Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)


STASE KEPERAWATAN JIWA
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH (RSJD) PROVINSI JAMBI

DISUSUN OLEH :
Nama : Nurmaliza Ulfa, S.Kep
NIM : G1B221020
Kelompok :2
Minggu : Ke-1

PEMBIMBING AKADEMIK :
Ns. Yuliana, S.Kep., M.Kep
Ns. Riska Amalya Nasution, Sp.Kep.J

PEMBIMBING LAPANGAN :
Ns. Retty Octi Syafrini, M.Kep, Sp.Kep.J
Ns. Dermanto Saurtua, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)

A. Konsep Dasar Resiko Perilaku Kekerasan (RPK)


1. Definisi
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka
perilaku kekerasandapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk
yaitu saat sedang berlangsung kekerasaan atau riwayat perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri
sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan. Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan
khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang
biasanya disebut dengan perasaan marah

2. Etiologi
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis menjadi salah satu faktor penyebab karena kegagalan yang dialami
dapat menimbulkan seseorang menjadi frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau perilaku kekerasan
b. Perilaku juga mempengaruhi salah satunya adalah perilaku kekerasan,
kekerasan yang didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka perilaku
tersebut diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi
dan dijadikan perilaku yang wajar.
c. Sosial budaya dapat mempengaruhi karena budaya yang pasif-agresif dan
kontrolsosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah olah kekerasan adalah hal yang wajar

d. Bioneurologis beberapa pendapat bahwa kerusakan pada sistem limbik, lobus


frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut
menyumbang terjadi perilaku kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
a. Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkohlisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematiaan anggota keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga
3. Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan,
dan verbal)

Perilaku Kekerasan
Core

Harga Diri Rendah Kronis


Causa

4. Rentang Respon Marah


Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan maladaptive
Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Pasif Perilaku


kekerasan Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif,
asertif, dan agresif/
perilaku kekerasan :
1. Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada
individu.
2. Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapakn perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan
tujuan menghindari suatuancaman nyata.
3. Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang sangat
tinggi atau ketakutan (panik)
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan
kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan. Respon rasa marah bisa
diekspresikansecara eksternal (perilaku kekerasan) maupun internal (depresi dan
penyakit fisik). Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif,
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati
orang lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan sehingga
perasan marah dapat teratasi.
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan
biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak
menyelesaikan masalah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang
berkepanjangan dan perilaku destruktif. Perilaku yang tidak asertif seperti
menekan rasa marah dilakukan individu seperti pura-pura tidak marah atau
melarikan diri dari perasaan marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap.
Kemarahan demikian akan menimbulakn rasa bermusuhan yang lama dan suatu
saat akan menimbulkan perasaaan destruktif yang ditunjukan kepada diri sendiri.

5. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang ditemui pada klien melalui observasi atau
wawancara tentang perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Muka merah dan tegang

2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/orang lain
10. Merusak benda atau barang
B. Asuhan Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan (RPK)
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Samber data terbagi
menjadi dua yaitu sumber data primer yang berasal dari klien dan sumber data
sekunder yang diperoleh selain klien sepertikeluarga, orang terdekat, teman, orang
lain yang tahu tentang status kesehatan klien dan tenaga kesehatan. Data
pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi factor predisposisi,
faktor presipitas, penilaian terhadap stressor, sumber kopin, dan kemampuan
koping yang dimiliki klien.
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Data-data tersebut dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, presipitasi,
penilaian terhadap stressor sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki
klien. Datadata yang diperoleh selama pengkajian juga dapat dikelompokkan
menjadi data subjektif dan data objektif. Datayang perlu dikaji pada pasien dengan
prilaku kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam, mengumpat dengan
kata-kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan
menuntut. Pada data objektif klien menunjukkan tanda-tanda mata melotot dan
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan
tegang, postur tubuh kaku dan suara keras.
Perawat perlu memahami dan membedakan perilaku yang ditampilkan
pasien seperti :

PASIF ASERTIF AGRESIF

Isi Bicara  Negatif  Positif  Berlebihan


 Menghina  Menghargai diri  Menghina orang
 Dapatkah saya sendiri lain
lakukan  Saya dapat/akan  Anda
 Dapatkah ia lakukan lakukan selalu/tidak
pernah
Nada Suara  Diam  Diatur  Tinggi
 Lemah  Menuntut
 Merengek
Posture/Sikap  Melotot  Tegak  Tenang
Tubuh  Menundukkan  Rileks  Bersandar ke
kepala depan
Personal Space  Orang lain dapat  Menjaga jarak  Memasuki
masuk pada tutorial yang teritorial orang
pribadinya menyenangkan lain

 Mempertahankan
hak
tempat/teritorial

Gerakan  Minimal  Memperlihatkan  Mengancam


 Lemah gerakan yang ekspansi gerakan
 Resah sesuai
Kontak Mata  Sedikit atau tidak  Sekali-sekali  Melotot
 Sesuai dengan
kebutuhan
interaksi

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan ialah identifikasi atau penilaian terhadap pola respons
klien baik actual maupun potensial dan merupakan dasar pemilihan intervensi
dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan oleh perawat yang bertanggung
jawab. Data-data yang mendukung analisa data :
1. Data subjektif : klien mengatakan jengkel dengan orang lain, mengungkapkan
rasa permusuhan yang mengancam, klien merasa tidak nyaman, klien merasa
tidak berdaya,ingin berkelahi, dendam.
2. Data objektif : tangan dikepal, tubuh kaku, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, nada suara tinggi, waspada, pandangan tajam, reflek cepat, aktivitas
motor meningkat, mondar-mandir, merusak secara langsung benda-benda
yang berada dalam lingkungan,menolak, muka merah, nafas pendek

3. Rencana Keperawatan
Rencana Keperawatan pada diagnosa pasien dengan risiko perilaku
kekerasan seperti pada tabel dibawah ini.
Strategi Pelaksanaan Klien Risiko Perilaku Kekerasan
Tabel 1 : Rencana Asuhan Keperawatan Klien Perilaku kekerasan (Keliat, 2011)

No Dx Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
1. Perilaku Pasien mampu : Setelah pertemuan SP1 :
pasien
Kekerasan 1.Mengidentifikasi mampu : 1. Identifikasi
penyebab
penyebab dan tanda 1.Menyebutkan tanda dan gejala serta
penyebab,
perilaku kekerasan tanda, gejala dan akibat perilaku
akibat
2.Menyebutkan jenis perilaku kekerasan kekerasan
perilaku kekerasan 2. Memperagakan cara 2. Latih secara fisik 1
yang :
pernah dilakukan fisik 1 untuk tarik nafas dalam
mengontrol
3. Menyebutkan cara perilaku kekerasan 2. Masukkan dalam
mengontrol perilaku jadwal harian pasien
Kekerasan

4.Mengontrol
perilaku kekerasan
secara : fisik,sosial
/ verbal,spiritual,
terapi psikofarmaka
Setelah pertemuan SP2 :
pasienmampu : 1.Evaluasi SP1
1. Menyebutkan 2.Latih cara
kegiatanyang sudah fisik 2 :pukul
dilakukan kasur / bantal
2. Memperagakan cara 3. Masukkan
fisik untuk dalam jadwal
megontrol
harian pasien
perilaku
kekerasan

No Dx Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
Setelah pertemuan SP3 :
pasien
mampu : 1. Evaluasi SP1 dan
SP2
1. Menyebutkan 2. Latih secara sosial
kegiatan /
yang sudah dilakukan verbal
2. Memperagakan 3. Menolak dengan
secara baik
fisik untuk mengontrol 4. Memeinta dengan
baik
perilaku kekerasan 5. Mengungkapkan
dengan baik
6. Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Setelah pertemuan SP4 :
pasien
mampu : 1. Evaluasi SP 1, 2
dan 3
1. Menyebutkan 2. Latih secara
kegiatan spiritual
yang sudah dilakukan berdo‟a
2. Memperagakan 3. Masukkan dalam
secara
spiritual jadwal kegia pasien
Setelah pertemuan SP5 :
pasien
mampu : 1. Evaluasi SP 1, 2, 3
1. Menyebutkan dan 4
kegiatan
yang sudah dilakukan 2. Latih patuh obat
2. Memperagakan cara 3. Minum obat secara

patuh minum obat teratur dengan


prinsip5B
4. Susun jadwal
minumobat dengan
teratur
5. Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Strategi Pelaksanaan Keluarga Klien Risiko Perilaku
Kekerasan Tabel 2 : Rencana Asuhan Keperawatan Klien Perilaku
kekerasan (Keliat, 2011)
No Dx Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
Keluarga mampu : Setelah pertmuan SP1 :
merawat pasien di keluargamampu : 1. Identifikasi
rumah 1. Menjelaskan masalah yang
penyebab,tanda / dirasakan keluarga
gejala, akibat serta dalam merawat
mampu pasien
memperagakan cara 2. Jelaskan tentang
merawat RPKdari penyebab,
akibat dan cara
merawa
3. Latih 2 cara
merawat
4. RTL keluarga /
jadwal untuk
merawat pasien
Setelah SP2 :
pertemuan 1. Evaluasi SP1
keluarga 2. Latih (simulasi) 2
mampu : caralain untuk
1. Menyebtkan merawat pasien
kegiatan yang sudah 3. Latih langsung
dilakukan danmampu kepasien
merawat serta dapat 4. RTL keluarga /
jadwal
membuat RTL keluarga untuk
merawatPasien

Setelah pertemuan SP3 :


keluarga mampu : 1. Evaluasi SP 1 dan
2

1. Menyebtkan 2. Latih langsung


kegiatan yang sudah kepasien
dilakukan danmampu 3. RTL keluarga /
merawat serta dapat jadwal keluarga
membuat RTL untuk
merawat pasien
Setelah SP 4 :
pertemuan 1. Evaluasi SP 1, 2,
keluarga dan 3
mampu : 2. Latih langsung
1. Melaksanakan kepasien
follow up dan rujuk 3.RTL keluarga
: follow
serta mampu up dan rujukan
menyebutkan
kegiatan yang sudah
dilakukan
4. Implementasi

STRATEGI PELAKSANAAN (SP)TINDAKAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN RESIKO PERILAKU
KEKERASANPERTEMUAN I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan.

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan

3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah atau mengendalikan PK

4. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) 1 :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasanyang dilakukan, akibat.
c. Latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama
(latihan nafasdalam).
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak/bu, perkenalkan nama saya pazela kumala putri,
bapak/ibu bisa memanggil saya pazela. Saya mahasiswi, Hari ini saya dinas
pagi dari jam 8 sampai jam 12 siang. Boleh tidak saya tau nama bapak/ ibu
siapa? Senang nya dipanggil apa pak/bu?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak/ibu... saat ini? kira-kira sekarang masih ada
tidak perasaan kesal atau marah? kira-kira bapak/ibu tau sekarang lagi dimana
?”
c. Kontrak
“Kira-kira bapak/ibu saya ajak berbincang-bincang mau ? Baiklah, kalau
sekarang kira-kira mau tidak pak/bu ? kalau mau kira-kira berapa lama
bapak/ibu mau sediain waktu nya,sekitar berapa menit ? kalau kita berbincang
disini saja bapak/ibu keberatan tidak ?”
2. Fase Kerja :
“Kemaren bapak/ibu dibawa kesini kira-kira karna apa ? apa yang
menyebabkan bapak/ibu... marah? Apakah sebelumnya bapak/ibu pernah
marah? Sama tidak dengan yang sekarang? pada saat bapak/ibu marah kira-
kira apa yang bapak/ibu rasakan? baiklah, kira-kira pada saat bapak/ibu
merasa kesal, ada tidak merasa dada ibu berdebar-debar, kemudian mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal? pada saat bapak/ibu
merasakan hal tersebut,apa yang bapak/ ibu lakukan selanjutnya? Apakah
dengan ibu/bapak marah-marah, perasaan bapak/ibu menjadi lebih baik?

Menurut bapak/ ibu selain marah ada tidak cara melampiaskan dengan baik
? bapak/ibumau saya tunjukkan cara mengungkapkan marah dengan baik
tanpa menimbulkan keributan seperti menendang atau membentak dll?
baiklah, jadi ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, saya
akan menjelaskan satu persatu. apabila adayang membuat bapak/ibu kesal
sehingga timbulah rasa ingin marah, hal yang pertama yang harus bapak/ibu
lakukan yaitu dengan berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan kemarahan.
kita langsung praktekkan ya pak/bu. saya akan memberi contoh, nanti
bapak/ibu ikuti saya ya. baik coba bapak/ibu lakukan sekali lagi pak/bu.
Bagus sekali pak/bu. nah hal ini dapat dilakukan sebanyak 5 kali. Sebaiknya
latihan ini ibu/bapak... lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul ibu/bapak... sudah terbiasa melakukannya”
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu/ bapak setelah kita berbincang-bincang tentang
? nah tadi kan saya sudah menyebutkan tanda tanda kemarahan mulai muncul,
kira kira bisa tidak menyebutkan nya kembali ? bagus, kalau tanda-tanda
tersebut bapak/ibu rasakan, apa yang harus bapak/ibu lakukan ? coba ulangi
pak/ibu... cara latihan nafas dalamnya? Bagus, pak/ibu”
b. Rencana tindak lanjut
“Baik, sekarang latihan tadi kita masukkan ke jadwal harian ya pak/ bu.
kira-kira dalam sehari, berapa kali bapak/ ibu mau melakukan latihan nafas
dalam ? Bagus.. Nanti tolong bapak/ibu tulis : M bila bapak/ ibu
melakukannya sendiri, tulis B, bila bapak/ ibu dibantu dan T bila bapak/ibu
tidak melakukan”
c. Kontrak yang akan datang
“baiklah pak/Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah ibu/bapak? oke, kira-kira kalau sesuai
dengan tempat dan waktu kita hari ini bagaimana ? baiklah. terima kasih ya
pak/bu. jangan lupa latihan nya ya. Saya pamit dulu ya pak/bu, selamat
istirahat.”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN RISKO PERILAKU KEKERASAN
PERTEMUAN II

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan

3. Tujuan Khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik kedua
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua

4. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) 2 :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan carafisik ke dua :
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latihan mengendalikan perilaku

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi
a. Salam trapeutik
“Selamat pagi bapak/ibu, masih ingat nama saya” bagus Ibu/bapak, iya saya
pazela”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak/ ibu saat ini, adakah hal yang menyebabkan
bapak/ibu marah? Baik, sekarang kita akan mengulang sedikit terkait latihan
kita kemarin untuk mengendalikan marah. Apakah ibu/bapak... masih ingat
dengan latihan kita kemarin?

wah bagus sekali pak/ibu masih ingat latihan kita yang kemarin dengan
tarik nafas dalam. Kira-kira apakah kemarin ibu/bapak.. ada mempraktikan
latihannya? bagus sekali pak/ibu, berapa kali bapak/ibu melakukannya?
ibu/bapak .. hebat sekali. Coba ibu/ bapak.. peragakan ulang cara tarik nafas
dalam yang kemarin saya ajarkan?” bagussekali ibu tekniknya sudah benar,
bagaimana perasaan ibu setelah melakukan tarik nafas dalam?
c. Kontrak
“Sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi dan hari ini
kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua. kira-kira bapak ibu mau ? kira-kira untuk latihan kali
ini bapak/ibu mau berapa lama? kita akan berbincang disini saja, apakah
bapak/ibu kebaratan ?”

2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan bapak/ ibu marah dan muncul perasaan
kesal, selain nafas dalam bapak/ibu dapat memukul kasur dan bantal.
Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan kasur. Jadi kalau nanti
bapak/ibu kesal atau marah, bapak/ibu langsung kekamar dan lampiaskan
marah bapak/ibu tersebut dengan memukul bantal dan kasur. saya
mencontohkan , nanti bapak/ibu praktek kan ya. Nah coba bapak/ ibu lakukan.
jadi cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah, tapi
setelah marah nya sudah mulai reda, jangan lupa merapikan kembali tempat
tidur nya ya.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“ Bagaimana perasaan bapak/ ibu... setelah latihan cara melampiaskan
marah dengan memukul bantal dan kasur ? Coba bapak/ ibu sebutkan ada
berapa cara yang telah kita lakukan untuk latihan mengendalikan marah?
Bagus!”
b. Rencana tindak lanjut
“nah, untuk kegiatan ini, juga akan kita masukkan ke jadwal kegiatan
sehari-hari bapak/ibu. kita akan bagikan waktunya. kira kira pada pukul
berapa bapak ibu ingin melakukan latihan ini ? Bagai mana kalau setiap
bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi

dan jam 3 sore, lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua
caratadi ya pak/bu
c. Kontrak yang akan datang
“Baik pak/Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah ibu/bapak...? Dimana kita akan latihan,
bagaimana kalau tempatnya disini saja ya pak/Bu? Berapa lama kita akan
lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja. Kira-kira besok ibu/bapak bisanya
jam berapa? Baik kalau begitu besok saya akan kesini lagi ya ibu/bapak jam
10. Saya pamit dulu ya pak/bu, selamat istirahat.”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN RISKO PERILAKU
KEKERASANPERTEMUAN III

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara, sesekali nada
bicara agaktinggi.

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan

3. Tujuan Khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
b. Mengevaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
c. Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, memintadengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
d. Menyusun jadwal latihan mengungkapkan secara verbal
4. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) 3 :
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal :
a. Evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku
kekerasan
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal ( menolak dengan
baik, memintadengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik)
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal)
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam trapeutik
“Selamat pagi ibu/ bapak..., masih ingat nama saya” bagus pak/Ibu, ya saya
pazela ”sesuai dengan janji saya kemaren sekarang kita ketemu lagi”
b. Evaluasi
“bagaimana kabar bapak/ ibu pagi ini? Bagaimana pak/ bu..., sudah
dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Coba saya lihat jadwal kegiatan
hariannya. “Bagus sekali pak/bu... kegiatannya dilakukan.”
c. Kontrak
“sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini kita akan latihan bicara untuk
mencegah marah. Kira-kira apa bapak/ibu... bersedia untuk latihan bicara
untuk mencegah marah? kira-kira ibu/bapak nyamanya kita berbincang-
bincangdimana? Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? “
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara pak/ ibu baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan
bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat
kita marah. Ada tiga caranya bu/ pak..
1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin bapak/ ibu mengatakan
penyebab marahnya ……… Coba ibu bapak minta dengan baik:
contohnya…….”
2) Yang kedua : Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu
/bapak tidak ingin melakukannya, katakan: “maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada kerjaan‟. Coba ibu/bapak...praktekkan
. Bagus pak/bu.”
3) Yang ketiga mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang
lain yang membuat kesal bapak/ibu dapat mengatakan:‟Saya jadi ingin
marah karena perkataan mu itu‟. Coba praktekkan. Bagus.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu/bapak setelah bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik? Coba ibu/bapak sebutkan lagi
cara bicara yang baik yang telah kita pelajari. Bagus sekali pak/bu”
b. Rencana tindak lanjut
“sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari bapak/ibu.
mau
latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?” Coba masukkan dalam
jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, makanan dll. Bagus nanti
dicoba ya bu”
c. Kontrak yang akan datang
“Baik pak/Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah dengan beribadah ibu/bapak...? Dimana
kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya pak/Bu? Berapa
lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja. Kira-kira besok
ibu/bapak bisanya jam berapa? Baik kalau begitu besok saya akan kesini lagi
ya ibu/bapak jam 10. Saya pamit dulu ya pak/bu, selamat istirahat.”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN RISKO PERILAKU
KEKERASANPERTEMUAN IV

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tenang, kooperatif, kontak mata ada saat komunikasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan

3. Tujuan Khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya dengan terapi psikofarmaka

4. Tindakan Keperawatan Strategi


Pelaksanaan (SP) 4 :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan obat (
bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien,
benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu dan benar dosis obat)
disertai penjelasan guna minum obat dan akibat berhenti minum obat, susun
jadwal minum obat secara teratur)

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi
a. Salam trapeutik
“selamat pagi bapak/ibu ..., masih ingat nama saya. bagus pak/Ibu,,,ya saya
pazela, sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang kita ketemu lagi”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur
bantal, bicara yang baik? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur? Coba kita lihat kegiatannya”. Bagus sekali bapak/ibu..
c. Kontrak
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum
obat yang benar untuk mengontrol rasa marah? Dimana enaknya kita
berbincang-bincang?
2. Fase Kerja
(Perawat membawa obat pasien) “Ibu sudah dapat obat dari dokter? Berapa
macam obat yang ibu minum? warnanya apa saja? Bagus, jam berapa ibu
minum? Bagus, Obatnya ada 3 macam bu, yang warnanya orange namanya
CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan
tidak tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP rasa marah berkurang.
Semuanya ini harus ibu minum 3x sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7
malam. Bila nanti setelah minum obat mulut ibu terasa kering, untuk
membantu mengatasinya ibu bias mengisap-isap es batu. Bila terasa
berkunang-kunang, ibu sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu. Nanti
dirumahsebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa
saja harus diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini
minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya. Jangan
penah menghentikan minum obat sebelumberkonsultasi dengan dokter ya bu,
karena dapat terjadi kekambuhan. Sekarang kita masukkan waktu minumobat
kedalam jadwal ya bu”.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita
minum obat yang benar? Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu
minum? Bagaiman cara minum obat yang benar? Nah, sudah berapa cara
mengontrol perasaan marah yang kita pelajari? Bagus sekali ibu.”
b. Rencana tindak lanjut
“Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan
lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.
c. Kontrak yang akan datang
“Baik pak/Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah dengan beribadah ibu/bapak...? Dimana
kita akan latihan,? Berapa lama kita akan lakukan ? Kira-kira besok ibu/bapak
bisanya jam berapa? Baik kalau begitu besok saya akan kesini lagi ya
ibu/bapak jam 10. Saya pamit dulu ya pak/bu, selamat istirahat.”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN RISKO PERILAKU KEKERASAN
PERTEMUAN V

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan

3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual.

4. Tindakan Keperawatan Strategi


Pelaksanaan (SP) 5 :
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, minum obat dan latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan
ibadah/ berdoa).

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi
a. Salam trapeutik
“selamat pagi, bapak/ibu masih ingat nama saya” Betul Ibu
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana kabar ibu pagi ini? Bagaiman bu, latihan apa yang sudah
dilakukan? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?
Bagus sekali, bagaiman rasa marahnya? coba ibu praktikan bagaimana latihan
untuk mengendalikan marah secara fisik dengan tarik nafas dalam, pukul
bantal/kasur, dan berbicara yang baik? bagus sekali ibu sudah bisa
c. Kontrak waktu
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah? Dimana enaknya kita berbincang-bincang?
Bagaiman kalu ditempat biasa? Berapa lama ibu mau kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau 10 menit?”
2. Fase kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan. Bagus, yang
mana yang mau di coba? Nah, kalau ibu sedang marah coba langsung duduk
dan langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan
badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat. Ibu
bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan. Coba ibu
sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba sebutkan
caranya?”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
“Bagaiman perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang
ketiga ini?
Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”
b. Rencana tindak lanjut
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu. Mau
berapa kali ibu sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai
kesebuatan pasien). Coba ibu sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu
lakukan bila ibu sedang marah. Setelah ini coba ibu lakukan sholat sesuai
jadwal yang telah kita buat tadi”
c. Kontrak yang akan datang
“Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana ibu
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat
pagi bu, sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KELUARGA

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan ke I (satu)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :
Data Subjektif : Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang
menyuruhmelukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Data Objektif : Klien tampak tenang dan kooperatif

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan
a. Keluarga dapat menjelaskan perasaannya, menjelaskan cara merawat klien
perilaku kekerasan, mendemonstrasikan cara perawatan klien perilaku
kekerasan, berpartisipasi dalam perawatan klien perilaku kekerasan.
b. Keluarga mengerti dan menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala, dan
proses terjadinya perilaku kekerasan.

4. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) I
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala, serta proses
terjadinyaperilaku kekerasan
3) Menjelaskan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum Mbak, perkenalkan nama saya pazela, saya perawat
dari ruangini, saya yang akan merawat (pasien). Kalau boleh tau nama
Mbak siapa ya?”

b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana keadaan bapak, Mbak? Apakah masih ada perasaan marah
ataumengamuk?”
c. Kontrak
1) Topik
“Tujuan saya kesini yaitu untuk berbincang-bincang dengan mbak
mengenaimasalah yang dihadapi mbak dalam merawat bapak. Apakah mbak
bersedia?”
2) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
3) Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang, Mbak? Kalau kita berbincang-
bincang di ruang perawat, bagaimana mbak?”

2. Kerja
“Mbak, apa masalah yang mbak hadapi dalam merawat Bapak? Apa yang
mbak lakukan? Baik mbak, Saya akan coba menjelaskan tentang marah Bapak
dan halhal yang perlu diperhatikan. Mbak, marah adalah suatu perasaan yang
wajar tapi bila tidak disalurkan dengan benar akan membahayakan dirinya
sendiri, orang lain dan lingkungan. Yang menyebabkan bapak Mbak menjadi
marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa direndahkan, keinginan tidak
terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya, Mbak? Kalau nanti wajah bapak
Mbak tampak tegang dan
merah, lalu kelihatan gelisah, itu artinya suami ibu sedang marah, dan
biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya dengan membanting-banting
perabot rumah tangga atau memukul atau bicara kasar. Kalau bapak Mbak
sedang marah apa perubahan terjadi? Lalu apa yang biasanya dia lakukan?
Bila hal tersebut terjadi sebaiknya Mbak tetap tenang, bicara lembut tapi
tegas, jangan lupa jaga jarak dan jauhkan benda-benda tajam dari sekitar
bapak seperti gelas, pisau. Jauhkan juga anak-anak kecil dari bapak. Bila
bapak masih marah dan ngamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ setelah
sebelumnya diikat dulu (ajarkan caranya pada keluarga). Jangan lupa minta
bantuan orang lain saat mengikat bapak ya Mbak, lakukan dengan tidak
menyakiti bapak dan dijelaskan alasanmengikat yaitu agar bapak tidak
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Nah Mbak, Mbak sudah lihat kan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila
tanda-tanda kemarahan itu muncul. Mbak bisa bantu bapak dengan cara
mengingatkan jadwal latihan cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu
secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur. Kalau bapak bisa melakukan
latihannya dengan baik jangan lupa dipuji ya Mbak”.

3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat
bapak?”
2) Evaluasi Objektif
“Coba Mbak sebutkan lagi cara merawat bapak”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Setelah ini coba Mbak ingatkan jadwal yang telah dibuat untuk bapak ya
Mbak”
c. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang
telah kitabicarakan tadi langsung kepada bapak?”
2) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang? Bagaimana kalau 30 menit ?”
3) Tempat
“Dimana kita bisa berbincang lagi? Bagaimana kalau disini saja?”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KELUARGA

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan ke II (dua)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif : Klien mengatakan dirinya dapat mengenal peyebab marah

Data Objektif : Klien sudah dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan
a. Keluarga mampu mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan.
b. Keluarga mampu melakukan cara merawat langsung klien perilaku kekerasan

4. Tindakan Keperawatan
Strategu Pelaksanaan (SP) II
1) Melatih keluarga memraktekkan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien perilaku
kekerasan

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
Assalamualaikum mbak, masih ingat dengan saya?”
b. Evaluasi validasi
“Bagaimana Mbak? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau
Ibutanyakan?”
c. Kontrak
1) Topik
“Sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita ketemu lagi untuk
latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak.”
2) Waktu
“Berapa lama mbak kita mau latihan? Bagaimana kalau 30 menit?”
3) Tempat
“Dimana kita akan latihan, Mbak? Bagaimana kalau kita latihan disini
saja? Sebentarsaya panggilkan bapak supaya bisa berlatih bersama”

2. Kerja
”Nah pak, coba ceritakan kepada Mbak, latihan yang sudah Bapak
lakukan.”“Bagussekali. Coba perlihatkan kepada Mbak jadwal harian Bapak!
Bagus!””Nanti di rumah Mbak bisa membantu bapak latihan mengontrol
kemarahan Bapak.””Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya
pak?””Masih ingat pak, Mbak. Kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan
maka yang harus dilakukan bapak adalah?””Ya, betul. Bapak berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar lalu keluarkan/tiup perlahan–lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari
hidung, bagus, tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba mbak
temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5 kali”.“Bagus sekali,
bapakdan mbak sudah bisa melakukannya dengan baik”.“Cara yang kedua
masih ingat pak, mbak?”“ Ya, benar, kalau ada yang menyebabkan bapak
marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selainnapas
dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.“Sekarang cobakita
latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti bapak
kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahantersebut
dengan memukul kasur dan bantal.”“Nah, coba bapak lakukan sambil
didampingi ibu, berikan bapak semangat ya bu. Ya, bagus sekali bapak
melakukannya”.“Cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila sedang marah.
Ada tigacaranya pak, coba praktekkan langsung kepada Mbak cara bicara ini:
1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar, misalnya: „Nak, Bapak perlu uang untuk beli
rokok!‟. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.
2) Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: „Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada kerjaan‟. Coba bapak praktekkan. Bagus pak
3) Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal bapak dapat mengatakan:‟ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu
itu‟. Coba praktekkan. Bagus”“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang
marah apa yang harus dilakukan?”“Baik sekali, bapak coba langsung duduk
dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.“Bapak bisa
melakukan sholat secara teratur dengan didampingi mbak untuk meredakan
kemarahan”.“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, mbak agar pikiran
bapak jadi tenang, tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah”“Bapak coba jelaskan
berapa macam obatnya?”“Bagus. Jam berapa minumobat?”Bagus. Apa guna obat
tersebut?”“Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat?” “Wah bagus
sekali!”“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak
dapatkan, bapak tolong selama di rumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara
teratur dan jangan dihentikan tanpa sepengetahuan dokter”

3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif
“Baiklah mbak, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan mbak
setelah kitalatihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada bapak?”
2) Evaluasi Objektif
“Bisa mbak sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak melaksanakan jadwal
latihan yang telah dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian
untuk Bapak bila dapat melakukan dengan benar ya, Mbak”
c. Kontrak
1) Topik
“Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari
lagi Ibu bertemu saya untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama di
rumah nanti.”
2) Waktu
“Berapa lama mbak ingin berbincang-bincang? Oh, 15 menit. Baiklah.”
3) Tempat
“Lalu dimana kita akan berbincang-bincang? Oh, sama disini. Baiklah,
Mbak.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KELUARGA

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan ke III (tiga)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif : Klien mengatakan sudah mengetahui perasaan marah dan
akibattindakan yang dilakukan saat marah
Data Objektif : Klien tampak tenang dan kooperatif

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan
a. Keluarga mampu membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat secaramandiri.
b. Keluarga mematuhi jadwal yang telah dibuat untuk kesembuhan klien.
c. Keluarga mengerti/memahami follow up yang telah diarahkan pada klien.

4. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) III
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat(discharge planning)
2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik “Assalamualaikum, Pak, Mbak. Masih ingatkah dengan
saya kan,Mbak?
b. Evaluasi Validasi “Bagaimana mbak, selama mbak membesuk apakah
sudah terusberlatih cara merawat bapak? Apakah sudah dipuji
keberhasilannya?”
c. Kontrak
1) Topik “Karena besok bapak sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita
sekarang ketemu, nah sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di
rumah?”
2) Waktu “Berapa lama mbak mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
3) Tempat “Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau
birbincang- bincangnya disini saja?”

2. Kerja
“Mbak, jadwal yang telah dibuat selama bapak di rumah sakit tolong
dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya.
Mari kita lihat jadwal bapak” “Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut
adalah perilaku yang ditampilkan oleh bapak selama di rumah. Kalau
misalnya bapak menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera datang ke puskesmas
atau pelayanan kesehatan terdekat ya” “Nanti petugas puskemas tersebutyang
akan memantau perkembangan bapak selama dirumah”

3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif “Bagaimana Mbak apakah sudah paham? Ada yang ingin
ditanyakan?
2) Evaluasi Objektif “Coba Mbak sebutkan apa saja yang perlu diperhatikan”
(jadwal kegiatan, tanda atau gejala, follow up ke Puskesmas).
b. Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa ya, Mbak materi yang telah saya ajarkan 3 hari ini, baik cara
merawat bapak maupun mengatur jadwal bapak dirumah nanti diterapkan,
ya.” “Baiklah, silakan menyelesaikan administrasi ya, Mbak” “Saya akan
persiapkan pakaian dan obat.”
c. Kontrak
1) Topik “Karena bapak sudah boleh pulang, nanti silahkan mbak datang lagi
untuk memeriksakan atau mengontrolkan keadaan bapak ya, Mbak.
Bagaimana perkembangan kondisi bapak”
2) Waktu “Satu bulan kemudian ya, Mbak.”

3) Tempat “Tempatnya nanti silahkan datang ke poliklinik lagi ya, Mbak.”

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons
keluargaterhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi proses
atau pormatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan.Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya. (Keliat, 2011).
S : Respon subjektif keluarga terhadap intervensi keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah di
laksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpukan pakah masalah
masihtetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradikdif dengan
masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon keluarga
JURNAL RESIKO PERILAKU KEKERASAN

No. Penulis, Judul Nama Jurnal Bahasa Tujuan Metode Hasil Penelitian
Tahun Jurnal Penelitian Penelitian
1. Moomina Upaya Mengontrol Jurnal Keperawatan Indonesia Untuk mengetahui Jenis penelitian Sesuai dengan masalah yang peneliti
Siauta, 2020 Perilaku Agresif Pada Jiwa Volume 8 No 1, tindakan adalah dengan angkat yaitu untuk mengontrol
Perilaku Kekerasan Hal 27 - 32, Februari keperawatan yang pendekatan studi perilaku agresif dengan penerapan
Dengan Pemberian 2020 secara mandiri kasu (Studi terapi rational emotive behavior
Rational Emotive p-ISSN2338-2090 diberikan untuk kasus).Pengumpulan therapy dan SP yang telah diterapka,
Behavior Therapy menangani data melalui peneliti hanya menyusun intervensi
perilaku agresif observasi, wawancara terfokus pada masalah halusinasi
itu sendiri yaitu mendalam, pendengaran karena semua tindakan
dengan Terapi dokumentasi, dan untuk mengontrol perilaku kekerasan
Ration Emotive bahan audio juga dapat meminimalkan semua
Behavior visual.Pengambilan masalah keperawatan yang ada pada
sampel dengan klien perilaku kekerasan Sesuai
menggunakan dengan hasil evaluasi yang didapatkan
purposive sampling, adanya hasil yaitu dengan di
dengan 6 klien masukkan jadwal meminum obat pada
perilaku kekerasan di klien sesuai dengan ketentuan yang
RSKD telah di tentukan, dan adanya
Maluku.Penelitian peningkatan interaksi klien dengan
dilakukan bulan orang lain. Dengan demikikan klien
Maret sampai dengan dengan perilaku kekerasan
Oktober 2019.Jenis menunjukan tercapainya criteria
pengumpulan data intrevensi yang diaharapkan, yaitu
yang dilakukan berkurangnya dan dapat dikontrolnya
dengan wawancara perilaku kekerasan yang dirasakan
dan lembar observasi klien.
klien.Lokasi
penelitian RSKD
Maluku
2. Heri Setiawan, Tanda Gejala Dan Jurnal Ners Vol. 10 No. Indonesia Untuk mengetahui Desain penelitian Terapi Musik dan RECBT efektif
2015 Kemampuan 2 Oktober 2015: 233– efektivitas terapi quasi eksperimental, meningkatkan kemampuan
Mengontrol Perilaku 241 musik dan rational jumlah sampel 64 mengontrol perilaku kekerasan
Kekerasan Dengan emotive cognitive responden dengan (relaksasi, mengubah pikiran negatif,
Terapi Musik Dan behaviour therapy purposive sampling. keyakinan irasional dan perilaku
Rational Emotive (RECBT) negatif) sebesar 73,33%. Analisis
Cognitif Behavior terhadap hubungan antara kemampuan
Therapy perubahan tanda mengontrol perilaku kekerasan dengan
gejala dan tanda gejala perilaku kekerasan
kemampuan klien menunjukkan bahwa adanya
mengontrol hubungan yang bermakna dan negatif
perilaku antara kemampuan mengontrol
kekerasan. perilaku kekerasan dengan tanda
gejala perilaku kekerasan. Nilai r
menunjukkan negatif artinya semakin
tinggi kemampuan maka tanda gejala
perilaku kekerasan semakin menurun,
dengan keeratan hubungan yang kuat
(r > 0,5).
PEMBAHASAN JURNAL

Pada jurnal pertama Behaviour Therapy memiliki pengaruh yang signifikan


terhadap perubahan gejala risiko perilaku kekerasan di RSJ Prof.Dr.Muhammad
Ildrem Provsu Medan yang ditandai dengan Pvalue = 0,000<p = 0,05. Disarankan
bagi rumah sakit agar menyediakan wadah/tempat khusus untuk melakukan
Behaviour Therapy ini agar responden tetap konsentrasi dalam mengikuti
Behaviour Therapy.

Pada jurnal kedua penelitian menunjukkan penurunan tanda gejala perilaku


kekerasan dan peningkatan kemampuan mengontrol perilaku kekerasan lebih
besar pada kelompok yang mendapatkan terapi daripada yang tidak mendapatkan.
Terapi Musik dan RECBT direkomendasikan sebagai terapi keperawatan pada
klien perilaku kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
Adam Irawan. (2017).” Asuhan Keperawatan dengan Diagnose Medis Perilaku Kekerasan”.
Awaludin,I.N.(2016). Upaya Peningkatan Kempuan Mengontrol Emosi dengan cara fisik
pada klien resiko perilaku kekerasan di RSJD dr.Arif Zainudin Srakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta
PPNI (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1 st ed). Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Indonesia
Retno Yuli Hastuti.(2016). Efektifitas Teknik Mwmukul Bantal terhadap Perubahan Status
Emosi : Marah Klien Skizofrenia
Keliat,B.(2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 1, Hal 27 - 32, Februari 2020 p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah e-ISSN 2655-8106

UPAYA MENGONTROL PERILAKU AGRESIF PADA PERILAKU


KEKERASAN DENGAN PEMBERIAN RATIONAL EMOTIVE
BEHAVIOR THERAPY
Moomina Siauta1* Hani Tuasikal2, Selpina Embuai1
1
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Kristen Indonesia Maluku, Jln Ot Pattimaipauw, Talake
Kecamatan, Nusaniwe, Kel Wainitu, Nusaniwe, Kota Ambon, Maluku, Indonesia 97115.
2
Akper Rumkit TK III Dr. J. A. Latumeten Ambon, Jalan Dr. Tamaela No.2, Kel Silale,
Nusaniwe, Kota Ambon, Maluku, Indonesia 97111
*moominasiauta@gmail.com

ABSTRAK
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa.WHO (2015) menyatakan, paling tidak
ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental.Perilaku kekerasan merupakan salah
satu penyakit jiwa yang ada di Indonesia, dan hingga saat ini diperkirakan jumlah penderitanya
mencapai 2 juta orang, terutama dengan gejala perilaku agresif dan bila tidak tertangani dengan baik
maka akan menimbulkan dampak yang buruk kepada klien serta lingkungannya, sehingga perlunya
suatu tindakan keperawatan yang secara mandiri diberikan untuk menangani perilaku agresif itu
sendiri yaitu dengan Terapi Ration Emotive Behavior. Jenis penelitian adalah dengan pendekatan studi
kasu (Studi kasus).Pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, dan
bahan audio visual.Pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling, dengan 6 klien
perilaku kekerasan di RSKD Maluku.Penelitian dilakukan bulan Maret sampai dengan Oktober
2019.Jenis pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara dan lembar observasi klien.Lokasi
penelitian RSKD Maluku.Sesuai dengan masalah yang peneliti angkat yaitu untuk mengontrol
perilaku agresif dengan penerapan rational emotive behavior therapy dan SP yang telah diterapka,
peneliti hanya menyusun intervensi terfokus pada masalah halusinasi pendengaran karena semua
tindakan untuk mengontrol perilaku kekerasan juga dapat meminimalkan semua masalah keperawatan
yang ada pada klien perilaku kekerasan.

Kata kunci: perilaku agresif, rational emotive behavior therapy

EFFORTS TO CONTROL AGGRESSIVE BEHAVIOR IN VIOLENCE BEHAVIOR


WITH RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY

ABSTRACT
One type of mental disorder WHO states, at least one in four people in the world who fix mental
problems. In Indonesia, and to date it is estimated that the number of sufferers reaches 2 million, most
of the above mentioned are complex challenges and if not handled properly will cause problems for
the client and his environment, so action is needed. Independent care is provided for Rational Therapy
itself, namely Ration Emotive Behavior Therapy. This type of research is a case study study (case
study). Data collection through collection, interview, collection, and audio-visual material.Sampling
using purposive sampling, with 6 clients practicing violence in Maluku Regional General Hospital.
This research was conducted from March to October 2019. Types of data collection were done by
interview and client observation sheets. Research location of Maluku Regional Public Hospital. In
accordance with the issues raised by researchers, namely for those who are related to therapy using
emotive rational behavior therapy and SP that has been applied, researchers can only focus on
interventions on the issue of delegation hallucinations to help change existing clients to overcome
these problems.

Keywords: aggressive behavior, rational emotional behavior therap

27
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 1 Hal 27 - 32, Februari 2020
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

PENDAHULUAN melukai atau mencederai diri sendiri, orang


Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis lain, lingkungan secara verbal atau fisik
gangguan jiwa.WHO (2015) menyatakan, (Stuart & Laraia, 2015). Perilaku kekerasan
paling tidak ada satu dari empat orang di dunia berfluktuasi dari tingkat rendah sampai tinggi
mengalami masalah mental.WHO yaitu dari memperlihatkan permusuhan pada
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di tingkat rendah sampai pada melukai dalam
dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. tingkat serius dan membahayakan (Stuart &
Pada masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8 % Laraia, 2001;2005; 2009). Proses
penderita skizofrenia dan dari 120 juta perkembangan perilaku kekerasan, masih
penduduk di Negara Indonesia terdapat kira- menjadi perdebatan antara nature vs nurture ,
kira 2.400.000 orang anak yang mengalami dibawa sejak lahir atau diperoleh selama
gangguan jiwa (Maramis, 2014 dalam perkembangan. Menurut teori biopsikososial
Carolina, 2015). Data WHO tahun 2006 disebabkan oleh interaksi yang kompleks
mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk antara faktor biologik, psikologik dan
Indonesia atau kira-kira 12-16 persen sosiokultural (Kneisl; Wilson & Trigoboff,
mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data 2014). Dari uraian diatas dapat dikatakan
Departemen Kesehatan, jumlah penderita bahwa perilaku kekerasan adalah respon
gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta kemarahan yang maladaptif dalam bentuk
orang (WHO, 2016). perilaku menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan sekitarnya secara verbal maupun
Menurut hasil survey Kesehatan Mental 2016 nonverbal mulai dari tingkat rendah sampai
ditemukan 185 per 1000 penduduk di tingkat tinggi.
Indonesia menunjukan adanya gejala
gangguan jiwa. Hal ini didukung data dari Klien dengan perilaku kekerasan, individu
Depkes RI yang melaporkan bahwa di merupakan orang yang ambigue, selalu dalam
Indonesia jumlah penderita penyakit jiwa berat kecemasan, mempunyai penilaian yang negatif
sekitar 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total terhadap diri dan orang lain, ketidakmampuan
penduduk Indonesia. Perilaku kekerasan untuk menyelesaikan masalah dengan baik
merupakan salah satu penyakit jiwa yang ada sehingga perilaku kekerasan merupakan salah
di Indonesia, dan hingga saat ini diperkirakan satu cara yang digunakan untuk
jumlah penderitanya mencapai 2 juta menyelesaikan masalah. Perilaku kekerasan
orang.Prevalensi pada pasien Perilaku merupakan salah satu gejala yang menjadi
Kekerasan di RSKD Maluku, selama 3 tahun alasan bagi keluarga untuk merawat klien di
terakhir yaitu tahun 2015 (43,75%), rumah sakit jiwa karena berisiko
2016 (43,75%), 2017 (12,5%). Hal ini membahayakan dirinya dan orang lain (Keliat,
menunjukkan adanya penurunan angka 2013). Dari pernyataan tersebut dapat
kejadin perilaku kekerasan. Secara umum diketahui bahwa perilaku kekerasan adalah
seseorang akan marah jika dirinya merasa perilaku yang menakutkan dan
terancam, baik berupa injury secara fisik, membahayakan bagi dirinya, keluarga dan
psikis, atau ancaman. Beberapa faktor masyarakat sehingga mereka berusaha
pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai mencari pertolongan dengan membawa klien
berikut, rasa frustasi, kekerasan dalam rumah ke rumah sakit dan berharap selama mendapat
tangga, masa lalu yang tidak menyenangkan, pengobatan dan perawatan di rumah sakit
kehilangan orang yang berarti, kehidupan perilaku klien berkurang atau berubah.
yang penuh dengan agresif (Kusumawati et al,
2013).Berikut ini yang merupakan tanda dan Intervensi secara umum yang dilakukan pada
gejala perilaku kekerasan diantarnya mata pasien dengan perilaku agresif / perilaku
melotot, pandangan tajam, berbicara dengan kekerasan bervariasi yang berada dalam
nada keras, menyerang orang lain, wajah rentang preventive strategies, Anticipatory
memerah dan tegang (Fitria, 2012). Strategies, dan Containment Strategies (Stuart
& Laraia, 2015). Strategi pencegahan
Istilah marah (anger), agresif (aggression), dan (preventive strategies), meliputi kesadaran
perilaku kekerasan (violence) sering diri, psikoedukasi pada klien, dan latihan
digunakan bergantian dalam menguraikan asertif. Strategi antisipasi (Anticipatory
perilaku yang terkait dengan kekerasan Strategies) meliputi komunikasi, perubahan
(Rawlins, et, al 1993).Perilaku kekerasan lingkungan, perilaku dan psikofarmaka.
merupakan suatu bentuk perilaku untuk Kemarahan yang dapat mengancam
28
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 1 Hal 27 - 32, Februari 2020
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

keselamatan diri sendiri, orang lain dan memutuskan untuk mengajarkan kliennya
lingkungan (kegawat daruratan psikiatri) yang merubah pikiran yang tidak rasional
tidak dapat dikontrol dengan terapi (irrasional) dan memberikan penjelasan
psikofarmaka maka perlu dilakukan strategi rasional untuk masalah perilakunya (Ellis,
penahanan (containment Strategies) yang 1962 dalam Adomeh, 2006). Berdasarkan teori
meliputi manajemen krisis, pembatasan gerak, REBT memodifikasi keyakinan yang
dan pengikatan. irrasional secara spesifik dapat menurunkan
perilaku agresif. REBT dan treatmen lain
Klien dengan perilaku kekerasan mengalami bertujuan untuk mengurangi keyakinan
perubahan respon kognitif berupa gangguan irrasional dan menguatkan keyakinan rasional
proses pikir yaitu gangguan dalam yang dapat efektif untuk anak dan dewasa
mempersepsikan sesuatu serta tidak mampu yang marah dan agresif.
membuat alasan (Boyd & Nihart, 1996).
Respon kognitif merupakan hasil penilaian Hasil wawancara yang didapatkan di RSKD
terhadap kejadian yang menekan, pilihan bahwa intervensi yang diberikan kepada
koping yang digunakan, reaksi emosional, pasien dengan perilaku kekerasannya hanya
fisiologis, perilaku dan sosial individu (Stuart sebatas mengontrol amarah dengan melakukan
& Laraia, 2005). Setelah terjadi penilaian kegiatan sehari-hari, untuk Rational Emotive
kognitif terhadap situasi , individu akan Behavior Therapy tidak perna dilakukan oleh
menampilkan respon afektif yang perawat. Rational Emotive Behavior Therapy
dimunculkan dengan emosi berupa marah, (REBT) ditemukan oleh Albert Ellis,
gembira, sedih, menerima, antisipasi atau merupakan suatu pendekatan pemecahan
respon emosi lainnya (Stuart & Laraia, 2005). masalah yang rasional, yang diarahkan untuk
Pernyataan-pernyataan diatas dapat masalah perilaku individu. Elis berkeyakinan
disimpulkan bahwa pada klien dengan bahwa mempelajari kecemasan yang
perilaku kekerasan mengalami perubahan pada irrasional lebih awal akan bertahan di dalam
respon kognitif yang nantinya akan memori manusia dari pada dihilangkan. Oleh
berpengaruh terhadap respon afektif yang karena itu beliau memutuskan untuk
dimunculkan dalam bentuk emosi seperti mengajarkan kliennya merubah pikiran yang
kemarahan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak rasional (irrasional) dan memberikan
intervensi yang diberikan pada klien dengan penjelasan rasional untuk masalah perilakunya
perilaku kekerasan juga perlu mengacu kepada (Ellis, 1962 dalam Adomeh, 2006).
emosi selain kognitif dan perilaku. Berdasarkan teori REBT memodifikasi
keyakinan yang irrasional secara spesifik
Berdasarkan teori tersebut maka perlu adanya dapat menurunkan perilaku agresif. REBT dan
intervensi pada klien dengan perilaku treatmen lain bertujuan untuk mengurangi
kekerasan yang mengarah kepada fisik, afektif keyakinan irrasional dan menguatkan
(emosi), kognitif,fisiologis, perilaku, dan keyakinan rasional yang dapat efektif untuk
sosial. Terapi Asssertiveness Trainning, terapi anak dan dewasa yang marah dan agresif.
Musik dan terapi Perilaku Kognitif belum
mengarahkan intervensinya secara langsung METODE
kepada emosi klien dengan perilaku Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini
kekerasan. Untuk itu agar intervensi untuk hanya menggunakan pendekatan studi
klien dengan perilaku kekerasan lebih optimal kasus.Metode pengumpulan datanya memakai
maka perlu adanya suatu terapi yang juga observasi, wawancara mendalam,
mengarah pada emosi. Adapun terapi yang dokumentasi, dan bahan dokumentasi perilaku
dapat dilakukan untuk itu adalah Rational (lembar obesrvasi) yang dilakukan pada bulan
Emotive Behaviour Therapy( REBT). maret sampai dengan oktober 2019. Teknik
samplingnya menggunakan purposive
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) sampling, dengan subyek pnelitiannya 6
ditemukan oleh Albert Ellis, merupakan suatu pasien dengan perilaku kekerasanyang dirawat
pendekatan pemecahan masalah yang rasional, di RSKD Maluku.
yang diarahkan untuk masalah perilaku
individu. Elis berkeyakinan bahwa HASIL
mempelajari kecemasan yang irrasional lebih Hasil asuhan keperawatan yang telah
awal akan bertahan di dalam memori manusia dilakukan pada klien dengan perilaku
dari pada dihilangkan. Oleh karena itu beliau
29
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 1 Hal 27 - 32, Februari 2020
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

kekerasan dengan resiko perilaku kekerasan PEMBAHASAN


pendengaran dalam upaya mengontrol Sesuai dengan masalah yang peneliti angkat
perilaku agresif dengan pemberian terapi yaitu untuk bagaimana klien dapat mengontrol
rational emotive behavior therapy berfokus halusinasi yang dirasakan dengan penerapan
pada masalah perilaku kekerasan yang diderita terapi rational emotive behavior therapy, maka
klien, semua tindakan dalam penatalaksanaan sesuai dengan hasil penelitian, peneliti hanya
yang sudah dibahas pada konsep teori dasar menysusun intervensi terfokuskan pada
keperawatan jiwa Keliat, 2013 mengarah pada masalah perilaku kekerasan karena semua
masalah halusinasi. Maka bagian ini peneliti tindakan untuk meningkatkan akitivitas klien
akan membahas tentang kesenjangan antara agar perilaku kekerasan yang dirasakan dapat
teori yang ada dan kenyataan yang diperoleh diminimalkan, bahkan perilaku agresifnya
sebagai hasil pelaksanaan studi kasus yang menghilang ada pada teori dan tindakan
mengacuh pada tahap-tahap prosese keperawatan dalam diagnose perilaku
keperawatan. Beberapa kesenjangan tersebut kekerasan namun peneliti juga tidak
adalah sebagai berikut : mengabaikan perencanaan tindakan
keperawatan untuk masalah (diagnose
Sumber data yang diperoleh pada pengkajian keperawatan) lain yang ada pada klien.
yaitu didapat dari klien dan juga tambahan
dari tim medis yaitu perawat. Peneliti tidak Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan,
mendapatkan masalah yang berarti dalam hal peneliti menggunkan strategi pelaksanaan
pengkajian dalam mendapatkan data tentang (SP/Terapi) yang berfokus penerapan terapi
masalah perilaku kekerasan. Pada pengkajian, rational emotive behavior therapy untuk
data-data yang diperoleh khusus menyangkut mengontrol perilaku agresifnya yang
masalah perilaku kekerasan adalah data hasil dirasakan oleh klien, serta mengevaluasi
wawancar dan informasi dari status klien, jadwal kegiatan klien selama 3 hari dalam
informasi dari tim medis yang mendukung mengisi aktifitas luang dengan terapi rational
peneliti dalam pelaksanaan penelitian. Dilihat emotive behavior therapy. Serta tidak
dari teori dan hasil pengkajian, semua tanda mengabaikan SP yang lain, yaitu mengajarkan
dan gejala dari masalah perilaku kekerasan klien tentang cara berkenalan dengan orang
yang ada pada teori ditemukan pada Klien lain, serta memasukkannya ke dalam jadwal
perilaku kekerasan.Jadi temukan adannya kegiatan harian klien. Secara teoritis, tindakan
kesenjangan antara teori dan kondisi klien yang dilakukan dalam upaya mengontrol
pada saat pengkajian. perilaku agresif dengan penerapan terapi
rational emotive behavior therapy, serta
Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu : tindakan strategi lainnya yaitu penerapan
Resiko perilaku kekerasan, Gangguan konsep strategi pelaksanaan (SP 1) bina hubungan
diri : Harga Diri Rendah, Mekanisme koping saling percaya dengan klien, berjabat tangan
individu dan keluarga inefektif. Berdasarkan dan duduk bersama, mengajarkan klien
hasil penelitian yang dilakukan, peneliti hanya tentang cara berkenalan dengan orang lain,
memfokuskan pada satu masalah yaitu menjelaskan tentang kerugian dan keuntungan
perilaku kekerasan. Karena sesuai dengan berinteraksi dengan orang lain, dan
masalah yang peneliti angkat yaitu mengenai mengajurkan klien untuk memasukkan ke
bagaimana terapi okupaasi pemberian rational dalam jadwal kegiatan hariannya sehingga
emotive behavior therapy untuk mengontrol tercapainya SP I . Dilanjutkan pada SP II klien
perilaku agresif dan juga tidak mengabaikan dapat berkenalan dengan orang lain dan
diagnose yang lain terkait dengan kondisi menunjukan tercapainya SP II tersebut.
klien saat pengkajian, semua tindakan dalam Berdasarkan hasil penelitian, upaya
upaya mengatasi perilaku kekerasan klien ada mengontrol perilaku kekerasan yaitu perilaku
pada tindakan keperawatan (SP klien dan SP agresif dengan terapi rational emotive
Terapi) dalam diagnose halusinasi, sehingga behavior therapy, semuanya dilakukan
peneliti hanya memfokuskan pada masalah berdasarkan teori yang ada, jadi terdapat
(diagnose keperawatan) halusinasi kesenjangan antara teori dan hasil pelaksanaan
pendengaran. pada penelitian.

Sesuai dengan hasil evaluasi yang didapatkan


upaya untuk mengontrol perilaku agresifnya
dengan terapi rational emotive behavior
30
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 1 Hal 27 - 32, Februari 2020
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

therapy pada klien perilaku kekerasan DAFTAR PUSTAKA


menunjukan adanya kemajuan dalam hal ini Ali, Rameez. (2007). Application of REBT
adalah semua jadwal telah di diisi dengan with Muslim clients.The Rational
rational emotive behavior therapy sesuai EmotiveBehaviour Therapist.Vol 12 No.
dengan kesepakatan antara klien dengan 1. 3-8
peneliti, serta juga sudah tidak lagi terlihat Andrews, Bonta & Wormith.(2004). Resilience
berbicara sendiri, dank lien juga dapat and youth criminality.(Online).
berinteraksi serta meningkatan ketrampilan Tersedia: http: //www.p
pada klien dengan peneran SP tersebut. Ini publicsafety.gc.ca (diakses: 24-10-
adalah hasil yang didapatkan peneliti saat 2019).
melakukan penelitian pada klien perilaku
Baron, A.E. Byrne D., & Brascombe, R.N.
kekerasan. Dengan demikian, antara teori dan
2006.Social Psychology (7thed). USA:
hasil penelitian ditemukan adanya
Reason Education Inc.
kesenjangan.
Campbell, J. D. (1953). Manic Depressive
Penelitian lain terkait efektifitas rational Disease: Clinical and Psychiatric
emotive behavior therapy yaitu penelitian yang Significance. Oxford, England:
pernah dilakukan David, Szentagotai, Lupu, Lippincott
Cosman (2008) menyatakan bahwa rational Cresweell, John W. 2012. Research Design:
emotive behavior therapy mampu menurunkan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
tingkat depresi pasien. Penelitian Warren Mixed (edisi ketiga). Yogyakarta:
(2010) juga menjelaskan bahwa rational Pustaka Pelajar.
emotive behavior therapy tampaknya David, D., Szentagotai, A., Lupu, V., &
memberikan kerangka kerja yang mendukung Cosman, D. (2008). Rational emotive
untuk meningkatkan kemanjuran guru dan behavior therapy, cognitive therapy, and
potensi prestasi siswa. medication in the treatment of major
depressive disorder: a randomized
SIMPULAN clinical trial, posttreatment outcomes,
Sesuai dengan masalah yang peneliti angkat and six‐month follow‐up. Journal of
yaitu untuk mengontrol perilaku agresif clinical psychology, 64(6), 728-746.
dengan penerapan terapi rational emotive Davidof, Linda, L. 1991. Psikologi Suatu
behavior therapy dan SP yang telah diterapka, Pengantar. Edisi Kedua. Jakarta:
peneliti hanya menyusun intervensi terfokus Erlangga
pada masalah halusinasi pendengaran karena
semua tindakan untuk mengontrol perilaku Davison, Gerald C, John M. Neale, dan Ann
kekerasan juga dapat meminimalkan semua M. Kring. 2012. Psikologi Abnormal
masalah keperawatan yang ada pada klien Edisi ke-9. Depok: PT Rajagrafindo
perilaku kekerasan Persada
Dryden, W. & Branch, R. (2008). The
Sesuai dengan hasil evaluasi yang didapatkan Fundamentals of Rational Emotive
adanya hasil yaitu dengan di masukkan jadwal Behaviour Therapy: A Training
meminum obat pada klien sesuai dengan Handbook. 2nd Ed. West Sussex: John
ketentuan yang telah di tentukan, dan adanya Wiley & Sons Inc.
peningkatan interaksi klien dengan orang lain. Ellis, Albert & Dryden, Windy. 1973. The
Dengan demikikan klien dengan perilaku Practice of Rational Emotive Behavior
kekerasan menunjukan tercapainya criteria Therapy. New York :Springer
intrevensi yang diaharapkan, yaitu Publishing
berkurangnya dan dapat dikontrolnya perilaku Ellis, Albert Ph.D. 2007. Terapi REB: Agar
kekerasan yang dirasakan klien. Hidup Bebas Derita. Terjemahan
Ikramullah Mahyuddin. Yogyakarta:
Penerbit B-First
Faizal, E.B. (2012). Psychiatrist links
depression and heart disease.
(http://www.thejakartapost.com/news/
2012/10/06/psychiatrist-links-

31
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 1 Hal 27 - 32, Februari 2020
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

depression-andheart-disease.html, (4thed.). New York: Addison Wesley


diakses 20 Oktober 2019) Longmans Publiser
Gilbert, P. (2001). Overcoming Depression: Undang-Undang R.I Nomor 5 Tahun 1997
A Step-By-Step Approach To Gaining tentang Psikotropi
Control Over Depression. 2 nd Warren, J. M. (2010). The Impact of Rational
Edition.Oxford University Press. Emotive Behavior Therapy on Teacher
Hakim, M Arief. 2009. Bahaya Narkoba Efficacy and Student
Alkohol: Cara Islam Mencegah, Achievement. Journal of School
Mengatasi dan Melawan. Bandung: Counseling, 8(11), n11.
Nuansa Zamzami, A. 2007.Agresivitas Siswa SMK
Saleebey, Dennis 2005. The Strengths DKI Jakarta. Jurnal Pendidikan dan
Perspective in Social Work Practice. Kebudayaan, Tahun ke-13, Nomor 069

32
TANDA GEJALA DAN KEMAMPUAN MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN
DENGAN TERAPI MUSIK DAN RATIONAL EMOTIVE COGNITIF BEHAVIOR THERAPY
(Sign and Symptom and Ability to Control Violent Behaviour with Music Therapy and Rational
Emotive Cognitive Behaviour Therapy)

Heri Setiawan*, Budi Anna Keliat**, Ice Yulia Wardani**


*Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Kekhusussan Keperawatan Jiwa Kampus FIK UI, Jl.
Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat-16424
**Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Email: herirsjs09@yahoo.com

ABSTRAK
Pendahuluan: Angka perilaku kekerasan cukup tinggi pada klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa.
Dampak perilaku kekerasan dapat berakibat mencederai orang lain. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas terapi
musik dan rational emotive cognitive behaviour therapy (RECBT) terhadap perubahan tanda gejala dan kemampuan
klien mengontrol perilaku kekerasan. Metode: Desain penelitian quasi eksperimental, jumlah sampel 64 responden
dengan purposive sampling. Hasil: penelitian menunjukkan penurunan tanda gejala perilaku kekerasan dan peningkatan
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan lebih besar pada kelompok yang mendapatkan terapi daripada yang tidak
mendapatkan. Diskusi: Terapi Musik dan RECBT direkomendasikan sebagai terapi keperawatan pada klien perilaku
kekerasan.

Kata kunci: kemampuan, perilaku kekerasan, tanda gejala, terapi musik, RECBT

ABSTRACT
Introduction: Prevalence of violence is highly occur in mental disorders clients at psychiatric hospitals. The impact is
injure to others. This research aims to examine the effectiveness of music therapy and RECBT to sign and symptom and
ability to control violent behaviour. Methods: Quasi-experimental research design with a sample of 64 respondents.
Results: The study found a decrease symptoms of violent behaviour, ability to control violent behavior include relaxation,
change negative thingking, irational belief, and negative behavior have increased significantly than the clients that did
not receiving therapy. Discussions: Music therapy and RECBT is recommended as a therapeutic nursing at the client’s
violent behaviour.

Keywords: violent, sign and simptom, ability, music therapy, RECBT

PENDAHULUAN prevalensi gangguan jiwa berat nasional


Data yang didapatkan dari WHO (2015) sebesar 1,7 per mill, sedangkan gangguan jiwa
menunjukkan jumlah orang yang mengalami berat di provinsi jawa tengah yaitu 2,3 per mill.
Skizofrenia di seluruh dunia adalah 7 dari Jumlah rasio penderita Skizofrenia dengan
1000 penduduk di dunia yaitu sebesar jumlah penduduk di Indonesia masih di bawah
21 juta orang, tiga dari empat kasus gejala jumlah rasio penderita skizofrenia di dunia,
yang muncul terjadi pada usia 15 dan akan tetapi masih tergolong cukup tinggi.
34 tahun (Stuart, 2013). Data RISKESDAS Sebagian kasus skizofrenia terjadi antara
tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional 20–25 tahun, di mana tahap kehidupan.
gangguan jiwa berat yaitu skizofrenia sebesar S e s e o r a n g m e n c a p a i ke m a n d i r i a n ,
0,46%, atau sekitar 1,1 juta orang atau 5,2% m e n g e mb a n g k a n h u b u n g a n d e n g a n
dari jumlah penderita skizofrenia di seluruh pasangan, mulai mengejar karir atau tujuan
dunia. Prevalensi skizofrenia di Provinsi Jawa hidup akan berdampak pada keberhasilan
Tengah yaitu 0,33% penduduk, masih di bawah sosial dan pekerjaan sehingga dapat
prevalensi skizofrenia di Indonesia. Data riset meng hancu rkan kehid upan (Elaine,
kesehatan dasar (2013) dengan responden yang et al, 2005). Prevalensi Skizofrenia cukup
diteliti adalah 1.027.763 ART menunjukkan tinggi dan terjadi pada usia produktif.

233
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241

Penelitian yang telah dilakukan menimbulkan penilaian bahwa gangguan jiwa


menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara identik dengan perilaku kekerasan. Orang
penderita skizofrenia dengan perilaku lain menganggap bahwa klien gangguan
kekerasan, meskipun tidak semua skizofrenia jiwa berbahaya sehingga tidak mau untuk
melakukan perilaku kekerasan. Sistematik mendekati klien gangguan jiwa yang pernah
review untuk melihat adanya risiko perilaku melakukan tindakan perilaku kekerasan.
kekerasan pada penyakit psikotik yaitu Up aya ya ng d i la k u k a n u nt u k
terdapat 20 studi termasuk 18.423 individu menurunkan tanda gejala dan peningkatan
dengan gangguan skizofrenia menunjukkan kemampuan mengontrol perilaku kekerasan
peningkatan risiko perilaku kekerasan, adalah dengan terapi musik dan RECBT.
perilaku kekerasan yang dilakukan oleh klien Kombinasi terapi musik dan RECBT akan
dengan skizofrenia adalah 13,2% dibandingkan memberikan dampak yang lebih luas pada
dengan populasi pada umumnya yaitu sebesar tanda gejala yang dialami oleh klien perilaku
5,3% (Fazel, et al., 2009). Prevalensi perilaku kekerasan. Terapi musik memberikan
kekerasan yang dilakukan oleh orang dengan kenyamanan pada klien dan mengalami
skizofrenia adalah 19,1% (Swanson, 2006). proses relaksasi. Terapi musik juga dapat
Penelitian lain menunjukkan bahwa Data menurunkan stimulus yang mengakibatkan
klien perilaku kekerasan pada berbagai seting, tanda gejala perilaku kekerasan masih muncul
menunjukkan adanya perbedaan dari tiap (Chlan, 2011). Terapi musik dan RECBT
negara. Australia 36,85%, Kanada 32,61%, memberikan efek yang saling mendukung
Jerman 16,06%, Italia 20,28%, Belanda untuk menurunkan tanda gejala kognitif,
24,99%, Norwegia 22,37%, Kanada 32,61%, afektif, fisiologis dan perilaku. Dampak pada
Swedia 42,90%, Amerika Serikat 31,92% dan tanda gejala sosial adalah dampak sekunder
Inggris 41,73%. Studi dilakukan di berbagai dari pemberian terapi musik dan RECBT,
setting mulai dari unit akut, unit forensik dan apabila klien mempunyai kemampuan
pada bangsal dengan tipe yang berbeda beda. menurunkan tanda gejala dengan relaksasi,
Penelitian dilakukan dengan jumlah total mengubah pikiran negatif, keyakinan irasional
69.249 klien dengan rata-rata sampel 581,9 dan perilaku negatif, maka akan berdampak
klien (Bowers, et al., 2011). Angka tersebut pada kemampuan dalam hal sosialisasi dengan
tergolong cukup tinggi di berbagai negara di orang lain dengan menunjukkan perilaku yang
dunia. positif.
Perilaku kekerasan dilakukan karena Penelitian dilakukan di RSJ Prof Dr
ketidakmampuan dalam melakukan koping Soerojo Magelang. Rumah sakit ini merupakan
terhadap stres, ketidakpahaman terhadap situasi rumah sakit vertikal tipe A kementerian
sosial, tidak mampu untuk mengidentifikasi kesehatan yang khusus merawat klien dengan
stimulus yang dihadapi, dan tidak mampu gangguan jiwa dan NAPZA sebagai salah
mengontrol dorongan untuk melakukan satu pusat rujukan klien gangguan jiwa
perilaku kekerasan (Volavka & Citrome, di Indonesia. Kapasitas tempat tidur yang
2011). Dampak dari perilaku kekerasan yang tersedia adalah 720 dan 680 tempat tidur
muncul pada skizofrenia dapat mencederai diantaranya untuk klien dengan gangguan
atau bahkan menimbulkan kematian, pada jiwa. Jumlah klien yang dirawat di RSJ Prof
akhirnya dapat memengaruhi stigma pada Dr Soerojo Magelang bulan September 2104
klien skizofrenia (Volavka, 2012). Stigma yang yaitu 249 klien, bulan Oktober yaitu 231 klien,
berkembang di masyarakat dan penolakan bulan November 2014 yaitu 224 klien dan
terhadap orang dengan skizofrenia dan bulan Desember 2014 yaitu 306 klien, dengan
gangguan mental lainnya menjadi penghalang rata-rata BOR 40,5%. Nilai BOR menurun
dalam proses pemulihan, integrasi di dalam dikarenakan kebijakan lama rawat yang lebih
masyarakat, dan peningkatan kualitas hidup singkat yaitu 35 hari. Studi pendahuluan yang
klien gangguan jiwa (Ahmed, et al.,2014). dilakukan pada 51 dokumen menunjukkan
Stigma yang berkembang di masyarakat klien skizofrenia sebanyak 80,34% dengan

234
Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.)

diagnosa keperawatan perilaku kekerasan Peng u k u ran per ilak u kekerasan


sebanyak 46,34% (19 klien). Selama bulan menggunakan kuesioner B dan lembar
Januari, rata-rata klien masuk dengan perilaku observasi. Kuesioner B untuk mengukur
kekerasan 2-3 klien di bangsal putra dan 1–2 perubahan gejala perilaku kekerasan pada
klien di bangsal putri. Angka tersebut cukup klien yang meliputi kognitif, emosi, perilaku,
tinggi. Upaya yang dilakukan di RSJ Prof Dr fisiologis dan sosial. Pengukuran perilaku
Soerojo Magelang adalah pemberian terapi kekerasan menggunakan instrument yang
generalis, REBT dan assertiveness training dapat mengukur perubahan perilaku pada
dan hasilnya belum optimal. klien (responden) yang meliputi kognitif,
Berdasarkan latar belakang di atas afektif (emosi), perilaku, fisiologis dan sosial.
maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Instrumen yang digunakan untuk mengukur
pengaruh efektivitas terapi musik dan RECBT perubahan tanda gejala perilaku kekerasan
terhadap tanda gejala dan kemampuan yaitu Kuesioner B yang terdiri dari respons
mengontrol perilaku kekerasan. kognitif, emosi, sosial dan perilakunya.
Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner
Pengungkapan Kemarahan yang digunakan
BAHAN DAN METODE
terdiri atas 8 pernyataan untuk respons
Desain penelitian yang digunakan pada kognitif, 12 pernyataan untuk respons emosi,
penelitian ini adalah quasi experiment with 7 pernyataan untuk respons sosial, 6 pernyataan
control group dengan perbandingan satu untuk respons perilaku klien terhadap situasi
kelompok intevensi dan satu kelompok kontrol. yang dihadapinya, dan 6 pernyataan untuk
Dua kelompok intervensi yang mendapat respons fisiologis.
Terapi Musik dan RECBT tersebut antara lain: Instrumen ini menggunakan skala
kelompok yang diberikan terapi kombinasi Likert yaitu 4: Selalu; 3: Sering; 2: Jarang; 1:
terapi musik dan RECBT, dan kelompok Tidak Pernah. Instrumen ini akan diisi oleh
kontrol yang tidak mendapat terapi musik responden langsung dan bila ada yang tidak
dan RECBT. Metode pengambilan sampel dimengerti maka peneliti akan menjelaskannya
dengan teknik purposive sampling. Penelitian (Putri, Keliat, Nasution & Susanti, 2010). Uji
dilakukan untuk membandingkan perbedaan validitas 26 item pernyataan valid yaitu r hasil
penurunan tanda dan gejala perilaku kekerasan > r table (0,413). Uji reliabilitas: instrumen
serta kemampuan mengontrol perilaku dinyatakan reliabel jika koefisien Alpha
kekerasan (relaksasi, mengubah pikiran Cronbach lebih besar dari nilai standar 0,6
negatif, keyakinan irasional, dan perilaku (Alpha = 0,6). Hasil uji ditemukan nilai r Alpha
negatif ) pada kelompok intervensi yang (0,765) lebih besar dibandingkan dengan nilai
mendapat terapi musik dan RECBT dengan 0,6 maka 26 pernyataan dinyatakan reliable.
kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan kemudian
Pengukuran terdiri dari Data demografi dikembangkan menjadi 36 item pertanyaan,
responden merupakan kuesioner untuk item kuesioner tambahan pada respons
mendapatkan gambaran faktor-faktor yang kognitif 2 item, respons emosi/ afektif 5 item,
memengaruhi perilaku kekerasan pada klien respons sosial 2 item, dan respons perilaku 1
yang terdiri dari usia, pendidikan, jenis item, dan aspek (Fontaine, 2009; Stuart, 2013).
kelamin, pekerjaan, status perkawinan, Tambahan item pada instrumen penelitian
riwayat gangguan jiwa, frekuensi dirawat, akan lebih memberikan gambaran tanda gejala
terapi medik, anggota keluarga dengan yang muncul pada klien perilaku kekerasan.
gangguan jiwa, pengobatan sebelumnya dan Pelaksanaan terapi musik dan RECBT
putus obat < 6 bulan. Pengambilan data ini adalah sebagai berikut pertemuan pertama:
menggunakan lembar kuesioner A yang terdiri terapi musik, identifikasi kejadian dan respons
dari 11 pertanyaan dengan cara mengisi pada terhadap kejadian: perasaan yang muncul,
pilihan jawaban yang tersedia terkait dengan mengukur perasaan dg menggunakan
karakteristik responden. termometer perasaan, mengidentifikasi

235
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241

pikiran dan perilaku negatif. Latihan melawan Karakteristik klien berdasarkan riwayat
keyakinan irasional terhadap kejadian yang putus obat menunjukkan sebagian besar
pertama. Pertemuan kedua: Terapi musik, mengalami putus obat yaitu sebanyak 48 orang
diskusi dan latihan melawan keyakinan (75%). Berdasarkan usia rata-rata klien berusia
irasional terhadap kejadian yang kedua. 32,26 tahun, Analisis mengenai frekuensi
Pertemuan ketiga: Terapi musik, diskusi dan dirawat klien dengan perilaku kekerasan rata-
latihan melawan pikiran negatif yang pertama. rata klien dirawat sebanyak 3,21 kali, rata-
Pertemuan keempat: Terapi Musik, diskusi dan rata klien mengalami gangguan jiwa selama
latihan melawan pikiran negatif yang kedua. 2,53 tahun.
Pertemuan kelima: terapi musik, diskusi dan Per ubahan tanda gejala perilaku
mengubah perilaku negatif yang pertama. kekerasan pada kelompok intervensi yang
Pertemuan keenam: terapi musik, diskusi dan mendapat Terapi Musik dan RECBT yang
mengubah perilaku negatif yang kedua. mendapat terapi musik dan RECBT dengan
Analisis data menggunakan komputer, kelompok kontrol yang tidak mendapat terapi
analisis univariat digunakan untuk menganalisis musik dan RECBT dapat dilihat dari tabel 1.
variabel-variabel yang ada secara deskriptif Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dengan menghitung distribusi frekuensinya total rata-rata komposit tanda gejala perilaku
untuk data kategori dan tendensi sentral untuk kekerasan pada kelompok intervensi yang
data numerik. Analisis bivariat adalah analisis mendapat Terapi Musik dan RECBT sebelum
untuk menguji hubungan antara dua variabel. dilakukan terapi Musik dan RECBT adalah
Uji yang digunakan adalah chi square untuk 100,84 (67,32%) dan setelah dilakukan sebesar
analisis kesetaraan pada data kategori dan 46,06 (30,71%) sehingga diketahui selisih
data kategori, independent t test pada data komposit tanda gejala perilaku kekerasan
numerik dan data numerik, independent t test sebesar 54,78 (36,52%). Hasil uji statistik
pada uji hipotesis skala numerik dan korelasi menunjukkan ada perubahan yang bermakna
pearson untuk mengetahui hubungan antara tanda gejala kognitif sebelum dan sesudah
skala numerik. diberikan Terapi Musik dan RECBT (p value
< 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol
diketahui bahwa total rata-rata komposit
HASIL
tanda gejala klien perilaku kekerasan pada
Karakteristik klien dengan perilaku kelompok kontrol sebelum dilakukan terapi
kekerasan dalam penelitian ini lebih musik dan RECBT pada kelompok intervensi
banyak laki-laki 49 orang (76,6%). Pada yang mendapat terapi musik dan RECBT
jenjang pendidikan, sebagian besar jenjang adalah 98,72 (65,81%) dan setelah dilakukan
pendidikannya adalah SMA 38 orang (59,4%). sebesar 70,75 (47,17%) sehingga diketahui
Pada status pekerjaan, sebagian besar tidak selisih komposit tanda gejala sebesar 27,97
bekerja 44 orang (68,8%). Pada status (18,14%). Hasil uji statistik menunjukkan ada
pernikahan klien menunjukkan sebagian perubahan yang bermakna komposit tanda
besar sudah menikah 30 orang (46,9%). Pada gejala pada kelompok kontrol sebelum dan
pemberian terapi medis yang diberikan saat sesudah kelompok intervensi yang mendapat
ini, sebagian besar adalah golongan typikal terapi musik dan RECBT diberikan terapi
25 orang (39,1%). musik dan RECBT (p value < 0,05).
Berdasarkan riwayat anggota keluarga Perubahan kemampuan mengontrol
yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar perilaku kekerasan pada kelompok intervensi
56 (87,5%) orang tidak ada riwayat anggota dan kelompok kontrol yang mendapat
keluarga yang mengalami gangguan jiwa 56 terapi musik dan RECBT2, didapatkan data
orang (87,5%). Karakteristik berdasarkan bahwa total rata-rata komposit kemampuan
keberhasilan pengobatan sebelumnya sebagian mengontrol perilaku kekerasan sebelum
besar tidak berhasil yaitu sebesar 41 orang dilakukan terapi musik dan RECBT adalah
(64,1%). 53,20 (28,91%) dan setelah dilakukan sebesar

236
Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.)

139,94 (73,33%) sehingga diketahui selisih hanya pemberian terapi musik atau RECBT.
komposit kemampuan mengontrol perilaku Terdapat perbedaan dalam tindakan
kekerasan sebesar 86,84 (44,42%). Hasil uji pada penelitian pemberian terapi musik yang
statistik menunjukkan ada perubahan yang dilakukan di RSJD Soerakarta di mana terapi
bermakna komposit kemampuan mengontrol musik yang dilakukan terdiri dari 4 sesi,
perilaku kekerasan sebelum dan sesudah perubahan tanda gejala yang diukur yaitu
diberikan terapi musik dan RECBT (p value kognitif, perilaku, sosial dan fisik, penelitian
< 0,05). Total rata-rata komposit kemampuan dilakukan di ruang akut sampai dengan
mengontrol perilaku kekerasan pada kelompok maintenance (Sulistyowati, Keliat, Hastono,
kontrol sebelum dilakukan terapi musik dan 2009). Pada penelitian tersebut belum ada suatu
RECBT pada kelompok intervensi yang proses untuk melatih klien mengubah pikiran
mendapat terapi musik dan RECBT adalah negatif, dan keyakinan irasional pada klien
52,33 (34,89%) dan setelah dilakukan sebesar yang terjadi pada klien. Sedangkan penelitian
80,06 (53.37%) sehingga diketahui selisih yang dilakukan mengenai efektivitas CBT
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dan REBT di RSJ Marzoeki Mahdi Bogor,
sebesar 27,78 (18,48%). Hasil uji statistik diberikan latihan untuk mengubah pikiran
menunjukkan ada perubahan yang bermakna negatif, keyakinan irasional dan perilaku
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan negatif, penelitian dilakukan di ruangan
pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah maintenance (Lelono, Keliat, & Besral, 2011).
diberikan Terapi Musik dan RECBT pada Pada penelitian tersebut tidak diberikan
kelompok intervensi yang mendapat Terapi terapi musik yang dapat memberikan manfaat
Musik dan RECBT (p value < 0,05). terutama pada tanda gejala fisiologis klien
Hu b u n g a n a nt a r a ke m a m p u a n perilaku kekerasan.
mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda Pada penelitian ini pemberian terapi
gejala perilaku kekerasan di RSJ Prof Dr musik dilakukan terlebih dahulu kemudian
Soerojo Magelang tahun 2015 menunjukkan dilanjutkan dengan RECBT. Kombinasi
bahwa ada hubungan yang kuat antara terapi musik dan RECBT akan memberikan
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dampak yang lebih luas pada tanda gejala yang
dengan tanda gejala perilaku (p value < 0,05) dialami oleh klien perilaku kekerasan. Terapi
semakin tinggi kemampuan maka tanda gejala musik memberikan kenyamanan pada klien
perilaku kekerasan semakin menurun tanda ketika dilakukan RECBT, klien mengalami
gejala perilaku kekerasan (r= –0,908). proses relaksasi selama pemberian RECBT.
Terapi musik juga dapat menurunkan stimulus
yang mengakibatkan tanda gejala perilaku
PEMBAHASAN
kekerasan masih muncul (Dunn, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan Terapi musik yang dikombinasikan dengan
untuk mengetahui efektivitas terapi musik psikoterapi efektif untuk meningkatkan hasil
berpengaruh terhadap tanda gejala perilaku dari psikoterapi yang dilakukan.
kekerasan, terjadi penurunan tanda gejala Terapi musik dan RECBT memberikan
kognitif 34,15%, perilaku 13,5%, sosial efek yang saling mendukung untuk menurunkan
13,5%, fisiologis 25,8% (Sulistyowati, Keliat, tanda gejala kognitif, afektif, fisiologis dan
Hastono, 2009). Sedangkan hasil penelitian perilaku. Dampak pada tanda gejala sosial
yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas adalah dampak sekunder dari pemberian terapi
RECBT terhadap tanda gejala perilaku musik dan RECBT, apabila klien mempunyai
kekerasan, terjadi penurunan tanda gejala kemampuan menurunkan tanda gejala dengan
tanda gejala kognitif: 30,00% emosi 28,12%, relaksasi, mengubah pikiran negatif, keyakinan
perilaku 28,33%, sosial 34,28%, fisiologis. irasional dan perilaku negatif, maka akan
30,00% (Lelono, Keliat, & Besral, 2011). Hasil berdampak pula pada kemampuan dalam
penelitian menunjukkan pengaruh terapi musik hal sosialisasi dengan orang lain dengan
dan RECBT lebih besar dibandingkan dengan menunjukkan perilaku yang positif.

237
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241

Terapi Musik pada akhirnya akan Latihan adalah penyempurnaan potensi


berdampak pada kondisi relaksasi pada klien, tenaga-tenaga yang ada dengan mengulang-
sedangkan RECBT berdampak pada kognitif, ulang aktivitas tertentu. Latihan merupakan
emosi, dan perilaku klien. Terapi musik adalah kegiatan yang nantinya diharapkan menjadi
metode terapeutik dengan menggunakan musik suat u pembiasaan atau pembudayaan
yang membantu seseorang dengan gangguan (Notoatmojo, 2003). Pembudayaan akan
jiwa berat untuk membangun suatu hubungan. membuat klien menjadi mandiri ketika
Aspek dari skizofrenia yang berkaitan dengan menghadapi kejadian atau peristiwa yang tidak
kehilangan untuk mengembalikan kreativitas, menyenangkan termasuk kejadian yang dapat
ekspresi emosi, hubungan sosial dan motivasi mencetuskan perilaku kekerasan. Buku kerja
mungkin menjadi penting ketika dihubungkan yang diberikan kepada klien dapat berguna
dengan terapi musik. (Gold, 2009 dalam untuk mengevaluasi kemampuan klien dalam
Mossler, 2013). Sedangkan RECBT secara mengatasi masalahnya.
signifikan dapat mengurangi kemarahan, Pada kemampuan relaksasi, klien
perasaan bersalah dan harga diri yang rendah. mampu relaks ketika mendengarkan musik
Aaron T. Beck pada tahun 1960an juga yang sudah disiapkan oleh peneliti dan mampu
menemukan bahwa kognisi klien memiliki menceritakan mengenai apa yang dirasakan
dampak yang luar biasa terhadap perasaan setelah mendengarkan musik, dampak pada
dan perilakunya. Beck menyatakan bahwa fisiologis, kognitif, emosi, perilaku dan sosial.
kesulitan emosional dan perilaku yang dialami Musik berpengaruh pada impuls yang berada
seseorang dalam hidupnya disebabkan oleh di otak dan dapat meningkatkan status relaks
cara mereka menginterpretasikan berbagai pada klien (Chlan, 2011). Diketahui bahwa
peristiwa yang dialami. Sehingga terapi aktifitas mental dan emosi dipengaruhi
musik dan RECBT berdampak pada relaksasi, oleh sistem syaraf autonom, sistem syaraf
mengubah keyakinan irasional, pikiran negatif autonom berdampak pada kardiovaskuler,
dan perilaku negatif pada klien perilaku neuroendokrin dan sistem imun. Imunosupresi
kekerasan. memengaruhi emosi yang negatif seperti
Ha si l p e nel it ia n me nu nju k k a n kemarahan.
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan Musik dapat memengaruhi mood
pada kelompok intervensi yang mendapat dan status emosional seseorang, di mana
terapi musik dan RECBT sebesar 74,15% akan terjadi perubahan pada sistem imun
sedangkan pengaruh tindakan keperawatan dan hormonal. Pada kondisi relaks terjadi
sesuai dengan SAK Rumah Sakit dalam penurunan tekanan darah, nadi, dan ketegangan
meningkatkan kemampuan mengontrol otot. Tanda tanda kenaikan tekanan darah,
perilaku kekerasan pada kelompok kontrol nadi, dan ketegangan otot merupakan tanda
sebesar 10,32%. Kemampuan klien dalam gejala fisiologis pada klien perilaku kekerasan
mengont rol per ilak u kekerasan pada (Chanda & Levitin, 2013). Kondisi relaks dapat
kelompok yang diberikan terapi musik dan meningkatkan kenyamanan pada seseorang.
RECBT lebih tinggi dibandingkan dengan Pada kemampuan mengubah keyakinan
kelompok kontrol. Kemampuan klien dalam irasional, klien mencatat kejadian yang tidak
relaksasi dilakukan selama sesi berlangsung menyenangkan dan perasaan yang muncul
sedangkan kemampuan mengubah pikiran dari kejadian tersebut, keyakinan yang
negatif, keyakinan irasional, dan perilaku tidak rasional akan membawa individu pada
negatif selama proses pelaksanaan terapi selalu emosi dan perilaku negatif yang tidak sehat
dimotivasi untuk melakukan latihan secara seperti perilaku amuk (agresif ) dan rasa
mandiri yang menjadi tugas rumah (home bersalah (Jensen, 2010). Dari hasil penelitian
work) yang dievaluasi secara terus menerus menunjukkan kemampuan yang dimiliki oleh
dengan menggunakan jadwal kegiatan harian klien dalam mengubah keyakinan irasional
dan buku kerja. Latihan merupakan hal yang dapat menurunkan tingkat perasaan klien.
sangat penting dalam proses pembelajaran. Pada kemampuan mengubah keyakinan

238
Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.)

irasional diawali dengan menuliskan peristiwa sesuai dengan pikiran negatif yang muncul
yang tidak menyenangkan dan perasaan yang atau perasaan negatif yang muncul, sehingga
muncul. Terdapat satu klien menolak untuk muncul perilaku yang negatif pada individu.
menuliskan mengenai peristiwa yang tidak Dalam meningkatkan kemampuan
menyenangkan dan terjadi perubahan emosi meng ubah per ilak u negatif, peneliti
pada klien. menerapkan prinsip-prinsip teori perilaku
Kemampuan klien dalam mengubah dengan memberikan penguatan (reinforcement)
keyakinan irasional menggunakan prinsip positif terhadap perilaku positif yang
ABC, A-Activating Event: persepsi individu dilakukan klien dan memberikan umpan
dan membuat kesimpulan dari peristiwa yang balik negatif terhadap perilaku yang tidak
berdampak pada individu. B-Beliefs: keyakinan diinginkan. Videbeck (2008) menyatakan
rasional dan irasional pada individu yang modifikasi perilaku merupakan suatu metode
yang menunjang pada peristiwa yang aktif, yang dapat digunakan untuk menguatkan
C- Consequence, Emotional and behavior perilaku atau respons yang diinginkan
consequence, konsekuensi emosi dan perilaku melalui pemberian umpan balik baik positif
yang diakibatkan oleh peristiwa yang terjadi maupun negatif. Peneliti juga menerapkan
(Ellis, 2000). prinsip tocen economy berupa memberikan
Kemampuan mengubah pikiran negatif, hadiah sesuai dengan keinginan klien, jika
tindakan keperawatan untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dilakukan oleh
kemampuan berfokus pada masalah klien, klien setelah mengumpulkan minimal 50%
berorientasi pada tujuan dan aktual saat poin bintang selama 3 hari. Hal tersebut dapat
ini. Fokus dari tindakan untuk memberikan meningkatkan motivasi klien untuk mengubah
kemampuan berpikir adalah pendidikan dan perilaku yang negatif, dan pada kontrak awal
membangun keterampilan klien. Hubungan klien dan perawat membuat kesepakatan
yang terapeutik klien dan perawat sangat bahwa reinforcement yang diberikan tidak
penting untuk meningkatkan efektivitas dari selamanya didapatkan oleh klien. Klien akan
tindakan keperawatan yang dilakukan (Stuart, tetap mengubah perilaku negatif walaupun
2013). sudah tidak diberikan reinforcement.
Klien menuliskan pikiran otomatis Analisis hubungan antara kemampuan
negatif yang muncul. Klien juga menuliskan mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda
latihan mengubah pikiran dan perilaku gejala perilaku kekerasan menunjukkan
negatif menjadi pikiran dan perilaku positif. bahwa koefisien korelasi antara kemampuan
Latihan mandiri yang dilakukan oleh klien mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda
dan dituliskan dalam buku kerja akan gejala perilaku kekerasan adalah –0,908
meningkatkan kemampuan mengontrol Uji statistik menggunakan korelasi Pearson
perilaku kekerasan. Dengan mengubah status menghasilkan nilai sebesar 0,003 (p value
pikiran dan perasaannya, klien diharapkan < 0,05) yang menunjukkan adanya hubungan
dapat mengubah perilaku negatif menjadi yang bermakna dan negatif antara kemampuan
positif (Oemarjoedi, 2003). Buku kerja mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda
dijadikan sebagai alat untuk melatih klien gejala perilaku kekerasan. Nilai r menunjukkan
dalam kemampuan mengubah pikiran negatif negatif artinya semakin tinggi kemampuan
klien menjadi sebuah pembudayaan atau maka tanda gejala perilaku kekerasan semakin
kebiasaan. menurun, dengan keeratan hubungan yang
Kemampuan yang keempat adalah kuat (r > 0,5).
kemampuan dalam mengubah perilaku negatif, Hasil penelitian menunjukkan adanya
banyak perilaku yang digunakan sebagai perubahan tanda gejala komposit yang lebih
koping pada saat muncul perasaan atau pikiran tinggi pada kelompok intervensi yang mendapat
yang negatif yang membuat individu merasa terapi musik dan RECBT dibandingkan
lebih baik dalam waktu jangka pendek (Stuart, dengan kelompok kontrol, di mana rata rata
2013). Perilaku yang ditunjukan seringkali kemampuan dalam mengontrol perilaku

239
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 233–241

kekerasan yang dimiliki oleh kelompok yang SIMPULAN DAN SARAN


diberikan terapi musik dan RECBT lebih Simpulan
tinggi dibandingkan dengan kelompok yang
tidak diberikan terapi musik dan RECBT. Terapi Musik dan RECBT efektif
Ketika klien mempunyai kemampuan yang meningkatkan kemampuan mengontrol
lebih tinggi dalam mengontrol perilaku perilaku kekerasan (relaksasi, mengubah
kekerasan, tanda gejala perilaku kekerasan pikiran negatif, keyakinan irasional dan
lebih minimal. perilaku negatif) sebesar 73,33%.
Terapi musik dan RECBT merupakan Analisis hubungan antara kemampuan
suatu bentuk psikoterapi. Psikoterapi adalah mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda
interaksi yang sistemik antara klien dan terapis gejala perilaku kekerasan menunjukkan bahwa
yang menerapkan prinsip untuk membantu adanya hubungan yang bermakna dan negatif
klien ketika mengalami perubahan pada antara kemampuan mengontrol perilaku
perilaku, perasaan dan pikiran. Teknik yang kekerasan dengan tanda gejala perilaku
digunakan pada RECBT dengan memberikan kekerasan. Nilai r menunjukkan negatif artinya
homework tujuannya adalah memampukan semakin tinggi kemampuan maka tanda gejala
klien dalam kemampuan mengontrol perilaku perilaku kekerasan semakin menurun, dengan
kekerasan (Stuart, 2013). Dalam proses keeratan hubungan yang kuat (r > 0,5).
psikoterapi terdapat proses pembelajaran
terhadap keterampilan yang baru dalam SARAN
hal ini relaksasi, mengubah pikiran negatif,
keyakinan irasional dan perilaku negatif. Perawat jiwa di rumah sakit diharapkan
Tujuan dari tindakan terapi musik dan RECBT selalu memotivasi klien dan mengevaluasi
adalah terciptanya perilaku yang baru dalam kemampuan-kemampuan yang telah dipelajari
hal mengontrol perilaku kekerasan. dan dimiliki oleh klien sehingga latihan
Perbedaan pemberian psikofarmaka yang diberikan membudaya. Apabila terjadi
dan psikoterapi adalah pada psikofarmaka kemunduran pada klien hendaknya perawat
berfokus pada penurunan tanda gejala saja, ruangan mengkonsultasikan perkembangan
tanpa memperhatikan mengenai kemampuan kliennya yang telah mendapat terapi spesialis
yang dimiliki oleh klien ketika muncul stressor kepada perawat spesialis yang dimiliki rumah
yang dihadapi yang mengakibatkan perubahan sakit.
dalam pikiran, perasaan, perilaku, sosial dan Hasil penelitian ini hendak nya
fisiologis. digunakan sebagai evidence based dalam
Fokus tindakan pada terapi musik dan mengembangkan Terapi Musik dan RECBT
RECBT adalah self control di mana klien baik pada individu maupun kelompok,
membangun sendiri keterampilan dalam sehingga menjadi modalitas terapi keperawatan
mengontrol perilaku kekerasan. Respons jiwa yang efektif dalam mengatasi masalah
maladaptif yang muncul disebabkan karena kesehatan jiwa dan meningkatkan derajat
terjadinya perubahan dalam pikiran, perasaan kesehatan jiwa.
dan perilaku (Stuart, 2013). Ketika pikiran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
yang negatif, perasaan yang irasional dan pada klien dengan perilaku kekerasan dengan
perilaku negatif dapat dikontrol secara mandiri cohort untuk melihat pencapaian kemampuan
oleh klien maka perilaku kekerasan akan dapat dalam menurunkan gejala dan meningkatkan
terkontrol dan tidak muncul lagi. kemampuan mengontrol perilaku kekerasan
(relaksasi, mengubah pikiran negatif,
keyakinan irasional dan perilaku negatif).

240
Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan (Heri Setiawan, dkk.)

Pe rlu nya d i la k u k a n p e nel it ia n theory: an analysis of the relationship


lanjutan yang melihat pengaruh peningkatan between irrational thinking an guilt,
kemampuan klien setelah terapi Musik dan Thesis of Science in Psychology. The
RECBT terhadap penurunan tanda gejala Faculty of Department Psychology
perilaku kekerasan pada klien skizofrenia. Villanova University. United State.
Perlu dilakukan penelitian mengenai ProQuest LLC.
kombinasi psikoterapi individu dengan Lelono, SK, Keliat, BA dan Besral. 2011.
Pengaruh cognitif behaviour therapy
psikoterapi yang diberikan pada keluarga.
dan rational emotive behaviour
therapy terhadap klien dengan perilaku
KEPUSTAKAAN kekerasan, halusinasi dan isolasi sosial
di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor,
Ahmed, AO. et al. 2014. Cognition and Other Tesis tidak dipublikasikan, Tahun
Targets for the Treatment of Aggression 2011.
in People with Schizophrenia. Scimed Mozzler K, et al. 2013. Music therapy for
central. people with schizophrenia and
Balitbang Depkes R.I 2008. Hasil Riset schizophrenia-like disorders (Review).
Kesehatan Dasar 2007, Jakarta: Depkes Wiley.
RI. Oemarjoedi, A,K,. 2003. Pendekatan Cognitive
Balitbang Depkes RI. 2013. Hasil Riset Behavioral dalam Psikoterapi. Jakarta:
Kesehatan Dasar 2013, Jakarta: Depkes Kreativ Media.
RI. Sulistyowati, Keliat, Hastono dan Susanti.
Chanda, ML and Levitin, DJ. 2013. The 2011. Pengaruh terapi musik terhadap
neurochemistry of music. Trends in klien perilaku kekerasan di RSJD
Cognitive Sciences April 2013, Vol. 17, Surakarta. Tesis tidak dipublikasikan.
No. 4. FIK. UI.
Chlan, L, 2011. Music helps reduce stress Swanson, et al., 2006. A National Study
and anxiety. Ventilator living assisted of Violent Behavior in Persons With
journal vol. 25. Schizophrenia. Arch Gen Psychiatry/
Dunn, B. 2010. Psychotherapy and music Vol. 63, May 2006.
therapy. Reprinted from victory review Stuart, GW. 2013. Principles and practice
magazine. of psychiatric nursing. (9 th edition).
Ellaine, JS, et al, 2005. Schizophrenia: etiology St Louis: Mosby.
and course. A journal annualreviews. Videback, SL. 2008. Buku Saku Keperawatan
org. Jiwa. EGC: Jakarta.
Ellis, A. 2000. Rational emotive behavioral Volavka, J., 2012. Violence in schizophrenia
approaches to childhood disorders and bipolar disorder. Psychiatria
theory, practice and research. Springer danubina, 2013; vol. 25, no. 1, pp. 2
Science+Business Media, Inc. 4–33.
Fazel, S, et al. 2009. Schizophrenia and Volavka, J & Citrome, L. 2011. Pathways to
Violence: Systematic Review and Meta- Aggression in Schizophrenia Affect
Analysis. Plos Medicine. Results of Treatment. Oxford Journal.
Fontaine, Kareen Lee. 2009. Mental Health World Health Organization. 2015. Improving
Nursing 6th edition. New Jersey: Pearson health systems and services for mental
Education, Inc. health (Mental health policy and
Jensen, 2010. Evaluating the ABC models service guidance package), Geneva 27,
of rational emotive behaviour therapy Switzerland: WHO Press.

241

Anda mungkin juga menyukai