Anda di halaman 1dari 59

Withdrawal syndrome

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sejarah putau
Efek penggunaan zat opioid
Definisi withdrawal syndrome
Fisiologi withdrawal syndrome
Gejala-gejala withdrawal syndrome
Penatalaksanaan
Pendekatan sosial

TUJUAN PEMBELAJARAN

Efek Penyalahgunaan
Morfin

1. Efek Terhadap Mood


(Suasana Hati)
Penggunaan morfin pada individu sehat sering menyebabkan:

disforia
rasa takut
Gelisah
mual muntah
rasa kantuk
tidak dapat berkonsentrasi
apatis

2. Perubahan EEG

Gambaran frekuensi lambat dan


voltase tinggi (mirip gambaran EEG
saat tidur / pemberian barbiturat
dosis rendah.

Terdapat pengurangan fase REM &


non REM deep sleep; fase non REM
light sleep dan keadaan jaga
bertambah panjang.

Jenis opoid lain dapat memberikan


efek berbeda, heroin memiliki
gambaran EEG bifasik yang
berkaitan dengan euphoria.

Penggunaan metadon jangka


panjang dikaitkan dengan
penurunan irama alfa, beta, dan
peningkatan irama theta

3. Efek Terhadap Sistem


Serotonin
Serotonin

berperan dalam modulasi persepsi nyeri.


Serotonin merupakan neurotransmiter yang terlibat dalam
obsesi. Turunnya levelserotonin inilah yang menyebabkan
adanya keinginan terhadap zat tsb dan ada
dorongan(kompulsi) untuk berulang-ulang melakukan
sesuatu untuk mencapai keinginannya.
Pada binatang, pemberian 5HT intraventrikel (otak)
mempotensiasi efek analgesik morfin, sedangkan inhibisi
produksi 5HT dikaitkan dengan pengurangan efek
analgesia dan berkurangnya kemungkinan dependensi dan
toleransi.
Lesi nucleus raphe magnus daerah padat 5HT
menyebabkan hilangnya efek analgetik dari morfin yang
dapat dipulihkan melalui injeksi 5 HT.

4. Efek Terhadap Sistem


Noradrenergik
Aktivasi

sistem noradrenergik (A2)


menghambat sensasi nyeri dan
memberikan efek sinergi terhadap
analgesik oleh opioid ( reseptor).

5. Efek Terhadap Sistem


Dopamin
Dopamin adalah suatu senyawa di otak yang
berperan dalam sistem keinginan dan kesenangan
Dopamin juga merupakan neurotransmiter yang
menyebabkan adiksi (ketagihan)

6. Efek Terhadap Aksis


Hipotalamus-Hipofisis

Injeksi morfin berulang-ulang menyebabkan sekresi


ACTH yang berhubungan dgn sekresi corticotropin
releasing factor (CRF) yang menyebabkan aktivitas
kortikoadrenal; siklus diurnal dari kortikosteroid juga
terganggu.
Penggunaan kronik fungsi korteks adrenal, tetapi lama
kelamaan timbul toleransi.
Penghentian penggunaan morfin menyebabkan efek
rebound berupa peningkatan sekresi hormon secara
mendadak, yang dapat berhubungan dengan gejala
abstinensi.
Sekresi GH pada pengguna kronik
Menstimulasi sekresi ADH sehingga dapat menyebabkan
berkurangnya diuresis.

Mekanisme terjadinya toleransi


dan ketergantungan obat

Adaptasi seluler perubahan aktivitas enzym, pelepasan


biogenic amin tertentu atau beberapa respon imun.
Nukleus locus ceruleus gejala withdrawal.
Nukleus ini kaya reseptor opioid, alpha-adrenergic dan
reseptor lainnya.
Stimulasi reseptor oleh agonis opioid (morfin) aktivitas
adenilsiklase pada siklik AMP.
Bila stimulasi ini diberikan terus menerus adaptasi
fisiologik di dalam neuron yang membuat level normal dari
adenisliklase walau berikatan dengan opoid.
Bila ikatan opoid ini dihentikan dengan mendadak atau
diganti dengan obat yang bersifat antagonis opioid, maka
akan terjadi efek adenilsiklase pada siklik AMP secara
mendadak dan berhubungan dengan gejala pasien berupa
gejala hiperaktivitas.

Mekanisme adiksi?
system

reward : Manusia suka


mengulangi perilaku yang
menghasilkan sesuatu yang
menyenangkan efek
reinforcement positif.
Reward ada yang alami (makanan,
air, sex, kasih sayang) dan dari obatobatan.
Pengaturan perasaan dan perilaku ini
di otak disebut reward pathway.

Bagian penting dari


reward pathway

ventral

tegmental area (VTA),


nucleus accumbens,
prefrontal cortex.
VTA terhubung dgn nucleus accumbens dan prefrontal
cortex melalui jalur reward mengirim informasi melalui
saraf. Stimulus saraf di VTA mengandung NT dopamin,
dilepaskan nucleus accumbens dan prefrontal cortex
jalur reward teraktivasi system reward bekerja.

Mekanisme adiksi obat-obat


golongan opiat?
Reseptor

opiate:

sekitar reward pathway (VTA, nucleus accumbens dan

cortex)
pain pathway (jalur nyeri) (thalamus, brainstem, dan spinal
cord).
Penggunaan

opiat mengikat reseptornya di jalur


nyeri (efek analgesi dan jalur reward (reinforcement
positif (rasa senang, euphoria, ingin mengulang
lagi)).
Hal ini karena ikatan obat opiat dengan reseptornya
di nucleus accumbens akan menyebabkan pelepasan
dopamin yang terlibat dalam system reward.

Gejala putus obat (gejala abstinensi atau withdrawal


syndrome) terjadi bila pecandu obat tersebut
menghentikan penggunaan obat secara tiba-tiba.
Gejala biasanya timbul dalam 6-10 jam setelah pemberian
obat yang terakhir dan puncaknya pada 36-48 jam.
Withdrawal dapat terjadi secara spontan akibat
penghentian obat secara tiba-tiba atau dapat pula
dipresipitasi dengan pemberian antagonis opioid seperti
naloxon, naltrexone. Dalam 3 menit setelah injeksi
antagonis opioid, timbul gejala withdrawal, mencapai
puncaknya dalam 10-20 menit, kemudian menghilang
setelah 1 jam.

Gejala putus obat:


1.
2.
3.

4.

6 12 jam , lakrimasi, rhinorrhea, bertingkat, sering menguap,


gelisah
12 - 24 jam, tidur gelisah, iritabel, tremor, pupil dilatasi (midriasi),
anoreksia
24-72 jam, semua gejala diatas intensitasnya bertambah disertai
adanya kelemahan, depresi, nausea, vomitus, diare, kram perut,
nyeri pada otot dan tulang, kedinginan dan kepanasan yang
bergantian, peningkatan tekanan darah dan denyut
jantung,gerakan involunter dari lengan dan tungkai, dehidrasi dan
gangguan elektrolit
Selanjutnya, gejala hiperaktivitas otonom secara berangsur mulai
berkurang dalam 7-10 hari, tetapi penderita masih tergantung
kuat pada obat. Beberapa gejala ringan masih dapat terdeteksi
dalam 6 bulan. Pada bayi dengan ibu pecandu obat akan terjadi
keterlambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan yang
dapat terdeteksi setelah usia 1 tahun.

Berdasarkan kriteria DSM IV


keadaan putus opioid adalah:
Kriteria A
Salah satu berikut ini
(1) penghentian (atau penurunan) pemakaian opioid yang telah lama
dan berat (beberapa minggu atau lebih)
(2) pemberian antagonis opioid setelah suatu periode pemakaian
opioid
Kriteria B
Tiga (atau lebih) berikut ini, yang berkembang dalam beberapa hari
setelah kriteria A:
(1) mood disforik; (2) mual/muntah; (3) nyeri otot; (4)
lakrimasi/rinorea; (5) dilatasi pupil; (6) diare; (7)
menguap;(8) demam; (9) insomnia.
() Kriteria C.
Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.
() Kriteria D.
Gejala bukan karena kondisi medis umum dan gangguan mental lain.

DEFINISI

WITHDRAWAL SYNDROME
Terjadinya sindroma zat spesifik karena
penghentian mendadak (atau pengurangan)
penggunaan zat yang lama dan berat.
- DSM-IV-TR -

Sindroma diatas menyebabkan penderitaan yang


bermakna secara klinis atau gangguan dalam hal
sosial, pekerjaan atau area fungsi-fungsi penting
lainnya.

WITHDRAWAL SYNDROME
Terjadi pada individu yang kecanduan obat dan
alkohol yang menghentikan atau mengurangi
penggunaan obat pilihan mereka. Proses
menghilangkan narkoba dan alkohol dari
tubuh dikenal sebagai detoksifikasi.
Withdrawal syndrome terutama berfokus pada
withdrawldari etanol, sedatif-hipnotik, opioid,
stimulan, dan gamma-hidroksibutirat (GHB).
- Goldstein,2009 -

WITHDRAWAL SYNDROME
Gejala penghentian obat ( gejala putus obat,
withdrawal syndrome) adalah munculnya
kembali gejala penyakit semula atau reaksi
pembalikan terhadap efek farmakologik
obat, karena penghentian pengobatan.

TOLERANCE, DEPENDENCE,
WITHDRAWAL OF OPIOID

Drug Effects and Receptor


Sites

Source : http://www.medivisuals1.com/drug-effects-and-receptor-sites-698052-03

Mesolimbic Reward
System

Source : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2851054/figure/f1-spp-01-

Opioid Tolerance
Opioid tolerance occurs because the
brain cells that have opioid receptors on
them gradually become less responsive to
the opioid stimulation. For example, more
opioid is needed to stimulate the VTA brain
cells of the mesolimbic reward system to
release the same amount of DA in the NAc.
Therefore, more opioid is needed to
produce pleasure comparable to that
provided in previous drug-taking episodes.

The Neurobiological Basis of


Dependence and Withdrawal
A

Source : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2851054/figure/f2-spp-01-

TATALAKSANA OPIOID
FARMAKOLOGI

INTOKSIKASI

Naloxone HCl 0,4 mg IV, IM atau SC dapat


diulang setelah 2 menit sampai 2-3 kali
Bila tidak ada reaksi pikirkan kemungkinan
zat lain

Terapi Putus Zat

a.
b.
c.
d.
e.

CARA KONVENSIONAL/ SIMPTOMATIK


Analgetik: tramadol, asam mafenamat, dsb
Dekongestan: fenolpropanolamin
Metropropamid
Spasmolitik
Ansietas dan Sedative (Golongan
Benzodiazepin)

PUTUS OPIAT BERTAHAP


Morfin, petidin, kodein, metadon yang diturunkan secara
bertahap.
Misalnya: kodein 3 x 60-80mg/hari diturunkan 10 mg tiap hari

SUBSTITUSI NON OPIOID


Clonidine dimulai dengan 17 Mikrogram/kg BB dibagi dalam 3-4
kali pemberian.
Dosis diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari

METODE CEPAT DALAM ANESTESIA (C.O.D.A)

D.O.C.A (Detoksifikasi Opioid


Cepat dengan Anestesia)
Keluarkan opioid dengan cepat dan
sebanyak mungkin dari otak yang dipicu
oleh antagonisnya
4-6 jam
Lama pengobatan rumatan (maintenance
therapy) tergantung lama pemakaian opioid
ex: heroin 3thn naltrekson rutin setiap
hari 10 bln
Penanggulangan opioid merupakan satu
kesatuan

Pengaruh
antagonis
kuat

obat
lebih

Dampak putus
obat akan lebih
hebat dari
biasanya

Secara
kompetitif opioid
dipaksa keluar

Dilakukan
pembiusan

Indikasi C.O.D.A
D.O.C.A. hanya berguna untuk terapi ketergantungan
opioid bukan untuk zat adiktif lainnya seperti shabu
(metamfeta-min), ganja (kanabis), alkohol atau kokain. Namun
demikian Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB.IDI)
menganjurkan D.O.C.A. dilakukan pada kasus-kasus ketergantungan opioid sebagai berikut :
Mereka dengan tingkat keparahan putus opioid 2 dan 3 pada
skala Himmelsbach yaitu antara lain adanya gejala merasa
sakit seluruh tubuh, panas dingin, geme-taran, mual, dsb.
Mereka takut dengan cara detoksifikasi lain atau
menghendakinya.

Kontraindikasi C.O.D.A
Hamil
Menderita hepatitis akut
Mengalami gangguan jiwa berat (psikosis)
Sakit parah lainnya yang berisiko dengan
anestesia seperti infeksi jantung, infeksi
paru-paru atau gagal ginjal.

Naltrekson
Naltrekson tidak menimbulkan kecan-duan.
Naltrekson menurunkan kepekaan atau toleransi tubuh terhadap
opioid. Karena itu bila suatu sebab rumatan naltrekson dihentikan
dan kembali mencoba opioid lagi dengan dosis seperti yang
terakhir dipakai maka dapat terjadi reaksi luaptakar (overdosis).
Pemakaian naltrekson jangka lama mungkin dapat mengganggu
fungsi hati karena itu perlu pemeriksaan berkala sesuai dengan
kondisi yang bersang-kutan.
Bila suatu saat diperlukan tindakan pembedahan dengan
pembiusan sedangkan pasien dalam rumatan naltrekson maka
perlu disampaikan kepada dokter spesialis anestesiologi yang
bersangkutan.

Tatalaksana
Nonfarmakologi

Rehabilitas

. P R O G R A M Y G B E R O R I E N T A S I P S I K O S O S I A L
. T H E R A P E U T I C C O M M U N I T Y
. P R O G R A M Y A N G B E R O R I E N T A S I S O S I A L

. P R O G R A M YAN G B E R O R I E N TAS I K E D I S I P L I N A N
. P R O G R A M D E N G A N P E N D E K ATAN R E L I G I ATAU

SPIRITUAL
. L A I N - L A I N

Dengan Rehabilitasi diharapkan pengguna


NAPZA dapat :

1.

M E M P U N Y A I M O T I VA S I U N T U K T I D A K M E N Y A L A H G U N A K A N

NAPZA L AGI
2.

M A M P U M E N O L A K T A WA R A N P E N Y A L A H G U N A K A N N A P Z A

3 . P U L I H K E P E RC AYA A N D I R I N YA , H I L A NG R A S A R E N DA H
D IR INYA

4.

M A M P U M E N G E L O L A WA K T U D A N B E R U B A H P E R I L A K U

SEHARI-HARI DENGAN BAIK


5.

D A PAT B E R KO N S E N T R A S I U N T U K B E L A JA R ATA U B E K E R J A

6 . D A P A T D I T E R I M A D A N D A P A T M E M B A WA D I R I D E N G A N B A I K
DA L A M PE RG AUL A N D I LI NG KUNGA NNYA .

STIGMA TERHADAP PECANDU


NARKOBA

Pengertian stigma pecandu


Serangkaian gagasan dan keyakinan yang

menghubungkan kondisi kecanduan


narkoba dengan perilaku seseorang atau
kelompok yang dianggap negatif oleh
masyarakat.
Misalnya pecandu narkoba seringkali

dikaitkan dengan kejahatan, kehancuran


masa depan bangsa.

Kondisi Pandangan Masyarakat Terhadap


Stigma Pecandu Narkoba.
1.

Pandangan masyarakat terhadap pelaku kejahatan pada umumnya sinis.


(termasuk terhadap pecandu narkoba).

2.

Masih rendahnya kepedulian terhadap pecandu.

3.

pecandu narkoba merupakan korban yang diberikan stigma sebagai


kriminal. Simak saja perundang-undangan yang berlaku kebanyakan
menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada pecandu.

Pada umumnya menutup diri untuk bergaul dengan pecandu


meskipun mereka telah sembuh dan bertobat. Bahkan memiliki
keterampilan untuk bekal hidup di masyarakat tapi khalayak belum
bisa menerima sepenuhnya.

Stigma pecandu sebagai biang kerok terjadinya kriminalitas.

Pecandu selama ini hanya mendapatkan stigma hingga sebagian


menganggap sebagai sampah masyarakat yang harus disingkirkan,
dipenjara atau bila perlu dihapuskan dari muka bumi ini. Selama ini
masyarakat banyak yang berpikiran bahwa pecandu pasti pernah

Kondisi Pandangan Masyarakat Terhadap


Stigma Pecandu Narkoba.
4.

Pecandu belum sepenuhnya mendapatkan ruang pemulihan pecandu yang


memadai.

5.

Kurang lebih 30 s/d 40 % penjara di seluruh Indonesia kebanyakan kasus narkoba dan
tidak tertutup kemungkinan angka ini akan terus meningkat jika pemerintah, aparat dan
pihak-pihak terkait tidak segera menanggapi, memutuskan dan merealisasikan tindakan
langkah preventif disertai tindakan nyata untuk pemulihan si pecandu.

Perlakuan yang diskriminatif.

Sebagai kaum minoritas (minority society), pecandu sangat rentan akan pelanggaran
Hak Asasi Manusia. Apalagi, ketika harus berhadapan dengan aparat penegak hukum.

Kondisi Pandangan Masyarakat Terhadap


Stigma Pecandu Narkoba.
6.

Stigma negatif terus berkembang. Pecandu narkoba, sekeras apa pun dia
berusaha, tidak bisa sepenuhnya sembuh. Mereka selalu identik dengan
kekerasan, bertingkah seenaknya, mengganggu orang lain, dan merusak.

Bahkan dicap sebagai sampah masyarakat. Stigma negatif itu yang akhirnya kembali
membuat mantan pencandu narkoba kembali terpuruk. Mereka kembali terbenam
dalam gelimang narkoba. Bahkan ada yang lebih parah dari sebelumnya. Sebagian
besar penyebabnya adalah sikap orang-orang di sekitar mereka yang memberi stigma
kepada mantan pecandu. Apalagi jika itu dari orang-orang terdekat, dari keluarga dan
saudara yang sering menunjukkan rasa kurang percaya pada mereka akibat stigma yang
mereka miliki.

Kondisi pandangan masyarakat terhadap


pecandu Narkoba yang diharapkan.
1.

pandangan masyarakat terhadap pecandu Narkoba kondusif dan kooperatif.

Melalui sisi kemanusiaan masyarakat mampu memandang dan


memperlakukan pecandu. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius,
manusiawi, bersatu, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dalam
penyelenggaraan negara. Perundang-undangan yang berlaku mengakomodasi
pecandu sehingga mereka tidak akan dijatuhi hukuman vonis penjara namun
terapi dan rehabilitasi.

2.

meningkatnya kepedulian terhadap kondisi pecandu.

Tumbuhnya semangat masyarakat untuk membuka diri terhadap pecandu dan


mantan pecandu. Sanggup menerima mantan pecandu yang telah memiliki
keterampilan untuk bekal hidup di masyarakat. Berkurangnya kemunafikan
masyarakat.

3.

adanya perubahan stigma atau julukan sebagai biang kerok terjadinya


kriminalitas.

Masyarakat mampu berpikir dan berperasaan terhadap pecandu bukan pelaku


kriminal.

Kondisi pandangan masyarakat terhadap


pecandu Narkoba yang diharapkan.
4. Korban pecandu sepenuhnya mendapatkan ruang pemulihan

yang memadai.
Penjara di seluruh Indonesia tidak lagi dihuni oleh kasus pecandu

narkoba. Pemerintah, aparat dan pihak-pihak terkait segera


menanggapi, memutuskan dan merealisasikan tindakan langkah
preventif disertai tindakan nyata untuk pemulihan si pecandu.
Tindakan yang lebih edukatif dan konstruktif.
5. perlakuan tidak diskriminatif.
) Sebagai kaum minoritas (minority society), pecandu narkoba

sangat rentan akan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Seluruh


aparat pemerintah terkait harus menegakkan hak asasi manusia.
Dengan mempelopori penghapusan stigma pecandu Narkoba.
Kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan
terhadap pecandu narkoba tidak didominasi dengan pendekatan
keamanan berupa penganiayaan secara fisik.

Kondisi pandangan masyarakat terhadap


pecandu Narkoba yang diharapkan.
6.

memupus stigma negatif.

Meyakini bahwa pencandu narkoba, dengan bimbingan yang professional


melalui terapi dan rehabilitasi, maka akan mampu pulih dan masyarakat siap
menerimanya. Dalam rangka menciptakan kondisi guna mendukung mantan
pencandu narkoba untuk hidup normal. Membangkitkan semangat percaya diri.

7.

sudah direvisinya Undang-Undang tentang Narkotika, sehingga perlakuan


penegak hukum kepada pengguna atau pecandu tidak lagi ditempatkan
sebagai penjahat, namun korban yang harus dilindungi dan disembuhkan.

8.

Diefektifkannya Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung tanggal 17 Maret


2009 tentang Permintaan Ketua Mahkamah Agung kepada semua ketua
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi agar putusan hakim terhadap para
pecandu diarahkan untuk perawatan di tempat rehabilitasi.

Upaya-Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk


Mengatasi Stigma Pecandu Narkoba.

Dari Aspek
Institusi/apa
rat Negara

Unsur
Mantan
Pecandu.

Unsur
Masyarakat

Unsur
Keluarga

Dari Aspek Institusi/aparat


Negara
BNN melakukan koordinasi dengan seluruh institusi terkait
untuk mengusulkan pemberian diskresi kepolisian.

1.

Diskresi diperuntukkan dalam pengusutan korban


narkoba, untuk tidak diperlakukan seperti tersangka.
Kebijakan diskresi oleh penyidik perlu
dikembangkan, mengingat polisi memang memiliki
kewenangan diskresi yang bisa menjadi alasan
pemaaf dalam penanganan kasus pidana, dengan
tujuan yang lebih luas demi kemanusiaan pecandu
sebagai korban. Mereka yang bukan pengedar atau
Bandar atau produsen gelap narkoba.

Harus ada upaya konsisten untuk memutus mata rantai


peredaran narkoba

2.

oleh seluruh aparat pemerintah bersama komponen


masyarakat. Guna mencegah merajalelanya narkoba

Dari Aspek Institusi/aparat


Negara
Mengembangkan kemampuan anak untuk menolak narkoba
oleh institusi pendidikan.

3.

4.

Memberitahu kepada setiap anak didik mengenai


haknya melakukan sesuatu yang cocok bagi dirinya.
Jika ada teman yang memaksa atau membujuk, ia
berhak menolaknya. Membimbing anak mencari
kawan sejati yang tidak menjerumuskannya.
Mengajarkan kepada anak didik mengenai bahaya
narkoba dengan menggunakan nalar sehat.
Mengajarkan anak menolak tawaran memakai
narkoba.

mendukung kegiatan anak yang sehat dan kreatif lembaga


pendidikan memberikan dukungan terhadap kegiatan anak
di Sekolah, berolahraga, menyalurkan hobi, bermain musik.

Dari Aspek Institusi/aparat


Negara
5. Membuat aturan perundangan dan dengan komitmen yang kuat

dilaksanakan dalam rangka membangun tata kehidupan masyarakat


yang harmonis.
Aturan tersebut dituangkan dalam perundangan tentang pecandu narkoba

bukan lagi dikategorikan sebagai kriminal/pelaku kejahatan namun sebagai


korban yang membutuhkan pengobatan, terapi dan rehabilitasi.
6. memberikan perlindungan terhadap korban tersebut, dan menjatuhkan

sanksi bagi masyarakat yang membiarkan dan dengan terang-terangan


terbukti memberikan stigma.
7. menerapkan secara efektif Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung,

tanggal 17 Maret 2009 tentang Permintaan Ketua Mahkamah Agung


kepada semua ketua pengadilan negeri dan pengadilan tinggi agar
putusan hakim terhadap para pecandu narkoba berupa pengobatan
atau perawatan di tempat rehabilitasi.
Mahkamah Agung meminta hakim tak menjatuhkan hukuman pidana penjara

terhadap para pemakai narkoba.

Dari Aspek Institusi/aparat Negara


8. Treatment & Rehabilitasi.
meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan dan

tenaga terkait dalam penanggulangan Narkoba,


khususnya dalam bidang treatment dan rehabilitasi.
meningkatkan mutu pelayanan treatment dan
rehabilitasi.
meningkatkan kualitas hidup para pecandu
Narkoba.
penelitian dan pengembangan program Treatment
dan rehabilitasi
Penanggulangan over dosis.
adanya bentuk-bentuk kegiatan pendukung yang
kondusif.

Unsur Mantan Pecandu.


1.

Dapat mengabaikannya dan melanjutkan hidupnya.

2.

Dapat menghindari pembahasan terkait dengan masalah pecandu.

3.

Dapat mencari teman, mentor, atau seseorang yang dapat memberi


dukungan spiritual. Menghubungi LSM untuk pemberdayaan dan
pembelaan hak asasi manusia.

4.

Dapat membuat buku harian dan mencatat pengalaman yang


dirasakan dalam pengalaman tersebut.

Unsur Mantan Pecandu.


5.

Dapat bergabung dengan kelompok relawan yang siap


memberikan dukungan.

6.

Dapat menentangnya, jika terdapat ancaman kesehatan


fisik. Dengan mempertentangkan fakta dengan apa yang
dikatan orang tersebut.

7.

Saling bertukar ide, pengalaman dan saling mendukung


diantara sesama mantan pecandu.

Unsur Masyarakat
1. sosialisai tentang pentingnya menghormati manusia

sebagai makluk bermartabat.


Pecandu narkoba, secara fakta cenderung dikucilkan dari
pergaulan masyarakat. Dengan demikian mereka termasuk
kelompok rentan, terhadap tekanan, pandangan negatif
masyarakat. Menyebabkan mudahnya mereka kembali
kepada perilaku pengguna narkoba.
Seperti contoh kasus Raymond ia masih muda, memiliki
cita-cita dan ingin meneruskan hidup layaknya orang-orang
yang tidak pernah menjadi pecandu. Berbagai keterampilan
seperti menggunakan komputer, keterampilan mekanik
motor, mix farming, dan sebagainya sudah diperoleh di
panti sebagai bekal untuk hidup ketika dia harus keluar dari
panti. Penerimaan masyarakat akan membantu untuk tak
terjerumus lagi ke dunia kelam sebelumnya.

Unsur Masyarakat
2. keterbukaan dan kepedulian.
Menumbuhkan kepedulian masyarakat untuk menerima

mantan pecandu sebagai bagian masyarakat. Sebagai korban


yang telah sembuh yang harus mendapatkan penerimaan
yang kondusif.
3. Meningkatkan kepekaan sosial mengenai perkembangan,

eksploitasi, marginalisasi dan kemiskinan yang terkait


dengan sumber penularan HIV juga dapat membantu
menurunkan stigma di masyarakat umum.
Stigma juga sering didasari oleh rasa takut akan sesuatu yang

tidak diketahui, diluar kontrol kita. Oleh karena itu, melalui


peningkatan pengetahuan mengenai pencegahan dan
dampak narkoba, diharapkan mampu menghilangkan stigma.

Unsur keluarga
peran keluarga dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba.

1.

Pencegahan penyalahgunaan narkoba adalah upaya yang dilakukan


terhadap. factor-faktor yang berpengaruh atau penyebab, baik secara
langsung maupun tidak langsung, agar seseorang atau sekelompok
masyarakat. Mengubah keyakinan, sikap dan perilakunya sehingga tidak
memakai narkoba atau berhenti memakai narkoba. Keluarga adalah
lingkungan pertama & utama dalam membentuk dan mempengaruhi
keyakinan, sikap dan perilaku seseorang terhadap penggunaan narkoba.

Membangun keluarga harmonis. Mendengarkan secara aktif,


menunjukan kasih sayang dan perhatian orangtua kepada anak.

2.

Sikap orang tua yang menyebabkan anak berhenti atau menolak


mencurahkan isi hatinya: menghakimi atau menuduh, merasa benar
sendiri, terlalu banyak memberi nasihat atau ceramah, sikap seolah-olah
mengetahui semua jawaban, mengkritik atau mencela, menganggap
enteng persoalan anak. Sebaiknya menghindari kata-kata negatif: harus,
jangan, tidak boleh.

Unsur keluarga
meningkatkan rasa percaya diri anak. Anak pecandu memiliki citra
diri yang rendah.

3.

Orang tua membantu peningkatan percaya diri anak dengan ; memberikan


pujian dan dorongan untuk hal-hal kecil atau sepele yang dilakukannya,
membantu mencapai tujuannya secara realistik. Mengarahkan cita-citanya
sesuai kemampuan dan kenyataan. Memberikan anak tanggung jawab
yang dapat membangun kepercayaan dirinya, sesuai kemampuan dirinya.
Memberikan tugas misalnya membersihkan kamar tidur, menyapu
ruangan, mencuci. Mewujudkan kasih sayang secara tulus.

4.

Mengembangkan nilai positip pada anak. Sejak dini anak diajarkan


membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan salah.
)

Guna berani mengambil keputusan atas dorongan hatinuraninya, bukan


karena tekanan atau bujukan teman. Menunjukkan sikap tulus, jujur, tidak
munafik, terbuka, mau mengakui kesalahan, meminta maaf, serta tekad
untuk memperbaiki diri.

Unsur keluarga
5.

Mengatasi Masalah Keluarga. Tidak biarkan koflik suami-istri berlarut-larut,


sebab anak dapat merasakan suasana ketegangan orangtua. Diusahakan untuk
menciptakan suasana damai antara suami isteri dan anak-anaknya.

6.

mencegah penyalahgunaan narkoba di rumah, dengan mempelajari fakta & gejala


dini penyalahgunaan narkoba, tentang penyalahgunaan narkoba. Berpartisipasi
aktif dalam gerakan peduli anti-narkoba dan anti-kekerasan.

7.

orang tua berperan sebagai teladan untuk tidak merokok, minum minuman
beralkohol, atau memakai narkoba. Perlihatkan kemampuan orangtua berkata
tidak terhadap hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani. Jangan malu minta
tolong jika butuh pertolongan. Hormati hak-hak anak dan orang lain. Perlakukan
anak/orang lain dengan adil dan bijaksana. Hiduplah secara tertib dan teratur.

Anda mungkin juga menyukai