DISUSUN OLEH :
Nama : Nurmaliza Ulfa, S.Kep
NIM : G1B221020
Kelompok :2
Minggu : Ke-1
PEMBIMBING AKADEMIK :
Ns. Yuliana, S.Kep., M.Kep
Ns. Riska Amalya Nasution, Sp.Kep.J
PEMBIMBING LAPANGAN :
Ns. Retty Octi Syafrini, M.Kep, Sp.Kep.J
Ns. Dermanto Saurtua, S.Kep
2. Etiologi
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis menjadi salah satu faktor penyebab karena kegagalan yang dialami
dapat menimbulkan seseorang menjadi frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau perilaku kekerasan
b. Perilaku juga mempengaruhi salah satunya adalah perilaku kekerasan,
kekerasan yang didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka perilaku
tersebut diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi
dan dijadikan perilaku yang wajar.
c. Sosial budaya dapat mempengaruhi karena budaya yang pasif-agresif dan
kontrolsosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah olah kekerasan adalah hal yang wajar
Perilaku Kekerasan
Core
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/orang lain
10. Merusak benda atau barang
B. Asuhan Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan (RPK)
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Samber data terbagi
menjadi dua yaitu sumber data primer yang berasal dari klien dan sumber data
sekunder yang diperoleh selain klien sepertikeluarga, orang terdekat, teman, orang
lain yang tahu tentang status kesehatan klien dan tenaga kesehatan. Data
pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi factor predisposisi,
faktor presipitas, penilaian terhadap stressor, sumber kopin, dan kemampuan
koping yang dimiliki klien.
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Data-data tersebut dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, presipitasi,
penilaian terhadap stressor sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki
klien. Datadata yang diperoleh selama pengkajian juga dapat dikelompokkan
menjadi data subjektif dan data objektif. Datayang perlu dikaji pada pasien dengan
prilaku kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam, mengumpat dengan
kata-kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan
menuntut. Pada data objektif klien menunjukkan tanda-tanda mata melotot dan
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan
tegang, postur tubuh kaku dan suara keras.
Perawat perlu memahami dan membedakan perilaku yang ditampilkan
pasien seperti :
Mempertahankan
hak
tempat/teritorial
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan ialah identifikasi atau penilaian terhadap pola respons
klien baik actual maupun potensial dan merupakan dasar pemilihan intervensi
dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan oleh perawat yang bertanggung
jawab. Data-data yang mendukung analisa data :
1. Data subjektif : klien mengatakan jengkel dengan orang lain, mengungkapkan
rasa permusuhan yang mengancam, klien merasa tidak nyaman, klien merasa
tidak berdaya,ingin berkelahi, dendam.
2. Data objektif : tangan dikepal, tubuh kaku, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, nada suara tinggi, waspada, pandangan tajam, reflek cepat, aktivitas
motor meningkat, mondar-mandir, merusak secara langsung benda-benda
yang berada dalam lingkungan,menolak, muka merah, nafas pendek
3. Rencana Keperawatan
Rencana Keperawatan pada diagnosa pasien dengan risiko perilaku
kekerasan seperti pada tabel dibawah ini.
Strategi Pelaksanaan Klien Risiko Perilaku Kekerasan
Tabel 1 : Rencana Asuhan Keperawatan Klien Perilaku kekerasan (Keliat, 2011)
No Dx Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
1. Perilaku Pasien mampu : Setelah pertemuan SP1 :
pasien
Kekerasan 1.Mengidentifikasi mampu : 1. Identifikasi
penyebab
penyebab dan tanda 1.Menyebutkan tanda dan gejala serta
penyebab,
perilaku kekerasan tanda, gejala dan akibat perilaku
akibat
2.Menyebutkan jenis perilaku kekerasan kekerasan
perilaku kekerasan 2. Memperagakan cara 2. Latih secara fisik 1
yang :
pernah dilakukan fisik 1 untuk tarik nafas dalam
mengontrol
3. Menyebutkan cara perilaku kekerasan 2. Masukkan dalam
mengontrol perilaku jadwal harian pasien
Kekerasan
4.Mengontrol
perilaku kekerasan
secara : fisik,sosial
/ verbal,spiritual,
terapi psikofarmaka
Setelah pertemuan SP2 :
pasienmampu : 1.Evaluasi SP1
1. Menyebutkan 2.Latih cara
kegiatanyang sudah fisik 2 :pukul
dilakukan kasur / bantal
2. Memperagakan cara 3. Masukkan
fisik untuk dalam jadwal
megontrol
harian pasien
perilaku
kekerasan
No Dx Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
Setelah pertemuan SP3 :
pasien
mampu : 1. Evaluasi SP1 dan
SP2
1. Menyebutkan 2. Latih secara sosial
kegiatan /
yang sudah dilakukan verbal
2. Memperagakan 3. Menolak dengan
secara baik
fisik untuk mengontrol 4. Memeinta dengan
baik
perilaku kekerasan 5. Mengungkapkan
dengan baik
6. Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Setelah pertemuan SP4 :
pasien
mampu : 1. Evaluasi SP 1, 2
dan 3
1. Menyebutkan 2. Latih secara
kegiatan spiritual
yang sudah dilakukan berdo‟a
2. Memperagakan 3. Masukkan dalam
secara
spiritual jadwal kegia pasien
Setelah pertemuan SP5 :
pasien
mampu : 1. Evaluasi SP 1, 2, 3
1. Menyebutkan dan 4
kegiatan
yang sudah dilakukan 2. Latih patuh obat
2. Memperagakan cara 3. Minum obat secara
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah atau mengendalikan PK
4. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) 1 :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasanyang dilakukan, akibat.
c. Latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama
(latihan nafasdalam).
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak/bu, perkenalkan nama saya pazela kumala putri,
bapak/ibu bisa memanggil saya pazela. Saya mahasiswi, Hari ini saya dinas
pagi dari jam 8 sampai jam 12 siang. Boleh tidak saya tau nama bapak/ ibu
siapa? Senang nya dipanggil apa pak/bu?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak/ibu... saat ini? kira-kira sekarang masih ada
tidak perasaan kesal atau marah? kira-kira bapak/ibu tau sekarang lagi dimana
?”
c. Kontrak
“Kira-kira bapak/ibu saya ajak berbincang-bincang mau ? Baiklah, kalau
sekarang kira-kira mau tidak pak/bu ? kalau mau kira-kira berapa lama
bapak/ibu mau sediain waktu nya,sekitar berapa menit ? kalau kita berbincang
disini saja bapak/ibu keberatan tidak ?”
2. Fase Kerja :
“Kemaren bapak/ibu dibawa kesini kira-kira karna apa ? apa yang
menyebabkan bapak/ibu... marah? Apakah sebelumnya bapak/ibu pernah
marah? Sama tidak dengan yang sekarang? pada saat bapak/ibu marah kira-
kira apa yang bapak/ibu rasakan? baiklah, kira-kira pada saat bapak/ibu
merasa kesal, ada tidak merasa dada ibu berdebar-debar, kemudian mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal? pada saat bapak/ibu
merasakan hal tersebut,apa yang bapak/ ibu lakukan selanjutnya? Apakah
dengan ibu/bapak marah-marah, perasaan bapak/ibu menjadi lebih baik?
Menurut bapak/ ibu selain marah ada tidak cara melampiaskan dengan baik
? bapak/ibumau saya tunjukkan cara mengungkapkan marah dengan baik
tanpa menimbulkan keributan seperti menendang atau membentak dll?
baiklah, jadi ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, saya
akan menjelaskan satu persatu. apabila adayang membuat bapak/ibu kesal
sehingga timbulah rasa ingin marah, hal yang pertama yang harus bapak/ibu
lakukan yaitu dengan berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan kemarahan.
kita langsung praktekkan ya pak/bu. saya akan memberi contoh, nanti
bapak/ibu ikuti saya ya. baik coba bapak/ibu lakukan sekali lagi pak/bu.
Bagus sekali pak/bu. nah hal ini dapat dilakukan sebanyak 5 kali. Sebaiknya
latihan ini ibu/bapak... lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul ibu/bapak... sudah terbiasa melakukannya”
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu/ bapak setelah kita berbincang-bincang tentang
? nah tadi kan saya sudah menyebutkan tanda tanda kemarahan mulai muncul,
kira kira bisa tidak menyebutkan nya kembali ? bagus, kalau tanda-tanda
tersebut bapak/ibu rasakan, apa yang harus bapak/ibu lakukan ? coba ulangi
pak/ibu... cara latihan nafas dalamnya? Bagus, pak/ibu”
b. Rencana tindak lanjut
“Baik, sekarang latihan tadi kita masukkan ke jadwal harian ya pak/ bu.
kira-kira dalam sehari, berapa kali bapak/ ibu mau melakukan latihan nafas
dalam ? Bagus.. Nanti tolong bapak/ibu tulis : M bila bapak/ ibu
melakukannya sendiri, tulis B, bila bapak/ ibu dibantu dan T bila bapak/ibu
tidak melakukan”
c. Kontrak yang akan datang
“baiklah pak/Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah ibu/bapak? oke, kira-kira kalau sesuai
dengan tempat dan waktu kita hari ini bagaimana ? baiklah. terima kasih ya
pak/bu. jangan lupa latihan nya ya. Saya pamit dulu ya pak/bu, selamat
istirahat.”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN RISKO PERILAKU KEKERASAN
PERTEMUAN II
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik kedua
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua
4. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) 2 :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan carafisik ke dua :
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latihan mengendalikan perilaku
wah bagus sekali pak/ibu masih ingat latihan kita yang kemarin dengan
tarik nafas dalam. Kira-kira apakah kemarin ibu/bapak.. ada mempraktikan
latihannya? bagus sekali pak/ibu, berapa kali bapak/ibu melakukannya?
ibu/bapak .. hebat sekali. Coba ibu/ bapak.. peragakan ulang cara tarik nafas
dalam yang kemarin saya ajarkan?” bagussekali ibu tekniknya sudah benar,
bagaimana perasaan ibu setelah melakukan tarik nafas dalam?
c. Kontrak
“Sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi dan hari ini
kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua. kira-kira bapak ibu mau ? kira-kira untuk latihan kali
ini bapak/ibu mau berapa lama? kita akan berbincang disini saja, apakah
bapak/ibu kebaratan ?”
2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan bapak/ ibu marah dan muncul perasaan
kesal, selain nafas dalam bapak/ibu dapat memukul kasur dan bantal.
Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan kasur. Jadi kalau nanti
bapak/ibu kesal atau marah, bapak/ibu langsung kekamar dan lampiaskan
marah bapak/ibu tersebut dengan memukul bantal dan kasur. saya
mencontohkan , nanti bapak/ibu praktek kan ya. Nah coba bapak/ ibu lakukan.
jadi cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah, tapi
setelah marah nya sudah mulai reda, jangan lupa merapikan kembali tempat
tidur nya ya.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“ Bagaimana perasaan bapak/ ibu... setelah latihan cara melampiaskan
marah dengan memukul bantal dan kasur ? Coba bapak/ ibu sebutkan ada
berapa cara yang telah kita lakukan untuk latihan mengendalikan marah?
Bagus!”
b. Rencana tindak lanjut
“nah, untuk kegiatan ini, juga akan kita masukkan ke jadwal kegiatan
sehari-hari bapak/ibu. kita akan bagikan waktunya. kira kira pada pukul
berapa bapak ibu ingin melakukan latihan ini ? Bagai mana kalau setiap
bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi
dan jam 3 sore, lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua
caratadi ya pak/bu
c. Kontrak yang akan datang
“Baik pak/Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah ibu/bapak...? Dimana kita akan latihan,
bagaimana kalau tempatnya disini saja ya pak/Bu? Berapa lama kita akan
lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja. Kira-kira besok ibu/bapak bisanya
jam berapa? Baik kalau begitu besok saya akan kesini lagi ya ibu/bapak jam
10. Saya pamit dulu ya pak/bu, selamat istirahat.”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN RISKO PERILAKU
KEKERASANPERTEMUAN III
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara, sesekali nada
bicara agaktinggi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
b. Mengevaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
c. Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, memintadengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
d. Menyusun jadwal latihan mengungkapkan secara verbal
4. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) 3 :
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal :
a. Evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku
kekerasan
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal ( menolak dengan
baik, memintadengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik)
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal)
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam trapeutik
“Selamat pagi ibu/ bapak..., masih ingat nama saya” bagus pak/Ibu, ya saya
pazela ”sesuai dengan janji saya kemaren sekarang kita ketemu lagi”
b. Evaluasi
“bagaimana kabar bapak/ ibu pagi ini? Bagaimana pak/ bu..., sudah
dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Coba saya lihat jadwal kegiatan
hariannya. “Bagus sekali pak/bu... kegiatannya dilakukan.”
c. Kontrak
“sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini kita akan latihan bicara untuk
mencegah marah. Kira-kira apa bapak/ibu... bersedia untuk latihan bicara
untuk mencegah marah? kira-kira ibu/bapak nyamanya kita berbincang-
bincangdimana? Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? “
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara pak/ ibu baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan
bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat
kita marah. Ada tiga caranya bu/ pak..
1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin bapak/ ibu mengatakan
penyebab marahnya ……… Coba ibu bapak minta dengan baik:
contohnya…….”
2) Yang kedua : Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu
/bapak tidak ingin melakukannya, katakan: “maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada kerjaan‟. Coba ibu/bapak...praktekkan
. Bagus pak/bu.”
3) Yang ketiga mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang
lain yang membuat kesal bapak/ibu dapat mengatakan:‟Saya jadi ingin
marah karena perkataan mu itu‟. Coba praktekkan. Bagus.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu/bapak setelah bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik? Coba ibu/bapak sebutkan lagi
cara bicara yang baik yang telah kita pelajari. Bagus sekali pak/bu”
b. Rencana tindak lanjut
“sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari bapak/ibu.
mau
latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?” Coba masukkan dalam
jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, makanan dll. Bagus nanti
dicoba ya bu”
c. Kontrak yang akan datang
“Baik pak/Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah dengan beribadah ibu/bapak...? Dimana
kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya pak/Bu? Berapa
lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja. Kira-kira besok
ibu/bapak bisanya jam berapa? Baik kalau begitu besok saya akan kesini lagi
ya ibu/bapak jam 10. Saya pamit dulu ya pak/bu, selamat istirahat.”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN RISKO PERILAKU
KEKERASANPERTEMUAN IV
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tenang, kooperatif, kontak mata ada saat komunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya dengan terapi psikofarmaka
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita
minum obat yang benar? Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu
minum? Bagaiman cara minum obat yang benar? Nah, sudah berapa cara
mengontrol perasaan marah yang kita pelajari? Bagus sekali ibu.”
b. Rencana tindak lanjut
“Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan
lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.
c. Kontrak yang akan datang
“Baik pak/Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah dengan beribadah ibu/bapak...? Dimana
kita akan latihan,? Berapa lama kita akan lakukan ? Kira-kira besok ibu/bapak
bisanya jam berapa? Baik kalau begitu besok saya akan kesini lagi ya
ibu/bapak jam 10. Saya pamit dulu ya pak/bu, selamat istirahat.”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN RISKO PERILAKU KEKERASAN
PERTEMUAN V
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan
a. Keluarga dapat menjelaskan perasaannya, menjelaskan cara merawat klien
perilaku kekerasan, mendemonstrasikan cara perawatan klien perilaku
kekerasan, berpartisipasi dalam perawatan klien perilaku kekerasan.
b. Keluarga mengerti dan menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala, dan
proses terjadinya perilaku kekerasan.
4. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) I
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala, serta proses
terjadinyaperilaku kekerasan
3) Menjelaskan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum Mbak, perkenalkan nama saya pazela, saya perawat
dari ruangini, saya yang akan merawat (pasien). Kalau boleh tau nama
Mbak siapa ya?”
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana keadaan bapak, Mbak? Apakah masih ada perasaan marah
ataumengamuk?”
c. Kontrak
1) Topik
“Tujuan saya kesini yaitu untuk berbincang-bincang dengan mbak
mengenaimasalah yang dihadapi mbak dalam merawat bapak. Apakah mbak
bersedia?”
2) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
3) Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang, Mbak? Kalau kita berbincang-
bincang di ruang perawat, bagaimana mbak?”
2. Kerja
“Mbak, apa masalah yang mbak hadapi dalam merawat Bapak? Apa yang
mbak lakukan? Baik mbak, Saya akan coba menjelaskan tentang marah Bapak
dan halhal yang perlu diperhatikan. Mbak, marah adalah suatu perasaan yang
wajar tapi bila tidak disalurkan dengan benar akan membahayakan dirinya
sendiri, orang lain dan lingkungan. Yang menyebabkan bapak Mbak menjadi
marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa direndahkan, keinginan tidak
terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya, Mbak? Kalau nanti wajah bapak
Mbak tampak tegang dan
merah, lalu kelihatan gelisah, itu artinya suami ibu sedang marah, dan
biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya dengan membanting-banting
perabot rumah tangga atau memukul atau bicara kasar. Kalau bapak Mbak
sedang marah apa perubahan terjadi? Lalu apa yang biasanya dia lakukan?
Bila hal tersebut terjadi sebaiknya Mbak tetap tenang, bicara lembut tapi
tegas, jangan lupa jaga jarak dan jauhkan benda-benda tajam dari sekitar
bapak seperti gelas, pisau. Jauhkan juga anak-anak kecil dari bapak. Bila
bapak masih marah dan ngamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ setelah
sebelumnya diikat dulu (ajarkan caranya pada keluarga). Jangan lupa minta
bantuan orang lain saat mengikat bapak ya Mbak, lakukan dengan tidak
menyakiti bapak dan dijelaskan alasanmengikat yaitu agar bapak tidak
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Nah Mbak, Mbak sudah lihat kan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila
tanda-tanda kemarahan itu muncul. Mbak bisa bantu bapak dengan cara
mengingatkan jadwal latihan cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu
secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur. Kalau bapak bisa melakukan
latihannya dengan baik jangan lupa dipuji ya Mbak”.
3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat
bapak?”
2) Evaluasi Objektif
“Coba Mbak sebutkan lagi cara merawat bapak”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Setelah ini coba Mbak ingatkan jadwal yang telah dibuat untuk bapak ya
Mbak”
c. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang
telah kitabicarakan tadi langsung kepada bapak?”
2) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang? Bagaimana kalau 30 menit ?”
3) Tempat
“Dimana kita bisa berbincang lagi? Bagaimana kalau disini saja?”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KELUARGA
Data Objektif : Klien sudah dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan
a. Keluarga mampu mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan.
b. Keluarga mampu melakukan cara merawat langsung klien perilaku kekerasan
4. Tindakan Keperawatan
Strategu Pelaksanaan (SP) II
1) Melatih keluarga memraktekkan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien perilaku
kekerasan
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
Assalamualaikum mbak, masih ingat dengan saya?”
b. Evaluasi validasi
“Bagaimana Mbak? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau
Ibutanyakan?”
c. Kontrak
1) Topik
“Sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita ketemu lagi untuk
latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak.”
2) Waktu
“Berapa lama mbak kita mau latihan? Bagaimana kalau 30 menit?”
3) Tempat
“Dimana kita akan latihan, Mbak? Bagaimana kalau kita latihan disini
saja? Sebentarsaya panggilkan bapak supaya bisa berlatih bersama”
2. Kerja
”Nah pak, coba ceritakan kepada Mbak, latihan yang sudah Bapak
lakukan.”“Bagussekali. Coba perlihatkan kepada Mbak jadwal harian Bapak!
Bagus!””Nanti di rumah Mbak bisa membantu bapak latihan mengontrol
kemarahan Bapak.””Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya
pak?””Masih ingat pak, Mbak. Kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan
maka yang harus dilakukan bapak adalah?””Ya, betul. Bapak berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar lalu keluarkan/tiup perlahan–lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari
hidung, bagus, tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba mbak
temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5 kali”.“Bagus sekali,
bapakdan mbak sudah bisa melakukannya dengan baik”.“Cara yang kedua
masih ingat pak, mbak?”“ Ya, benar, kalau ada yang menyebabkan bapak
marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selainnapas
dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.“Sekarang cobakita
latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti bapak
kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahantersebut
dengan memukul kasur dan bantal.”“Nah, coba bapak lakukan sambil
didampingi ibu, berikan bapak semangat ya bu. Ya, bagus sekali bapak
melakukannya”.“Cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila sedang marah.
Ada tigacaranya pak, coba praktekkan langsung kepada Mbak cara bicara ini:
1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar, misalnya: „Nak, Bapak perlu uang untuk beli
rokok!‟. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.
2) Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: „Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada kerjaan‟. Coba bapak praktekkan. Bagus pak
3) Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal bapak dapat mengatakan:‟ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu
itu‟. Coba praktekkan. Bagus”“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang
marah apa yang harus dilakukan?”“Baik sekali, bapak coba langsung duduk
dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.“Bapak bisa
melakukan sholat secara teratur dengan didampingi mbak untuk meredakan
kemarahan”.“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, mbak agar pikiran
bapak jadi tenang, tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah”“Bapak coba jelaskan
berapa macam obatnya?”“Bagus. Jam berapa minumobat?”Bagus. Apa guna obat
tersebut?”“Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat?” “Wah bagus
sekali!”“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak
dapatkan, bapak tolong selama di rumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara
teratur dan jangan dihentikan tanpa sepengetahuan dokter”
3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif
“Baiklah mbak, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan mbak
setelah kitalatihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada bapak?”
2) Evaluasi Objektif
“Bisa mbak sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak melaksanakan jadwal
latihan yang telah dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian
untuk Bapak bila dapat melakukan dengan benar ya, Mbak”
c. Kontrak
1) Topik
“Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari
lagi Ibu bertemu saya untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama di
rumah nanti.”
2) Waktu
“Berapa lama mbak ingin berbincang-bincang? Oh, 15 menit. Baiklah.”
3) Tempat
“Lalu dimana kita akan berbincang-bincang? Oh, sama disini. Baiklah,
Mbak.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KELUARGA
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan
a. Keluarga mampu membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat secaramandiri.
b. Keluarga mematuhi jadwal yang telah dibuat untuk kesembuhan klien.
c. Keluarga mengerti/memahami follow up yang telah diarahkan pada klien.
4. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) III
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat(discharge planning)
2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik “Assalamualaikum, Pak, Mbak. Masih ingatkah dengan
saya kan,Mbak?
b. Evaluasi Validasi “Bagaimana mbak, selama mbak membesuk apakah
sudah terusberlatih cara merawat bapak? Apakah sudah dipuji
keberhasilannya?”
c. Kontrak
1) Topik “Karena besok bapak sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita
sekarang ketemu, nah sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di
rumah?”
2) Waktu “Berapa lama mbak mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
3) Tempat “Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau
birbincang- bincangnya disini saja?”
2. Kerja
“Mbak, jadwal yang telah dibuat selama bapak di rumah sakit tolong
dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya.
Mari kita lihat jadwal bapak” “Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut
adalah perilaku yang ditampilkan oleh bapak selama di rumah. Kalau
misalnya bapak menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera datang ke puskesmas
atau pelayanan kesehatan terdekat ya” “Nanti petugas puskemas tersebutyang
akan memantau perkembangan bapak selama dirumah”
3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif “Bagaimana Mbak apakah sudah paham? Ada yang ingin
ditanyakan?
2) Evaluasi Objektif “Coba Mbak sebutkan apa saja yang perlu diperhatikan”
(jadwal kegiatan, tanda atau gejala, follow up ke Puskesmas).
b. Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa ya, Mbak materi yang telah saya ajarkan 3 hari ini, baik cara
merawat bapak maupun mengatur jadwal bapak dirumah nanti diterapkan,
ya.” “Baiklah, silakan menyelesaikan administrasi ya, Mbak” “Saya akan
persiapkan pakaian dan obat.”
c. Kontrak
1) Topik “Karena bapak sudah boleh pulang, nanti silahkan mbak datang lagi
untuk memeriksakan atau mengontrolkan keadaan bapak ya, Mbak.
Bagaimana perkembangan kondisi bapak”
2) Waktu “Satu bulan kemudian ya, Mbak.”
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons
keluargaterhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi proses
atau pormatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan.Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya. (Keliat, 2011).
S : Respon subjektif keluarga terhadap intervensi keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah di
laksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpukan pakah masalah
masihtetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradikdif dengan
masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon keluarga
JURNAL RESIKO PERILAKU KEKERASAN
No. Penulis, Judul Nama Jurnal Bahasa Tujuan Metode Hasil Penelitian
Tahun Jurnal Penelitian Penelitian
1. Moomina Upaya Mengontrol Jurnal Keperawatan Indonesia Untuk mengetahui Jenis penelitian Sesuai dengan masalah yang peneliti
Siauta, 2020 Perilaku Agresif Pada Jiwa Volume 8 No 1, tindakan adalah dengan angkat yaitu untuk mengontrol
Perilaku Kekerasan Hal 27 - 32, Februari keperawatan yang pendekatan studi perilaku agresif dengan penerapan
Dengan Pemberian 2020 secara mandiri kasu (Studi terapi rational emotive behavior
Rational Emotive p-ISSN2338-2090 diberikan untuk kasus).Pengumpulan therapy dan SP yang telah diterapka,
Behavior Therapy menangani data melalui peneliti hanya menyusun intervensi
perilaku agresif observasi, wawancara terfokus pada masalah halusinasi
itu sendiri yaitu mendalam, pendengaran karena semua tindakan
dengan Terapi dokumentasi, dan untuk mengontrol perilaku kekerasan
Ration Emotive bahan audio juga dapat meminimalkan semua
Behavior visual.Pengambilan masalah keperawatan yang ada pada
sampel dengan klien perilaku kekerasan Sesuai
menggunakan dengan hasil evaluasi yang didapatkan
purposive sampling, adanya hasil yaitu dengan di
dengan 6 klien masukkan jadwal meminum obat pada
perilaku kekerasan di klien sesuai dengan ketentuan yang
RSKD telah di tentukan, dan adanya
Maluku.Penelitian peningkatan interaksi klien dengan
dilakukan bulan orang lain. Dengan demikikan klien
Maret sampai dengan dengan perilaku kekerasan
Oktober 2019.Jenis menunjukan tercapainya criteria
pengumpulan data intrevensi yang diaharapkan, yaitu
yang dilakukan berkurangnya dan dapat dikontrolnya
dengan wawancara perilaku kekerasan yang dirasakan
dan lembar observasi klien.
klien.Lokasi
penelitian RSKD
Maluku
2. Heri Setiawan, Tanda Gejala Dan Jurnal Ners Vol. 10 No. Indonesia Untuk mengetahui Desain penelitian Terapi Musik dan RECBT efektif
2015 Kemampuan 2 Oktober 2015: 233– efektivitas terapi quasi eksperimental, meningkatkan kemampuan
Mengontrol Perilaku 241 musik dan rational jumlah sampel 64 mengontrol perilaku kekerasan
Kekerasan Dengan emotive cognitive responden dengan (relaksasi, mengubah pikiran negatif,
Terapi Musik Dan behaviour therapy purposive sampling. keyakinan irasional dan perilaku
Rational Emotive (RECBT) negatif) sebesar 73,33%. Analisis
Cognitif Behavior terhadap hubungan antara kemampuan
Therapy perubahan tanda mengontrol perilaku kekerasan dengan
gejala dan tanda gejala perilaku kekerasan
kemampuan klien menunjukkan bahwa adanya
mengontrol hubungan yang bermakna dan negatif
perilaku antara kemampuan mengontrol
kekerasan. perilaku kekerasan dengan tanda
gejala perilaku kekerasan. Nilai r
menunjukkan negatif artinya semakin
tinggi kemampuan maka tanda gejala
perilaku kekerasan semakin menurun,
dengan keeratan hubungan yang kuat
(r > 0,5).
PEMBAHASAN JURNAL
ABSTRAK
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa.WHO (2015) menyatakan, paling tidak
ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental.Perilaku kekerasan merupakan salah
satu penyakit jiwa yang ada di Indonesia, dan hingga saat ini diperkirakan jumlah penderitanya
mencapai 2 juta orang, terutama dengan gejala perilaku agresif dan bila tidak tertangani dengan baik
maka akan menimbulkan dampak yang buruk kepada klien serta lingkungannya, sehingga perlunya
suatu tindakan keperawatan yang secara mandiri diberikan untuk menangani perilaku agresif itu
sendiri yaitu dengan Terapi Ration Emotive Behavior. Jenis penelitian adalah dengan pendekatan studi
kasu (Studi kasus).Pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, dan
bahan audio visual.Pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling, dengan 6 klien
perilaku kekerasan di RSKD Maluku.Penelitian dilakukan bulan Maret sampai dengan Oktober
2019.Jenis pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara dan lembar observasi klien.Lokasi
penelitian RSKD Maluku.Sesuai dengan masalah yang peneliti angkat yaitu untuk mengontrol
perilaku agresif dengan penerapan rational emotive behavior therapy dan SP yang telah diterapka,
peneliti hanya menyusun intervensi terfokus pada masalah halusinasi pendengaran karena semua
tindakan untuk mengontrol perilaku kekerasan juga dapat meminimalkan semua masalah keperawatan
yang ada pada klien perilaku kekerasan.
ABSTRACT
One type of mental disorder WHO states, at least one in four people in the world who fix mental
problems. In Indonesia, and to date it is estimated that the number of sufferers reaches 2 million, most
of the above mentioned are complex challenges and if not handled properly will cause problems for
the client and his environment, so action is needed. Independent care is provided for Rational Therapy
itself, namely Ration Emotive Behavior Therapy. This type of research is a case study study (case
study). Data collection through collection, interview, collection, and audio-visual material.Sampling
using purposive sampling, with 6 clients practicing violence in Maluku Regional General Hospital.
This research was conducted from March to October 2019. Types of data collection were done by
interview and client observation sheets. Research location of Maluku Regional Public Hospital. In
accordance with the issues raised by researchers, namely for those who are related to therapy using
emotive rational behavior therapy and SP that has been applied, researchers can only focus on
interventions on the issue of delegation hallucinations to help change existing clients to overcome
these problems.
27
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 1 Hal 27 - 32, Februari 2020
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
keselamatan diri sendiri, orang lain dan memutuskan untuk mengajarkan kliennya
lingkungan (kegawat daruratan psikiatri) yang merubah pikiran yang tidak rasional
tidak dapat dikontrol dengan terapi (irrasional) dan memberikan penjelasan
psikofarmaka maka perlu dilakukan strategi rasional untuk masalah perilakunya (Ellis,
penahanan (containment Strategies) yang 1962 dalam Adomeh, 2006). Berdasarkan teori
meliputi manajemen krisis, pembatasan gerak, REBT memodifikasi keyakinan yang
dan pengikatan. irrasional secara spesifik dapat menurunkan
perilaku agresif. REBT dan treatmen lain
Klien dengan perilaku kekerasan mengalami bertujuan untuk mengurangi keyakinan
perubahan respon kognitif berupa gangguan irrasional dan menguatkan keyakinan rasional
proses pikir yaitu gangguan dalam yang dapat efektif untuk anak dan dewasa
mempersepsikan sesuatu serta tidak mampu yang marah dan agresif.
membuat alasan (Boyd & Nihart, 1996).
Respon kognitif merupakan hasil penilaian Hasil wawancara yang didapatkan di RSKD
terhadap kejadian yang menekan, pilihan bahwa intervensi yang diberikan kepada
koping yang digunakan, reaksi emosional, pasien dengan perilaku kekerasannya hanya
fisiologis, perilaku dan sosial individu (Stuart sebatas mengontrol amarah dengan melakukan
& Laraia, 2005). Setelah terjadi penilaian kegiatan sehari-hari, untuk Rational Emotive
kognitif terhadap situasi , individu akan Behavior Therapy tidak perna dilakukan oleh
menampilkan respon afektif yang perawat. Rational Emotive Behavior Therapy
dimunculkan dengan emosi berupa marah, (REBT) ditemukan oleh Albert Ellis,
gembira, sedih, menerima, antisipasi atau merupakan suatu pendekatan pemecahan
respon emosi lainnya (Stuart & Laraia, 2005). masalah yang rasional, yang diarahkan untuk
Pernyataan-pernyataan diatas dapat masalah perilaku individu. Elis berkeyakinan
disimpulkan bahwa pada klien dengan bahwa mempelajari kecemasan yang
perilaku kekerasan mengalami perubahan pada irrasional lebih awal akan bertahan di dalam
respon kognitif yang nantinya akan memori manusia dari pada dihilangkan. Oleh
berpengaruh terhadap respon afektif yang karena itu beliau memutuskan untuk
dimunculkan dalam bentuk emosi seperti mengajarkan kliennya merubah pikiran yang
kemarahan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak rasional (irrasional) dan memberikan
intervensi yang diberikan pada klien dengan penjelasan rasional untuk masalah perilakunya
perilaku kekerasan juga perlu mengacu kepada (Ellis, 1962 dalam Adomeh, 2006).
emosi selain kognitif dan perilaku. Berdasarkan teori REBT memodifikasi
keyakinan yang irrasional secara spesifik
Berdasarkan teori tersebut maka perlu adanya dapat menurunkan perilaku agresif. REBT dan
intervensi pada klien dengan perilaku treatmen lain bertujuan untuk mengurangi
kekerasan yang mengarah kepada fisik, afektif keyakinan irrasional dan menguatkan
(emosi), kognitif,fisiologis, perilaku, dan keyakinan rasional yang dapat efektif untuk
sosial. Terapi Asssertiveness Trainning, terapi anak dan dewasa yang marah dan agresif.
Musik dan terapi Perilaku Kognitif belum
mengarahkan intervensinya secara langsung METODE
kepada emosi klien dengan perilaku Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini
kekerasan. Untuk itu agar intervensi untuk hanya menggunakan pendekatan studi
klien dengan perilaku kekerasan lebih optimal kasus.Metode pengumpulan datanya memakai
maka perlu adanya suatu terapi yang juga observasi, wawancara mendalam,
mengarah pada emosi. Adapun terapi yang dokumentasi, dan bahan dokumentasi perilaku
dapat dilakukan untuk itu adalah Rational (lembar obesrvasi) yang dilakukan pada bulan
Emotive Behaviour Therapy( REBT). maret sampai dengan oktober 2019. Teknik
samplingnya menggunakan purposive
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) sampling, dengan subyek pnelitiannya 6
ditemukan oleh Albert Ellis, merupakan suatu pasien dengan perilaku kekerasanyang dirawat
pendekatan pemecahan masalah yang rasional, di RSKD Maluku.
yang diarahkan untuk masalah perilaku
individu. Elis berkeyakinan bahwa HASIL
mempelajari kecemasan yang irrasional lebih Hasil asuhan keperawatan yang telah
awal akan bertahan di dalam memori manusia dilakukan pada klien dengan perilaku
dari pada dihilangkan. Oleh karena itu beliau
29
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 1 Hal 27 - 32, Februari 2020
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
31
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 1 Hal 27 - 32, Februari 2020
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
32
TANDA GEJALA DAN KEMAMPUAN MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN
DENGAN TERAPI MUSIK DAN RATIONAL EMOTIVE COGNITIF BEHAVIOR THERAPY
(Sign and Symptom and Ability to Control Violent Behaviour with Music Therapy and Rational
Emotive Cognitive Behaviour Therapy)
ABSTRAK
Pendahuluan: Angka perilaku kekerasan cukup tinggi pada klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa.
Dampak perilaku kekerasan dapat berakibat mencederai orang lain. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas terapi
musik dan rational emotive cognitive behaviour therapy (RECBT) terhadap perubahan tanda gejala dan kemampuan
klien mengontrol perilaku kekerasan. Metode: Desain penelitian quasi eksperimental, jumlah sampel 64 responden
dengan purposive sampling. Hasil: penelitian menunjukkan penurunan tanda gejala perilaku kekerasan dan peningkatan
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan lebih besar pada kelompok yang mendapatkan terapi daripada yang tidak
mendapatkan. Diskusi: Terapi Musik dan RECBT direkomendasikan sebagai terapi keperawatan pada klien perilaku
kekerasan.
Kata kunci: kemampuan, perilaku kekerasan, tanda gejala, terapi musik, RECBT
ABSTRACT
Introduction: Prevalence of violence is highly occur in mental disorders clients at psychiatric hospitals. The impact is
injure to others. This research aims to examine the effectiveness of music therapy and RECBT to sign and symptom and
ability to control violent behaviour. Methods: Quasi-experimental research design with a sample of 64 respondents.
Results: The study found a decrease symptoms of violent behaviour, ability to control violent behavior include relaxation,
change negative thingking, irational belief, and negative behavior have increased significantly than the clients that did
not receiving therapy. Discussions: Music therapy and RECBT is recommended as a therapeutic nursing at the client’s
violent behaviour.
233
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241
234
Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.)
235
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241
pikiran dan perilaku negatif. Latihan melawan Karakteristik klien berdasarkan riwayat
keyakinan irasional terhadap kejadian yang putus obat menunjukkan sebagian besar
pertama. Pertemuan kedua: Terapi musik, mengalami putus obat yaitu sebanyak 48 orang
diskusi dan latihan melawan keyakinan (75%). Berdasarkan usia rata-rata klien berusia
irasional terhadap kejadian yang kedua. 32,26 tahun, Analisis mengenai frekuensi
Pertemuan ketiga: Terapi musik, diskusi dan dirawat klien dengan perilaku kekerasan rata-
latihan melawan pikiran negatif yang pertama. rata klien dirawat sebanyak 3,21 kali, rata-
Pertemuan keempat: Terapi Musik, diskusi dan rata klien mengalami gangguan jiwa selama
latihan melawan pikiran negatif yang kedua. 2,53 tahun.
Pertemuan kelima: terapi musik, diskusi dan Per ubahan tanda gejala perilaku
mengubah perilaku negatif yang pertama. kekerasan pada kelompok intervensi yang
Pertemuan keenam: terapi musik, diskusi dan mendapat Terapi Musik dan RECBT yang
mengubah perilaku negatif yang kedua. mendapat terapi musik dan RECBT dengan
Analisis data menggunakan komputer, kelompok kontrol yang tidak mendapat terapi
analisis univariat digunakan untuk menganalisis musik dan RECBT dapat dilihat dari tabel 1.
variabel-variabel yang ada secara deskriptif Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dengan menghitung distribusi frekuensinya total rata-rata komposit tanda gejala perilaku
untuk data kategori dan tendensi sentral untuk kekerasan pada kelompok intervensi yang
data numerik. Analisis bivariat adalah analisis mendapat Terapi Musik dan RECBT sebelum
untuk menguji hubungan antara dua variabel. dilakukan terapi Musik dan RECBT adalah
Uji yang digunakan adalah chi square untuk 100,84 (67,32%) dan setelah dilakukan sebesar
analisis kesetaraan pada data kategori dan 46,06 (30,71%) sehingga diketahui selisih
data kategori, independent t test pada data komposit tanda gejala perilaku kekerasan
numerik dan data numerik, independent t test sebesar 54,78 (36,52%). Hasil uji statistik
pada uji hipotesis skala numerik dan korelasi menunjukkan ada perubahan yang bermakna
pearson untuk mengetahui hubungan antara tanda gejala kognitif sebelum dan sesudah
skala numerik. diberikan Terapi Musik dan RECBT (p value
< 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol
diketahui bahwa total rata-rata komposit
HASIL
tanda gejala klien perilaku kekerasan pada
Karakteristik klien dengan perilaku kelompok kontrol sebelum dilakukan terapi
kekerasan dalam penelitian ini lebih musik dan RECBT pada kelompok intervensi
banyak laki-laki 49 orang (76,6%). Pada yang mendapat terapi musik dan RECBT
jenjang pendidikan, sebagian besar jenjang adalah 98,72 (65,81%) dan setelah dilakukan
pendidikannya adalah SMA 38 orang (59,4%). sebesar 70,75 (47,17%) sehingga diketahui
Pada status pekerjaan, sebagian besar tidak selisih komposit tanda gejala sebesar 27,97
bekerja 44 orang (68,8%). Pada status (18,14%). Hasil uji statistik menunjukkan ada
pernikahan klien menunjukkan sebagian perubahan yang bermakna komposit tanda
besar sudah menikah 30 orang (46,9%). Pada gejala pada kelompok kontrol sebelum dan
pemberian terapi medis yang diberikan saat sesudah kelompok intervensi yang mendapat
ini, sebagian besar adalah golongan typikal terapi musik dan RECBT diberikan terapi
25 orang (39,1%). musik dan RECBT (p value < 0,05).
Berdasarkan riwayat anggota keluarga Perubahan kemampuan mengontrol
yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar perilaku kekerasan pada kelompok intervensi
56 (87,5%) orang tidak ada riwayat anggota dan kelompok kontrol yang mendapat
keluarga yang mengalami gangguan jiwa 56 terapi musik dan RECBT2, didapatkan data
orang (87,5%). Karakteristik berdasarkan bahwa total rata-rata komposit kemampuan
keberhasilan pengobatan sebelumnya sebagian mengontrol perilaku kekerasan sebelum
besar tidak berhasil yaitu sebesar 41 orang dilakukan terapi musik dan RECBT adalah
(64,1%). 53,20 (28,91%) dan setelah dilakukan sebesar
236
Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.)
139,94 (73,33%) sehingga diketahui selisih hanya pemberian terapi musik atau RECBT.
komposit kemampuan mengontrol perilaku Terdapat perbedaan dalam tindakan
kekerasan sebesar 86,84 (44,42%). Hasil uji pada penelitian pemberian terapi musik yang
statistik menunjukkan ada perubahan yang dilakukan di RSJD Soerakarta di mana terapi
bermakna komposit kemampuan mengontrol musik yang dilakukan terdiri dari 4 sesi,
perilaku kekerasan sebelum dan sesudah perubahan tanda gejala yang diukur yaitu
diberikan terapi musik dan RECBT (p value kognitif, perilaku, sosial dan fisik, penelitian
< 0,05). Total rata-rata komposit kemampuan dilakukan di ruang akut sampai dengan
mengontrol perilaku kekerasan pada kelompok maintenance (Sulistyowati, Keliat, Hastono,
kontrol sebelum dilakukan terapi musik dan 2009). Pada penelitian tersebut belum ada suatu
RECBT pada kelompok intervensi yang proses untuk melatih klien mengubah pikiran
mendapat terapi musik dan RECBT adalah negatif, dan keyakinan irasional pada klien
52,33 (34,89%) dan setelah dilakukan sebesar yang terjadi pada klien. Sedangkan penelitian
80,06 (53.37%) sehingga diketahui selisih yang dilakukan mengenai efektivitas CBT
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dan REBT di RSJ Marzoeki Mahdi Bogor,
sebesar 27,78 (18,48%). Hasil uji statistik diberikan latihan untuk mengubah pikiran
menunjukkan ada perubahan yang bermakna negatif, keyakinan irasional dan perilaku
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan negatif, penelitian dilakukan di ruangan
pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah maintenance (Lelono, Keliat, & Besral, 2011).
diberikan Terapi Musik dan RECBT pada Pada penelitian tersebut tidak diberikan
kelompok intervensi yang mendapat Terapi terapi musik yang dapat memberikan manfaat
Musik dan RECBT (p value < 0,05). terutama pada tanda gejala fisiologis klien
Hu b u n g a n a nt a r a ke m a m p u a n perilaku kekerasan.
mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda Pada penelitian ini pemberian terapi
gejala perilaku kekerasan di RSJ Prof Dr musik dilakukan terlebih dahulu kemudian
Soerojo Magelang tahun 2015 menunjukkan dilanjutkan dengan RECBT. Kombinasi
bahwa ada hubungan yang kuat antara terapi musik dan RECBT akan memberikan
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dampak yang lebih luas pada tanda gejala yang
dengan tanda gejala perilaku (p value < 0,05) dialami oleh klien perilaku kekerasan. Terapi
semakin tinggi kemampuan maka tanda gejala musik memberikan kenyamanan pada klien
perilaku kekerasan semakin menurun tanda ketika dilakukan RECBT, klien mengalami
gejala perilaku kekerasan (r= –0,908). proses relaksasi selama pemberian RECBT.
Terapi musik juga dapat menurunkan stimulus
yang mengakibatkan tanda gejala perilaku
PEMBAHASAN
kekerasan masih muncul (Dunn, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan Terapi musik yang dikombinasikan dengan
untuk mengetahui efektivitas terapi musik psikoterapi efektif untuk meningkatkan hasil
berpengaruh terhadap tanda gejala perilaku dari psikoterapi yang dilakukan.
kekerasan, terjadi penurunan tanda gejala Terapi musik dan RECBT memberikan
kognitif 34,15%, perilaku 13,5%, sosial efek yang saling mendukung untuk menurunkan
13,5%, fisiologis 25,8% (Sulistyowati, Keliat, tanda gejala kognitif, afektif, fisiologis dan
Hastono, 2009). Sedangkan hasil penelitian perilaku. Dampak pada tanda gejala sosial
yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas adalah dampak sekunder dari pemberian terapi
RECBT terhadap tanda gejala perilaku musik dan RECBT, apabila klien mempunyai
kekerasan, terjadi penurunan tanda gejala kemampuan menurunkan tanda gejala dengan
tanda gejala kognitif: 30,00% emosi 28,12%, relaksasi, mengubah pikiran negatif, keyakinan
perilaku 28,33%, sosial 34,28%, fisiologis. irasional dan perilaku negatif, maka akan
30,00% (Lelono, Keliat, & Besral, 2011). Hasil berdampak pula pada kemampuan dalam
penelitian menunjukkan pengaruh terapi musik hal sosialisasi dengan orang lain dengan
dan RECBT lebih besar dibandingkan dengan menunjukkan perilaku yang positif.
237
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241
238
Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.)
irasional diawali dengan menuliskan peristiwa sesuai dengan pikiran negatif yang muncul
yang tidak menyenangkan dan perasaan yang atau perasaan negatif yang muncul, sehingga
muncul. Terdapat satu klien menolak untuk muncul perilaku yang negatif pada individu.
menuliskan mengenai peristiwa yang tidak Dalam meningkatkan kemampuan
menyenangkan dan terjadi perubahan emosi meng ubah per ilak u negatif, peneliti
pada klien. menerapkan prinsip-prinsip teori perilaku
Kemampuan klien dalam mengubah dengan memberikan penguatan (reinforcement)
keyakinan irasional menggunakan prinsip positif terhadap perilaku positif yang
ABC, A-Activating Event: persepsi individu dilakukan klien dan memberikan umpan
dan membuat kesimpulan dari peristiwa yang balik negatif terhadap perilaku yang tidak
berdampak pada individu. B-Beliefs: keyakinan diinginkan. Videbeck (2008) menyatakan
rasional dan irasional pada individu yang modifikasi perilaku merupakan suatu metode
yang menunjang pada peristiwa yang aktif, yang dapat digunakan untuk menguatkan
C- Consequence, Emotional and behavior perilaku atau respons yang diinginkan
consequence, konsekuensi emosi dan perilaku melalui pemberian umpan balik baik positif
yang diakibatkan oleh peristiwa yang terjadi maupun negatif. Peneliti juga menerapkan
(Ellis, 2000). prinsip tocen economy berupa memberikan
Kemampuan mengubah pikiran negatif, hadiah sesuai dengan keinginan klien, jika
tindakan keperawatan untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dilakukan oleh
kemampuan berfokus pada masalah klien, klien setelah mengumpulkan minimal 50%
berorientasi pada tujuan dan aktual saat poin bintang selama 3 hari. Hal tersebut dapat
ini. Fokus dari tindakan untuk memberikan meningkatkan motivasi klien untuk mengubah
kemampuan berpikir adalah pendidikan dan perilaku yang negatif, dan pada kontrak awal
membangun keterampilan klien. Hubungan klien dan perawat membuat kesepakatan
yang terapeutik klien dan perawat sangat bahwa reinforcement yang diberikan tidak
penting untuk meningkatkan efektivitas dari selamanya didapatkan oleh klien. Klien akan
tindakan keperawatan yang dilakukan (Stuart, tetap mengubah perilaku negatif walaupun
2013). sudah tidak diberikan reinforcement.
Klien menuliskan pikiran otomatis Analisis hubungan antara kemampuan
negatif yang muncul. Klien juga menuliskan mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda
latihan mengubah pikiran dan perilaku gejala perilaku kekerasan menunjukkan
negatif menjadi pikiran dan perilaku positif. bahwa koefisien korelasi antara kemampuan
Latihan mandiri yang dilakukan oleh klien mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda
dan dituliskan dalam buku kerja akan gejala perilaku kekerasan adalah –0,908
meningkatkan kemampuan mengontrol Uji statistik menggunakan korelasi Pearson
perilaku kekerasan. Dengan mengubah status menghasilkan nilai sebesar 0,003 (p value
pikiran dan perasaannya, klien diharapkan < 0,05) yang menunjukkan adanya hubungan
dapat mengubah perilaku negatif menjadi yang bermakna dan negatif antara kemampuan
positif (Oemarjoedi, 2003). Buku kerja mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda
dijadikan sebagai alat untuk melatih klien gejala perilaku kekerasan. Nilai r menunjukkan
dalam kemampuan mengubah pikiran negatif negatif artinya semakin tinggi kemampuan
klien menjadi sebuah pembudayaan atau maka tanda gejala perilaku kekerasan semakin
kebiasaan. menurun, dengan keeratan hubungan yang
Kemampuan yang keempat adalah kuat (r > 0,5).
kemampuan dalam mengubah perilaku negatif, Hasil penelitian menunjukkan adanya
banyak perilaku yang digunakan sebagai perubahan tanda gejala komposit yang lebih
koping pada saat muncul perasaan atau pikiran tinggi pada kelompok intervensi yang mendapat
yang negatif yang membuat individu merasa terapi musik dan RECBT dibandingkan
lebih baik dalam waktu jangka pendek (Stuart, dengan kelompok kontrol, di mana rata rata
2013). Perilaku yang ditunjukan seringkali kemampuan dalam mengontrol perilaku
239
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241
240
Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.)
241