Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

Intoksikasi Makanan
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soedirman Kebumen

Disusun Oleh :
Januar Rezky Winarto Putra
12711006
Pembimbing : dr.Khayati, Sp. PD.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2019

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. EF
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 32 thn
Alamat : Pituruh, Kab Purworejo
Tanggal masuk : 29/6/2019

II. ANAMNESIS :

Keluhan Utama :
Nyeri perut disertai muntah

Resume anamnesis :
Pasien G3P2A0 uk. 10 minggu datang dengan suami dengan keluhan nyeri
perut dan mual sejak 5 jam SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus. Pasien
mengeluhkan nyeri perut setelah pasien mengkonsumsi seafood di sebuah rumah
makan. Pasien muntah berupa cairan lendir bening. Sebelumnya dibawa ke rumah
sakit pasien minum air hangat dan keluhan berkurang. Diare(-) Mual(+),
Muntah(+)2x cairan bening.

Riwayat Penyakit dahulu :


Pasien baru pertama kali mengeluhkan keluhan serupa
Asma (-), Gastritis (-)

Riwayat Keluarga:
Dirumah tidak ada yang mengalami keluhan yang sama

Riwayat Kebiasaan :
Pasien makan makanan yang dimasak dirumah

III. PEMERIKSAAN VITAL SIGN

Kesadaran :CM
Tekanan darah :129/80
Suhu tubuh :36,0
Frekuensi denyut nadi :100
Frekuensi nafas :20

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK :

2
IV.A. PEMERIKSAAN KEPALA :CA (-/-), SI (-/-), Sianosis(-/-), nafas cuping
hidung (-/-),

IV.B. PEMERIKSAAN LEHER

Inspeksi :Tak tampak perbesaran leher, tak tampak bekas luka


Palpasi :tak teraba perbesaran kelenjar, tak teraba nyeri dileher

IV.D. PEMERIKSAAN THORAKS

Inspeksi : Simetris, tak tampak keterlambatan gerak di kedua dinding dada, tak
tampak retraksi dinding dada
Perkusi : Sonor di kedua didinding dada,
Palpasi : Keterlambatan gerak dada(-), fremitus(+/+), nyeri(-), krepitasi(-)
Auskultasi :Suara Dasar vesikuler di kedua lapang paru, Ronkhi Basah halus
(-/-), whezing (-/-) murmur(-)galop(-)

IV.E. PEMERIKSAAN ABDOMEN :

Inspeksi :dinding dada lebih tinggi dari dinding perut, simetris, tidak
terdapat hiperemis, bekas luka(-)
Auskultasi :BU (+) di empat regio abdomen.
Perkusi :Timpani di empat regio abdomen.
Palpasi :Supel, Nyeri tekan(+) di epigastric

Pemeriksaan ekstremitas :
Tangan :AH(+/+), Edem (-/-)
Kaki :AH (+/+), Edem (-/-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

1. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 13,7 13,2 – 17, 3
Leukosit 18,0 3,8 – 10,6
Hematokrit 40 40 – 52
Eritrosit 4,8 4,40 – 5,90
Trombosit 322 140 – 392
GDS - 80 – 100
Ureum - 10 – 50
Creatinin - 0,9 – 1,3
SGOT 42 <37
SGPT 16 <42

3
Widal Negatif Negatif
HbsAg non reaktif Non reaktif

2. PP Test : Positif
3. Pemeriksaan urin :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Glukosa urine Negatif Negatif
Bilirubin urin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
PH 6 4,6 – 8,5
Leukosit 0-1 0-5
Epitel Squamous 3-6 Negatif
Bakteri urine Negatif Negatif

VI. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


- Intoksikasi Makanan pada multigravida
- Gastritis
- Colic Abdomen

VII. RENCANA
A. TERAPI :
IVFD Asering 20 tpm
Inj Ondansetron 2 x 4ml
Inj ranitidin 2 x 50 mg
Ceftriaxon 1 x 2 mg
Antasida syr 3x2cth

B. TINDAKAN Lanjutan :
Evaluasi KU dan Vital Sign

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi intoksikasi


Toksikologi (berasal dari bahasa Yunani yaitu tokskos dan logos yang
merupakan studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat
terhadap suatu organisme/ makhuk hidup). Toksikologi adalah ilmu yang
mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada
keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang meninggal. 1
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua
zat dapat menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya.
Menurut Ariens dkk. 1986, toksikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai kerja
senywa kimia yang merugikan tubuh organisme hidup. Sedangkan menurut Rand
dan Petrocelli 1985, toksikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang efek negatif atau efek racun dari bahan-bhan kimia dan material lain hasil
kegiatan manusia terhadap organisme, termasuk bagaimana bahan-bahan tersebut
masuk kedalam organisme.1
Dalam Toksikologi, dipelajari mengenai gejala, mekanisme, cara
detoksifikasi serta deteksi keracunan pada sistem biologis makhluk hidup.
Toksikologi sangat bermanfaat untuk memprediksi atau mengkasi akibat yang
berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan
lingkungannya.1

2.2 Etiologi intoksikasi1,2.3


Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan
keracunan, antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai
golongan seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ),
golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida, klor ), golongan logam

5
(timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida,
anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).
2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis :
sengatan serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis :
Bacillus cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia
coli dll
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis :
jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll

Secara umum racun menurut wujudnya dibedakan menjadi 3 yaitu: Padat


(Obat-obatan dan makanan), cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia,
pestisida, bisa/ racun hewan), gas (CO). Berdasarkan tempat racun berada, dapat
dibagi menjadi racun yang terdapat dialam bebas, misalnya gas racun dialam,
racun yang terdapat dirumah tangga; misalnya detergen, disenfektan, insektisida,
pembersih (cleaners). Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya
insektisida, herbisida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri dan
laboratorium, misalnya asam dan basa kuat, logam berat. Racun yang terdapat
dalam makanan, misalnya CN dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet,
zat aditif serta racun dalam bentuk obat, isalnya hipnotik, sedatif, dll.

Gambar 2.1 Sumber Racun7

6
Dapat pula pembagian racun berdasarkan organ tubuh yang dipengaruhi,
misalnya racun yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik. Berdasarkan mekanisme
kerja, dikenal racun yang mengikat gugus sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang
berpengaruh pada ATP-ase, yang membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan
nitrit. (Nitrat dalam usus oleh flora usus diubah menjadi nitrit).
Pembagian lain didasarkan atas cara kerja/efek yang ditimbulkan. Ada
racun yang bekerja lokal dan menimbulkan beberapa reaksi misalnya
peransanganm peradangan atau korosif. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa
nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan kematian akibat syok neurogenik.
Contoh racun korosif adalah asam dan basa kuat : H2SO4, HNO3, NaOH, KOH;
golongan halogen seperti fenol, lisol dan senyawa logam. Racun yang bekerja
sisitemik dan mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem misalnya barbiturat,
alkohol, morfin terhadap susunan saraf pusat, digitalis, oksalat terhadap jantung,
CO terhadap hemoglobin darah. Terdapat pula racun yang mempunyai efek lokal
dan sistemik sekaligus misalnya asam karbol menyebabkan erosi lambung dan
sebagian yang diabsorbsi akan menimbulkan depresi susunan sarap pusat. Tetra-
etil yang masih terdapat dalam campuran bensin selain mempunyai efek iritasi,
jika diserap dapat menimbulkan hemolisis akut.

2.3 Klasifikasi intoksikasi1,3,4


Mekanisme cara terjadinya keracunan dibagi menjadi 4, yaitu:
 Self Poisoning: Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis
berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak akan
membahayakan. Jadi pasien tidak bermaksdu untuk bunuh diri,
biasanya hanya untuk menarik perhatian lingkungan sekitarnya.
Pada anak muda kadang-kadang dilakukan untuk coba-coba tanpa
disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.
 Attemted suicide: dalam hal ini, pasien memang bermaksud untuk
bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien
sembuh kembali bila ia salah tafsir tentang dosis yang dimakanya.

7
 Accidental poisoning: ini jelas merupakan kecelakaan, tanpa factor
sengaja sama sekali.
 Homicidal poisoning: keracunan ini akibat tindakan criminal yaitu
seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.
Klasifikasi menurut mula waktu terjadinya keracunan di bagi menjadi
yang bersifat akut dan kronik. Untuk akut lebih mudah dikenal daripada
keracunan kronik, biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu. Ciri lain
ialah sering mengenai orang banyak, misalnya pada kercunan makanan, dapat
mengenai seluruh keluarga atau warga sekampung. Gejala keracunan akut dapat
menyerupai setiap sindrom penyakit, karena itu harus selalu diingat kemungkinan
keracunan pada keadaan sakit mendadak dengan gejala seperti muntah, kejang,
diare, koma, dan sebagainya.
Untuk diagnosis keracunan kronik sulit dibuat karena gejala yang timbul
perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat timbul akut sesudah pajanan
berkali-kali dalam waktu yang cukup lama dan dengan dosis yang kecil. Suatu ciri
khas ialah bahwa zat penyebab dieksresi lebih lama dari 24 jam, waktu paruhnya
panjang, sehingga terjadi akumulasi.

2.4 Mekanisme kerja racun5


Mekanisme kerja racun dapat dibagi dalam beberapa hal yaitu2 :
1. Racun yang bekerja secara setempat (lokal)
Misalnya:
- Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat.
- Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2.
- Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol.
Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan
menimbulkan sensasi nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan,
bahkan kematian yang dapat disebabkan oleh syok akibat nyerinya
tersebut atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari perforasi yang
terjadi pada saluran pencernaan.
2. Racun yang bekerja secara umum (sistemik)

8
Walaupun kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini
biasanya memiliki akibat / afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh
yang lebih besar bila dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh
lainnya.
Misalnya:
- Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan
syaraf pusat.
- Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.
- Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang.
- CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim
pernafasan.
- Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal.
- Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus
terutama berpengaruh terhadap hati.
3. Racun yang bekerja secara setempat dan secara umum
Misalnya:
- Asam oksalat
- Asam karbol
- Arsen
- Garam Pb

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Keracunan1,2,3,4,5


1. Cara masuk. Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara
inhalasi. Cara masuk lain secara berturut-turut melalui intravena,
intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling lambat ialah
melalui kulit yang sehat.
2. Umur. Orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya pada barbiturat.
Bayi prematur lebih rentan terhadap obat oleh karena eksresi melalui
ginjal belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup.

9
3. Kondisi tubuh. Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah
mengalami keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung
absorbs jadi lebih lambat.
4. Kebiasaan. Berpengaruh pada golongan alkohol dan morfin dikarenakan
terjadi toleransi pada orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
alkohol.
5. Idiosinkrasi dan alergi. Pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan
prokain. Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran, makin tingi
takaran maka akan makin cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi
berpengaruh pada racun yang bersifat lokal, misalnya asam sulfat.
6. Waktu pemberian.

2.6 Tanda dan gejala intoksikasi1,2,5

Kasus keracunan akibat pesrisida mempunyai angka yang tinggi. Bahkan menurut
data tahun 1983 dan 1989, pestisida sebagai penyebab kasus keracunan akut
mempunyai angka terbanyak yaitu 76,37 % dan 65,06 %. Penyebab lain yang
banyak menyebabkan kasus keracunan akut adalah air aki, obat-obatan bebas,
makanan, alkohol, dan minyak tanah.

Gejala klinis akibat keracunan dapat bervariasi, hal ini tergantung dari
penyebabnya Contoh berbagai majam gangguan klinis dan penyebab
keracunannya dapat dilihat pada tabel

Tabel 2.6.1 Gangguan klinis dan penyebab keracunan2


Gejala klinis Gangguan klinis dan penyebab keracunan
Penampilan secara Agitasi (amphetamine, cocaine, lysergic acid
Umum diethylamide,opiat withdrwal) Apathy, drowsiness, coma
(hypnotik, pelarut organik, lithium)
Gangguan system Electro-encephalogram (EEG) [central depresant], fungís

10
saraf motorik (alcohol, penyalah gunaan obat), gangguan
berjalan/gerak (hallucinogen, amfetamine, butyrophenon,
carbamazepin, lithium, cocaine), kejang
Tekanan darah Hipotensi (phenothiazine), Hipertensi (kortikosteroid,
cocaine, phenylpropanolamine, antikolinergik)
Jantung Pulse, Elektrokardiogram (EKG) [trisiklik antidepresant,
orphenadrine], Tidak teratur (phenothiazine, procainamide,
amiodarone, lidocaine), heart block ( calcoium bloker, beta
bloker, digitalis, cocaine, trisiklik antidepresant)
Temperatur Hipertermia (LSD, cocaine,
methylenedioxymethylamfetamin(mdma))
Respirasi Depresi pernapasan (opiat, barbiturat, benzodiazepine),
hipoventilasi (salisilat)
Otot Spasme dan Kram (Botulism, Crimidine, Striknin)
Kulit Kering ( Parasimpatolitik Trisiklik Antidepresant),
Berwarna : merah (carbon monoksida), biru (sianosis) ,
kuning (liver damage: alkohol, jamur, rifampicin)
Gangguan klinis dan penyebab keracunan
Gejala klinis
Mata Pinpoint (opiat, cholinesterase inhibitor), Dilatasi pupil
(atropin, amfetamin, cocaine), Kemerahan (cannabis)
Hidung Nasal Septum Komplikasi (cocaine)
Abdomen diare (laxative, organophosphat), Obstruksi (opiat,
atropine), Radiography (timbale, thalium)
Bau Bisa dilihat dari Keringat, Mulut, Pakaian, Sisa Muntah:
Alkohol (etanol, cleaner), Aceton/Nail Remover (Aceton,
Metabolic acidosis), Ammonia ( Ammonia), Almond
(Sianida), Pemutih/Klorine (Hipoklorit, klorin), Disinfektan
(Kreosat, Phenol, Tar), Formaldehyde (formaldehyde,
methanol, Bawang (Arsenik, Dimethylsulfoxide, Malation,
Paration, Phospor kuning), Asap (nikotin,

11
carbonmonoksida), Pelarut organik (diethyl eter,
chloroform, dichloromethane), Kacang (rodentisida)

2.7 Penegakan diagnosis2,3,5

Gejala yang mengarah ke suatu diagnosis keracunan sebanding dengan banyaknya


jumlah golongan obat yang beredar. Semakin banyak golongan obat yang beredar
makan akan semakin beragam gejala keracunan obat. Suatu gejala sering bersifat
aspesifik, misalnya koma dapat disebabkan oleh hipnotik, obat perangsang SSP,
salisilat, anti depresi dan lain-lain.
Dalam hal ini anamnesa dapat membantu menegakan diagnosis, walaupun
harus selalu dicocokan dengan tanda yang ditemukan, karena suatu botol yang
dipegang pasien mungkin bukan berisi zat penyebab keracunan. Jadi diagnosis
memang sulit ditegakan.
Pada pengelolaan pasien keracunan yang paling penting adalah penilaian
klinis, walaupun sebabnya belum diketahui. Hal ini disebabkan karena pengobatan
simptomatik sudah dapat dilakukan terhadap gejala-gejalanya. Diantara yang
sangat penting pada permulaan keracunan ialah derajat kesadaaran dan respirasi.
Kesadaran merupakan petunjuk penting tentang beratnya karacunan.
Makin dalam koma, maka akan semakin berat keracunanya dan angka
kematianya-pun bertambah dengan bertambah dalamnya koma.
Dalam toksikologi, derajat kesadaran dibagi dalam 4 tingkatan seperti
pada anesthesia, yaitu:
1. Tingkat 1 : pasien mengantuk namun mudah diajak bicara.
2. Tingkat 2 : pasien dalam keadaan spoor, dapat dibangunkan dengan
rangsangan minimal, misalnya bicara keras atau digoyang tanganya.
3. Tingkat 3 : pasien dalam keadaan soporokoma, hanya dapat bereaksi
terhadap rangsangan maksimal yaitu dengan menekaan sternum
dengan kepalan tangan.

12
4. Tingkat 4 : pasien dalam keadaan koma, tidak ada reaksi sedikit pun
terhadap rangsangan maksimal seperti diatas. Keadaan ini paling berat
tetapi prognosisnya tidak selalu buruk.

Seringkali hambatan pada pusat pernafasan merupakan penyebab kematian


pada keracunan, karena itu frekuensi pernafasan dan volume semenit harus selalu
di evaluasi. Jalan nafas juga sering terhambat oleh sekresi mucus yang dapat
berbahaya bila tidak segera dibersihkan. Hal ini dijumpai pada keracunan
insektisida organofosfat atau karbamat.
Untuk tekanan darah, biasa syok sering dijumpai pada pasien dengan
keracunan. Biasanya keadaan syok tidak begitu parah dan dapat diastase dengan
tindakan sederhana. Syok berat biasanya berkaitan dengan kerusakan pusat
vasomotor dan prognosisnya buruk.
Kejang menandakan adanya perangsangan SSP (amfetamin), medulla
spinalis (striknin), atau hubungan saraf otot (insektisida organofosfat). Keadaan
ini harus dibedakan dari penyakit yang dapa menimbulkan kejang seperti epilepsy,
kejang demam dan sebagainya.
Pupil dan reflex extremitas, bertentangan dengan pendapat umum, gejaala
pupil dan reflex ekstremiras tidak begitu penting untuk diagnosis karena sangat
bervariasi, kecuali untuk keracunan atropine dan morfin. Juga dalam menentukan
prognosis, gejala ini tidak dapat dijadikan pegangan. Pada keracunan hipnotik,
pupil sering anisokor dan midriasis menetap tetapi tidak selalu menandakan
prognosis buruk.
Bising usus biasanya berubah sesuai dengan tingkat kesadaran. Pada
derajat kesadaran III biasanya bising usus negatife, sehingga tanda ini dapat
dipakai sebagai pegangan untuk mencocokan derajat kesadaran misalnya pada
pasien yang sedang bersimulasi.
Jantung untuk beberapa obat menimbulkan kelainan ritme jantung
sehingga dapat terjadi gejala payah jantung atau henti jantung. Untuk menentukan
keracunan obat misalkan digitalis, antidepresan trisiklik, dan hidrokarbon

13
berklorida serta pengobatanya, diperlukan pengetahuan khusus untuk mekanisme
terjadinya aritmia tersebut.
Gejala lain juga perlu diperhatikan, misalnya gangguan keseimbangan
asam basa atau air, tanda kerusakan hati dan ginjal, kelainan EEG, retensi urin,
muntah dan diare setra kelainan spesifik misalnya pada foto x-ray tulang dan lain-
lain. Pada 6% keracunan akut barbiturant atau hipnotik lainya ditemukan bula di
kulit.
Untuk peranan laboratorium sangat diperlukan untuk diagnosis akhir dari
intoksikasi. Pemeriksaan analisis darah, urin dan muntahan pasien. Pemeriksaan
laboratorium ini tidak mudah, Karen obat di dalam tubuh mengalami perubahan
molekuler akibat proses biotransformasi. Specimen biologic dapat diperiksa
secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan secara kualitatif dan semi kauntitatif
saja sudah cukup untuk mendiagnosis.

2.8 Terapi intoksikasi1,2,3,4,5


Tindakan dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu: tindangan ABC dan Usaha
Terapetik lain-nya , serta pemberian antidot. Tindakan Umum adalah tindakan
Airway, Breathing, Circulation, Usaha Terapetik lain (Mempertahankan
Keseimbangan elektrolit, air, asam dan basa; Decontamination; dan Eliminasi).
Sedangkan Tindakan pemberian antidot adalah spesifik tergantung dari penyebab
keracunannya.
Tindakan A, B, C dan Usaha Teratik Lain
A. Airway (Jalur Napas)
Usahakan saluran napas tetap bebas sehingga pasien dapat
bernapas secara spontan. Pasien diletakkan pada posisi berbaring dan
usahakan tidak ada benda asing, sisa makanan, darah, atau muntah dari
dalam mulut.. Selain itu usahakan posisi lidah tidak menghalangi
saluran napas. Apabila perlu, pasang pipa endotrakeal.

B. Breathing (Pernapasan)

14
Pada tindakan ini , pernapasan pasien perlu dijaga agar tetap baik.
Bila perlu, dilakukan pernapasan buatan. Pada orang yang keracunan
udara yang respirasinya dimungkinkan mengandung racun yang
berbahaya (seperti asam sianida) maka bantuan pernapasan harus
dilakukan dengan menggunakan kantong napas, paling tidak
sipenolong harus bernapas berpaling dari pasein. Pemberian oksigen
murni terutama untuk orang yang menderita sianosis (=pewarnaan
kulit menjadi merah biru akibat kurangnya penjenuhan darah dengan
oksigen, yang paling mudah terlihat dari bibir dan kuku jari). Tetapi
pemberian oksigen murni tidak boeh lebih lama dari 6-8 jam. Karena
dapat terjadi udema paru-paru yang tokisk yang menyebabkan difusi
O2 dan CO2 terhambat. Udema adalah penimbunan cairan secara
patologik dalam ruang khususnya dalam ruang interstitium (ruang
interstitium = ruang yang terdapat diantara kompleks parenkhim yang
khas bagi organ tertentu, mengandung jaringan ikat, pembuluh dan
saraf). Udema paru-paru toksik dapat disebabkan juga oleh gas yang
merangsang seperi klor dan oleh zat yang pada saat muntah masuk ke
saluran napas. Gejala: terdapat rangsangan ingin batuk, kesulitan
bernapas, dan tidak tenang. Gambaran sempurna udema adalah kadang
terjadi tanpa keluhan, beberapa selang waktu kemudian ditandai
sianosis dan keluarnya busa warna coklat pada hidung dan mulut.
Akibat selanjutnya yang dapat terjadi adalah kematian. Apabila terjadi
hal ini segera diberi glukortikoid. Hal yang penting dilakukan adalah
istirahat total apabila keracuanan tampak ringan dan usahakan tubuh
tetap hangat. Jika dipastikan terjadi udema paru-paru maka: letakkan
tubuh bagian atas pada posisi yang tinggi, pemberian oksigen,
menyedot sekret yang ada, pemberian furosemida 60-200 mg iv.,
digitalis misal digoxin 0,25 iv, untuk pencegahan infeksi dapat
diberikan antibiotika golongan penisilin yang berspektrum luas.
C. Circulation (Peredaran darah)

15
Pada tindakan ini, penting dipertahankan tekanan darah dan nadi
pasien dalam batas normal. Bila perlu, berikan cairan infus normal
salin, dektrosa, atau ringer laktat. Pada kondisi jantung berhenti –
ditandai dengan hilangnya pulsa karotid, berhentinya pernapsan, pucat
seperti mayat (kulit sianotik abu-abu), pingsan, pupil dilatasi dan tidak
bereaksi – maka harus dilakukan massage jantng dari luar untuk
mendapatkan sirkulasi minimum dan mengektifkan kembali jantung.
Jika jantung berhenti tanpa sebab jelas, dapat diberi 0,3 -0,5 mg
adrenalin (intra vena atau intracardiac), defibrilasi eksterna dengan 100
– 400 watt perdetik, disertai lidocain 100 mg injeksi bolus yang diikuti
infus tetes pada hasil terapi yang dicapai.

D. Usaha Terapetik Lain


D.1. Mempertahankan Keseimbangan elektrolit, air, asam dan basa
Pada kondisi dehidrasi yang disebabkan antara lain karena diare atau
muntah maka dapat diberikan cairan oralit untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang. Pada kasus metabolik asidosis, dapat diberikan
infsus larutan natriumhidrogenkarbonat 8,5% atau larutan trometamol
0,3 molar. Sedangkan pada metabolik alkalosis, maka diberikan infus
L-argininhidroklorida 1 molar atau L-lisinhidroklorida 1 molar dengan
selalu mengawai kesetimbangan asam –basa.

D.2. Decontamination (Pembersihan)


Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi absorbsi bahan racun dengan
melakukan pembersihan. Hal ini tergantung dari bagaimana cara bahan
tersebut masuk kedalam tubuh.

a. Pertolongan pada keracunan eksterna


• Keracunan pada kulit

16
Apabila racun mengenai kulit, maka pakaian yang terkena racun
harus diganti. Kemudian daerah yang terkena dibilas dengan air
hangat atau pasien diharuskan untuk mandi. Jika kulit terluka
parah maka cuci dengan air (yang tidak terlalu hangat) dan sabun.
Penanganan lain yang dapat dilakukan yaitu membersihkan
dengan polietilenglikol 400.

• Kerusakan pada mata

Jika zat merangsang mata (zat apapun tanpa membedakan jenis


bahannya), maka mata harus dicuci bersih dengan menggunakan
banyak air, sebaiknya pada kondisi kelopak mata terbalik.
Kemudian mata dapat dibilas dengan larutan seperti larutan
hidrogenkarbonat 2% jika mata tekena zat asam ATAU dibilas
dengan asam asetat 1% / larutan asam borat 2% jika mata terkena
alkali. Mata harus dibilas terus menerus selama 5- 10 menit
sebelum dilakukan pemeriksaan. Bila mata terkena benda padat
maka harus digunakan anastesi lokal untuk mengeluarkan benda
tersebut dari mata. Untuk mencegah menutupnya mata dengan
kuat sehingga dapat mempermudah pembersihan, dapat diberikan
beberapa tetes larutan anastesi lokal. Jika terdapat air kapur masuk
ke mata, hal ini dapat menyebabkan pengeruhan kornea tau
penimbunan calsium pada permukaan mata. Penanganan hal ini
dilakukan dengan pemberian Natrium edetan (dinatrium – EDTA
– 0.35 sampai 1,85%). Larutan ini akan membuat endapan
kalsium menjadi larut. Larutan lain yang kadang-kadang juga
digunakan adalah amonium tartrat netral 10%. Apabila mata
terkena gas air mata mengakibatkan terjadainya rangsangan yang
intensif pada konjungtiva, menimbulkan nyeri menusuk pada mata
sehingga terbentuk air mata yang banyak. Pada mata yang hanya
terpejan sedikit gas air mata, maka pembentukan air mata adalah

17
merupakan pertolongan yang dapat memulihkan mata dengan
sendirinya. Tetapi pada kasus yang berat, maka mata sebaiknya
dibilas dengan air atau lebih baik menggunakan larutan natriun
hidrogen karbonat 2% dalam waktu cukup lama. Jika rasa sakit
tetap dirasakan maka perlu digunakan anastesi lokal dengan
dibawah pengawasan dokter. Pada konsentrasi yang tinggi, gas air
mata dapat menyebabkan terjadinya kerusakan selaput lendir
paru-paru dan bahkan kemungkinan dapat terjadi udema paru-
paru.

b. Penanganan pada keracunan oral


Pada kasus keracunanan secara oral, ada beberapa penanganan
yang bisa dilakukan:
Menghindari absorbsi sejumlah racun yang ada dalam
saluran pencernaan dengan memberikan adsorbensia dan atau
laksansia dan pada kasus keracunan tertentu diberikan parafin
cair

Adsorben yang paling banyak digunakan dan bermanfaat adalah


karbon aktif . Dosis yang digunakan pada orang dewasa normal
adalah 50 gram dalam ½ - 1 liter air. Racun akan diabsorbsi oleh
karbon aktif dan air minum yang diminum bersama karbon aktif
tersebut akan membantu mengencerkan racun. Pada keracunan
basa organik dapat digunakan campuran Magnesium Oksida dan
karbon aktif dengan perbandingan 1:2. Adsorbsi zat organic akan
paling kuat bila zat tersebut dalam bentuk terdisosiasi. Penetralan
lambung yang asam oleh magnesium hidroksida pada keracunan
basa akan meningkatkan kerja adsorben. Pada suasana yang basa,
akan membuat basa organik tetap dalam bentuk senyawanya dan
tidak terdisosisi. Disamping itu dengan adanya peningkatan pH
akan meningkatkan pengendapan ion logam berat. Sidat adsorbs

18
dari karbon aktif tidak akan terpengaruh dengan keberadaan
magnesium oksida atau laksansia garam (magnesium sulfat dan
natrium sulfat.) Kadang tanin juga ditambahkan, dengan
komposisi karbon aktif: magnesium oksida: tannin = 2 :1: 1.
Kombinasi ini dikenal denga antidote universal. Tanin berfungsi
untuk mengndapkan zat tertentu yang berasal dari tanaman
terutama alkaloid. Pemakaian karbon aktif ini tidak
mempengaruhi pembilasan lambung. Tetapi jika
direncanakanakan dilakukannya pembilasan lambung maka
sebaiknya cairan yang diberikan bersama karbon aktif dibatasi.
Hal ini untuk mencegah masuknya racun dari lambung ke usus.
Jika racun bersifat korosif (asam atau basa kuat) maka pemberian
protein (seperti susu) sangat bermanfaat karena dapat
menetralisasi, mengadsorbsi, dan meringankan keluhan.

Garam Laksansia bekerja dengan merangsang peristaltik pada


saluran cerna dan penggunaan pada penanggulangan keracunan
dapat memberikan hasil yang baik. Garam laksansia dapat
mengencerkan racun dengan memperlambat absorbsi air karena
efek osmotic yang ditimbulkan. Contoh garam laksansia adalah
natrium sulfat. Untuk penggunaannya:10 gram natrium sulfat
dilarutkan dalam 100 ml air hangat. Efek kerja terjadi setelah 3 –
5 jam.

Minyak parafin digunakan untuk mengatasi keracunan pelarut


organik. Minyak parafin ini mempunyai sifat yang sulit untuk
diabsorbsi. Minyak parafin akan bercampur dengan pelarut
organik, dengan cara ini maka akan menurunkan absorbsi dari
pelarut organic tersebut.

19
• Menetralkan atau menginaktivasi racun secara kimia menjadi
bentuk yang kurang/tidak toksik, yaitu dengan membentuk garam
yang sukar larut atau perubahan menjadi senyawa yang tidak
berkhasiat atau tidak toksik.

Penetralan racun yang bersifat asam dapat dinetralkan dengan


susu atau antasida, dan Basa dapat dinetralkan dengan asam encer
(seperti dengan 3 sendok makan cuka dapur dalam segelas air).

Pembentukan garam yang sukar larut, misalnya dilakukan pada


kasus keracunan asam oksalat. Pemberian kalsium gluconat dapat
membentuk garam kalsium oksalat yang sukar larut dalam air.

Contoh perubahan menjadi senyawa yang tidak aktif : pemberian


kalium permanganate bersama cairan pembilas lambung (pada
perbandingan 1:10000) pada keracunan Hal ini akan merusak
secara oksidatif menjadi fosfat yang tidak toksik.

• Mengosongkan saluran cerna dengan cepat dengan cara


seperti: bilas lambung atau membuat muntah sebelum absorbsi
terjadi.

Pembilasan lambung dapat dilakukan pada indikasi tertentu


(misalnya keracunan organo fosfat seperti baygon), sehingga
racun yang masuk dapat dihilangkan. Pembilasan lambung harus
selalu dibawah pengawasan dokter sesuai dengan keadaan pasien.
Setelah dilakukan bilas lambung, lebih baik diberikan adsorbensia
dan laksansia garam jika didapat dugaan bahwa sebagian racun
masuk ke usus.

20
Merangsang muntah dapat dilakukan oleh orang awam.
Merangsang muntah tidak boleh dilakukan pada keracunan bahan
korosif dan minyak tanah, serta penderita dengan kesadaran
menurun / kejang-kejang. Merangsang muntah ini dapat dilakukan
dengan beberapa cara antara lain: dengan rangsangan mekanis (=
memasukkan jari kedalam kerongkongan), atau pemberian larutan
natriumm klorida hangat (2 sengok makan penuh dalam segelas
air), tetapi hal ini tidak boleh dilakukan pada anak-anak. Bila
tidak terjadi muntah setelah pemberian natrium klorida maka
dapat terjadi hipernatriemia dengan udema otak. Pada kasus ini,
maka harus segera dilakukan pembilasan lambung. Keracunan
pada anak-anak dapat diberikan Sirup Ipecacuanhae. Pada orang
yang pingsang tidak boleh diberikan zat yang merangsang muntah
karena dapat menyebakan bahaya aspirasi. Selain itu juga tidak
boleh diberikan kepada orang yang keracunan detergen,
hidrokarbon (seperti bensin) atau hidrokarbon terhalogenasi (
Carbon tetraklorida), atau asam/ basa / obat yang melumpuhkan
pusat muntah (seperti sedativa). Tindakan merangsang muntah
pada kasus keracunan, seringkali masih menimbulkan pertanyaan.
Misal pemakaian sirup ipecacuanhae baru efektif bekerja15 – 30
menit setelah pemberian. Selama waktu tersebut maka racun dapat
masuk ke usus sehingga penggunaan emetika tidak bermanfaat.
Usaha merangsang muntah dapat memperlambat penggunaan
adsorbensia, yang sering lebih efektif dalam penanggulangan
keracunan. Dan pada pasien penggunaan adsorbensia lebih
menyenangkan. Selain itu karbon aktif adapat mengadsorbsi zat
emetika sehingga zat tersebut menjadi tidak efektif.

Pada dasarnya , penanganan keracunan harus disesuaikan dengan


kondisi pasien dan sebaiknya dipilih cara yang lebih mudah

21
terlebih dahulu jika keadaan memungkinkan. Yang lebih penting
diatas semuanya adalah keselamatan pasien.

D.3. Eliminasi
Pada tindakan ini, dilakukan pembersihan racun dimana diperkirakan
racun telah beredar dalam darah, dengan cara antara lain: peningkatan
ekskresi kedalam urin dengan cara diuresis dan pengubahan pH urin
dan hemodialisa.

- Peningkatan ekskresi kedalam urin dengan cara diuresis dan


pengubahan pH urin

Zat lipofil yang umumnya termasuk asam dan basa lemah, bila dalam
bentuk tak terionisasi dapat melewati sawar lipid tanpa kesulitan
sehingga dapat masuk kedalam organ – organ penting seperti otak.
Pada ginjal, setelah racun melewati proses ultrafiltrasi maka 90 %
elektrolit dan air akan direabsorbsi dari urin, sehingga racun akan
dipekatkan kurang lebih 10 kali konsentrasi dalam plasma. Dari jumlah
ini, yang tidak terikat pada protein plasma tergantung dari jumlah
racun yang pada urin. Selanjutnya racun dapat berdifusi kembali
kedalam plasma melalui membran lipid epitel. Sehingga hampir 90%
racun dalam urin dapat diabsorbsi kembali. Jadi hanya sekitar 10% saja
yang benar-benar keluar bersama urin. Jika proses reabsorbsi pasif
dapat dikurangi maka laju ekskresi dapat ditingkatkan sehingga waktu
paruh akan turun. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah
pH urin yaitu: membasakan urin / meningkatkat pH urin sehingga
memperbesar ionisasi asam organik lemah, atau mengasamkan urin /
menurunkan pH urin yang akan menaikkan ionisasi basa organik
lemah. Zat organik yang terionisasi, tidak akan dibsorbsi kembali.
Maka kecepatan ekskresi dalam urin akan meningkat. Dengan melihat

22
nilai kecepatan absorbsi maka akan diketahui apakah pengubahan pH
urin akan bermanfaat,.

Cara yang lain untuk meningkatkan ekskresi kedalam urin adalah


penggunaan diuresis. Diuresis adalah zat yang dapat merangsang
terjadinya ekskresi melalui urin. Diuresis paksa dapat dilakukan
dengan pemberian Osmodiuretika (seperti manitol) atau diuretic jerat
henle (seperti: furosemida) dalam bentuk infus. Selanjutnya dilakukan
terapi penggantian cairan dan elektrolit yang hilang.

Diuresis paksa tidak boleh dilakukan pada keadaan syok,


dekompensasi jantung, gagal ginjal, edema paru, dan keracunan akibat
bahan yang tidak dapat diekskresi melalui ginjal.

- hemodialisa

Pengertian proses hemodialisa dalam hal ini adalah terjadinya difusi


pasif racun dari plasma kedalam cairan diálisis melalui sebuah
membran. Tindakan ini dilakukan pada keracunan dengan koma yang
dalam, hipotensi berat, kelainan asam basa dan elektrolit, penyakit
ginjal berat, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit hati, dan pada
kehamilan. Umumnya dilakukan pada keracunan pada dosis letal dari
bahan alcohol, barbiturat,karbamat, paracetamol, aspirin, amfetamin,
logam berat dan striknin.

Pada proses hemodialisis ini menguntungkan karena susunan caiaran


diálisis dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

Pada proses dialisis in dapat ditambahkan adsorbensia. Adsorbensia


cukup menguntungkan karena sifat ikatan yang kuat serta kapasitas
ikatan yang tinggi untuk beberapa zat . Tetapi penggunanaan zat ini

23
memiliki kerugian yaitu komponen yang tidak toksis seperti vitamin,
hormon, asam amino dan bahan makanan juga dapat ditarik dari
plasma.

Pelaksanaan tindakan ini cukup merepotkan dan mahal, tetapi tindakan


ini harus dilakukan pada kasus keracunan berat seperti pada
keracuanan zat nefrotoksik kuat (misal : raksa (II florida). Zat
nefrotoksik dapat menimbulkan kerusakan ginjal yang parah sehingga
eliminasi ginjal akan sangat berkurang. Langkah ini berlaku pada
racun yang dapat melewati membran diálisis. Pada umumnya pada zat
yang mengalami ultraflitrasi oleh ginjal. Berikut ini adalah zat yang
perlu dilakukan diálisis jika kadar pada plasma melampaui konsentrasi
berikut ini, antara lain untuk: metanol (50 mg/100 ml plasma),
fenobarbital (20 mg/ 100 ml plasma), dan asam salisilat (90 mg / 100
ml plasma). Untuk zat yang eliminasinya cepat sehingga waktu paruh
dalam plasma lebih singkat atau kurang lebih sama dengan dengan
yang digunakan pada diálisis, tentu tidak perlu menggunakan proses
ini.

Antidotum spesifik1,2,3,6
Antidot untuk melawan efek racun yang telah masuk kedalam organ target. Tidak
semua racun mempunyai antidot yang spesifik. Berikut ini merupakan antidotum
spesifik yang dapat digunakan untuk meringankan gejala intoksikasi.
Tabel 2.8.1 Antidotum spesifik
NO ANTIDOTU INDIKASI CARA KERJA DOSIS
. M
1. Aluminium Keracunan Memblok 250 ml suspensi 30%
silikat paraquat, diquat absorpsi lewat tiap jam untuk 24-48
bentonit usus jam (selalu diberikan
bersama MgS)
2. Atropin Keracunan Memblok 1,2-2,4 mg ulangi tiap
obat/bahan reseptor 5-10 menit sampai
dengan efek muskarinik tampak tanda
muskarinik atropinisasi (mulut
kering, pulsus

24
NO ANTIDOTU INDIKASI CARA KERJA DOSIS
. M
>70x/menit)
3. Kalsium Keracunan Mengikat ion Fe 2,5% gel untuk luka
glukonat fluorida yang timbul bakar kulit, 10%
50% i.v injeksi pelan 10 ml
hiperkalemia Mengurangi 10-20 g dalam 25 ml
paralisis otot air diikuti 10 ml larutan
lurik karena K+ 10%
naik
hipermagnesemi idem idem
a
Keracunan Menghilangkan idem
oksalat hipokalsemia
4. Dekstrosa Keracunan Meningkatkan 50 ml larut
insulin, OAD ladar gula
darah
5. Dicobalt Keracunan Mengikat 600 mg i.v kemudian
edetate sianida atau sianida menjadi 300 mg lagi jika respon
derivatnya cobaltisoanid belum tampak
atau
cobaltosianid
6. Dimercaprol Keracunan As, Kelasi logam 2,5-5 mg/kg i.v tiap 4
Cu, Pb, atau Hg jam untuk 2 hari
kemudian 2,5 mg
2x/hari dan diteruskan
1x/hari
7. Etanol Keracunan Inhibisi 50 mg oral atau i.v
etilenglikol dan metabolisme kemudian 10-12 g/jam
methanol methanol lewat infuse
(derivatnya) menjadi
formaldehid
dan asa format
yang toksik
8. Asam Keracunan Menerobos Keracunan metotreksat
folanat antagonis asam blockade 60 mg 2x/hari i.v
folat (missal metabolisme diikuti 15 mg/6 jam
trimetoprim, asam folat per oral sampai 5 hari
metotreksat, Keracunan trimetoprim
dan 3-6 mg i.v kemudian
pirimetamin) 15 mg/hari per oral
sampai 5-7 hari
9. Metionin Keracunan Mengembalikan 2,5 mg per oral

25
NO ANTIDOTU INDIKASI CARA KERJA DOSIS
. M
parasetamol cadangan kemudian diikuti 2,5
glutation, mg tiap 4 jam untuk 3
mencegah dosis (10 g dalam 12
kerusakan hati jam)
dan ginjal
10. Methylen Keracunan Memacu 1-2 mg/kg atau 0,1 ml
blue bahan-bahan konversi metHb larutan 1%/kg i.v
penyebab menjadi Hb pelan infuse pada
methemoglobine penderita kekurangan
mia (cresol, G6PD, tambahkan vit
dapson, nitrat, C 1 g i.v pelan atau
femol, 200 mg oral 3x/hari
primakuin) untuk mencegah
hemolisis karena
methylen blue
11. Nalokson Meracunan Inhibisi 0,4-2,4 mg i.v ulangi
narkotika kompetitif pada tiap 2-3 menit
(opioid) reseptor sehingga total menjadi
10 mg, diberikan
bersama infuse
12. Natrium Membuat urin Meningkatkan Tergantung pada pH
bikarbonat lebih alkalis ekskresi ion urin yang harus terus
(Bic Nat) untuk mencegah karbonat dimonitor
presipitasi
Kristal
sulfonamide
dalam tubulus
renalis dan
mengoreksi
asidosis
metabolic
13. NaK-edetate Keracunan Pb Kelasi 50-75 mg/kg i.v infuse
(CaEDTA) tiap 5 jam untuk 5 hari
(tiap 2 g EDTA
diencerkan dalam 200
ml RL)
14. Na-Nitrit Keracunan Membentuk 10 ml larutan 3% i.v
sianida dan metHb yang dalam 3 menit
derivatnya atau mempunyai kemudian diberi 25 ml
hydrogen sulfide afinitas tinggi larutan 50% Na-
terhadap ion tiosulfat dalam 10

26
NO ANTIDOTU INDIKASI CARA KERJA DOSIS
. M
CN- dan HS- menit
sehingga
terbentuk
sianometHb
dan
sulfurmetHb
15. Na-tiosulfat Keracunan Meningkatkan 25 ml larutan 50% i.v
sianida dan cadangan dalam 10 menit
derivatnya tiosulfat tubuh kemudian 10 ml
yang penting larutan 3% Na-nitrit i.v
untuk selama 3 menit
mengubah CN-
menjadi
tiosianat

Tabel 2.8.2 Antidotum spesifik keracunan insektisida


Golongan Tujuan Penatalaksanaan
Insektisida
Organofosfat Mengembalikan  Atropinisasi (SA 2
(malation, paration, aktivitas AChE mg i.v, diulang
diazinon, abate) (monitoring aktivitas tiap 5-10 menit
AChE dalam eritrosit sampai
dan plasma),
atropinisasi penuh
simtomatik
(muka merah,
hipersalivasi
berkurang, mata
midriasis,
takikardi)
 Pralidoksim (p.r.n)
1000 mg i.v dalam
5 menit
 Dekontaminasi
racun dari kulit
dan membrana
mukosa
 Diazepam atau
fenobarbital
Karbamat Sama dengan
(Propoxur, karbaril) intoksikasi

27
organofosfat, tetapi
jangan diberikan
pralidoksim
Organoklorin Cegah gejala life-  Ca-glukonas 10%,
threatening, i.v. 10 mL lambat
meningkatkan  Cholestyramin
eliminasi racun, (ekskresi racun
simtomatik meningkat 3-18x,
T ½ turun dari
140 menjadi 80
jam, pemulihan
gejala klinis lebih
cepat
 Dekontaminasi
racun dari kulit
dan membrana
mukosa
 Diazepam atau
fenobarbital
Herbisida
Derivat bipyridil Menghambat absorpsi  Bilas lambung,
(paraquat, diquat) lewat usus, katartik
meningkatkan eliminasi
 Aluminium silikat,
bentonite
 HD, hemoperfusa
Dinitrofenol Mengurangi  Berendam es
simtom  Pemberian O2
(simtomatik)  Koreksi cairan dan
elektrolit
Fungisida
Pentachlorophenol Meningkatkan Cholestyramine
eliminasi melalui
feses
Hexachlorobenzene Meningkatkan Binatang: pemberian
eliminasi melalui mineral oil
feses (manusia:???)
Dithiocarbamat Mengurangi
hambatan enzim
mikrosomal hepar
(gugus sulfhidril)
Rodentisida
Warfarin Mengembalikan vitamin K1, 50 mg

28
penjendalan darah i.m atau 3x50 mg
per oral
Strychnine Mencegah kejang  dizepam
dan memperbaiki  intubasi dan
respirasi ventilator mekanik
Asam fluoroasetat Mengembalikan gliserol monoasetat
asetat tubuh
Thallium Meningkatkan Ferric ferrocyanide
eliminasi racun (mengikat thallium
dalam usus); HD;
forced diuresis)
-naphthylthiourea Menghambat (eksperimental)
aktivitas sulfhidril
Fumigant
Sianida Mencegah metHb-  Na-tiosulfat 25%
emia dan 50 mL i.v. dalam
mengeliminasi 10 menit
racun  Na-nitrit 3% 10
mL i.v. dalam 3
menit
Methyl bromide Obat-obat yang
mengembalikan
aktivitas sulfhidril

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Intoksikasi merupakan masuknya zat yang dapat membahayakan kesehatan
tubuh bahkan dapat membawa kepada kematian. Menurut jenis wujudnya dapat
dikelompokan menjadi padat, cair dan gas. menurut waktunya dibedakan menjadi
intoksikasi akut dan intoksikasi kronik. Untuk penanganan pasien intoksikasi
harus mengutamakan prinsip airway, breathing dan sirkulasi. Kemudian setelah
kebutuhan dasarnya terpenuhi barulah pengelolaan untuk racun yang tertelan.
Untuk mengeluarkan racun yang masuk ke tubuh atau menguranginya dilakukan
berbagai cara, seperti contohnya untuk racun yang tertelan dapat di tangani
dengan 3 cara seperti penanganan untuk membuat pasien muntah, memasang pipa
untuk bilas lambung, memberikan obat pencahar, dan memberikan bubuk charcoal
untuk membantu proses penyerapan racun. Untuk penanganan lain dapat
dilakukan diuresis paksa, exchange transfusion, dialysis peritoneal dan
hemodialisis.

3.2 Saran
Perlu dilakukan penanganan yang maksimal untuk mengatasi pasien
dengan intoksikasi sehingga nyawa pasien dapat terselamatkan. Pengetahuan akan
berbagai macam antidote harus dikuasai dokter umum sehingga dapat dengan
mudah untuk mengatasi kasus intoksikasi di masyarakat umum.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswara, S.G., 2007,Farmakologi dan Terapi,Edisi V, 826, Bagian


Farmakologi FKUI, Jakarta.
2. Hodgson, E. Dan Levi, P.E. 2000, A Textbook of Modern Toxicology, 2nd
Ed, McGraw-Hill Higher Education, Singapore.
3. Linden,C.H., burns,M.G., “Poisoning and drug overdosage” in Harrison’s
principles of internal medicine Vol. 2, 16th edition, International edition,
McGraw-Hill,2005.
4. Budiawan, Nat. 2008. Peran Tosiologi Forensik dalam Mengungkap Kasus
Keracunan dan Pencemaran Lingkungan. Indonesian Journal of Legal and
Forensic Sciences; 1 (1): 35-39. Jakarta
5. ISFI. ISO informasi spesialite obat Indonesia. Vol.41. Jakarta: ISFI; 2006
6. Wirasuta, M. A. G., 2008. Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi
Temuan Analisis. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciencies,
Volume 1, pp. 47-55
7. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

31

Anda mungkin juga menyukai