Anda di halaman 1dari 17

Lanjut ke konten

Cari untuk:

BUAH ABSTRAKSI
 TENTANG SAYA
20 JUNI 2014 SASETIAW AN PREKLINIS

KAJIAN HISTOLOGI, ANATOMI,


FISIOLOGI, DAN PATOLOGI
PROSTAT

KAJIAN HISTOLOGI, ANATOMI, FISIOLOGI, DAN PATOLOGI PROSTAT

Histologi Prostat

Prostat atau glandula prostat atau prostata merupakan kelenjar aksesoris terbesar
pada sistem reproduksi pria. Ukurannya setara dengan kacang kenari. Selain
prostat, kelenjar aksesoris lainnya yakni: sepasang vesicula seminalis dan sepasang
glandula bulbourethrales. Semua struktur tersebut akan mensekresikan cairan yang
akan bercampur dengan spermatozoa membentuk semen.

Sebagian besar bagian prostat terdiri dari 30—50 komponen kelenjar tubuloasinar
atau tubuloalveolar yang kecil serta bercabang-cabang. Lapisannya dapat dibagi
menjadi 3 lapisan konsentris: paling dalam yakni lapisan mukosa, kemudian lapisan
submukosa, dan lapisan perifer yang terdiri dari kelenjar utama dari prostat.

Beberapa bagian dari kelenjar prostat berisi agregasi sekresi solid yang disebut
concretio prostatica atau corpora amylacea di dalam asinar. Selain komponen
kelenjar, prostat juga memiliki bagian berupa stroma fibromuskular yang dibentuk
oleh serabut-serabut otot polos yang bercampur dengan serabut kolagen dan
elastik, mengelilingi glandula prostat dan urethra prostatica.

Ukuran asinus glandular prostat sangat bervariasi dengan lumen-lumen asini yang
normalnya lebar dan ireguler karena adanya protrusi lipatan-lipatan jaringan ikat
yang dilindungi epithelium. Concretio prostatica yang ada di dalam asinus terbentuk
dari lapisan-lapisan sekresi prostat yang terkondensasi secara konsentris dan hal
tersebut merupakan ciri khas dari asinus glandula prostat. Jumlah concretio
prostatica akan bertambah seiring usia dan dapat terkalsifikasi.

Epithelium pelapis glandula prostat umumnya berupa simpleks collumnare atau


pseudostratificatum collumnare. Tapi pada beberapa bagian, epithelium dapat
berupa squamosum atau kuboid.

Ductus ekskretorius glandula prostat sering menyerupai asinus glandula. Pada


bagian terminal dari ductus, epithelium biasanya berbentuk collumnar dengan warna
cat yang lebih gelap sebelum akhirnya memasuki urethra pars prostat.

Stroma fibromuscular yang merupakan bagian lain dari glandula prostat, terdiri dari
serabut otot polos dan jaringan ikat yang bercampur bersama stroma dan
terdistribusi pada glandula.

Parenkim glandula prostat terdiri dari glandula-glandula prostat individual dengan


berbagai ukuran dan bentuk. Epithelium glandular bervariasi dari simpleks cuboid
atau collumnar hingga pseudostratifiatium. Pada lansia, akan terjadi presipitasi
materi sekresi membentuk concretio prostatica.
Anatomi Prostat

Prostat merupakan kelenjar terbesar yang diselubungi oleh capsula prostatica


(lapisan tebal berisi pleksus vena dan syaraf) dan vagina prostatica (suatu jaringan
fibrosa bagian dari fascia endopelvica atau lamina viseral pascia pelvis) serta secara
embriologi memiliki muasal yang sama (homolog) dengan glandula paraurehtrales
pada perempuan. Dimensi ukuran prostat yakni memiliki panjang sekitar 3 cm, lebar
4 cm, dan kedalaman AP 2 cm. Prostat memiliki basis yang terletak dekat fundus
vesica urinaria dan apex yang bersentuhan dengan sfingter uretra eksterna serta m.
perinei profundus. Bagian anterior prostat berupa lapisan otot, yang disebut juga
isthmus prostat atau dulunya disebut lobus anterior, dan merupakan bagian dari
sfingter uretra eksterna.

Prostat dipisahkan dari simfisis pubis di anterior oleh lemak peritoneal di dalam
spatium retropubis. Pada masa intrauterin, prostat fetus dibagi menjadi 5 lobus: 1
lobus anterior (merupakan isthmus prostat saat dewasa), 2 lobi laterales, 1 lobus
posterior, dan 1 lobus medius. Sementara di bagian posterior, antara prostat dan
rektum terdapat suatu jaringan ikat pemisah yakni fascia Denonvillier atau septum
recovesicalis yang berguna mencegah invasi karsinoma prostat ke rektum.

Struktur-struktur pemfiksasi prostat diantaranya: ligamentum puboprostaticum yang


merupakan lanjutan anterolateral dari vagina prostatica, diafragma urogenital, dan
M. levator prostat.

Vaskularisasi: pasoka darah arteri prostat berasal dari r. Prostaticus a. vesicalis


inferior dan r. Prostaticus a. rectalis media

Aliran vena: darah dari prostat akan terdrainasi ke pleksus venosus prostaticus yang
terletak di antara capsula prostatica dan vagina prostatica. Darah dari pleksus
venosus prostaticus akan mengalir ke v. iliaca interna. Pleksus venosus prostaticus
berhubungan di superior dengan pleksus venosus vesicalis dan di posterior dengan
pleksus venosus vertebralis interna.

Inervasi: prostat mendapat persyarafan dari pleksus prostaticus tempat prostat


menerima impuls baik rangsang simpatis maupun parasimpatis. Impuls simpatis
prostat bermula dari: nucleus intermediolateralis L1—L3 –> n. sphlanicus lumbalis –
> ganglion mesenterica inferior –> pleksus hipogastricus superior –> n. hipogastrikus
dekstra et sinistra –> plekus hipogastricus inferior (atau pleksus hemorroidalis
medius) –> pleksus prostaticus.

Sementara itu, jalaran parasimpatis prostat bermula dari: nucleus intermedius S2—
S4 –> Nn. Errigentes (Nn. Sphlanchnici Pelvici) –> pleksus plekus hipogastricus
inferior (atau pleksus hemorroidalis medius) –> pleksus prostaticus.

Nodi limfatik pada prostat yakni: lnn. Iliaci interni dan lnn. Sacrales.

Secara anatomis, meskipun kurang begitu jelas terlihat, lobus-lobus prostat dibagi
menjadi beberapa bagian:

1. Isthmus prostat: disebut juga lobus anterior dan sesuai namanya berada di
anterior urethra, berisi jaringan fibromuskuler lanjutan m. sfingter uretra eksterna
dan sedikit jaringan glandular
2. Lobus dekstra dan sinistra prostat, yakni lobus selain bagian dari isthmus
prostat, yang dibagi lagi menjadi 4 lobulus berdasarkan hubungannya dengan
urethra dan ductus ejaculatorii:
 Lobulus inferoposterior: berada di posterior urethra dan inferior ductus
ejaculatorii
 Lobulus inferolateral: berada langsung di lateral urethra dan merupakan bagian
terbesar dari lobus dekstra dan sinistra prostat
 Lobulus superomedial: berada di dalam dari lobulus infero posterior, mengelilingi
ductus ejaculatorii
 Lobulus anteromedial: berada di dalam lobulus inferolateral, dan secara
langsung di lateral dari uretra prostatica proksimal

Secara klinis, parenkim prostat dewasa dibagi menjadi 4 zona:

 Zona sentral: disebut juga lobus medius, mengelilingi ductus ejakulatorius saat
memasuki glandula prostat. Zona ini menyusun 25% jaringan kelenjar dan
resisten mengalami keganasan karsinoma dan peradangan. Sel-sel pada zona
sentral memiliki ciri lebih mencolok dan sitoplasma sedikit basofilik dengan
nukleus lebih besar yang terletak pada level berbeda pada tiap-tiap sel.
Kemungkinan zona ini secara embriologik berasal dari inklusi ductus
mesonefrikus saat prostat berkembang.

 Zona perifer: menyusun 70% kelenjar prostat dan mengelilingi zona sentral yakni
terletak pada bagian posterior dan lateral glandula prostat. Kebanyakan
carcinoma muncul dari zona perifer prostat dan akan terpalpasi saat tes colok
dubur. Selain itu, zona ini merupakan zona paling rentan terkena radang.

 Zona transisional: menyusun 5% komponen kelenjar, terdiri dari glandula


mucosal, dan terletak di sekitar urethra prostatica. Pada lansia, sel parenkim
pada zona ini seringkali mengalami hiperplasia (penambahan jumlah sel) dan
membentuk massa nodular sel epitel yang dapat menekan urethra prostatica,
menyebabkan gangguan urinasi. Kondisi tersebut dinamakan benign prostatic
hyperplasia (BPH).

 Zona periurethra: tersusun atas glandula mukosa dan submukosa. Zona ini
dapat mengalami pertumbuhan abnormal pada fase BPH lanjutan, terutama
pertumbuhan dari komponan stroma. Bersama dengan nodul glandular pada
zona transisional, keduanya akan meningkakan kompresi urethra dan retensi
lebih parah dari urin di vesica urinaria.
 Zona lain selain komponen glandular yakni stroma fibromuskular yang terletak
pada permukaan anterior glandula prostat, anterior dari urethra.

Uretra dari vesica urinaria akan memasuki prostat dan bagian uretra yang masuk di
dalam prostat tersebut dinamakan uretra pars prostatika (panjang sekitar 3—4 cm).
Uretra ini merupakan bagian yang paling lebar, paling dapat berdilatasi, dan
merupakan tempat bersatunya tractus urinarius dan tractus reproduktivus. Pada
uretra ini glandula prostat akan berkontribusi mengeluarkan sekretnya menuju suatu
ruangan yang disebut sinus prostaticus, yakni suatu muara dari lubang-lubang kecil
yang bernama ductuli prostatici. Struktur-struktur lain yang juga ada pada uretra pars
prostatica yakni, colliculus seminalis yang homolog dengan hymen pada wanita dan
merupakan suatu tonjolan dengan 3 lubang: 2 ductuli ejaculatorii dan 1 utriculus
prostaticus. Dua ductuli ejaculatorii merupakan saluran gabungan antara ampulla
ductus deferentis yang berasal dari vas deferens sebagai saluran pengangkut
spermatozoa dan ductus excretorius glandula/vesicula seminalis tempat
dikeluarkannya produk sekresi dari vesicula seminalis. Kedua sekresi tersebut akan
masuk ke uretra prostatica dan bergabung dengan produk sekresi dari prostat.
Utriculus prostaticus merupakan lubang buntu yang homolog dengan vagina pada
wanita.

Fisiologi Prostat

Pertumbuhan epithelium glandula prostat dipengaruhi oleh hormon tertentu yakni


dihidrotestosteron (DHT). Hormon tersebut diperoleh dari konversi testoteron dan
androgen adrenal yang memasuki sel sekretorik epithelium glandular untuk
kemudian diubah menjadi dihidrotestosteron oeh enzim 5alfa-reduktase. DHT
memilliki aktivitas 30 kali lebih kuat dari testosteron dan ikatan DHT dengan reseptor
androgen (AR) akan menyebabkan perubahan konformasional reseptor menuju
nukleus yang pada akhirnya mempengaruhi transkripsi gen yang menstimulasi
pertumbuhan normal epithelium prostat selain itu juga dapat membuat
pertumbuhan benign prostatic hyperplasia (BPH)bahkan dapat menjadi kanker
prostat yang dependen terhadap androgen.

Telah sedikit dijelaskan sebelumnya pada pembahasan mengenai histologi prostat


bahwa kelenjar ini bersama dengan kelenjar aksesoris lainnya akan menghasilkan
cairan sekretorik yang akan bercampur dengan spermatozoa membentuk semen.
Penjelasan yangl ebih detail lagi, yakni prostat akan menghasikan cairan sedikit
asam, tipis, cair, dan berkontribusi sebesar 20% volume total semen dengan
sekretnya yang kaya akan asam sitrat, spermin, kolestrol, fosfolipid, fibrinolisin,
fibrinogenase, seng, prostatic acid phosphatase (PAP), amilase, dan prostate-
specific antigen (PSA).

PSA merupakan enzim protease 33-kD yang secara klinis digunakan sebagai
perasat tumor dan kadar normal PSA dalam darah biasanya dibawah 4 ng/mL. PSA
disekresikan baik oleh epitel normal maupun abnormal ke dalam asinus prostat lalu
menuju cairan seminalis dan memiliki fungsi menghidrolisis suatu inhibitor motilitas
sperma yakni semenogelin yang ada pada semen, namun fungsi pastinya pada
sirkulasi darah belum diketahui secara pasti. Bila terjadi peningkatan kadar serum
PSA menjadi 4—10 ng/mL, risiko ditemukan kanker sebesar 25%, sementara
kadarnya di atas 10 ng/mL maka risiko terdeteksi kanker yakni 67%. Selain itu PSA
juga digunakan untuk melihat progresi dan prognosis penyakit. PSA ditemukan di
jaringan non-prostat misalnya mammae, ovarium, glandula saliva, liver, dan tumor
lainnya. Peningkatan PSA juga terjadi pada kondisi non-kanker seperti prostatitis,
BPH, atau kondisi interupsi aliran darah ke prostat.

Prostatic acid phosphatase atau PAP merupakan enzim yang meregulasi


pertumbuhan sel dan metabolisme epithelium glandula prostat. Peningkatan
kadarnya dalam serum dapat menunjukkan metastasis kanker prostat.

Enzim fibrinolisin yang ada pada cairan sekresi prostat mampu mencairkan semen
pasca-ejakulasi.

Patologi Prostat

 Prostatitis

Imbuhan –itis menandakan adanya lesi radang pada prostat dan proses radang
yang terjadi dapat bersifat akut mapunun kronis.

Prostatitis bakterialis akut merupaan radang akut yang disebabkan oleh infeksi
organisme serupa dengan infeksi saluran kemih akut, terutama Eschericia coli dan
bakteri gram-negatif lainnya. Sebagian pasien prostatitis bakterial akut juga
mengalami infeksi uretra dan kandung kemih (uretrosistitis akut) yang mengalami
perluasan langsung hingga mencapai prostat atau juga meluas melalui pembuluh
darah dari tempat jauh.

Prostatitis bakterialis kronis dapat disebabkan oleh infeksi kronis bakteri yang sama
dengan prostatitis bakterial akut meskipun juga bisa terjadi tanpa adanya bukti
keterlibatan dari bakteri namun masih ditemukan sebukan sel radang pada prostat
sehingga disebut sebagai prostatitis abakterialis kronis (atau prostatodinia) dan
merupakan penyebab tersering prostatitis kronis. Agen nonbakteri yang dapat
berperan pada patogenesis uretritis nongonokokus termasuk Chlamydia
trachomatis, Mycoplasma, Ureaplasma urealyticum, dan Trichomonas
vaginalis diduga berperan sebagai penyebab prostatitis abakterialis kronis. Pada
praktik klinis, prostatitis abakterialis merupakan sebuah diagnosis eksklusi tanpa
adanya suatu terapi spesifik untuk diagnosis ini.

 Gambaran Patologi Prostatitis

Prostatitis akut ditandai dengan adanya sebukan neutrofil, kongesti, dan edema
stroma. Seiring perkembangan infeksi, neutrofil yang awalnya tidak terlalu banyak
akan semakin bertambah dan menyebabkan kerusakan epitel kelenjar, meluas ke
dalam stroma hingga terbentuk mikroabses. Secara makroskopis dapat terlihat
adanya abses yang meluas meskipun jarang, terutama terjadi pada pasien diabetes.

Prostatitis kronis terlihat gambaran nonspesifik pada sebagian besar kasus dan
berupa sebukan lomfosit dengan jumlah bervariasi, tanda-tanda cedera kelenjar, dan
sering juga terjadi peradangan akut. Prasyarat diagnosis histologik prostatitis kronis
yakni adanya tanda kerusakan jaringan dan proliferasi fibroblas bersama dengan
adanya sel radang lain, misalnya neutrofil. Seiring bertambahnya usia, sering
terbentuk agregasi limfosit yang terisolasi namun tidak cukup untuk menegakkan
diagnosis prostatitis kronis.

Prostatitis granulomatosa adalah varian khusus prostatitis kronis dan perlu perhatian
khusus. Merupakan reaksi morfologis terhadap berbagai gangguan yang berlainan
seperti adanya suatu proses peradangan sistemik yang disertai peradangan
granulomatosa di prostat (contoh: tuberkulosis diseminata, sarkoidosis, infeksi
jamur, granulomatosis Wegener). Peradangan ini juga dapat terjadi sebagai reaksi
nonspesifik sumbatan sekresi prostat dan pasca-reseksi TURP (Transrurethral
Resection of Prostate). Gambaran prostatitis granulomatosa yakni adanya sel
raksasa berinti banyak dan histiosit berbusa dalam jumlah bervariasi dan terkadang
disertai eosinofil. Gambaran khas prostatitis akibat tuberkulosis (prostatitis
tuberkulosa) yakni adanya nekrosis perkejuan dan tidak ditemukan pada bentuk lain
prostatitis granulomatosa.

 Manifestasi Klinis Prostatitis

Gejalanya mencakup disuria, polakisuria, nyeri punggung bawah, dan nyeri panggul
atau suprapubis yang kurang jelas lokasinya. Dapat ditemukan nyeri tekan dan
pembesaran pada prostat, terutama pada prostatitis akut, yang juga biasanya diserti
demam dan leukositosis.

Prostatis kronis dapat menjadi reservoar bagi organisme penyebab infeksi saluran
kemih sehingga merupakan salah satu penyebab terpenting infeksi saluran kemih
berulang pada laki-laki.

 Hiperplasia Nodular Prostat

Seperti yang telah dijelaskan pada kajian anatomis dari prostat bahwa prostat orang
dewasa dibagi menjadi 4 zona dengan kecenderungan beberapa zona mengalami
pertumbuhan abnormal. Sebagian besar lesi hiperplasia terjadi di ona sentral dan
transisional dalam prostat sedangkan sebagian besar karsinoma (sekitar 70%–80%)
muncul di zona perifer.

Hiperlplasia nodular merupakan bentuk proliferasi atau pertambahan jumlah sel


(hiperplasia) elemen epitel kelenjar dan stroma prostat. Lesi ini merupakan jenis
kelainan yang sering ditemukan dan cukup banyak ditemukan pada laki-laki berusia
40 tahun serta akan meningkat frekuensinya seiring dengan pertambahan usia,
mencapai 90% pada usia 70—80 tahun.

Hipertrofi prostat jinak atau BPH (Benign Prostatic Hypertrophy) merupakan sinonim
hiperplasia nodular prostat yang kurang tepat dan berlebihan karena pada lesi
mendasar yang terjadi pada lesi ini adalah proses hiperplasia (pertambahan jumlah
sel) bukan hipertrofi (bertambah besar ukuran sel).

Penyebab hiperplasia nodular masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa
bukti mengarah pada adanya peran androgen dan estrogen secara sinergistik. Untuk
terjadi hiperplasia nodular, diperlukan testis dengan sejumlah testosteron yang utuh,
karena lesi ini tidak akan terjadi pada laki-laki yang dikastrasi atau dikebiri sebelum
awitan pubertas karena tidak tersedianya androgen. Seperti yang telah dipaparkan
pada kajian fisiologi dari prostat, hormon yang berpengaruh sebagai pemicu utama
terjadinya pertumbuhan hiperplasia nodular yakni dihidrotestosteron (DHT), suatu
androgen turunan testosteron yang dikonversi oleh 5alfa-reduktase, selain itu 3alfa-
androstanediol yang merupakan metabolit DHT juga berperan dalam patogenesis
hiperplasia nodular. Karena adanya peran tersebut, salah satu usaha terapi
hiperplasia nodular yakni penggunaan inhibitor 5alfa-reduktase (Finasteride,
Dutasteride).

Suatu anomali terjadi bahwa manifestasi klinis hiperplasia nodular justru semakin
bermakna pada laki-laki lansia padahal kadar testosteron pada usia tersebut relatif
telah stabil atau mulai menurun. Selain itu, pemberian testosteron tidak akan
memperparah atau menyebabkan eksaserbasi hiperplasia nodular. Hal tersebut
mendorong untuk mempertimbangkan faktor lain di luar aktivitas androgenik dalam
patogenesis penyakit ini. Dalam penelitan, peningkatan akdar estrogen terkait-usia
kemungkinan berperan dalam pembentukan hiperplasia nodular melalui peningkatan
ekspresi reseptor DHT di sel parenkim prostat sehingga efek DHT semakin kuat.

 Gambaran Patologi Hiperplasia Nodular Prostat

Letak paling sering yakni di kelenjar peruretra bagian dalam prostat terutama di atas
verumontanum. Pembesaran prostat dapat mencapai >300 g pada kasus yang
parah. Nodus yang menojol pada permukaan potongan memiliki batas tegas dan
bisa saja terdapat di seluruh prostat namun biasanya akan paling menonjol di regio
dalam prostat (zona sentral dan transisional). Nodus bisa berkarakteristik solid
maupun rongga kistik (karena dilatasi elemen kelenjar secara histologis). Uretra
akan tertekan oleh nodus hiperplastik seringkali hingga menjadi celah sempit. Pada
sebagian kasus, hiperplasia kelenjar dan stroma yang ada tepat di bawah epitel
uretra pars prostatika proksimal dapat menonjol ke dalam lumen vesica urinaria
sebagai massa pedunkulasi/bertangkai sehingga terbentuk “katup bola” atau ball
valve sehingga mengobstruksi uretra.

Mikroskopis: terlihat nodus hiperplastik terdiri atas proliferasi elemen kelenjar dan
stroma fibromuskular dengan proporsi bervariasi. Kelenjar hiperplastik dilapisi oleh
sel epitel collumnare tinggi dengan membrana basal utuh dan terdiri atas sel basal
gepeng. Pada sebagian proliferasi, terbentuk pola tonjolan papilar. Lumen kelenjar
dapat berisi bahan sekretorik berprotein yang disebut corpora amylacea. Kelenjar
dikelilingi oleh elemen stroma yang berproliferasi meskipun terkadang bisa sangat
sedikit. Stroma selalu terdapat di antara kelenjar hiperplastik dan berbeda dengan
yang terjadi pada karsinoma. Pada tahap lanjut, bisa terjadi infarksi dan disertai foki
metaplasia skuamosa pada kelenjar di sekitarnya.
 Manifestasi Klinis Hiperplasia Nodular Prostat

Hanya sekitar 10% laki-laki pengidap lesi ini akan merasakan gejala. Karena lokasi
hiperplasia sering di bagian dalam prostat, manifestasi klinis tersering yakni gejala
obstruksi saluran kemih bawah. Gejala ini mencakup kesulitan memulai airan urin
(hesitancy) dan interupsi intermiten aliran urin sewaktu berkemih. Pada beberapa
pasien dapat terjadi obstruksi total aliran urin sehingga meregangkan vesica urinaria
lalu timbul nyeri, kadang hingga terjadi dilatasi pelvis renalis (hidronefrosis). Selain
itu, obstruksi yang terjadi akan menyebabkan iritasi otot-otot detrussor vesica
urinaria sehingga timbul gejala pengosongan atau voiding mencakup frequency,
urgency, dan nokturia. Residu urin yang bertambah di vesica urinaria seiring
terjadinya obstruksi menyebabkan peningkatan risiko infeksi saluran kemih.

 Karsinoma Prostat

Karsinoma prostat merupakan kanker tersering pada laki-laki dan menempati urutan
kedua sebagai penyebab kematian terkait-kanker pada laki-laki berusia lebih dari 50
tahun, di bawah karsinoma paru. Usia tersering yakni lak-laki usia lanjut dengan
insidensi puncak antara usia 65 sampai 75 tahun. Kanker prostat laten lebih sering
terjadi dibanding yang menimbulkan gejala klinis dengan frekuensi >50% pada
lansia >80 tahun.

Penyebab karsinoma prostat belum diketahui secara pasti namun ada peran
multifaktorial dari hormon, genetik, dan lingkungan dalam patogenesisnya. Sama
seperti hiperplasia nodular, karsinoma prostat tidak terjadi pada laki-laki yang
dikastrasi atau dikebiri sebelum pubertas sehingga menunjukkan adanya peran
androgen dalam patogenesisnya ditambah pula bukti bahwa pertumbuhan
karsinoma prostat dapat dihambat oleh orkiektomi atau pemberian estrogen seperti
dietilstilbestrol (suatu analog estrogen). Namun, juga seperti hiperplasia nodular,
pengaruh hormon sepenuhnya belum dapat dijelaskan.

Peran faktor genetik dapat meningkatkan risiko kanker apabila ada riwayat keluarga
dekat yang memiliki penyakit yang sama. Ras amerika kulit hitam lebih sering
terkena karsinoma prostat simtomatik dibanding ras amerika kulit putih, asia, atau
keturunan spanyol namun belum diketahui apakah perbedaan risiko dari segi ras ini
diakibatkan oleh pengaruh genetik, lingkungan, atau kombanis keduanya. Frekuensi
karsinoma prostat insidental setara untuk semua ras sehingga diduga faktor ras
lebih mempengaruhi lesi kanker yang sudah terbentuk dibanding memulai terjadinya
kanker. Beberapa gen tertentu memiliki kaitan dengan terjadinya kanker prostat,
seperti suatu lokus di kromosom 1 serta kromosom 10 tempat dari gen penekan
tumor PTEN. Variasi ras menyebabkan perbedaan dalam jumlah pengulangan
(repeat) CAG di gen reseptor androgen dan berkaitan dengan tingginya insidensi
kanker prostat pada Afrika—Amerika. Variasi gen tersebut berkaitian dengan
polimorfisme efek androgen pada epitel prostat.

Peran faktor lingkungan dapat dilihat dari peningkatan frekuensi karsinoma prostat
pada lingkungan industri tertentu dan variasi insidensi antar wilayah. Karsinoma
prostat cukup sering ditemukan di negara Skandinavia dan relatif jarang di Jepang
dan negara Asia tertentu. Laki-laki yang semula tinggal di wilayah risiko rendah
kemudian berpindah ke wilayah dengan risiko lebih tinggi tetap kurang berisiko
mengidap karsinoma prostat, namun generasi berikutnya memiliki risiko sedang. Hal
ini sesuai dengan adanya pengaruh lingkungan pada perkembangan penyakit ini.
Selain itu, diet tinggi lemak hewan akan meningkatkan risiko karsinoma prostat.

 Gambaran Patologi Karsinoma Prostat

Pada karsinoma prostat, 70% hingga 80% timbul di zona perifer sehingga akan
teraba nodus-nodus keras ireguler saat pemeriksaan colok dubur. Karena letaknya
ini pula, karsinoma prostat kurang menyebabkan obstruksi uretra pada tahap awal
dibandingkan hiperplasia nodular. Lesi awal biasanya tampa sebagai massa
berbatas tidak tegas tepat di bawah kapsul prostat. Fokus karsinoma
memperlihatkan lesi padat, abu-abu putih sampai kuning yang secara histologis
akan menginvasi kelenjar di sekitarnya dengan tepi yang kabur dan membran basal
yang tidak lagi utuh. Metastasis ke limfonodi regional dapat terjadi sejak awal.
Kanker lokal tahap lanjut dapat menginvasi vesikula seminalis dan zona periuretra
prostat beserta jaringan sekitarnya dan juga dinding vesica urinaria. Pertumbuhan
tumor ke arah posterior akan dihambat oleh fascia Denonvilliers atau septum
rectovesicalis yang merupakan jaringan ikat pemisah antara struktur genitourinaria
bawah dengan rectum sehingga invasi karsinoma prostat ke rectum lebih jarang
terjadi daripada invasi ke struktur lain di dekat tumor.
Mikroskopis: sebagian besar berupa adenocarcinoma dengan diferensiasi berbeda-
beda. Tumor yang berdiferensiasi baik terdiri atas kelenjar kecil yang menginvasi
secara acak stroma di sekitarnya. Berbeda halnya dengan hiperplasia nodular atau
prostat normal, kelenjar pada karsinoma prostat tidak dikelilingi sel-sel stroma atau
kolagen tetapi terletak berdempetan dan tampak menyelip dan menembus stroma di
dekatnya. Sel tumor pelapis kelenjar memperlihatkan karakteristik kuboid dengan
anak inti mencolok dan hilangnya lapisan sel basal yang pada keadaan normal atau
hiperplastik masih utuh. Seiring dengan peningkatan derajat anaplasia, ditemukan
pola pertumbuhan kelenjar yang iregular dan kasar, pola pertumbuhan papilaris,
atau pola kribiformis, dan pada kasus ekstrem, dapat tebentuk pola lembaran sel
dengan diferensiasi buruk.

Kelenjar di sekitar karsinoma prostat invasif sering mengandung fokus sel-sel atipik
atau neoplasia intraepitel prostat (prostatic intraepithelial neoplasia, PIN). Karena
sering terdapat bersama dengan karsinoma infiltratif, PIN diperkirakan merupakan
prekursor karsinoma prostat. PIN dapat dibagi menjadi PIN derajat tinggi dan derajat
rendah yang bergantung derajat atipik dari sel. PIN derajat tinggi memperlihatkan
karakteristik yang sama dengan karsinoma invasif sehingga derajat tersebut
dianggap sebagai bentuk intermediet antara jaringan prostat normal dan jaringan
prostat dengan keganasan.

Sistem Skor Gleason merupakan


skema penentuan derajat histologis karsinoma prostat yang sering dipakai. Skema
tersebut melihat pada gambaran seperti diferensiasi kelenjar, arsitektur neoplastik,
anaplasia nukleus, dan aktivitas mitosis. Sistem Gleason tampaknya cukup terbukti
berkorelasi dengan stadium anatomis karcinoma prostat dan prognosisnya.

 Manifestasi Klinis Karsinoma Prostat

Karsinoma prostat sering asimtomatis atau tanpa gejala terutama pada tahap awal.
Sekitar 20% karsinoma lokal ditemukan secara tidak disengaja sewaktu
pemeriksaan histologik jaringan prostat yang diangkat atas indikasi hiperplasia
nodular. Insidensinya mendekati 60% pada usia >80 tahun. Karena lesi awalnya
sebagian besar di regio perifer prostat, sebagian besar kanker ditemukan sewaktu
pemeriksaan rutin colok dubur. Karsinoma yang luas dapat
menimbulkan prostatisme yakni kumpulan tanda dan gejala akibat lesi di prostat
termasuk diantaranya: rasa tidak nyaman lokal dan tanda obstruksi saluran kemih
yang serupa dengan penyakit hiperplasia nodular. Pemeriksaan fisik akan
memperlihatkan prostat yang teraba keras dan terfiksasi, memperlihatkan suatu
penyakit lokal lanjut. Karsinoma yang lebih agresif dapat ditemukan pertama kali
telah berada dalam kondisi metastasis, namun hal tersebut jarang terjadi. Metastasis
paling sering yakni invasi ke tulang-tulang aksial seperti pelvis dan vertebra yang
akan memberikan gambaran tulang pola destruktif (osteolitik) atau yang lebih sering
terjadi yakni gambaran pembentukan tulang (osteoblastik). Adanya metastasis
osteoblastik merupakan tanda kuat telah terjadi tahap lanjut dari karsinoma prostat.

Seperti yang telah dijelaskan pada kajian fisiologi prostat, prostatic specific
antigen atau PSA secara luas digunakan dalam diagnosis karsinoma tahap dini. Sel
kanker menghasilkan lebih banyak PSA begitu juga dengan keadaan lain yang
merusak arsitektur normal prostat, termasuk adenokarsinoma, hiperplasia nodular,
dan prostatitis. Tetapi, baik hiperplasia nodular maupun karsinoma prostat akan
saling tumpang tindih dalam hal jumlah PSA yang disekresikan dan beberapa kasus
karsinoma prostat tidak meningkatkan kadar PSA. Karena masalah dalam
spesifisitas dan sensitivitas, PSA tidak banyak bermanfaat sebagi uji penapis
tersendiri untuk kanker prostat. Namun makna diagnosisnya menjadi meningkat bila
dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan colok dubur, sonografi transrektum, dan
biopsi jarum. Sebagai penilai prognosis, PSA cenderung lebih bermanfaat untuk
melihat hasil terapi dengan membandingkan kadarnya sebelum dan sesudah terapi.
Peningkatan PSA pasca ablasi prostat menunjukkan kekambuhan dan/atau terjadi
metastasis.

Untuk menyempurnakan manfaat diagnostik PSA, dibuatlah prosedur analisis


berupa: perubahan nilai PSA seiring waktu (PSA velocity), penentuan rasio PSA
serum dan volume kelenjar prostat (densitas PSA), dan pengukuran bentuk bebas
PSA darah versus bentuk terikatnya. Penyempurnaan ini sangat bermanfaat jika
kadar PSA terletak antara 4—10 ng/mL (zona abu-abu).

Penentuan stadium anatomis terhadap luasnya penyakit berperan penting dalam


penentuan terapi dan prognosis karsinoma prostat. Stadium kanker prostat
ditentukan dengan pemeriksaan klinis, eksplorasi bedah, teknik pencitraan
radiografik, dan pada beberapa sistem penentuan stadium, dilihat pula derajat
histologis tumor, serta kadar penanda tumor. Sistem yang banyak dipakai yakni
sistem TNM (Tumor-Nodus Limfatikus-Metastasis). Luas anatomis penyakit dan
derajat histologis tumor akan memengaruhi terapi kanker prostat dan prognosisnya.
Terapi kanker prostat
meliputi kombinasi pembedahan, terapi radiasi, dan manipulasi hormon, bergantung
derajat dan stadiumnya. Kanker lokal biasanya diterapi dengan pembedahan atau
radiasi berkas-eksternal (external beam radiation). Terapi hormon berperan penting
dalam tatalaksana karsinoma tahap lanjut dan metastasis. Secara spesifik, sebagian
kanker prostat peka terhadap androgen dan sebagian lagi dapat dihambat oleh
ablasi androgen. Kastrasi bedah atau farmkalogik, estrogen, dan penghambat
reseptro androgen pernah digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan tumor
diseminata. Evaluasi serial kadar PSA serum bermanfaat dalam memantau
kekambuhan atau progresivitas penyakit.

Prognosis termasuk baik bila karsinoma masih terbatas, yakni angka kesintasan
>90% pada pasien stadium T1 atau T2 untuk dapat bertahan hidup 10 tahun atau
lebih. Prognosis cenderung buruk pada tumor diseminata atau meluas dengan
angka kesintasan (survival rate) 10 tahun berkisar dari 10% – 40%.

Daftar Pustaka:

1. diFiore’s atlas of histology with functional correlations edisi 11


2. Histology: a text and atlas, edisi 6
3. Ganong’s review of medical physiology, edisi 23
4. Clinnically oriented anatomy, edisi 6
5. Rangkuman anatomi blok 1.4 oleh asisten anatomi FK UGM
6. Essentials of rubin’s pathology, edisi 6
7. Buku ajar patologi, edisi 7 volume 2
Iklan
LAPORKAN IKLAN INI
Iklan
LAPORKAN IKLAN INI

Bagikan ini:

 Twitter
 Facebook


DENGAN KAITKATA #PROSTAT #ANATOMI #HISTOLOGI #FISIOLOGI
#PATOLOGI

DITERBITKAN OLEH sasetiawan


Lahir dan besar di Sidoarjo, tinggal di Jogja. Mencoba berbagi pemikiranLihat semua
pos milik sasetiawan

Tinggalkan Balasan

Navigasi pos
GNAPS PADA ANAK
Arsip Bulanan
Arsip Bulanan
Blog yang Saya Ikuti
Kategori
Kategori
Komentar
sasetiawan pada Kuliah
Pengantar: Complementar…
velamasita pada Kuliah
Pengantar: Complementar…
velamasita pada Kuliah
Pengantar: Complementar…
Iklan
LAPORKAN IKLAN INI

BUAT SITUS W EB ATAU BLOG GRATIS DI WORDPRESS.COM. TEMA: IXION


OLEH AUTOMATTIC.
Tutup dan terima
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs
web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie

Anda mungkin juga menyukai