Anda di halaman 1dari 52

MANAJEMEN ANESTESI

PADA PASIEN TRAUMA KAPITIS


Oleh:
Riska Permata Sari
N 111 16 032

Pembimbing Klinik :
dr. Muhammad Rizal, Sp.An, M.Kes

Bagian Anastesiologi & Terapi Intensif


BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
 Trauma merupakan penyebab terbanyak kematian
pada usia di bawah 45 tahun
 Trauma kepala merupakan salah satu masalah
kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan
fisik dan mental yang kompleks, defisit kognitif,
psikis, intelektual, dan lain-lain yang dapat bersifat
sementara ataupun menetap
Latar Belakang
 Di Indonesia, tidak terdapat data nasional
mengenai trauma kepala
 Salah satu efek dari cedera kepala adalah
peningkatan tekanan intrakranial
 Efek peningkatan tekanan intra cranial sangatlah
kompleks, oleh karena itu perlu penanganan segera
agar penderita tidak jatuh dalam keadaan yang
lebih buruk
Latar Belakang
 Pada kasus ini akan dibahas mengenai tatalaksana
anestesi pada pasien dengan trauma kapitis, lebih
khusus mengenai tekanan intrakranial pada pasien
dengan trauma kapitis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
 Trauma kapitis (trauma kepala) adalah trauma
mekanik terhadap kepala baik secara langsung
maupun tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fungsi neurologis, yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun
permanen
PATOFISIOLOGI
MANAJEMEN ANESTESI
PADA KASUS PENINGKATAN TIK
1. Pemeriksaan
prabedah

2. Anestesi

3. Paskabedah
Pemeriksaan prabedah
 Pemeriksaan prabedah sama seperti pemeriksaan
rutin untuk tindakan anestesi lain
 ditambah dengan evaluasi tekanan intrakranial,
efek samping kelainan serebral, terapi dan
pemeriksaan sebelumnya, hasil CT-scan, MRI dll.
Pemeriksaan prabedah
 Indikasi untuk pemasangan monitor tekanan
intrakranial adalah:
1. CT scan abnormal dan GCS 3-8 setelah
resusitasi syok dan hipoksia adekuat,
2. CT scan normal dan GCS 3-8 dan disertai dua
atau lebih: umur > 40 tahun, posturing,
tekanan sistolik < 90 mmHg
level kepala
150 sampai
300
dan pemberian
sedasi dan mengendalikan
obat pelumpuh kejang
otot bila
diperlukan

Pengobatan
optimal
resusitasi
hipertensi ventilasi
cairan dan
semua
homeostasis
intrakranial PaCO2 normal
rendah (35
mmHg)
fisiologis

tidak ada
obstruksi suhu tubuh
drainase vena normal
jugularis
Bila tindakan sebelumnya gagal untuk mengobati hipertensi
intrakranial maka diberikan tambahan terapi:

• drainase CSF secara inkremental


First-tier melalui kateter intraventrikular
• Diuresis dengan mannitol, 0.25-1.5
terapi g/kg diberikan lebih dari 10 menit
• hiperventilasi moderat

Second- • hiperventilasi agresif


tier • dosis tinggi barbiturat
• kraniektomi dekompresif
terapi
Anestesi
 Pasien dengan cedera kepala berat (GCS 3-8)
biasanya telah dilakukan intubasi di unit gawat
darurat atau untuk keperluan CT-scan.
 Bila pasien datang ke kamar operasi belum
dilakukan intubasi, dilakukan oksigenasi dan
bebaskan jalan nafas.
 Spesialis anestesi harus waspada bahwa pasien ini
mungkin dalam keadaan lambung penuh,
hipovolemia, dan cervical spine injury.
Beberapa teknik induksi
yang dapat dilakukan
Rapid sequence Pada pasien
induction dapat dengan
dipertimbangkan hemodinamik tidak
pada pasien stabil dosis induksi
dengan diturunkan atau
hemodinamik yang tidak diberikan
stabil
Anestesi
 Intubasi dengan pipa endotrakheal sebesar
mungkin yang bisa masuk, dan pasang pipa
nasogastrik untuk aspirasi cairan lambung dan
biarkan mengalir secara pasif selama
berlangsungnya operasi
Anestesi
 Pemeliharaan anestesi dipilih dengan obat yang
ideal yang mampu menurunkan tekanan
intrakranial, mempertahankan pasokan oksigen
yang adekuat ke otak, dan melindungi otak dari
akibat iskemia
Obat anestesi

Anestesi Anestesi Anestesi Muscle


intravena inhalasi lokal relaxant
Anestesi intravena
 Barbiturat. Tiopental dan fenobarbital mengurangi
aliran darah ke otak (CBF), volume darah otak
(CBV), dan tekanan intrakranial (ICP)
 Etomidate. Bersamaan dengan barbiturat etomidat
mengurangi CBF, dan ICP
Anestesi intravena
 Propofol. Efek hemodinamik dan metabolik pada
otak dengan penggunaan propofol menyerupai
obat barbiturat.
 Benzodiazepine. Diazepam dan midazolam
mungkin dapat berguna baink untuk sedasi maupun
untuk induksi anestesia karen aboat ini memiliki
minimal efek pada hemodinamik
 Narkotik, dalam penggunaan untuk klinis
menghasilkan pengurangan yang minimal sampai
sedang pada CBF
Anestesi inhalasi
 isoflurane. Depresan metabolik yang potent,
isofluran memiliki sedikit efek pada aliran darah
otak dan tekanan intrakranial daripada halotan
 Sevoflurane. Pada model kelinci “cryogenic brain
injury”, peningkatan ICP muncul dengan kenaikan
tekanan darah lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan halotan
Anestesi inhalasi
 Desflurane. Desflurane pada konsenterai yang
tinggi dapat meningkatkan ICP
 Nitrous Oxide (N2O). N2O mendilatasi pembuluh
darah otak, karena itu dapat meningkatkan ICP
Anestesi lokal
 Infiltrasi lidokain 1% maupun bupivacaine 0,25%,
dengan atau tidak dengan epinephrine, di kulit
sekitar insisi skalp dan tempat insersi pin head
holder membantu mencegah hipertensi sitemik dan
intrakranial terhadap rangsangan ini dan
menghindari penggunaan yang tidak perlu dari
anestesi dalam
Muscle relaxant
 Vecironium memiliki minimal ataupun tanpa efek
pada ICP, tekanan darah, atau denyut jantung dan
efektif pada pasien dengan trauma kepala
 Pancuronium tidak menimbulkan peningkatan ICP
tapi dapat menimbulkan hipertensi dan takikardia
karena efek vagolitiknya, oleh karena itu dapat
meningkatkan resiko pada pasien
Muscle relaxant
 Atracurium tidak memiliki efek pada ICP. Karena
onsetnya yang cepat dan durasi yang pendek
 Recuronium berguna saat intubasi karena efeknya
yang cepat dan sedikit efek pada intrakranial
Paskabedah
 Bila pasien prabedah GCS 8 kebawah, paska bedah
tetap diintubasi. Bila masih tidak sadar, pasien mungkin
dilakukan ventilasi mekanik atau nafas spontan
 Harus diperhatikan bahwa pasien dalam keadaan
posisi netral-head up, jalan nafas bebas sepanjang
waktu, normokapni, oksigenasi adekuat, normotensi,
normovolemia, isoosmoler, normoglikemia, normotermia
(35-36°C)
 Berikan fenitoin sampai 1 minggu paska bedah untuk
profilaksis kejang. Nutrisi enteral dimulai dalam 24 jam
pascabedah
BAB III LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. A
 Jenis Kelamin : Laki-Laki
 Usia : 18 Tahun
 Berat Badan : 50 kg
 Agama : Islam
 Alamat : Dampal-Sirenja
 Diagnosa Pra Anestesi : COS + EDH frontal
 Jenis Pembedahan : Craniotomy
 Tanggal Operasi : 28/01/2018
 Tempat Operasi : RSUD Undata
 Jenis Anestesi : General Anestesi
B. EVALUASI PRA-ANESTESI
Anamnesis
 Keluhan Utama :

Sakit kepala
 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien perempuan masuk dengan keluhan nyeri


kepala akibat post kecelakaan lalulintas 6 jam sebelum
masuk rumah sakit. Pasien bersama temannya
menabrak pejalan kaki. Pasien yang dibonceng
kemudian terlempar. Setelah kejadian pasien sempat
pingsan dan dibawa ke Puskesmas Tompe. Setelah di
Puskesmas pasien muntah lebih dari 5 kali bercampur
darah, mual (+), perdarahan di hidung (+),
perdarahan di telinga (-). BAK (+)
 Riwayat Penyakit Dahulu : Kejang (-), Hipertensi
(-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Mellitus (-).
Pemeriksaan Fisik
 Tanda-tanda vital

o Tekanan darah : 100/70 mmHg


o Nadi : 80 ×/menit
o Respirasi : 18 ×/menit
o Temperatur : 36,5 ºC
o Skor Nyeri (VAS) :7
 B1 (Breath) dan Evaluasi Jalan Napas: Airway:
clear, gurgling/snoring/crowing:(-/-/-), potrusi
mandibular (-), buka mulut (5 cm), jarak
mento/hyoid (6 cm), jarak hyothyoid (6,5 cm), leher
pendek (-), gerak leher (bebas), tenggorok (T1-1)
faring hiperemis tidak ada, malampathy (I),
obesitas (-), massa (-), gigi geligi lengkap (tidak
ada gigi palsu), sulit ventilasi (-). Suara
pernapasan: Vesikuler (+/+), suara tambahan (-).
Riwayat asma (-), alergi (-), batuk (-), sesak (-),
masalah lain pada sistem pernapasan (-).
 B2 (Blood): Akral dingin, bunyi jantung SI dan SII
murni regular. Masalah pada sistem kardiovaskular
(-)
 B3 (Brain): Kesadaran composmentis GCS 15
(E4V5M6), Pupil: isokor Ø 3 mm/3mm, RCL +/+,
RCTL +/+. Defisit neurologis (-). Masalah pada
sistem neuro/muskuloskeletal (-).
 B4 (Bladder): BAK (+), volume: 60 cc/jam, warna:
kuning jernih. Masalah pada sistem renal/endokrin
(-).
 B5 (bowel): Abdomen: tampak datar, peristaltik (+)
dbn, nyeri tekan regio epigastrium, mual (-), muntah
(-). Masalah pada sistem hepato/gastrointestinal (-
).
 B6 Back & Bone: Oedem pretibial (-).
 Lain-Lain: hematom region orbicularis oculi D/S
 Pemeriksaan Laboratorium
 Darah rutin
Range
Parameter Hasil Satuan
Normal
RBC 3,60 106/uL 4,7 - 6,1
Hemoglobin (Hb) 11,7 g/dL 14 - 18
Hematokrit 30,6 % 42 - 52
(HCT)
PLT 225 103/uL 150- 450
WBC 14,5 103/uL 4,8 -10,8
CT 6’ m.det 4-12
BT 3’ m.Det 1-4
 HBsAg : Non reaktif
 GDS : 125 mg/dl

 Pemeriksaan Penunjang
o EKG :-
o CT scan : perdarahan epidural di lobus frontalis
C. PLANNING
Laporan Anestesi Durante Operatif
 Anestesiologi : dr. Sofyan Bulango, Sp.An

 Jenis anestesi : General Anestesi, intubasi

 Obat :
 Sedative : Midazolam 2,5 mg, propofol 100 mg
 Analgetik : Fentanyl 70 mg
 Pelumpuh otot : Atracurium 25 mg
 Maintenance : Sevoflurane 1 MAC = 2%
 Lama anestesi : 08.35 – 11.40 (3 jam 5 menit)
 Lama operasi : 09.10 – 11.35 (2 jam 20 menit)
 Ahli Bedah : dr. Bangun Pramujo, Sp. BS
 Posisi anestesi : supine
 Infus : 2 line di tangan kiri dan kaki kiri
Grafik tanda vital selama operasi
140

120

100

80

Sistole
Diastole
60
Pulse

40

20

0
Penggunaan obat anestesi selama
operasi

140
100

105

110

115

120

125

130

135
10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

80

85

90

95
0

Sedacum

Lidocaine

Fentanyl

Propofol

Atracurium
BAB IV PEMBAHASAN
Pembahasan
 Sasaran utama pengelolaan anestesi untuk pasien
dengan cedera otak adalah optimalisasi tekanan
perfusi otak dan oksigenasi otak, menghindari
cedera sekunder dan memberikan fasilitas
pembedahan yang optimal untuk dokter bedah
saraf.
 Penatalaksanaan anestesi pada suatu cedera otak
traumatik harus menjamin adekuasi fungsi respirasi
dan sirkulasi.
Pembahasan
 Pasien ini mengalami cedera otak primer yang
terjadi akibat benturan langsung pada kepalanya
saat terbentur aspal ketika motor yang dikendarai
penderita menabrak pejalan kaki dan penderita
terpental
Pembahasan
 Adanya kemungkinan suatu peningkatan tekanan
intrakranial tidak dapat dipungkiri pada pasien ini
mengingat hebatnya benturan yang dialami serta
lokasi perdarahan yang terjadi berupa epidural
hematoma yang dialami
Pembahasan
 Sesuai dengan target utama penatalaksanaan
anestesi pada pasien ini yaitu untuk menjamin
tekanan perfusi serebral yang adekuat, maka
pemantauan secara ketat parameter hemodinamik
dasar berupa tekanan darah dan laju nadi
dilakukan secara berkesinambungan.
Pembahasan
 Mekanisme utama untuk mempertahankan CPP
adalah menjamin tekanan arteri rata-rata yang
adekuat (dengan penggunaan cairan dan kalau
perlu dengan pemberian vasopresor) untuk
mencegah peningkatan tekanan intrakranial yang
berlebihan.
Pembahasan
 Rapid sequence induction dapat dipertimbangkan
pada pasien dengan hemodinamik yang stabil
walaupun prosedur ini dapat meningkatkan
tekanan darah dan tekanan intrakranial. Selama
pemberian oksigen 100%, dosis induksi pentotal 3-
4 mg/kg atau propofol 1-2 mg/kg dan
Suksinilkolin1,5 mg/kg diberikan, lidokain 1,5
mg/kg lalu dilakukan intubasi endotrakheal.
Pembahasan
 Pemberian dosis kecil pelumpuh otot
nondepolarisasi dapat mencegah kenaikkan
tekanan intrakranial, akan tetapi keadaan ini tidak
dapat dipastikan.
 Pada pasien ini, sebelum dilakukan intubasi
diberikan midazolam 2,5 mg, lidocaine 40 mg,
fentanyl 70 mg, propofol 100mg, dan atracurium
25mg. Selama pemberian obat tersebut pasien
diberikan oksigen melalui sungkup.
Pembahasan
 Intubasi dengan pipa endotrakheal sebesar
mungkin yang bisa masuk, dan pasang pipa
nasogastrik untuk aspirasi cairan lambung dan
biarkan mengalir secara pasif selama
berlangsungnya operasi.
 Jangan dipasang melalui nasal disebabkan
kemungkinan adanya fraktur basis kranii dapat
menyebabkan masuknya pipa nasogastrik kedalam
rongga kranium.
Pembahasan
 Pemeliharaan anestesi dipilih dengan obat yang ideal
yang mampu menurunkan tekanan intrakranial,
mempertahankan pasokan oksigen yang adekuat ke
otak, dan melindungi otak dari akibat iskemia.
 Selama operasi, obat anestesi yang digunakan pada
pasien ini sebagai maintenance yaitu gas inhalasi
sevoflurane. Efek hemodinamik serebral sevoflurane
mirip dengan isoflurane. Isoflurane memiliki sedikit
efek pada aliran darah otak dan tekanan intracranial
daripada halotan.
Pembahasan
 Hiperventilasi menghasilkan suatu keadaan
hipokapnia dan selanjutnya terjadilah vasokonstriksi
serebral. Pada keadaan autoregulasi yang masih
utuh, aliran darah otak berhubungan secara linear
dengan PaCO2 antara 20-70 mmHg.
K A S I H

Anda mungkin juga menyukai