Anda di halaman 1dari 27

REFARAT DESEMBER 2022

Diagnosis dan Tatalaksana

Acute Kidney Injury pada Dewasa

Disusun Oleh :

NAMA : Dea Alifiah

NIM : N 111 21 044

PEMBIMBING KLINIK :

dr. Eva Yunita, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Dea Alifiah

No. Stambuk : N 111 21 044

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Referat : Diagnosis dan Tatalaksana

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

Bagian Ilmu Penyakit Dalam


RSUD UNDATA Palu
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Desember 2021

Pembimbing Dokter Muda

dr. Eva Yunita, Sp. PD Dea Alifiah

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................2
BAB I.............................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................1
2.1 LATAR BELAKANG.............................................................................1
2.2 TUJUAN..................................................................................................2
BAB II............................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................1
2.1 ANATOMI GINJAL................................................................................1
2.2 FISIOLOGI GINJAL...............................................................................3
2.3 DEFINISI DAN KLASIFIKASI AKUTE KINEY INJURY...................4
2.4 EPIDEMIOLOGI AKUTE KINEY INJURY..........................................6
2.5 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI AKUTE KINEY INJURY............6
2.6 DIAGNOSIS AKUTE KINEY INJURY...............................................10
2.7 TATALAKSANA AKUTE KINEY INJURY.......................................14
2.8 KOMPLIKASI.......................................................................................17
2.9 PROGNOSIS AKUTE KINEY INJURY...............................................19
BAB III.........................................................................................................20
KESIMPULAN............................................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN

2.1 LATAR BELAKANG

Acute Kidney Injury (AKI) adalah sindroma klinis yang


didefinisikan sebagai penurunan GFR secara mendadak sehingga
terjadi penurunan eliminasi hasil buangan nitrogen (urea dan
creatinine) serta toksin – toksin yang lain . AKI merupakan suatu
sindrom klinis yang luas yang mencakup berbagai etiologi, termasuk
penyakit ginjal tertentu (misalnya nefritis interstisial akut, penyakit
ginjal glomerulus akut dan vaskulitis); kondisi tidak spesifik (misalnya
iskemia, cedera toksik); serta patologi ekstrarenal (misalnya, azotemia
prerenal, dan akut nefropati obstruktif postrenal). (1)
Penelitian meta-analisis mencakup 154 studi pada lebih dari
3.000.000 individu menyatakan bahwa 1 dari 5 orang dewasa dan 1 dari 3
anak di seluruh dunia mengalami AKI selama perawatan di rumah
sakit.2,3 Insidensi AKI pada pasien yang dirawat di rumah sakit adalah
7%, sedangkan insidensi AKI di ruang perawatan intensif (ICU) sekitar
20–50%.2 Derajat AKI itu secara signifikan berkaitan dengan mortalitas
pasienInsiden AKI di dunia didapatkan bahwa 20 % pasien yang
dirawat di rumah sakit mengalami. (2)
Studi di Asia menunjukkan, AKI di Asia Timur sebesar 19,4%;
di Asia Selatan sebesar 7,5%; di Asia Tenggara mencapai 31,0%; Asia
Tengah 9,0% dan 16,7% di Asia Barat. Sedangkan mortalitas pasien
karena AKI sebesar 36,9% di Asia Timur, 13,8% Asia Selatan dan
23,6% pada Asia Barat. (3)
Etiologi dari AKI sangat banyak tetapi secara umum dibagi
menjadi pre renal, renal dan post renal. Patofisiologi AKI meliputi
gangguan yang kompleks pada vaskular, tubular, faktor inflamasi dan
faktor-faktor lain seperti gangguan hemodinamik, infeksi serta toksin.
Apabila AKI terus berlanjut maka akan diikuti oleh pembentukan

1
fibrosis yang berakhir dengan CKD. Sampai saat ini belum ada terapi
spesifik yang dapat mengobati AKI, maka pengenalan dan manajemen
yang dilakukan secara dini sangat dibutuhkan. Pengenalan secara dini
pasien dengan risiko AKI dapat menghasilkan outcome yang lebih baik
daripada melakukan terapi pada AKI yang sudah ditegakkan. Oleh
karena itu, pada artikel ini kita akan membahas mengenai deteksi dini,
manajemen awal dan pencegahan pasien pasien kritis yang mengalami
AKI supaya tidak jatuh pada kondisi CKD yang bersifat irreversibel. (3)

2.2 TUJUAN

Referat ini bertujuan untuk memahami lebih mendalam mengenai


acute kidney injury sehingga penegakkan diagnosis dan tindakan apa yang
semestinya dilakukan terhadap penderita penyakit ini dapat
terlaksana dengan benar

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI GINJAL


Setiap manusia mempunyai dua ginjal yang terletak retroperitoneal dalam
rongga abdomen dan berat masing-masing ± 150 gram. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dekstra
yang besar. (4)

Gambar 1. Posisi ginjal dalam rongga retroperitoneal. (5)

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa.
Korteks renalis terdapat di bagian luar yang berwarna cokelat gelap dan
medula renalis di bagian dalam berwarna cokelat lebih terang. Bagian
medula berbentuk kerucut disebut pelvis renalis, yang akan terhubung
dengan ureter sehingga urin yang terbentuk dapat lewat menuju vesika
urinaria. Terdapat kurang lebih satu juta nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal dalam setiap ginjal. (4)

1
Gambar 2. Ginjal. (5)
Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung
Henle, tubulus kontortus distalis dan tubulus kolektivus. Glomerulus
merupakan unit kapiler yang disusun dari tubulus membentuk kapsula
Bowman. Setiap glomerulus mempunyai pembuluh darah arteriola afferen
yang membawa darah masuk glomerulus dan pembuluh darah arteriola
efferen yang membawa darah keluar glomerulus. Pembuluh darah arteriola
efferen bercabang menjadi kapiler peritubulus yang mengalir pada tubulus.
Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler, yaitu
arteriola yang membawa darah dari dan menuju glomerulus, serta kapiler
peritubulus yang mengalir pada jaringan ginjal. (4)

Gambar 3. Glomerulus dan tubulus ginjal. (5)

2
2.2 FISIOLOGI GINJAL
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan tubuh
dengan cara membuang sisa metabolisme dan menahan zat – zat yang
diperlukan oleh tubuh. Fungsi ini amat penting bagi tubuh untuk menjaga
hemeostatis. Homeostatis amat penting dijaga karena sel – sel tubuh hanya
bisa berfungsi pada keadaan cairan tertentu. Walaupun begitu, ginjal tidak
selalu bisa mengatur keadaan cairan tubuh dalam kondisi normal. Pada
keadaan minimal, ginjal mengeluarkan minimal 0,5 liter air per hari untuk
kebutuhan pembuangan racun. Hal ini tetap harus dilakukan walaupun
tubuh berada dalam kondisi dehidrasi berat. (6)
Secara singkat, kerja ginjal bisa diuraikan menjadi (6):
 Mempertahankan keseimbangan kadar air (H2O) tubuh
 Mengatur jumlah dan konsentrasi dari kebanyakan ion di cairan
ekstraseluler. Ion – ion ini mencakup Na+ , Cl- , K+ , Mg2+, SO4
+ , H+ , HCO3 - , Ca2+, dan PO4 2- . Kesemua ion ini amat
penting dijaga konsentrasinya dalam kelangsungan hidup
organisme.
 Membantu mempertahankan kadar asam – basa cairan tubuh
dengan mengatur ekskresi H+ dan HCO3 -
 Membuang sisa metabolisme yang beracun bagi tubuh, terutama
bagi otak
 Membuang berbagai komponen asing seperti obat, bahan aditif
makanan, pestisida, dan bahan lain yang masuk ke tubuh
 Mempertahankan keseimbangan osmolaritas cairan tubuh
 Mengatur volume plasma
 Memproduksi erythropoietin
 Memproduksi renin untuk menahan garam
 Mengubah vitamin D ke bentuk aktifnya.
 Metabolisme glukoneogenesis

3
2.3 DEFINISI DAN KLASIFIKASI AKUTE KINEY INJURY
Acute kidney injury (AKI) merupakan suatu sindrom yang
ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dalam mengatur komposisi
cairan dan elektrolit tubuh, serta pengeluaran produk sisa metabolisme,
yang terjadi tiba-tiba dan cepat. Definisi AKI didasarkan kadar
serum kreatinin (Cr) dan produksi urin (urine output/UO). Pada
tahun 2004, acute dialysis quality initiative (ADQI) mengganti istilah
acute renal failure (ARF) menjadi acute kidney injury (AKI) dan
menghadirkan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kriteria akut
berdasarkan peningkatan kadar serum Cr dan UO (Risiko/Risk,
Cedera/Injury, Gagal/Failure) dan 2 kategori lain menggambarkan
prognosis gangguan ginjal. (7)

Tabel 1. Kriteria RIFLE


Kategori Peningkatan kadar Penurunan Kriteria urin output
kreatinin serum GFR
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai <0,5 mL/kg/jam,
dasar >6 jam
Injury >2.0 kali nilai dasar >50% nilai <0,5 mL/kg/jam,
dasar >12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar atau >75% nilai <0,3 mL/kg/jam,
>4 mg/dL dengan dasar >24 jam atau
kenaikan akut >0,5 anuria >12 jam
mg/dL
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan

Untuk meningkatkan sensitivitas kriteria RIFLE agar AKI dapat dikenali


lebih awal, acute kidney injury network (AKIN) memodifikasi jangka
waktu peningkatan serum Cr dari 7 hari pada RIFLE menjadi 48 jam, tidak
diperlukan kadar serum Cr awal, kenaikan kadar serum Cr sebesar >0,3

4
mg/ dL sebagai ambang definisi AKI, serta semua pasien yang
membutuhkan terapi pengganti ginjal diklasifikasikan AKI tahap 3. (7)

Tabel 2. Kriteria AKIN


Tahap Peningkatan kadar Cr serum Kriteria UO

1 >0,3 mg/dL atau kenaikan >150%- <0,5 mL/kg/jam, >6 jam


200% (1,5-2x lipat) nilai dasar

2 >200% - 300% (>2-3x lipat) nilai <0,5 mL/kg/jam, >12 jam


dasar

3 >300% (>3x lipat) nilai dasar atau <0,3 mL/kg/jam, >24 jam
>4,0 mg/dL dengan peningkatan atau anuria >12 jam
akut minimal 0,5 mg/dL

KDIGO (kidney disease improving global outcome) 2012 menggabungkan


kriteria RIFLE dan AKIN. AKI didiagnosis jika kadar kreatinin serum
meningkat minimal 0,3 mg/dL (26,5 µmol/L) dalam 48 jam atau
meningkat minimal 1,5 kali nilai dasar dalam 7 hari. (7)

Tabel 3. Kriteria KDIGO


Tahap Peningkatan kadar Cr serum Kriteria UO

1 l,5-l,9x Nilai dasar atau peningkatan <0,5 mL/kg/jam, >6 jam


>0,3 mg/dL(>26,5 µmol/L)

2 >200% - 300% (>2-3x lipat) nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, >12 jam

3 >300% (>3x lipat) nilai dasar atau >4,0 <0,3 mL/kg/jam, >24 jam
mg/dL dengan peningkatan akut atau anuria >12 jam
minimal 0,5 mg/dL

5
2.4 EPIDEMIOLOGI AKUTE KINEY INJURY
Insiden AKI di dunia didapatkan bahwa 20 % pasien yang dirawat di
rumah sakit mengalami AKI. Salah satu faktor risiko timbulnya AKI di
rumah sakit adalah pasien dalam kondisi sakit kritis. Oleh sebab itu,
prevalensi AKI pada pasien kritis cukup tinggi yaitu sekitar 50% dan
sekitar 20%–30% nya membutuhkan renal replacemen therapy (RRT).
Kematian pada pasien ICU dengan AKI dilaporkan lebih dari 50% dan
akan meningkat menjadi 80 % pada pasien yang membutuhkan. Studi di
Asia menunjukkan, AKI di Asia Timur sebesar 19,4%; di Asia Selatan
sebesar 7,5%; di Asia Tenggara mencapai 31,0%; Asia Tengah 9,0% dan
16,7% di Asia Barat. Sedangkan mortalitas pasien karena AKI sebesar
36,9% di Asia Timur, 13,8% Asia Selatan dan 23,6% pada Asia Barat. (3)

2.5 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI AKUTE KINEY INJURY


Etiologi AKI secara klasik dibagi menjadi 3 kelompok utama
berdasarkan lokasi kelainan patofisiologi, yaitu sebelum ginjal
/prerenal (55%); di dalam parenkim ginjal/renal (40%); sesudah
ginjal /postrenal (5%). (8)
A. Gagal ginjal akut Prerenal.
Prerenal termasuk salah satu jenis penyakit gagal ginjal akut yang
paling umum ditemuai. Penyebabnya ialah darah yang di terima oleh
ginjal tidak cukup untuk menyaring molekulmolekul yang tidak
diperlukan tubuh (misalnya toksin), karena penderita mengalami
dehidrasi, muntah, diare, atau kehilangan darah. Penyakit prerenal
berhubungan dengan masalah aliran darah sebagai akibat hipoperfusi
ginjal dan memurunnya laju filtrasi glomerulus. Secara umum,
penderita mengalami penipisan volume (hemoragi atau kehingan
cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepeis atau
anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark kardiogenik). Gagal
ginjal akut prerenal terjadi akibat adanya hipoperfusi ginjal yang
disebabkan oleh (9) :

6
- Penurunan Volume Vascular
1. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan, luka bakar.
2. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
3. Kehilangan cairan dari saluran kemih karena diuretic,
diabetes insipidus
- Kenaikan Kapasitas Vascular
1. Sepsis
2. Blokade ganglion
3. Reaksi anafilaksis
- Penurunan Curah Jantung/kegagalan pompa jantung
1. Renjatan kardiogenik
2. Payah jantung kongesti
3. Tamponade jantung
4. Distritmia
5. Emboli paru
6. Infark jantung
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg)
serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme
otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami
vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi
natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut
fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. (8)
B. Gagal ginjal akut renal.
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa
penyakit parenkim ginjal, yaitu :
- GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
1. Glumerulonefritis
Keadaan cedera kapiler glomerulus dapat terjadi pada kasus
glomerulonefritis. Glomerulonefritis merupakan jenis AKI
yang merusak glomerulus akibat kelainan reaksi imun.
Kurang dari 95% pasien terjadi kerusakan glomerulus 1

7
sampai 3 minggu setelah mengalami infeksi seperti radang
tenggorok streptokokus, tonsilitis streptokokus, atau bahkan
infeksi kulit streptokokus. Bukan infeksi itu sendiri yang
merusak ginjal, namun selama beberapa minggu sewaktu
antibodi terhadap streptokokus terbentuk, antibodi dan
antigen bereaksi satu sama lain membentuk kompleks mun
tak larut yang kemudian terperangkap di glomerulus,
terutama di bagian membran dasar glomeruli. Begitu
kompleks imun yang tertimbun di glomeruli, banyak sel
glomeruli proliferasi terutama sel mesangial yang terletak
diantara endotel dan epitel. Selain itu sejumlah leukosit juga
terperangkap di glomeruli. Banyak glomeruli menjadi
tersumbat oleh reaksi infamasi ini, dan yang tidak tersumbat
menjadi lebih permeabel yang memungkinkan protein dan
sel-sel darah merah bocor dari darah kapiler glomerulus
masuk ke fltrat glomerulus. Pada kasus yang berat hampir
seluruh fungsi ginjal dapat terhenti dan dapat berkembang
menjadi gagal ginjal kronis. (3)
2. Kerusakan tubulus
Patofsilologi kerusakan tubulus ginjal dapat disebabkan oleh
iskemia berat dan pasokan oksigen dan zat makanan ke sel
epitel tubulus yang tidak adekuat. Selain itu juga dapat
disebabkan juga oleh racun, toksin, atau obat-obatan yang
merusak sel-sel epitel tubulus. Iskemia disebabkan oleh syok
sirkulasi atau ganguan lain yang dapat mengganggu pasokan
aliran darah ke ginjal. Jika iskemia cukup berat maka
pasokan makanan dan oksigen ke sel-sel epitel tubulus ginjal
akan terganggu. Jika terus menerus berlangsung maka
kerusakan atau penghancuran sel-sel epitel dapat terjadi dan
akan menyebabkan sel-sel tubulus dapat terlepas. Sel-sel ini
dapat menyumbat banyak nefron sehingga keluaran urin dari

8
nefron akan tersumbat. Nefron akan seringkali gagal
mengekskresi urin selama tubulus masih tersumbat. Penyebab
tersering kerusakan epitel tubulus akibat iskemia adalah
penyebab prerenal dari AKI yang berhubungan dengan syok
sirkulasi. (3)
3. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman
Intrarenal AKI juga dapat disebabkan oleh kerusakan
intersisium dan kapiler - kapiler ginjal. Kerusakan intersitium
terjadi pada kasus nefritis yang disebabkan oleh rekasi alergi
yang disebabkan oleh obat-obatan (penicillins,
cephalosporins dan sulfonamides) dan infeksi (bakteri seperti
sleptospirosis, legionella, pyelonephritis dan virus, seperti
virus hanta). Sedangkan kerusakan vaskular ginjal biasanya
disebabkan oleh penyakit yang merusak vaskularisasi ke
ginjal sehingga menurunkan perfusi dan GFR. Beberapa
penyakit yang menyebabkan kerusakan vaskular ke ginjal
yaitu krisis hipertensi, penyakit tromboemboli,
preeklampsia/eklampsia, dan hemolyticuremic syndrome
(HUS)/thrombotic thrombocytopenia purpura (TTP).
Penyebab lainnya adalah karena racun dan obatobatan. Obat-
obatan yang dapat menyebabkan AKI seperti karbon
tetraklorida, logam berat (air raksa dan timah hitam), media
radio kontras, etilen glikol, insektisida, dan beberapa obat
lain seperti tetrasiklin, aminoglikosida, acyclovir, non steroid
anti infammatory drugs (NSAIDs) dan cisplatinum yang
digunkan untuk pengobatan kanker tertentu. (3)
- Nefrosis Tubular Akut (NTA)
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai
kelanjutan GGA prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik. Bila
iskemia ginjal sangat berat dan berlngsung lama dapat
menaakibatkan terjadinya nekrosis kartikol akut (NKA) dimana

9
lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang bersifat
reversibel. Bila lesinya tidak difus (patchy) akan ada
kemungkinan reversibel. (3)

C. Gagal ginjal akut postrenal


GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup,
namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering
adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi.
Etiologi:
- Obstruksi
1. Saluran kencing: batu, pembekuan darah, tumor, krista,dll
2. Tubuli ginjal: kristal, pigmen, protein (miolema)
- Ekstravsasi

Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan
aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini
disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam,
terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh
tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi
setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh
aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal
ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam
adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal.
Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor -
faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal. (3)

2.6 DIAGNOSIS AKUTE KINEY INJURY

Diagnosis Klinik GgGA dapat ditegakan dengan cepat tanpa


membutuhkan alat cangih dan mahal, tetapi membutuhkan daya analisis
yang kuat dan pengetahuan patofiologi yang memadai dalam
mengevaluasi data-data yang ada. Terdapat berbagai sumber dalam
mendiagnosis GgGA, salah satunya kriteria diagnosis Menurut KDIGO

10
Kriteria Diagnosis GGA menurut KDIGO (8) ::

1. Peningkatan kadar kreatinin serum sebesar ≥ 0,3mg/dl (≥ 2,64 2


umol) atau
2. Peningkatan kadar kreatinin serum ≥ 15 kali (> 50%) bila
dibandingkan dengan kadar referensi yang diketahui dan diduga
atau terjadi peningkatannya dalam 1 minggu.
3. penurunan produksi urin menjadi kurang dari 0,5 cc/jam selama
lebih dari 6 jam

Penegakan diagnosis berdasarkan etiologi penyebab gangguan ginjal akut


(8) :

1. Diagnosis Klinik Akute kiney Injury dengan etiologi pre-renal

Anamnesis
- Apakah terjadi gangguan pada saat buang air kecil seperti (Oligouri)
atau tidak adanya urin sama sekali (Anuria)
- Apakah sering merasa badan lemas dan sering haus
- Apakah pernah terjadi kehilangan volume cairan tubuh melalui
dehidrasi, perdarahan, Luka bakar, dan gangguan pada gastro-
intestinal seperti diare, muntah, atau cairan NGT.
- Apakah adanya riwayat infrak miokard, kardimopati,
perikarditis,artimia, disfungsi katup, gagal jantung, emboli paru atau
hipertensi pulmonal yang dapat menyebabkan Terjadi penurunan
volume efektif pembuluh darah (Curah jantung).
- Apakah ada riwayat mengkonsumsi obat NSAIDS dan siklosproin
yang dapat menyebabkan adanya gangguan autoregulasi ginjal atau
obat-obat vasodilator yang dapat menyebabkan terjadinya
redistribusi cairan. (8)

Pemeriksaan fisik
- Adanya Badan Lemah
- Nadi Cepat dan dangkal

11
- Bibir kering dan turgor yang buruk
- Sesak nafas
- Pada saat dilakukan pengukuran tekanan darah bisanya normotensi
atau hipotensi (hal ini tergantung pada autoregulasi cairan tubuh)
- Adanya Edema Pada tungkai. (8)

2. Diagnosis Klinik Akute kiney Injury dengan etiologi Renal

Anamnesis
- Pada Nefrotoksik Atau nefritis interstisial terdapat adanya riwayat
mengkonsumsi obat-obatan seperti aminoglikosida, cisplatin,dan
amphotercin B. Terdapat juga riwayat penggunaan radiokontras
- Pada Iskemik TNA adanya keluhan demam akibat dari infeksi/
sepsis. atau keluhan sesak nafas pada pasien dengan gagal jantung
- Pada glomerulonefritis akut terdapat riwayat demam akibat infeksi
streptokokus, dan LES.
- Pada Hemolisis terdapat adanya riwayat transfusi darah. (8)

Pemeriksaan Fisik
- Pada Pemeriksaan Vital Sign :
 Didapatkan Hipertensi pada gagal jantung dan hipertensi
akselerasi. Hipotensi pada dehidrasi dan syok
 Peningkatan Tekanan vena jugularis pada gagal jantung dan
menurun pada dehidrasi.
 Adanya demam bila terjadi infeksi atau sepsis
- Pada Pemerisaan fisik Kulit dapat ditemukan butterfly rash pada
LES dan Purpura pada vaskulitis
- Pada Pemeriksaan Paru adanya ronki pada edema paru
- Pada Pemeriksaan Jantung Adanya takikardia dan Murmur (gagal
jantung)
- Pada abdomen adanya nyeri pada sudut kostovertebrae, asites, dan
hidronefrosis. (8)

12
3. Diagnosis Klinik Akute kiney Injury dengan etiologi post-renal

Anamnesis
- Adanya Nyeri kolik abdomen
- Adanya gangguan berkemih (obstruksi urin) dan nyeri saat
berkemih
- Apakah terdapat riwayat tumor, batu, dan bekuaan darah pada ureter
yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi ureter.
- Apakah terdapat hipertrofi prostat, prolaps uteri, batu dan bekuaan
darah pada uretra. (8)

Pemeriksaan Fisik
- Demam
- Pada Pemeriksaan Abdomen :
 Terdapat nyeri tekan abdomen
 Pembesaran ginjal
 Pembesaran pada Vesike urinaria
 Pembesaran Prostat

13
Gambar 4. Alogoritme untuk menegakkan diagnosis GGA. (8)
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang umumnya dilakukan untuk menegakan


etiologi gangguan gagal ginjal akut. (8)

 Pemeriksaan Biokimia Darah


Saat ini yang digunakan sebagai penanda biologis (biomarker)
diagnosis adalah kadar kreatinin serum atau urea-N, padahal kedua
parameter diagnosis ini sangat di pengaruhi oleh faktor lainnya.
 Pemeriksaan Urin
Produksi urin per satuan wakty adalah cara menegkaan diagnosis
menurut kriteria RIFLE. pemeriksaan urin analisis membantu dalam
beberapa hal, walaupun sangat tidak sensitif. Beberapa parameter
yang sering digunakan adalah osmolalitas. fraksi ekskresi natrium
dan pemeriksaan sedimen. (8)

2.7 TATALAKSANA AKUTE KINEY INJURY

Ada 2 jenis pengobatan dalam pengelolaan terhadap GgGA, yaitu :


(8)

1. Terapi konservatif (suportif)


2. Terapi pengganti ginjal (TPG)
Yang dimaksud dengan terapi konservatif (suportif) adalah penggunaan
obat-obatan atau cairan dengan tujuan mencegah atau mengurangi
progresifitas, morbiditas dan mortalitas penyakit akibat komplikasi
GgGA. Bila terapi konservatif tidak berhasil, maka harus diputuskan
untuk melakukan TPG (8)

Tujuan terapi konservatif pada GgGA adalah sebagai berikut :


 Mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjalW • Meringankan
keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin zuo azotemiaoqse (097)
letnip neppneq iqoist airblatum
 Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme

14
 Memelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan rasam basanoble)
Beberapa prinsip terapi konservatif (8)
:
 Hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik
 Hindari keadaan yang menyababkan deplesi volume d cairan
ekstraselular dan hipotensi
 Hindari gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis metabolik
BearHindari instrumentasi (kateterisasi dan sistoskopi)
 Hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras tanpa
indikasi medis yang kuat
 Kendalikan hipertensi sistemik dan tekanan
 Kendalikan keadaan hiperglikemia dan infeksi saluran kemih
(ISK)
 Diet protein yang proporsional
 Pengobatan yang sesuai terhadap etiologi GgGA
Pada dasarnya terapi konservatif (suportif) adalah untuk menjaga
homeostasis tubuh dengan mengurangi efek buruk akibat komplikasi
GgGA. (8)

Tabel 4. Terapi koservatif (suportif) pada GgGA


Kondisi Terapi

Kelebihan cairan  Batasi garam (1-2 gram/hari) dan air


intravaskular (<1liter/hari)
 Diuretik (biasanya furosemide/thiazide)

Hiponatremia  Batasi cairan (<1 liter/hari)


 Hindari pemberian cairan hipotonis
(termasuk dextrose 5%)

Hiperkalemia  Batasi intake kalium (<40mmol/hari)


 Hindari suplemen kalium dan diuretic
hemat kalium
 Beri potassium-binding ion cxchange

15
(kayazalete)
 Beri glukosa 50% sebanyak 50cc+insulin
10 unit
 Beri natrium-bikarbonat (50-100 mmol)
 Beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau
0,5-1mg IV
 Kalsium glukonat 10% (10cc dalam 2-5
menit)

Asisodis metabolik  Batasi intake protein (0,8-1,0


gr/kgBB/hari)
 Beri natrium bikarbonat (usahakan kadar
serum bikarbonat plasma >15 mmol/l
dan pH arteri >7,2)

Hiperfosfatemia  Batasi intake fosfat (800mg/hari)


 Beri pengikat fosfat (kalsium asetat-
karbonat, aluminium HCl, sevalamer

Hipokalsemia  Beri kalsium karbonat atau kalsium


glukonat 10% (10-20cc)

Hiperuriksemia  Tidak perlu terapi bila kadar asam urat


<15 mg/dl

Terapi nutrisi pada GgGA


Tujuan utama dukungan nutrisi pada AKI diwakili dengan memastikan
pengiriman nutrisi yang memadai, mencegah pemborosan energi protein
dengan komplikasi metabolik yang menyertainya, mendorong
penyembuhan luka dan perbaikan jaringan, mendukung fungsi sistem
kekebalan tubuh, mempercepat pemulihan, dan mengurangi angka
kematian di rumah sakit. Pasien dengan AKI yang menjalani RRT harus
menerima peningkatan jumlah protein (setidaknya 1,5 g/kg/hari dengan
tambahan 0,2 g/kg/hari dalam kasus terapi penggantian ginjal
berkelanjutan (CRRT) atau dialisis efisiensi rendah berkelanjutan (SLED))
. Asupan energi sebaiknya disesuaikan dengan kalorimetri tidak langsung,

16
jika tidak tersedia, 20 hingga 30 kkal/kg/hari harus diberikan (kalori total),
dengan sekitar 30% hingga 35% energi dari lipid. (10)

Tabel 5. Kebutuhan nutrisi pada penderita GgGA


Energi 20-30 kkal/kg BB/hari
Karbohidrat 3-5 (maksimal 7) gr/kg BB/hari
Lemak 0,8-1,2 (maksimal 1,5) gr/kg BB/hari
Protein (asam amino esensial
dan non esensial)
Terapi konservatif 0,6-0,8 (maksimal 1,0) gr/kg BB/hari
TPG dengan CRRT 1,0-1,5 gr/kg BB/hari
TPG dengan CRRT dengan Maksimal 1,7 gr/kg BB/hari
hiperkatabolisme

Terapi Pengganti Ginjal (RRT)


Keputusan untuk memulai RRT berdasarkan pada manifestasi klinis
paling banyak volume overload dan abnormalitas serum biokimia
(azotemia, hiperkaliemia, asidosis metabotik parah). Pendekatan
keseluruhan harus disesuaikan dengan konteks individual. Beberapa
indikator yang dapat digunakan untuk inisiasi RRT yaitu: anuria (tidak
adanya produksi urin hingga 6 jam), oliguria berat (produksi urin 6,5
mmol/L), asidosis metabolik berat (pH30 mmol/L atau konsentrasi
kreatinin>300μmol/L) dan terjadinya komplikasi klinis akibat uremia
(contoh : uremic ensephalopathy, perikarditis, neuropati). (3)

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada GgGA dan memerlukan pengelolaan
segera adalah (8):
1. Gangguan keseimbangan cairan tubuh

17
Pada keadaan normal terjadi keseimbangan pengaturan cairan tubuh
dan elektrolit (terutama natrium) sehingga tekanan osmotik plasma
stabil dengan kadar normal natrium sekitar 135-145 meq/liter. Pada
GgGA, akibat hipoperfusi ataupun Imekanisme lain akan terjadi
oligouri atau anuri sehingga keseimbangan ini terganggu. Terjadinya
retensi cairan akan mengakibatkan kelebihan cairan intravaskular
(volume overload) dan disnatremi. Manifestasi kliniknya dapat berupa
peningkatan tekanan vena jugularhipertensi ringan, edema perifer atau
edema paru.
2. Gangguan keseimbangan elektrolit
Akibat retensi air atau asupan cairan yang hipotonis dapat terjadi
hiponatremia (dilusional). Pada hiponatremia yang berat dapat terjadi
edema serebral dengan gejala kejang atau gangguan neurologis lain.
Dalam keadaan normal, kadar K+ lebih tinggi di intraselular
dibanding dengan ekstraselular. Hiperkalemia dapat terjadi akibat
peningkatan kadar kalium total atau terhambatnya translokasi kalium
dari ekstraselular ke intraselular. Hiperkalemia berat dapat
menimbulkan gangguan neurologis, gagal Napas atau henti jantung
(cardiac arrest).
3. Asidosis metabolik
Ginjal memegang peranan penting dalam pengaturan kesimbangan
asam basa. Pada GgGA terjadi penurunan LFG secara mendadak yang
mengakibatkan terjadinya penimbunan anion organik. Akibat
gangguan reabsorbsi dan regenerasi, produksi bikarbonat menurun.
Kedua mekanisme ini akan menimbulkan komplikasi metabolik
asidosis pada penderita GgGA.
4. Gagal Jantung
Akibat kelebihan cairan intravaskular dapat terjadi edema perifer,
asites atau efusi pleura. Bila fungsi jantung memburuk akan terjadi
gagal jantung akut dengan edema paru yang dapat disertai hipertensi
pada sindrom kardio-renalatau hipotensi pada syok kardiogenik

18
5. Gagal napas
Gagal napas sering terjadi pada GgGAdan mekanismenya belum jelas.
Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab gagal napas pada GGA
adalah:
a. kelebihan cairan intravaskular (edema kardiogenik)
b. disfungsi ventrikel kiri (edema kardiogenik)
c. peningkatan permeabilitas kapiler paru (Acute Respiratory
Distress Syndrome - ARDS) d. gangguan paru akut (acute lung
injury)
6. Azotemia
Peningkatan toksin uremik (azotemia) pada GGA menimbulkan
berbagai kelainan, antara lain gangguan saluran pencernaan
(anoreksia, mual, muntah), gangguan kesadaran dengan derajat ringan
sampai qebkoma, perikarditis, efusi perikard, tamponade kardiak, dan
berbagai kelainan lain yang dapat mengancam jiwa. (8)

2.9 PROGNOSIS AKUTE KINEY INJURY

Prognosis Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat


gagal ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek
prognosanya, adanya infeksi yang menyertai, perdarahan gastrointestinal,
penyebab yang berat akan memperburuk prognosa. Penyebab kematian
tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-
20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan
kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA
yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu
pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan. 12 2.12
Pencegahan Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan status
hemodinamik seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan dan
26 mencegah penggunaan zat nefrotoksik maupun obat yang dapat
mengganggu kompensasi ginjal pada seseorang dengan gangguan fungsi

19
ginjal. Dopamin dosis ginjal maupun diuretik tidak terbukti efektif
mencegah terjadinya AKI. (10)

20
BAB III

KESIMPULAN

AKI merupakan kondisi yang banyak dijumpai di masyarakat dan pasien


dengan rawat inap. Pasien dengan risiko AKI harus diawasi dan segera diterapi
bula terjadi AKI. Terapi cairan sangat penting pada pasien dengan dehidrasi dan
hipervolemia. Pemantauan keseimbangan cairan sangat penting dilakukan agar
tidak terjadi kelebihan cairan. Status cairan perlu diamati, karena kelebihan cairan
pada pasien AKI dengan penyakit kritis akan meningkatkan risiko kematian.
Obat-obat yang diberikan sebelumnya harus dievaluasi ulang , terutama obat yang
bersifat nefrotoksik, obat yang mengganggu perfusi ginjal dan abat yang
menurunkan tekanan darah. Waktu pemberian dapat diubah, dosis diturunkan dan
kadarnya dalam darah dipantau, kalau perlu dihentikan sementara.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryantoro, S. D., Santoso, D., & Firdausa, S. (2021). Acute kidney injury
(AKI) pada kehamilan. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 21(1).
2. Hidayat, H., Pradian, E., & Kestriani, N. D. (2020). Angka Kejadian, Lama
Rawat, dan Mortalitas Pasien Acute Kidney Injury di ICU RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif, 8(2), 108-118.
3. Fatoni, A. Z., & Kestriani, N. D. (2018). Acute Kidney Injury (AKI) pada
Pasien Kritis. Majalah Anestesia dan Critical Care, 36(2), 64-76.
4. Verdiansah. (2016). Pemeriksaan Fungsi.Ginjal. Rumah Sakit Hasan
Sadikin : Bandung, Indonesia. CDK-237/ vol. 43 no. 2.
5. Paulsen, F., & Waschke, J. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta:
Kedokteran EGC. Edisi, 23.
6. Sherwood, L. (2015). Human physiology: from cells to systems.
Cengage learning.
7. Melyda. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Acute Kidney Injury (AKI) pada
Syok Septik. CDK-259/ vol. 44 no. 12
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. (2014). Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 1132-53.
9. Ginting, W. (2018). Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Ginjal
Menggunakan Metode Case Based Reasoning. Volume 3 No.2. Information
System Development [Isd]
10. Gabarre, P., Dumas, G., Dupont, T., Darmon, M., Azoulay, E., & Zafrani, L.
(2020). Acute kidney injury in critically ill patients with COVID-
19. Intensive care medicine, 46(7), 1339-1348.

21

Anda mungkin juga menyukai