Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN ILMU OBSTETRI

DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
ALKHAIRAAT

REFLEKSI KASUS

RETENSIO URIN POST PARTUM

DISUSUN OLEH :
P U T R I D W I A P R I YA N T I , PEMBIMBING:
S.KED D R . D A N I E L S A R A N G A , S P. O G
(13 17 777 14 196)
PENDAHULUAN

 Traktus urinarius bagian bawah memiliki dua fungsi utama, yaitu: sebagai tempat
untuk menampung produksi urin dan sebagai fungsi ekskresi.
 Selama kehamilan, saluran kemih mengalami perubahan morfologi dan fisiologi.
Perubahan fisiologis pada vesica urinaria yang terjadi saat kehamilan berlangsung
merupakan predisposisi terjadinya retensi urin satu jam pertama sampai beberapa
hari post partum.
 Perubahan ini juga dapat memberikan gejala dan kondisi patologis yang mungkin
memberikan dampak pada perkembangan fetus dan ibu.
 Retensi urin merupakan masalah yang perlu diperhatikan pada masa intrapartum
maupun post partum. Pada masa intrapartum, Sebanyak 16-17 % kasus retensio
plasenta diakibatkan oleh vesica urinaria yang distensi akibat retensi urin.
Definisi

Retensio urin postpartum merupakan tidak adanya proses


berkemih spontan setelah kateter menetap dilepaskan, atau
dapat berkemih spontan dengan urin sisa kurang dari 150 ml.

Retensio urin adalah tidak bisa berkemih selama 24 jam yang


membutuhkan pertolongan kateter, dimana tidak dapat
mengeluarkan urin lebih dari 50% kapasitas kandung kemih.
Literatur lain menyabutkan juga batas waktu kejadian
retensio urin adalah 6-10 jam postpartum.
Epidemiologi

Hasil penelitian sebelumnya di RSCM pada tahun


2008 menemukan kejadian 17,1% kasus retensi urin
partum yang telah dipasang kateter selama enam
jam dan 7,1% untuk yang dipasang selama 24 jam
pasca operasi sectio caesarea. Semakin
bertambahnya usia ibu hamil maka kemampuan dan
fungsi otot sistem urinaria menurun karena proses
degeneratif.
KLASSIFIKASI
 a. Retensi urin akut
 Merupakan retensi urin yang berlangsung ≤ 24 jam post

partum.
1. Retensio urin pasca persalinan pervaginam
- Trauma intrapartum menyebabkan udem dan hematom
jaringan.
- Penekanan yang lama bagian terendah janin terhadap periuretra
menyebabkan gangguan kontraksi otot detrussor, sehingga
terjadi ekstravasasi ke otot kandung kemih.
- Nyeri karena laserasi atau episiotomi juga menyebabkan
hambatan terhadap kontraksi detrusor.
NEXT ...
2) Retensio urin pasca seksio sesaria :
- Seksio sesaria dengan riwayat partus lama
menyebabkan udem dan hematom jaringan periuretra
- Nyeri luka insisi pada dinding perut menyebabkan
pasien enggan mengkontraksikan otot dinding perut
guna memulai pengeluaran urin
- Manipulasi kandung kemih selama seksio sesarea
menyebabkan spastik sfingter uretra
- Anestesi
KLASSIFIKASI
 a. Retensi urin kronik
- Merupakan retensi urin yang berlangsung > 24 jam post
partum.
Faktor resiko
1) Riwayat kesulitan berkemih
2) Primipara
3) Pasca anestesi blok epidural, spinal, atau pudenda
4) Persalinan yang lama dan/ atau distosia bahu
5) Kala II lama
6) Trauma perineal yang berat seperti sobekan para uretral, klitoris,
episiotomy yang besar, rupture grade 2 atau grade 3, oedem yang
signifikan
7) Kateterisasi selama atau setelah kelahiran
8) Perubahan sensasi setelah berkemih
9) Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Etiologi

 a. Trauma Intrapartum
 b. Refleks kejang (cramp) sfingter uretra
 c. Hipotonia selama masa kehamilan dan nifas
 d. Posisi tidur telentang pada masa intrapartum
membuat ibu sulit berkemih spontan.
Retensi urin dapat dibagi berdasarkan penyebab lokasi kerusakan saraf, yaitu
:
 a. Supravesikal

Berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis segmen sakralis S2–4
dan Th1- L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan parasimpatis baik
sebagian atau seluruhnya.
 b. Vesikal

Berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang, berhubungan dengan


masa kehamilan dan proses persalinan, misalnya :retensi urin akibat
iatrogenik, cedera/inflamasi, psikis.
 c. Intravesikal

Berupa kekakuan leher vesika, striktur oleh batu kecil atau tumor pada leher
vesica urinaria, misalnya : retensi urin akibat obstruksi.
Retensi urin post partum dibagi atas dua yaitu : 5
a. Retensi urin covert (volume residu urin > 150 ml
pada hari pertama post partum tanpa gejala klinis).
b. Retensi urin overt (retensi urin akut post partum
dengan gejala klinis).
Patofisiologi
masa kehamilan
terjadi peningkatan Faktor resiko efek hormon
elastisitas pada progesteron
saluran kemih
menurunkan tonus otot
detrusor

kapasitas vesica urinaria


meningkat secara Kehilangan tonus
perlahan
uterus yang membesar
menekan vesica urinaria

trauma intrapartum pada


perlukaan jaringan, uretra dan vesika urinaria
edema mukosa kandung
kemih dan ekstravasasi obstruksi
darah di dalamnya
vesika urinaria menjadi hipotonik
dan cenderung berlangsung beberapa
lama
Manifestasi Klinik

 a. Kesulitan buang air kecil


 b. Pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus;
 c. Keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada suprapubik saat
berkemih
 d. Rasa tidak puas setelah berkemih
 e. Kandung kemih terasa penuh (distensi abdomen)
 f. Kencing menetes setelah berkemih
 g. Sering berkemih dengan volume yang kecil
 h. Nokturia lebih dari 2-3 kali yang tidak berhubungan dengan pemberian ASI
 i. Keterlambatan berkemih lebih dari 6 jam setelah persalinan
 j. Kesulitan dalam memulai berkemih setelah persalinan
 k. Letak fundus uteri tinggi atau tidak berpindah dengan kandung kenih yang
teraba (terdeteksi melalui perkusi) dan kemungkinan sakit perut bagian bawah.
Diagnosis nilai normal fungsi berkemih pada wanita
adalah :
a. Volume residu < 50 ml
b. Keinginan yang kuat timbul setelah pengisisan
>250 ml
c. Kapasitas sistometri <50 cm H2O
d. Flow rate > 15 ml/detik
Diagnosis
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Abdomen adanya massa sekitar daerah pelvik
 Vesica urinaria dapat teraba transabdominal jika isinya berkisar
antara 150-300 ml
 Pemeriksaan bimanual biasanya meraba vesica urinaria bila
terisi > 200 ml
 Pemeriksaan Penunjang :
 Pemeriksaan uroflowmetri
 Pemeriksaan urin residu adalah sisa volume urin dalam kandung
kemih setelah penderita berkemih spontan
 Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengukur volume residu urin
Penatalaksanaan

a. Bladder Training
b. Hidroterapi
c. Bladder training dengan Sitz Bath
Resume medis
♀, 25 tahun, P1A0 dengan diagnosis post partum hari ke-2, mengeluh
tidak bisa buang air kecil secara spontan sejak tadi malam. Keluhan disertai
perut terasa kembung (+) dan nyeri, keputihan (-), keluar nanah dari jahitan
di jalan lahir (-), BAB lancar.
Pasien melahirkan di kamar bersalin RSU Anutapura ditolong bidan. Setelah
melahirkan, pasien dirawat di Kasuari dan keesokan harinya pasien merasa
kesulitan buang air kecil. Pasien merasa ingin buang air kecil namun saat ke
kamar mandi dan mengedan untuk berkemih, air kencing keluar hanya
sedikit dan menetes. Urin yang keluar berwarna kuning muda.
Pemeriksaan fisik didapatkan full blast (+) dan nyeri tekan (+). Pemeriksaan
luar genitalia, didapatkan vulva tampak hecting di perineum, hecting kering.
Pada vagina tidak ada kelainan, pelepasan darah (+).
Pemeriksaan penunjang urin rutin didapatkan hasil blood : +, leukosit : +++,
sedimen leukosit : tak terhitung, sedimen eritrosit : 10-15, sedimen epitel
sel : +. Pada pemeriksaan darah rutin WBC (20.900/uL), RBC
(3.250.000/uL), HGB (8 g/dl), PLT (275.000/uL).
 Diagnosis
P1A0 25 tahun + Post partum spontan letak belakang
kepala hari ke II+ Ruptur perineum derajat II +
Retensi urin post partum
 Penatalaksanaan
- Pasang kateter menetap 2x24 jam --> keluar urin 600 cc warna kuning
muda
- Cefadroxyl 2x500 mg
- Metylergometrin 3x1 tab
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Neurodex 2x1
Pembahasan
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan retensi urin post partum karena berdasarkan
anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala tidak bisa buang air kecil setelah 2 hari
post partum. Pasien merasa ingin buang air kecil namun saat ke kamar mandi dan mengedan
untuk berkemih, air kencing keluar hanya sedikit dan menetes. Urin yang keluar berwarna
kuning muda.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan full blast (+) dan nyeri tekan (+). Pemeriksaan luar genitalia
pada vulva tampak hecting di perineum, hecting kering. Pada vagina tidak ada kelainan,
kelenjar bartolini dan kelenjar skene tidak ada pembesaran, nyeri tekan, pelepasan darah (+).

Dimana retensio urin postpartum merupakan tidak adanya proses berkemihspontan setelah
kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan denganurin sisa >200 ml pada kasus
obstetri atau>100 ml untuk kasus ginekologi.

Pemeriksaan klinis pada pasien dengan retensio urin didapatkan adanya massa sekitar daerah
pelvik. Vesika urinaria dapat teraba transabdominal jika isinya berkisar antara 150-300 ml.
Pemeriksaan bimanual biasanya meraba vesika urinaria bila terisi > 200 ml.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya
retensi urin post partum pada pasien ini, yaitu : trauma
intrapartum, refleks kejang (cramp) sfingter uretra,
hipotonia selama masa kehamilan dan nifas, dan posisi
tidur telentang pada masa intrapartum membuat ibu
sulit berkemih spontan.
Salah satu penatalaksanaan pada pasien ini adalah bladder
training, dimana bladder training ini merupakan kegiatan melatih
kandung kemih untuk mengembalikan pola normal berkemih
dengan menstimulasi pengeluaran urin dengan cara pemasangan
kateter selama 24 jam dengan pola intermiten yaitu selang
kateter dijepit atau diikat lalu di buka jepit atau ikatan tersebut
per 4 jam atau jika pasien ada perasaan ingin berkemih.

Dengan bladder training diharapkan fungsi eliminasi berkemih


spontan pada ibu post partum spontan dapat terjadi dalam 2 – 6
jam post partum.
 Secara teori ketika kandung kemih menjadi sangat mengembang
diperlukan kateterisasi, kateter Foley ditinggal dalam kandung
kemih selama 24 - 48 jam untuk menjaga kandung kemih tetap
kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan kembali
tonus otot normal dan sensasi.

 Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan


dalam waktu 2-6 jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung
kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa residu
urin minimal. Bila kandung kemih mengandung lebih dari 150 ml
residu urin, drainase kandung kemih dilanjutkan lagi. Residu urin
setelah berkemih normalnya kurang atau sama dengan 50 ml.

Anda mungkin juga menyukai