Anda di halaman 1dari 15

JURNAL REVIEW

MALARIA PADA KEHAMILAN

Pembimbing :

Dr. Tigor Peniel Simanjuntak, Sp.OG

Oleh :
Zelda Mercheline Aqmarina .H

1261050136

KEPANITERAAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


PERIODE 15 MEI 22 JULI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2017

1
I. PENDAHULUAN

Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang

biak dalam sel darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles

spp.) betina. Malaria telah menjadi salah satu penyakit infeksi tertua yang

memiliki penyebaran cukup luas di daerah beriklim tropis.1

Agen penyebab adalah parasit dari genus Plasmodium familia plasmodiidae,

ordo coccidae. Sampai saat ini dikenal ada empat macam Plasmodium, yaitu:

Plasmodium falciparum penyebab penyakit malaria tropika yang sering

menyebabkan malaria berat / malaria otak yang fatal, gejala serangannya timbul

berselang setiap dua hari ( 48 jam ) sekali; Plasmodium vivax penyebab penyakit

malaria tertiana yang gejala serangannya timbul berselang setiap tiga hari ( 72 jam

) sekali; Plasmodium malariae penyebab penyakit malaria quartama yang gejala

serangannya timbul berselang setiap empat hari sekali; Plasmodium ovale jenis ini

jarang sekali dijumpai di Indonesia, umumnya banyak di Afrika. Dari ke 4 jenis di

atas, Plasmodium Falciparum merupakan jenis yang paling berbahaya

dibandingkan dengan jenis lain yang menginfeksi manusia.2

Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit.

Bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan macam-macam

antigen yang nantinya akan menyebabkan demam. Pembesaran limpa disebabkan

oleh terjadi peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktifasinya

sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit

dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya

2
eritrosit dan fagositosis oleh sistem retikuloendotetial. Hebatnya hemolisis

tergantung pada jenis plasmodium dan status imunitas penjamu. Anemia juga

disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuentrasi oleh limpa pada eritrosit yang

terinfeksi maupun yang normal dan gangguan eritropoisis.2

Untuk mendiagnosa seseorang menderita malaria adalah terdapat keluhan-

keluhan seperti demam, menggigil dan berkeringat dingin, perdarahan spontan, air

seni berwarna gelap. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ikterik, penurunan

kesadaran, dan splenomegali. Plasmodium ditemukan pada pemeriksaan apusan

darah tipis dan tebal.2

Berdasarkan data terakhir dari WHO pada desember 2016, terdapat 212 juta

kasus malaria pada 2015 dan 429.000 kematian. Populasi kelompok yang

mempunyai resiko tinggi terinfeksi malaria, dan mempunyai peluang lebih besar

untuk bertambah buruk dari yang lainnya yaitu bayi, anak umur dibawah 5 tahun,

pelancong, wanita hamil dan pasien dengan HIV/AIDS. who

Tulisan ini akan membahas secara khusus tentang malaria pada kehamilan.

3
II. MALARIA PADA KEHAMILAN

2.1. INSIDENSI

Wanita dan bayi adalah kelompok tersering terkena malaria.14 Pada

wanita hamil kejadian malaria lebih sering menjadi buruk dibandingkan

dengan wanita tidak hamil.5

Malaria pada kehamilan adalah salah satu masalah kesehatan terbesar di

Indonesia, dimana setiap tahunnya diperkirakan 6.3 juta kehamilan berpotensi

terinfeksi Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax.8.1

Diperkirakan dari 125 juta wanita hamil yang terkena malaria, 32 juta

terinfeksi P.Falciparum, 40 juta terinfeksi P.Vivax, dan 53 juta terinfeksi

keduanya.7

Di Indonesia, pada studi yang dilakukan Barcus, dkk., menunjukan

bahwa pada kehamilan, frekuensi meningkat pada P.falciparum dibandingkan

dengan P.Vivax7.4

Infeksi dari Plasmodium ini dapat menimbulkan gejala-gejala seperti

anemia berat, distress pernafasan , dan trombositopeni.7.5

Studi di Thailand, India, dan Indonesia menunjukan bahwa wanita

hamil yang terinfeksi oleh P.falciparum menyebabkan anemia lebih berat

dibandingan dengan P.vivax.7.6

Baik itu infeksi P.falciparum maupun P.vivax pada kehamilan

berhubungan dengan permasalahan pada saat melahirkan, yaitu berat badan

lahir rendah, kelahiran prematur, dan abortus spontan.7

4
2.2. FAKTOR RISIKO

Kekebalan terhadap malaria ditentukan dari tingkat transmisi malaria


tempat wanita hamil tinggal/berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar
yaitu Stable transmission / transmisi stabil, atau endemik dan Unstable
transmission /transmisi tidak stabil, epidemik atau non-endemik . Orang-orang
yang berada di daerah transmisi stabil akan terus-menerus terpapar malaria
karena sering menerima gigitan nyamuk infektif setiap bulannya sehingga
imunitas yang terbentuk cukup signifikan untuk bertahan dari serangan parasit
malaria. Orang yang berada di daerah Unstable transmission jarang terpapar
malaria dan hanya menerima rata-rata kurang dari 1 gigitan nyamuk
infektif/tahun. Wanita hamil yang berada di daerah tersebut akan mengalami
peningkatan resiko penyakit maternal berat, kematian janin, kelahiran
prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria berat di
daerah ini memiliki risiko kemungkinan fatal lebih dari 10 kali dibandingkan
ibu tidak hamil yang menderita malaria berat di daerah yang sama.(2,5,7) (F)
Wanita hamil lebih rentan terkena malaria dibandingkan dengan wanita
yang tidak hamil. Kerentanan ini semakin tinggi pada kehamilan pertama dan
kedua. Kerentanan terhadap malaria ini berhubungan erat dengan proses
imunologi dan perubahan hormonal di masa kehamilan.(8,9) Keadaan ini
berhubungan dengan supresi sistim imun baik humoral maupun seluler selama
kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai benda asing di
dalam tubuh ibu. Supresi sistim imun selama kehamilan terjadi karena
perubahan hormonal terutama hormon progesteron dan kortisol. Konsentrasi
hormon progesteron yang meningkat selama kehamilan berefek menghambat
aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen.(5) (F)

2.3. MANIFESTASI KLINIS DAN PATOMEKANISME

2.3.1. PLACENTAL MALARIA

Pada infeksi P.falciparum, terjadi akumulasi eritrosit terinfeksi yang

lebih banyak di daerah intervillus plasenta dibandingkan dengan sirkulasi

perifer. Eritrosit yang mengandung parasit ini lebih banyak dijumpai pada

5
plasenta dibandingkan dengan sirkulasi fetal. Pada infeksi aktif, plasenta

terlihat hitam atau abu-abu dan sinusoid padat dengan eritrosit terin-

feksi. Keadaan nekrosis sinsitiotrofoblas, kehilangan mikrovilli dan

penebalan membrana basalis trofoblas akan menyebabkan aliran darah ke

janin berkurang dan akan terjadi gangguan nutrisi pada janin. Lesi bermakna

yang ditemukan adalah penebalan membrana basalis trofoblas, pengecilan

mikrovilli fokal menahun. Bila villi plasenta dan sinus venosum mengalami

kongesti dan terisi eritrosit terinfeksi dan makrofag, maka aliran darah

plasenta akan berkurang dan ini dapat menyebabkan abortus, lahir prematur,

lahir mati ataupun berat badan lahir rendah. 5,6 (F)

Berbeda dengan P.falciparum, P.vivax tidak mengalami sekuestrasi di

plasenta. Keadaan ini mengindikasikan bahwa kejadian berat badan lahir

rendah yang diakibatkannya disebabkan oleh perubahan sistemik dan bukan

oleh perubahan lokal pada plasenta. (13)

Pada ibu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap malaria, transfer

transplacental dari parasit dapat menyebabkan janin terkena infeksi. Studi

lain juga menyebutkan, placental malaria sebabkan penurunan berat plasenta

rata-rata 5.6%.11

2.3.2. KELAINAN DARAH

Pada kehamilan normal tubuh mengalami perubahan fisiologi yaitu efek

prokoagulasi yang berguna untuk meminimalisir kehilangan darah pada saat

melahirkan. Pada kasus tertentu plasmodium falciparum dan plasmodium

6
vivax dapat menyebabkan kelainan pada darah seperti anemia,

trombositopenia, aktivasi proses koagulasi dan penghamburan koagulapati

intravaskular1

A. ANEMIA

Penyebab kematian tersering pada malaria dalam kehamilan adalah

anemia.5 Wanita dengan placental malaria akut ataupun kronik lebih sedikit

didapati defisiensi besi dibandingkan dengan wanita tanpa placental malaria.

Hal ini banyak didapati pada wanita multigravida4

Ada beberapa hipotesa yang menjelaskan defisiensi besi pada malaria di

kehamilan ini yaitu: aviabilitas dari pengikatan besi non-transferrin yang

akan mempengaruhi pertumbuhan dari parasit yang nantinya akan

mengakibatkan efek yang akut berhubungan dengan intake besi atau

suplementasi; efek pada keseimbangan oksidan/ anti-oksidan dan reaksi

radikal bebas pada darah di intervilus placenta yang akan mengubah fungsi

imunitas selular dan metabolisme makrofag besi; perubahan ekspresi dari

molekul endotel vaskular yang akan mempengaruhi adhesi dan sequestration

dari parasit P.falciparum. Perubahan eritropoesis dengan regulasi rendah

karena invasi parasit pada sel darah merah yang muda.4

B. TROMBOSITOPENIA

Jumlah platelet pada wanita hamil yang terinfeksi P.falciparum lebih

sedikit dibandingkan dengan wanita hamil yang terinfeksi P.vivax. Pada

wanita hamil yang terinfeksi P.falciparum didapatkan insidensi

7
trombositopenia atau jumlah platelet dibawah batas minimal sebesar 17.7 %

sedangkan pada wanita hamil yang terinfeksi P.Vivax sebesar 5.0%.2

Trombositopenia lebih banyak didapati pada wanita hamil dengan

pembesaran limpa (25.3%) dibandingan dengan wanita hamil dengan limpa

yang tidak membesar (11.2%). Hal ini berkaitan dengan splenomegali sebagai

manifestasi dari trombositopenia.2

Penurunan jumlah platelet pada infeksi malaria disebabkan karena

penurunan masa hidup dari platelet menjadi 2-3 hari (dari masa hidup normal

7-10 hari). Jumlah penurunan platelet berhubungan langsung dengan tingkat

keparahan infeksi dan pengobatan antimalaria. Pada wanita hamil rata-rata

waktu perbaikan platelet setelah di observasi yaitu 7 hari. Perdarahan

spontan jarang dijumpai kecuali apabila jumlah platelet kurang dari 10.000/

uL.3

2.3.3. IUGR

Sequestrasi dari eritrosit terinfeksi parasit di plasenta bertanggung jawab

untuk kerusakan inflamasi dengan deposit fibrinoid pada permukaanya,


12.8
serupa dengan intervilitis kronik. Kerusakan ini dapat mengubah fungsi

plasenta dan sebabkan pertumbuhan janin tertunda. Infeksi malaria

mempunyai efek pro-inflamasi, pada beberapa plasenta terinfeksi dimana

akan muncul stres oksidadif dan deposit fibrin. Sequestrasi eritrosit yang

terinfeksi menyebabkan modifikasi akut dari vaskular vili plasenta,

8
berkurangnya daerah permukaan untuk pertukaran antar janin dan plasenta.

Mekanisme ini berhubungan dengan intra-uterine growth retardation. 12.9

2.3.4. ABORTUS SPONTAN

Pada studi cohort di uganda memaparkan penyebab abortus spontan

terbanyak yaitu malaria pada kehamilan pada ibu yang tidak mempunyai

imunitas dari malaria. Ini juga bisa berhubungan dengan inflamasi sistemik

(demam) yang disebabkan parasit plasmodium yang melepaskan materi

glikolipid pada aliran darah, yang memediasi pelepasan sitokin proinflamasi

seperti IL-6, IL-8, IL 12 dan IL-18. Glikolipid mengaktifkan respon inflamasi

dan memberi sinyal pada (TRL-2) dan reaksi ini juga membuat pelepasan
11,63
prostaglandin melalui jalur COX-2. prostaglandin mengikat reseptor

transmembran berbeda pada otot polos di uterus, adenil siklase teraktivasi dan

phospholipase c terstimulasi. Ini menyebabkan peningkatan formasi dari


11,64
diasilgliserol (DAG) dan inositol 1,4,5-trisphosphate (IP-3). Reaksi ini

menyebabkan peningkatan kalsium intraseluler yang sebabkan kontraksi

uterus yang kuat yang akan berdampak pada pengeluaran fetus, dengan

demikian, memicu abortus spontan.

9
2.4. DIAGNOSIS
Indonesia memperkenalkan peraturan skrining untuk

mengkontrol malaria a kehamilan pada 20108.2 Pemeriksaan pada waktu

pertamakali kunjungan antenatal tersebut menggunakan Rapid

Diagnostic Test (RDT), tanpa melihat adanya gejala dari malaria. Gold

standard dari pemeriksaan malaria, pemeriksaan mikroskopik dilakukan

di pusat-pusat kesehatan. RDT dilakukan di tempat yang lebih terpencil.8

RDT yang positif harus diikuti dengan pemeriksaan

mikroskopik untuk melihat jumlah sel darah merah yang terinfeksi

(parasitemia) dan untuk mengkonfirmasi spesies dan tahapan pada parasit


https://www.rcog.org.uk/globalassets/documents/guidelines/gtg_54b.pdf
tersebut.

Di daerah endemis malaria, seringkali semua parasit P.

falciparum menempel di plasenta dan tidak ditemukan parasit dalam

darah tepi sama sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RDT yang

mendeteksi antigen HRP-2 pada darah perifer adalah lebih sensitif untuk

mendeteksi malaria falciparum pada plasenta (sensitivitas 80- 89%). jika

dibandingkan dengan test yang mendeteksi enzim Lactate

Dehydrogenase parasit (sensitivitas 38%). Dipihak lain, test untuk

mendeteksi antigen HRP -2 mempunyai keterbatasan dalam mendeteksi

jumlah parasit yang rendah (50- 52%), sehingga mikroskopis masih

merupakan pilihan yang terbaik. Namun, perlu diingat bahwa

penggunaan RDT tetap lebih baik daripada tidak dilakukan deteksi

malaria sama sekali.buletin depkes

10
2.5. PENATALAKSANAAN

2.5.1. ANTEPARTUM

2.5.1.1. TRIMESTER I

Pada wanita hamil trimester pertama apabila terbukti tes positif

malaria baik dengan RDT maupun mikroskopik, dapat diberikan quinine

secara oral selama 7 hari.8

Meskipun ACT (Artemisin Combination Therapies) obat

antimalaria yang paling efektif, tetapi ACT tidak diberikan pada wanita

hamil terinfeksi malaria pada trimester I karena beberapa pre-klinikal

studi menunjukan derivat artemisin bersifat embriotoksik dan dapat

memicu kematian janin dan kelainan kongenital pada dosis yang dekat

dengan batas terapi. Pada mencit, artemisin menyebabkan gangguan

perkembangan jantung (defek septum ventrikel dan defek pembuluh

darah) dan defek pada skeletal (tulang yang lebih pendek atau bengkok

pada tulang ekstremitas dan skapula, costae yang bengkok, pembentukan

tulang pelvik yang tidak sempurna)10

2.5.1.2. TRIMESTER II dan III

Berbeda dengan trimester I, wanita hamil pada trimester 2 dan 3

yang terinfeksi malaria diberikan ACT (Artemisin Combination

Therapies, dihydroartemisinin-piperaquine) selama 3 hari sesuai dengan

peraturan nasional.8

11
Doksisiklin kontraindikasi pada kehamilan karena mempunyai efek yang

buruk pada janin yaitu terhambatnya pertumbuhan tulang dan dysplasia dentin

atau gigi yang kecil. Primaquine tidak direkomendasikan pada kehamilan karena

obat tersebut dapat melewati plasenta dan sebabkan anemia hemolitik pada janin

yang memiliki defisiensi G6PD. Atovaquoneproguanil tidak dianjurkan pada

kehamilan karena kurangnya data keamanan penggunaan obat saat kehamilanA

2.5.1.3. PENCEGAHAN

Pencegahan malaria pada wanita hamil bisa menurunkan angka

kematian akibat anemia sampai dengan 38%, pertumbuhan janin

terhambat 43%, dan kematian perinatal 27%. 5.1

Berikut yang direkomendasikan oleh WHO dalam upaya

pencegahan malaria pada kehamilan

1) Penggunaan kelambu berinsekstisida

Pada ibu hamil di Afrika adalah efektif untuk mengurangi

kejadian malaria pada plasenta, malaria perifer pada semua

kehamilan serta penurunan angka kejadian BBLR, lahir mati

dan keguguran pada kehamilan 1 sampai 4 saja. Data efikasi

kelambu berinsektisida di Asia (daerah dengan transmisi P.

falciparum dan P. vivax) masih sangat terbatas. Penggunaan

kelambu berinsektisida pada ibu hamil di Asia dihubungkan

dengan penurunan risiko mengalami lahir mati atau keguguran

pada semua kehamilan namun tidak berefek terhadap

BBLR.buletin depkes

12
2) Pencegahan malaria secara intermitten

Karena meningkatnya angka resistensi strain parasit pada

kloroquine, administration of intermittent preventive treatment

inpregnancy (IPTp) saat ini merekomendasikan satu dosis

sulfadoxine/pyrimethamine pada kehamilan trimester dua dan

satu dosis lagi pada awal trimester ketiga untuk semua ibu

hamil tanpa melihat paritas pada area dengan transmisi

malaria yang stabil. buletin depkes, 9

3) Diagnosa dini dan pengobatan yang efektif

2.5.2. POSTPARTUM

Insidensi malaria paling tinggi pada saat 60 hari setelah melahirkan

(75.1 episode per1000 orang-bulan, risiko relatif 4.1 dibandingkan dengan

tahun sebelum kehamilan). Durasi demam dan parasitemia asimtomatik secara

signifikan banyak ditemui pada saat kehamilan dan trimester pertama

postpartum dibandingkan dengan periode lain.14

Obat antimalaria terekskresi pada air susu ibu dalam jumlah yang kecil.
Karena chloroquine dan mefloquine aman pada bayi baru lahir, maka obat
tersebut juga aman bagi bayi apabila dikonsumsi oleh ibu menyusui. Pengobatan
untuk P.vivax hypnozoites dengan primaquine setelah melahirkan akan sangat
berarti, akan tetapi sebelum menggunakan primaquine baik untuk ibu maupun
bayi baru lahir diharuskan untuk melakukan tes defisiensi G6PD, karena
primaquine dapat menyebabkan anemia hemolitik pada penderita defisiensi
G6PD.B 13

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Yunarko Rais. Respon Imun terhadap Infeksi Parasit Malaria. Jurnal


Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 45 - 52
2. Romi Teuku. Malaria dan Permasalahannya. Jurnal Kedokteran Syahkuala
Vol. 11 No. 2, Agustus 2011
3. (1) Abdalla S, Pasvol G: Platelets and blood coagulation in human
malaria. In the Haemotology of malaria. Edited by: Newton PN, Essien E.
London Imperial College Press; 2004: 249-276.
4. (6) C.Menendez, J.Ordi, M.R.Ismail, P.J.Ventura, J.J.Aponte, E.Kahigwa,
F.Font, P.L.Alonso. The Impact of Placental Malaria on Gestational Age
and Birth Weight. J Infect Dis, 2000 : 181 (5): 1740-1745.
5. WHO http://www.who.int/malaria/areas/high_risk_groups/pregnancy/en/
6. (9) https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3294539
7. (11) Djabanor J, Quansah E, Asante D. Effects of Malaria in pregnancy
(MiP) on Pregnancy Development and its Outcome: a Critical Review.
2017 April. Journal of Applied Biology & Biotechnology. Vol. 5 (02), pp.
008-016
8. (13) Boel ME, Rijken MJ, Leenstra T, Phyo AP, Pimanpanarak M, et al.
Malaria in the post-partum period: a prospective Cohort Study. PLOS:
neglected Tropical Disease. 2013 March 13. 10.1371-0057890
9. (14) Diagne N, Rogier C, Sokhna C, Tall A, Fontenille D, et al. High
Malaria Risk in Pregnancy Continues Early Postpartum. The New
England Journal of Medicine. 2000 September; 343:598-603
10. (A) Morof Diane, Carrol Dale. Pregnant Travelers. Centers for Disease
Control and prevention. 2017 june 13. Yellow Book, Chapter 8(17)
11. (B)Arguin Paul M, Tan Kathrine R. Chemoprophylaxis During Pregnancy
and Breastfeeding in Malaria. Centers for Disease Control and prevention.
2017 june 12; Yellow Book, Chapter 3(83)
12. (5) Sharifi B, Mood. Malaria in Pregnant Woman. International Journal
infection. 2015 July; 2(3):e22992
13. (8.1) Dellicour S, Tatem AJ, Guerra CA, Snow RW. Quatifying the
number of pregnancy at risk of malaria in 2007: a demographic study. Plos
Med. 2010 July; e1000221
14. (7) Mclean A, Ataide R, Simpson JA, Beeson JG, Fowkes FJ. Malaria and
immunity during pregnancy and postpartum a tale of two species.
Cambridge University Press. 2015 March 3. 10.1017/
S0031182015000074
15. (7.4) Barcus MJ, Basri H, Picarima H, Manyakori C, Sekartuti.
Demographic risk factor for severe and fatal vivax and falciparum malaria
among hospital admission in northeastern Indonesia Papua. American
Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 2007. 77, 984-911

14
16. (7.5) Anstey NM, Douglas NM, Poespoprodjo JR, Price RN. Plasmodium
vivax: clinical spectrum, risk factors and pathogenesis. Advance in
Parasitology. 2012. 80, 151-201
17. (F) Rusjdi S. Malaria pada masa kehamilan. 2012 Desember. Majalah
Kedokteran Andalas No.2. Vol.36.

15

Anda mungkin juga menyukai