
jantung kanan karena regangan jantung lama/ peningkatan
kompensasi curah jantung.
4. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
Rasional : Iskemia seluler mempengaruhi jaringan
miokardial/potensial risiko infark.
5. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
hangat sesuai indikasi.
Rasional : Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi
perifer.
6. Awasi hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya hemoglobin/
hematokrit dan jumlah sel darah merah, analisa gas darah
Rasional : Mengidentifikasi definisi dan kebutuhan
pengobatan/respon terhadap terapi.
7. Berikan sel darah merah darah lengkap/packed, produk darah
sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen,
memperbaiki defisiensi untuk menurunkan perdarahan.

40
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan : Peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
Kriteria hasil :
1). Tanda-tanda vital dalam batas normal
2). Tak ada keluhan dalam beraktivitas
Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal, catat
laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi atau
bantuan
2. Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah
aktivitas, catat respon terhadap aktivitas (misal: peningkatan denyut
jantung, tekanan darah, disritmia, pusing dan sebagainya).
Rasional : Manifestasi kordipulmonal dari upaya
jantung dan paru-paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke
jaringan.
3. Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring. Pantau dan
batasi pengunjung.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan
kebutuhan oksigen tubuh.
4. Ubah posisi klien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Rasional : Hipotensi postural atau hipoksia serebral
dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan risiko
cedera.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu,
memungkinkan klien untuk melakukan sebanyak mungkin.
Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan
bila klien melakukan sesuatu sendiri.
6. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.

41
Rasional : Meningkatkan secara bertahap tingkat
aktivitas sampai normal dan memperbaiki turus otot/stamina, tanpa
kelemahan.
7. Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri
dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.
Rasional : Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/ stress
dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna
makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah normal.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1). Berat badan stabil
2). Membran mukosa lembab
3). Peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi definisi, menduga kemungkinan
intervensi.
2. Observasi dan catat masukan makanan klien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas
kekurangan konsumsi makanan.
3. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas
intervensi nutrisi.
4. Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
Rasional : Masukan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
5. Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah
makan

42
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral,
menurunkan pertumbuhan bakteri.
d. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit
nutrisi.
Tujuan : Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria hasil :
1). Membran mukosa lembab
2). Elastisitas kulit kembali dalam satu detik.
3). Pengisian kapiler baik.
Intervensi :
1. Kaji integritas kulit, catat perubahan turgor, gangguan warna,
hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi,
nutrisi dan mobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung
untuk infeksi dan rusak.
2. Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila klien
tidak bergerak atau di tempat tidur.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit,
membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia selular.
3. Ajarkan agar permukaan kulit tetap bersih dan kering
Rasional : Area lembab terkontaminasi memberikan media
yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik.
4. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif
Rasional : Menghindari kerusakan kulit dengan
mencegah/menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.
e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan
diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
Tujuan : Fungsi usus kembali normal
Kriteria hasil :
1). Tidak ada gangguan usus

43
2). Peningkatan nafsu makan
Intervensi :
1. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab/faktor
pemberat dan intervensi yang tepat.
2. Auskultasi bising usus.
Rasional : Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan
menurun pada konstipasi.
3. Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada
makanan/cairan.
Rasional : Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan
berlebihan atau alat dalam identifikasi defisiensi diit.
4. Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.
Rasional : Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses
bila konstipasi dan membantu mempertahankan status hidrasi pada
diare.
5. Hindari makanan yang membentuk gas.
Rasional : Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.
f. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan
hemoglobin,prosedur invasif, penyakit kronis.
Tujuan : Mencegah/menurunkan risiko infeksi
Kriteria hasil :
1). Luka bebas drainase, purulen atau eritema dan demam
2). Tanda-tanda vital normal
3). Hemoglobin normal (14 – 16 g%)
Intervensi :
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan
klien.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang.
2. Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : Menurunkan risiko infeksi bakteri.

44
3. Dorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan batuk
dan napas dalam.
4. Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan
membatu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5. Tingkatkan masukan cairan adekuat.
Rasional : Membantu dalam pengenceran sekret pernapasan
untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan
tubuh.
6. Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau
tanpa demam.
Rasional : Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi atau pengobatan.
7. Amati eritema/cairan luka.
Rasional : Indikator infeksi lokal.
8. Beri antibiotik oral selama indikasi.
Rasional : Antibiotik dapat menurunkan risiko infeksi.
g. Kurang pengerahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi
prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan : Pemahaman proses penyakit, prosedur diasnogtik
dan rencana keperawatan meningkat.
Intervensi :
1. Berikan informasi tentang anemia secara spesifik.
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan sehingga klien
dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat
meningkatkan kerja sama dalam program terapi.
2. Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.
Rasional : Ansietas/takut tentang ketidaktahuan mening-katkan
tingkat stress, yang selanjutnya mening-katkan beban jantung.
3. Diskusikan pentingnya hanya meminum obat yang dianjurkan.
Rasional : Kelebihan dosis obat dapat menjadi toksik.

45
4. Diskusikan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan
gejala yang memerlukan intervensi medis, misal: demam, sakit
tenggorokan, eritema/luka basah.
Rasional : Penurunan produksi leukosit potensial risiko untuk
infeksi.
4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik (Iyer et. al., 1996). Selama tahap implemetasi, perawat
melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan
diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Komponen tahap implementasi antara lain :
a. Tindakan keperawatan mandiri.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif.
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
tindakan keperawatan.
Implementasi yang akan dilakukan sesuai intervensi yang telah
disusun adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen/nutrien ke sel. Implementasi yang
dilakukan antara lain :
1). Mengukur tanda vital, mengkaji pengisian kapiler, warna
kulit/membran mukosa, dasar kuku.
2). Meninggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
3). Mengawasi upaya pernapasan, mengauskultasi bunyi napas,
memperhatikan bunyi adventisius.
4). Menyelidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
5). Mencatat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan
dengan tubuh hangat sesuai indikasi.
6). Mengawasi pemeriksaan laboratorium, misal hemoglobin,
hematokrit, sel darah merah, analisa gas darah.

46
7). Memberikan sel darah merah lengkap/packed, produksi darah
sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi tansfusi.
b. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan.
Implementasi yang dilakukan antara lain :
1). Mengkaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal.
Mencatat laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan dalam
menyelesaikan tugas.
2). Mengawasi tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan selama
dan sesudah aktifitas. Mencatat respon terhadap aktivitas.
3). Memberikan lingkungan yang tenang, mempertahankan tirah
baring, memantau dan membatasi pengunjung.
4). Mengubah posisi klien dengan perlahan dan memantau terhadap
pusing.
5). Memberikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu,
memungkinkan klien untuk melakukan sebanyak mungkin.
6). Meningkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
7). Menganjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi,
nyeri dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.
c. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna,
ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Implementasi yang dilakukan antara lain :
1). Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
2). Mengobservasi dan mencatat masukan makanan.
3). Menimbang berat badan setiap hari.
4). Memberikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
5). Memberikan dan membantu oral hygiene mulut yang baik
sebelum dan sesudah makan.

47
d. Diagnosa konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan
masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek samping
terapi obat.
1). Mengobservasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
2). Mengauskultasi bising usus.
3). Mengawasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus
pada makanan/cairan.
4). Mendorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.
5). Menghindari makanan yang membentuk gas.
e. Diagnosa risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis,
gangguan mobilitas, defisit nutrisi. Implementasi yang
dilakukan antara lain :
1). Mengkaji integritas kulit, mencatat perubahan turgor, gangguan
warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
2). Mengubah posisi secara periodik.
3). Mengajarkan agar permukaan kulit tetap kering dan bersih.
4). Membantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
f. Diagnosa risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan denagn
penurunan hemoglobin, prosedur invasif, penyakit kronis.
Implementasi yang dilakukan antara lain :
1). Meningkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan
dan klien.
2). Mempertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan
luka.
3). Mendorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan
napas dalam dan batuk efektif.
4). Meningkatkan masukan cairan adekuat.
5). Memantau suhu, mencatat adanya menggigil dan takikardia
dengan atau tanpa demam.
6). Mengamati eritema atau cairan luka.

48
7). Memberikan antibiotik oral selama indikasi.
g. Diagnosa kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan. Implementasi
yang dilakukan antara lain :
1). Mengkaji pemahaman klien tentang penyakit yang diderita dan
harapan untuk hidup.
2). Memberikan informasi tentang anemia.
3). Meninjau tujuan dan persiapan untuk pemerikasaan diagnostik.
4). Mendiskusikan pentingnya hanya meminum obat yang
dianjurkan.
5). Mendiskusikan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda
dan gejala yang memerlukan intervensi medis, misal : demam,
eritema/luka basah.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual uintuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawaatan,
rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Ignatanicius &
Bayne, 1994).
Evaluasi harus dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari rencana
dan tindakan keperawatan. Setiap diagnosa mempunyai kriteria yang harus
dipenuhi :
a. Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrien ke sel. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila
mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tanda vital stabil,
membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik.
b. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak-
seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan. Rencana tindakan
dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan
yaitu tanda-tanda vital dalam batas normal, tak ada keluhan dalam
beraktivitas dan peningkatan aktivitas secara bertahap.

49
c. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan
mencerna makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah normal. Rencana tindakan dikatakan
berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu berat
badan stabil, membran mukosa lembab dan peningkatan toleransi
aktivitas.
d. Diagnosa risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas defisit
nutrisi. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil
yang telah ditetapkan yaitu membran mukosa lembab, elastisitas kulit
kembali dalam satu detik dan pengisian kapiler baik.
e. Diagnosa konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan
masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang
telah ditetapkan yaitu tidak ada gangguan usus dan peningkatan nafsu
makan.
f. Diagnosa risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan
hemoglobin, prosedur invasif, penyakit kronis. Rencana tindakan
dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan
yaitu hemoglobin normal (14 – 16 g%), luka bebas drainase, purulen
atau eritema dan demam serta tanda-tanda vital normal.
g. Diagnosa kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi
prognosis dan kebutuhan pengobatan. Rencana tindakan dikatakan
berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu
pemahaman tentang proses penyakit, prosedur diagnostik dan rencana
keperawatan meningkat .
Klien keluar dari siklus diagnosa keperawatan apabila kriteria hasil
telah tercapai dan akan masuk kembali ke dalam siklus keperawatan
apabila kriteria hasil belum tercapai.

50
3.7 Asuhan Keperawatan Kasus Anemia

A. Pengkajian

Tanggal MRS :- jam masuk : 06.30 wib


Tanggal pengkajian :- No.Rm : 1 0ktober 2019
Jam pengkajian :- dx. Medis :-
Hari rawat ke :-
1. Identitas pasien

a. Nama : An. S. R

b. Umur : 12 tahun

c. Suku bangsa :-

d. Agama :-

e. Pendidikan :-

f. Pekerjaan :-

g. Alamat :-

h. Sumber biaya : -

2. Identitas penanggung jawab

a. Nama :-

b. Umur :-

c. Suku bangsa :-

d. Agama :-

e. Pendidikan :-

f. Pekerjaan :-

51
g. Alamat :-

h. Hubungan dengan pasien :-

3. Keluhan utama

gusi berdarah sejak 2 hari yang lalu, pasien juga mengalami hematuria
sejak kemarin dan demam.
4. Riwayat penyakit

a. Riwayat penyakit sekarang

Klien mengeluh gusi berdarah sejak 2 hari yang lalu, juga


mengalami hematuria sejak kemarin, tidak ada keluhan nyeri saat BAK,
pasien juga mengeluh badanya demam, dengan suhu 38,2 0C, pucat, kepala
pusing, tampak patekie pada kulit, area sekitar mata tampak kebiruan, dari
pengkajian fisik di dapatkn kesadaran compos mentis, tidak menggunakan
alat bantu, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, CRT < 2 detuk, ku
lemah, pasien merasa lelah, lemas sehingga mobilitas dan perawatan diri
pasien sebagaian di lakukan di atas tempat tidur, pasien sering terbangun
lebih dari 2x setiap malam karena pasien mengeluh pusing dan demam,
tidur kurang 8 jam, pasien terlihat mata cekung, BB : 33 kg. TB : 137 CM,
TD : 90/60 mmhg, N : 124x/I, S : 38,2 0c , RR : 22x/i, telapak tangan pucat
, pasang terpasang (IVFD ) nacl 0,9 tpm.
b. Riwayat penyakit dahulu

Pernah di rawat pada tanggal 18 september 2019 dengan keluhan


farigue dan pro transfuse PRC (selain itu terdiagnosis anemia)
c. Riwayat penyakit keluarga

Tidak terkaji

5. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan

52
- Persepsi terhadap penyakit : pasien merasa lelah dan lemas.

b. Pola nutrisi dan metabolism

Diet Mb 3x, perdarahan gusi


c. Pola eliminasi

- Buang air besar (BAB)

- Buang air kecil (BAK)

- Hematuria sejak kemarin, (+), tidak ada keluhan nyeri saat BAK,
urinaria : warna kemerahan, kejernihan : keruh, Ph 6,5

d. Pola aktivitas dan latihan

- Alat bantu (pispot, tongkat, kursi roda, kruk)

- Kekuatan otot

- Kemampuan ROM

- Keluhan saat beraktivitas :

pasien merasa lelah dan lemas sehingga mobilitas dan


perawatan diri pasien sebagian di lakukan di atas tempat tidur.
e. Pola istirahat dan tidur

- Masalah tidur ( insomnia, terbangun dari mimpi buruk) :

- Klien sering terbangun lebih dari 2x setiap malam karena


mengeluh pusing dan demam, tidur kurang dari 8 jam, pasien
terlihat fatigue, mata cekumg.

f. Pola kognitif dan persepsi

1. Persepsi mental : sadar, compos mentis, CRT < 2


detik

2. Bicara : normal

53
3. Kemampuan berkomunikasi : normal

4. Kemampuan memahami : normal

5. Tingkat ansietas :-

6. Pendengaran : normal

7. Penglihatan : area sekitar mata tampak kebiruan,


mata cekung.

8. Vertigo : kepala pusing

9. Ketidaknyamanan : adanya ketidaknyaman dan nyeri

10. Persepsi diri dan konsep diri

o Perasaan pasien tentang masalah ini : pasien merasa lelah


dan lemas.

11. Pola peran dan hubungan

o System pendukung : -

12. Pola seksual dan reproduksi

o Masalah seksual b.d penyakit : -

o Lain lain :-

13. Pola koping dan toleransi stress :\

o Kehilangan/ perubahan besar di masa lalu :-

o Keadaan emosi dalam sehari-hari :-

6. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum :

- Kemampuan umum :

Pasien terlihat fatigue, lemah, mata, cekung

54
- Klien tampak sehat/sakit/sakit berat :

Klien tampak sakit.


- Kesadaran : compos mentis

1. Tanda-tanda vital :

- Td : 90/80 mmhg

- N : 124x/i

- S : 38,2 0c

- Rr : 22x/i

2. Kulit

- Warna kulit ( sianosis, icterus,pucat,eritema,ddl) :

Tampak tangan terlihat pucat, tampak petekie.


- Kelembapan :

Mukosa bibir kering


- Turgor kulit : -

- Ada tidaknya edema : -

2. BB : 33 kg, Tb ; 137 CM

7. Pemeriksaan penunjang

- Hemoglobin : 6,9 g/dl

- Ht : 18.8 %

- Trombosit : 1000 rb/ul

- Leukosit : 2.540 /ul

- Urinalisa : warna : kemerahan, kejernihan : keruh

- PH : 6,5, darah samar (+++), leukosit eksterase (++)

55
8. Terapi obat

- Terapi tromboferesis 1 x IV

- PRC 2x 300 ml, paracetamol 3x250 mg

- Cefotaxim 3x25 mg

- Transamin 3x 25 mg

- Dietb mb 3x

B. Analisa data

No Analisa data Problem Etiologi


1. DS : Hipertermia Proses penyakit
1. Pasien mengeluh anemia
badannya demam
2. pasien merasa lelah dan
lemas
DO :
1. suhu 38,2°c , pucat,
kepala pusing, tampak
petekie pada kulit, area
sekitar mata tampak
kebiruan.
2. Hasil lab : hemoglobin
6,9 g/dl, hematokrit
18,8%, trombosit 1000
rb/uL, lekosit 2.540/uL
3. TTV : Tekanan Darah
(TD): 90/60 mmHg,
Nadi (N): 124x/menit,
Suhu (S): 38,2°c,

56
Respiration Rate (RR):
22x/menit
4. konjungtiva anemis
Riwayat terdahulu
terterdiagnosis anemia
2. DS : Intoleransi aktifitas Imobilitas
1. pasien merasa lelah dan
lemas
2. mengeluh pusing dan
demam
DO :
1. tidur kurang dari 8 jam
2. pasien terlihat fatigue
3. mobilitas dan
perawatan diri pasien
sebagian dilakukan di
atas tempat tidur.
4. TTV : Tekanan Darah
(TD): 90/60 mmHg,
Nadi (N): 124x/menit,
Suhu (S): 38,2°c,
Respiration Rate (RR):
22x/menit
5. konjungtiva anemis
Riwayat terdahulu
terterdiagnosis anemia
3. DS: Gangguan perfusi Suplai O2
- perifer berkurang
DO :
Tampak petekie pada kulit,
suhu 38,2 0c, tampak tangan

57
terlihat pucat, area sekitar
mata tampak kebiruan
4. DS : Gangguan pola Kurangnya kontrol
1. Pasien mengeluh tidur tidur akibat proses
badannya demam penyakit
2. pasien merasa lelah dan
lemas
DO :
1. pasien sering terbangun
lebih dari 2 x setiap
malam karena
mengeluh pusing dan
demam,
2. tidur kurang dari 8 jam
3. pasien terlihat fatigue
4. mata cekung.
5. mobilitas dan
perawatan diri pasien
sebagian dilakukan di
atas tempat tidur.
6. TTV : Tekanan Darah
(TD): 90/60 mmHg,
Nadi (N): 124x/menit,
Suhu (S): 38,2°c,
Respiration Rate (RR):
22x/menit
7. konjungtiva anemis
Riwayat terdahulu
terterdiagnosis anemia
5. DS : Resiko infeksi Ketidak adekuatan
DO : pertahanan tubuh

58
Leukosit 2.540 /ul sekunder
Hb :6.9 g/dl (penurunan
h.leukopenia)

A. diagnosa keperawatan

1. Hipertermi b.d Proses penyakit anemia


2. Intoleransi Aktivitas b.d Imobilitas fisik
3. Gangguan perfusi perifer b.d suplai oksiegn kurang
4. Gangguan pola tidur b.d kurangnya kontrol tidur di akibat proses
penyakit
5. Resiko infeksi b.d leukosit 2.540 /ul (leukopenia), hemoglobin 6,9 g/dl

C. Intervensi keperawatan

Waktu DX Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


dan tgl
1 Setelah dilakukan 1. Berikan kompres hangat
tindakankeperawatan 2. Ukur suhu setiap 2 jam
diharapkan masalah sekali
Hipertermiteratasi 3. Berikan kompres pada
daerah ubun-ubun,lipatan
ketiak dan paha
4. Ajarkan kepada keluarga
teknik kompres
5. Monitor TTV dan warna
kulit
6. Anjurkan untuk banyak
minum air
putih
7. Anjurkan klien untuk banyak
istirahat

59
8. Kolaborasi pemberian obat
antipiretik
9. Ketika anak demam
anjurkan tidak
memakai pakaian yang tebal
dan tidak memakai selimut
2 Setelah dilakukan .indentifikasi keluhan fisik
tindakankeperawatan lainnya
diharapkan masalah 2.identifikasi toleransi fisik
Intoleransi Aktivitas melakukan pergerakkan
dapat teratasi 3.monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
4. monitor kondidi umum
selama melakukan mobilisasi
5. fasilitasi aktivitas mobilasasi
dengan alat bantu, (mis:pagar
tempat tidur)
6. fasiltasi melakukan
pergerakan
7. libatkan keluarga untuk
membantu pasien daalam
meningkatkan pergerakan
8. ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus di lakukan,
misalnya duduk di tempat
tidur, duduk disisi tempat tidur,
miring kiri miring kanan dan
berpindah tempat dari tempat
tidur ke kursi
9. anjurkan melakukan

60
mobilitas dini
10. demonstrasikan rentang
gerak (misalnya, gerakan di
lakukan dengan perlahan,
di mulai dari kepala ke
ektremitas, gerakan semua
persendian, sesuai rentan
gerak normal, cara melatih
rentang gerak pada sisi
ekstremitas dengan
mnggunakan ekstremitas
yang normal)
3 Setelah dilkaukan 1. Ukur tanda vital, kaji
keperawatan selama pengisian kapiler, warna
3x24 jam perfusi kulit/membrane mukosa,
jaringan perifer dapat dasar kaku
teratasi dengan kriteria
2. Tinggikan kepala tempat
hasil :
tidur sesuai toleransi
1. Tanda vital stabil
3. Awasi upaya pernapasan,
2. Membrane mukosa
auskultasi bunyi napas,
warna merah muda
perhatikan bunyi adventisius
3. Pengisian kapiler baik
4. Selidiki keluhan nyeri dada,
palpitasi

5. Catat keluhan rasa dingin,


pertahankan suhu
lingkungan dan tubuh
hangat sesuai indikasi

6. Awasi hasil pemeriksaan


laboratorium, misalnya

61
hemoglobin, hematocrit dan
jumlah sel darah merah,
analisa gas darah

7. Berikan sel darah merah


lengkap, produk darah
sesuai indikasi. Awasi ketat
komplikasi transfuse
4 Setelah diberikan 1. Observasi TTV
tindakan keperawatan 2. Ciptakan lingkungan yang
diharapkan Ganggu Pola tenang tampa gangguan
Tidur dapat berkurang dengan pencahayaan dan
dan teratasi suhu ruangan nyaman
3. anjurkan posisi yang
nyaman
4. Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam
5. gunakan pakaian longgar
6. Anjurkan rileks dan dan
merasakan sensasi relaksasi
Kolaborasi dalam pemberian
obat tidur dan aroma therapy
5. Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala
keperawatan selama 3 x infeksi
24 jam diharpak
2. Hindarkan dari pasien lain
perluasan infeksi tidak
yang terinfeksi
terjadi dengan ktiteria
hasil : 3. Anjurkan orangtua

1. Suhu dalam rentang mengatasi pengunjung

normal 4. Cuci tangan sebelum dan

2. Tidak tampak adanya sesudah bersentuhan dengan

62
tanda-tanda perluasan pasien
infeksi
5. Kolaborasi pemberian
antibiotic

6. Anjarkan orang tua


mencegah infeksi

7. Ajarkan orang tua mengenal


tanda dan gejala infeksi dan
kapan harusnmelaporkan ke
petugas

8. Pantau hasil laboratorium

63
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Anemia gizi merupakan kekurangan zat besi dalam tubuh, merupakan


masalah gizi yang paling tinggi di Indonesia, selain itu mempengaruhi
pembentukan hemoglobin yaitu besi, protein, vitamin C, Piridoksin, vitamin
E (Almatsier,2009).
Penyebab anemia karena cacat sel darah merah (SDM),
Karenakekurangan zat gizi, karena perdarahan, karena autoimun.
Klasifikasi menurut brunner dan suddart 2001, anemia hipoproliferatifa
ditemukan pada : anemia aplastika, anemia pada penyakit gnjal, anemia pada
penyakit kronis, anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik. Kemudian
Anemia hemolitika ada dua macam yaitu anemia hemolatika turunan dan
anemia sel sabit.
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik dan invasi tumor. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada
destruksi, masalahnya dapat diakibatkan karena defek sel darah merah yang
tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa
faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat maka dapat
menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
kecepatan kejadian anemia, durasi, kebutuhan metabolisme klien
bersangkutan, adanya kelainan lain atau kecacatan , komplikasi tertentu atau
keadaan penyerta kondisi yang menyebabkan anemia.
Pemeriksaan diagnostik, data diagnosis didasarkan atas hasil penentuan
klinis yaitu Anamnese (karena defek produksi sel darah merah atau destruksi
sel darah merah) dan pemeriksaan fisik. Kemudian dilakukan pemeriksaan
tambahan / laboratorium.

64
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan jenisnya,
yaitu Anemia aplastic, Anemia defisiensi besi, Anemia megaloblastik dan
Anemia sel sabit.
Ada tiga komplikasi yang umum terjadi pada anemia yaitu gagal jantung,
kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa terbakar dan
kesemutan).

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Diharapkan mahasiswa dapat menjadikan makalah ini sebagai
bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah pengetahuan
mahasiswa khususnya mengenai asuhan keperawatan pada kasus
pasien anemia
4.2.2 Bagi Program Studi Keperawatan atau institusi pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi
pendidikan khususnya prodi Keperawatan Universitas Jambi.

65
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan (edisi kedelapan).


Jakarta : EGC.
Doengoes, Marillyn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler. (1999).
Rencana asuhan keperawatan (edisi ketiga). Jakarta : EGC.
Hoffbrand, A.V., J.E. Pettit., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler.
(1996) Kapita selekta hematologi (edisi kedua). Jakarta : EGC.
Leeson, C. Rolland., Thomas s. Leeson., & Anthony A. Paparo. (1996) Buku ajar
histologi (edisi kelima). Jarta : EGC.
Mansjoer, Arif., Supiohaita., Wahyu Ika Wardhani., & Wiwiek Setiowulan.
(2000). Kapita selekta kedokteran 2 (edisi ketiga).Jakarta : Media
Aesculapius.
Price, Sylvia. A., Lorraine M. Wilson. (1994) Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit 1 (edisi keempat). Jakarta : EGC.
Reeves, Charlene J., Gayle Roux., & Robin Lockhart. (2001). Keperawatan
medikalbedah (edisi pertama). Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C., Brenda G. Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medikal
bedah Brunner-Suddart (edisi kedelapan). Jakarta : EGC.
Tjokronegoro., Hendar Utama. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam 2 (edisi
ketiga). Jakarta : Balai penerbit FKUI.

66

Anda mungkin juga menyukai