Anda di halaman 1dari 3

SPO Gigitan Ular

No. Dokumen No. Revisi Halaman


-
Tanggal Terbit Ditetapkan,
Direktur RS Meilia

SPO

Desember 2019 Dr. Maridi Kartasasmita, SpB

PENGERTIAN Penatalaksanaan gigitan ular sesuai dengan guideline WHO 2016


TUJUAN Agar penatalaksanaan gigitan ular sesuai dengan penatalaksanaan awal,pemberian
terapi dan rehabillitasi psikologis dan organ yang mengalami komplikasi kecacatan
akibat gigitan ular sesuai dengan guideline WHO 2016
KEBIJAKAN Guideline WHO 2016

PROSEDUR 1. Melakukan anamnesa kapan kejadiannya ( tanggal dan jam ) , ciri – ciri ular yang
menggigit. Apabila ular yang menggigit dibawa maka foto ular tersebut . untuk
mengidentifikasi apakah ular tersebut termasuk berbisa atau tidak .
2. Jika spesimen ( ular ) tidak dibawa maka pengidentifikasian berdasarkan tanda
dan gejala dan proses observasi untuk menentukan fase local dan sistemiknya :
a. Hemotoksin : denghan gangguan pada koagulasi darah ( epistaksis ,
gum bleeding , bleeding conjunctiva ,perdarahan profuse )
b. Neurotoksin : dengan gangguan blockade acetylcholine pada synaps
( ptosis ,nyeri berat,sesak, nyeri perut )
c. Ataupun jenis toxin yang lainnya
3. Dilakukan test 20 WBCT yaitu 5 cc darah diambil dari vena cubiti lalu diatruh
dalam botol kaca yang sudah dicuci dan disterilkan dan dibiarkan 20 menit setelah
itu digoyangkan jika mengalami penggumpalan berarti kemungkinan bukan
hemotoksin tapi kalau tidak mengalami penggumpalan berarti ularnya mempunyai
hemotoksin ,setelah itu juga dilakukan pemeriksaan lab : DL, APTT,PTT,
elektrolit,SGOT/SGPT,Ureum creatinin ,INR
4. Dilakukan RPP untuk mengobservasi progresifitas bisa ular. RPP ( Rate Proximal
Progressif test ) : pemberian tanda pembengkakan dengan isolasi/microphore
dan ditulis jam saat diukur kemudian tiap 2 jam diukur dengan penggaris dari
proksimal ke proksimal dan dibagi 2 ( dua ) untuk melihat rata – rata kecepatan
pembengkakan per jamnya .
5. Diberikan first aid pada kondisi tanpa hemotoxin atau neurotoksin yag tidak ada a
ntivenom .
6. First aid imobilisasi dilakukan pada hemotoksin dengan menggunakan spalk
sedang neurotoksin menggunakan pressure bandage dengan elastic bandage
serta immobilsasi .
Dilihat pada borang apakah terjadi local envinomasi atau sistemik envinomasi,
jika terjadi sistemik envinomasi maka diperlukan pemberian antivenom .
7. Jika jenis spesies adalah yang di cover oleh SABU :
- Colleselasma Rhodostoma
- Naja spurtatix
- Bungarus Candidus atau Bungarus Fasciatust
Maka dilakukan pemberian antibisa ular .
a. Hemotoksin : pemberian SABU diberikan dengan inisial dosis 2 vial
dalam 500 cc Na CL / RL dengan tetesan 40- 80 tts/mnt ,pada anak –
anak 5 – 10 cc / kg / mnt diberikan 6 jam sekali.
b. Neurotoksin : SABU diberikan inisial dosis 2 vial dalam 100 cc ,40 -80
tts/mnt diberikan 2 jam sekali dengan agresif ,jika tanda dan gejala
neurotoksin belum berkurang bisa ditambahkan fisostigmin untuk
dewasa > 12 taun ; 1 – 2 mg /kg/dosis ,anak-anak < 12 tahun ; 00,2
mg/kg/dosis ,maksimal 0,5 mg/kg/dosis ,diberikan slowly 3- 5 menit
sekali,bisa diberikan atropine jika ada gejala intoksikasi fisostigmin 00,2 –
00,4 mg/kg sampai keluhan,tanda dan gejala berkurang dengan
melakukan observasi ptosis dan saturasi O2 .
8. Terbentuknya bullae dan ekimosis pada hemotoksin tidak boleh dilakukan
bulektomi ataupun fasciotomi pada pembengkakan karena kompartemen sindrom
yang dibentuk oleh bisa ular berbeda dengan yang dibentuk kondisi trauma jadi
tidak diperlukan fasciotomi . Bullae dan ekimosis serta pembengkakan hanya
perlu diberikan kompres / normal saline 0,9 % ataupun aspirasi dengan syringe .
9. Anti nyei bisa diberikan untuk hemotoksin atau neurotoksin ,untuk hemotoksin
tidak direkomendasikan penggunaan golongan NSAID sedangkan untuk nyeri
hebat karena neurotoksin diberikan analgesic sampai analgesic kuat berupa
morfin dengan dosis 1 ampul morfin diencerkan dalm 10 cc water for injection
diberikan 2 cc setiap nyeri dengan pain score diatas
10. Bila terjadi kelumpuhan akibat neurotoksin maka bisa dilakukan tindakan A,BS,D
dengan intubasi /pemasangan ETT,LMA dsb dan ventilator jika ada kelumpuhan
otot pernapasan.
11. Bila terjadi perdarahan akibat hemotoksin tidak direkomendasikan pemberian
asam traneksamat ataupun trombosit konsentrat tetapi cukup diberikan
antivenomnya saja.
12. Dilakukan monitoring dan evaluasi setiap 6 – 8 jam sekali serta pemeriksaan
laboratorium ,semua pasien gigitan ular diobservasi 24 – 48 jam pada fase
local ,jika selama fase local untuk ular berbisa itu tidak ada tanda terjadi fase
sistemik maka penderita bisa dipulangkan .
13. Jika yang menggigit bukan ular berbisa maka bisa diobservasi 2 – 6 jam, jika tidak
ada pembengkakan dan nyeri yang berlebihan atau proses inflamasi akibat
gigitan dan pengobatan awalnya maka penderita bisa dirawat inapkan .
14. Perawat menyampaikan kepada bagian RM ( Rekam Medik ) ,selanjutya bagian
RM ( Rekam Medik ) yang akan melaporkan kejadian gigitan ular ke Dinkes.
15. Pada gigitan ular tidak berbisa cukup diberikan analgesic dan antibiotika jika ada
peningkatan leukosit

UNIT TERKAIT Instalasi Gawat Darurat


Instalasi Rawat Inap

Anda mungkin juga menyukai